Trilogi Maulid Nabi Muhammad mjbookmaker by: http://jowo.jw.lt Abu Ismail Agung Priyadi Bagian I Napak Tilas Perayaan Maulid Nabi 1. Pengantar Siapa tak kenal maka tak sayang, begitulah peribahasa yang sering kita dengar. Adapun dengan amalan agama, bagi siapa yang tidak tahu uswahnya (tauladannya) bisa jadi tersesat, ikut-ikutan terjebak dalam kegelapan.[1] Bukannya pahala yang dituai bisa jadi dosa menjadi kubangannya. Dan Insya Allah dalam risalah berikut ini, sedikit mengupas sejarah Perayaan khususnya Maulid Nabi yang amat populer dikalangan kaum muslimin. Agar jalan menjadi terang, agar tersingkap titian menuju amalan shahih sehingga kita paham siapa tauladan kita dalam beramal. Dan bisa jadi setelah membacanya pepatah diatas berubah,. . semakin kenal semakin tak sayang? Ini adalah PR yang tersisa dari tahun-tahun yang telah silam, dimana ketika terjadi diskusi yang cukup hangat tentang masalah maulid ini, pesertanya kabur lagi ngacir ketika dimintai pertanggungjawabannya terhadap apa yang ditulisnya atas nama Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang didakwa olehnya bahwa beliau membolehkan secara terang akan maulid ini. Namun sangat disayangkan diskusi ini diputus dengan gampangnya sambil menyatakan hal-hal yang tidak perlu, yakni tidak meladeni kembali untuk menetas jalan yang benar. Alangkah banyaknya diskusi yang semacam ini, ketika terpojok lalu menutup majelis dengan hal-hal yang tidak bermutu. Sedangkan al haq adalah yang patut untuk diikuti. Dan terimakasih juga saya sampaikan kepada seorang member mailist [2] ini yang mengirimkan kitab BID'AH Hauliyah (Sebenarnya dikirimkan kepada Ust. di Medan, tapi saya kebagian juga) -sumber utama tulisan ini-, walaupun telah lewat hampir 3 tahun tidaklah mengapa disampaikan sekarang. Karang Tengah @2003 Abu Ismail (apriadi27@yahoo.com) 1. Renungkanlah apa yang diriwayatkan Imam Muslim dalam muqaddimah (1/10) shahihnya meriwayatkan sampai sanadnya kepada Muhammad bin Siriin, beliau berkata:"Sesungguhnya ilmu itu agama, maka lihatlah darimana kalian mengambil agama kalian!!" 2. yaitu milist: assunnah@yahoogroups.com 2. Mukaddimah Sesungguhnya penyelenggaraan perayaan yang memperingati peristiwa-peristiwa Islam tertentu yang kemudian dijadikan sebagai perantara untuk mendapat berkah itu, pada mulanya hanya dikenal oleh kelompok kebatinan yang buruk. Mereka adalah Bani Ubaid Al Qaddah yang menamakan dirinya sebagai Fatimiyyun. [1] Upacara maulid adalah termasuk perbuatan yang dicontohkan oleh para ahli penyimpangan dan kesesatan, sesungguhnya orang yang pertama yang memunculkan perayaan upacara maulid adalah orang-orang dari Bani Fatimiyyun dari golongan Ubaidiyyun yang hidup dikurun waktu ke-4 Hijriyah. Mereka ini sengaja mengklaim dirinya sebagai pengikut Fathimah secara dzalim dan untuk mencemarkan nama baiknya padahal sebenarnya mereka adalah sekelompok orang-orang Yahudi atau ada yang mensinyalir bahwa mereka dari orang Majusi (penyembah api) bahkan ada yang mengatakan mereka berasal dari kelompok Atheis.[2] Pendapat lain: As Suyuthi dalam Husnul Maqshud fi Amal Al Maulid menegaskan: "Orang yang pertama kali mengadakan peringatan hari Maulid Nabi adalah penduduk Irbal, Raja Agung Abu Sa'id Kau Kaburi [3] bin Zainuddin Ali bin Bakitkin, seorang raja negeri Amjad.[4] Dan ini diikuti oleh Syaikh Muhammad bin Abu Ibrahim Alu Syaikh: "Bid'ah peringatan Maulid Nabi ini, pertama kali diadakan oleh Abu Sa'id Kau Kaburi pada abad ke-6 H, Syaikh Hamud Tuwaijiri: "Upacara peringatan maulid adalah bid'ah dalam Islam yang diadakan oleh sulthan Irbal pada akhir abad ke-6H atau pada awal abad ke-7H. " Al Ubaidiyyun memasuki Mesir 362H dan raja terakhirnya Al Adhid meninggal 567H, sedangkan penguasa Irbal dilahirkan 549H dan meninggal 630H, ini menjadi bukti bahwa kelompok Ubadiyyun lebih dahulu daripada penguasa Irbal -Al Malik Al Mudzaffar- dalam mengadakan upacara peringatan maulid Nabi. Bukan tidak sah mengatakan bahwa penguasa Irbal adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi di Maushil, karena yang dilakukan Al Ubaidiyyun diadakan di negeri sendiri -Mesir, seperti yang dijelaskan dalam buku-buku sejarah. Wallahu a'lam. [5] 1. Dr Ali bin Nafi' Al Ulyani: At Tabarruk Al Masyru'wa Attabarruk Al mamnu': "Orang yang pertama kali mengadakan bid'ah ini adalah Bani Ubaid Al Qadah"; Al Bida' Al Hauliyah : Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad At Tuwaiziri : (catatan kaki hal 147:Ahsan Al Kalam: 44, Al Ibtida' 251, Tarikh Ikhtifal bi Al maulid An Nabi: 62, Naft Al Azhaar 185-186, Al Qaul Fasl: 64). 2. Dr. Said bin Ali Al Qohthoni: Nuurus Sunnah wa Dhulumatul Bid'ah : lihat hal 107 & catatan kaki (ed Indonesia). 3. Demikianlah yang disebutkan dalam kitab Al Hawi dan yang benar namanya adalah Abu Said Kau Kaburi bin Abi Hasan Ali bin Baktakin bin Muhammad, yang diberi gelar dengan Raja Agung Mudza_aruddin Shahibu Irbal, lahir tahun 549H, memegang kekuasaan setelah ayahnya tahun 563H, berusia 14 tahun. Kemudian dikudeta dan dikeluarkan. Lalu dia melanjutkan dengan bantuan Shalahuddin Al Ayubi, berlindung kepadanya dan dinikahkan dengan saudara perempuannya Rabi'ah Khathun bintu Ayub. Dia melakukan banyak peperangan bersama Shalahudin, yang tanpak disitu keberaniaannya, khususnya di Hithin. Diantara yang terkenal darinya adalah peringatan Maulid Nabi yang diadakannya. Abu khathab bin Dahiyah telah menulis buku khusus untuknya, tentang peringatan Maulid ini, judulnya At Tanwir _ Maulid Al Bayir An Nadzir lalu diupah 1000 dinar. 4. Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad At Tuwaiziri : Al Bida' Al Hauliyah 148. 5. Ibid hal 149-151. 3. Siapakah Al-Ubaidiyuun Al-Qaddah??? Dengan mengetahui latar belakang penggagas bid'ah maulid ini, akan dapat menyingkap siapa dan apa maksud dari apa yang mereka lakukan. Dan inilah mereka: Silsilah Raja-raja Al Ubaidiyyun Al Qaddah: [1] 1. Nenek moyang mereka adalah Ibnu Dishan Al Qaddah, peletak dasar aliran Bathiniah [2] 2. Ubaidillah (Al Mahdi) 200H-297H-322H yaitu: Said bin Husain bin Ahmad bin Abdillah bin Maimun bin Dishan Al Qaddah Dia mengubah nasab mengaku-ngaku keturunan Hasan bin Muhammad bin Ismail bin Ja'far Ash-Shadiq. Imam Suyuti dalam Tarikh Khulafa' berkata: ". . . bahkan sejatinya kakek mereka adalah Majusi". Al Qadhi Abu Bakar Al Baqilani mengatakan: "Al Qaddah, yakni kakek Ubaidillah yang menamakan dirinya Al Mahdi sejatinya dia adalah seorang MAJUSI". Al Mahdi Ubaidillah adalah seorang yang beraliran kebatinan yang buruk dan bersemangat sekali menghapus agama Islam. Dia suka membunuh para ulama dan para fuqaha, serta hobi menyesatkan manusia ke jalan yang salah. Anak-anaknya persis dia. Mereka meniru sikapnya, mereka berani memperbolehkan minum arak, seks bebas, dan suka menyebarkan kekacauan. Adz-Dzahabi juga mengatakan: "Para peneliti dan pengamat sejarah sepakat bahwa sesungguhnya Ubaidillah Al Mahdi bukan orang baik. " 3. Muhammad (Al Qaim Biamrilllah) bin Ubaidillah (322H-333) Adz-Dzhahabi mengatakan: "Al Qaim bin Al Mahdi bahkan lebih jahat daripada ayahnya. Dia adalah salah seorang ZINDIQ, seorang terkutuk, dan berani mencaci maki para nabi secara terang-terangan. " 4. Ismail (Al Manshyur) bin Muhammad (Al Qaim) (333 -340) 5. Mu'ad (Al Muiz Billah) (Lidinillah) bin Ismail bin Muhammad (Al Qaim) (341-365H) Memasuki negeri Mesir Ramadhan 362H, berkuasa hanya 2, 5 tahun di Mesir, sebelumnya di Magrib (Maroko) 45 tahun. Dia memiliki keteguhan, kekuatan dan keinginan yang keras, tapi dia peramal yang menampakkan faham Rafidhah dan menyembunyikan kekafiran. Raja Ubaidiyyun pertama di Mesir, yang memulai pembangunan ibukota di Qahiroh Mesir lewat panglima Jauhar al Siqili ditahun 358H, dan pada tahun 362H pindah dari Kairwan (Tunisia) ke Mesir. Amat ramah kepada Yahudi & Nasrani. Pada masanya diresmikan Perguruan Tinggi Al Azhar yang selesai dibangun 361H, dengan kurikulum Syi'ah Ismailiyah.[3] 6. Nizzar (Al Aziz Billah) bin Mu'ad (Al Muiz) (365-386H) Naik tahta setelah ayahnya wafat, seorang yang mulia dan pemberani. Pada masanya membangun Perguruan Tinggi Kairo. Hari-harinya -seluruhnya penuh dengan hari raya yang bid'ah. Sangat ramah lebih dari ayahnya terhadap Yahudi & Nasrani, mengangkat mereka menjadi Menteri dan Gubernur di Syam, ahlu kitab diberi kesempatan seluas-luasnya memegang jabatan tinggi dalam pemerintahan, contohnya seperti pansehatnya yang Yahudi kemudian masuk Islam Al Wazir Yaqub bin Killas, juga Al Wazir Isa bin Nestorius, seorang Nasrani. Menghentikan sholat tarawih diseluruh negeri Mesir, (pernah) menangkap 13 orang, dipukul, diseret diatas onta dan dipenjara 3 hari hanya karena sholat Dhuha. Seorang dipukul dan diarak keliling kota hanya karena didapati memiliki kitab Al Muwatho, karya Imam Malik. 7. Manshur (Al Hakim Biamrillah) bin Nizzar (386-411H) Raja Mesir ke-3 dari dinasti Ubaidiyyun dan raja ke-6 dari seluruh rajanya. Naik tahta berusia 11 tahun, memiliki tabiat yang aneh dan mengaku sebagai punya titisan Ketuhanan. Memerintahkan manusia sujud padanya ketika berdzikir di masjid, tutur katanya kotor, dan manusia banyak mendapat azab pedih darinya khususnya penduduk Mesir. Hingga ia dengan melalui bantuan budak Sudan pernah membakar 1/3 Mesir menghancurkan separohnya, merampas harta, separuh mereka disiksa, kaum wanita dianiaya, bahkan berbuat keji terhadap mereka. Semua berita itu adalah berita-berita yang benar tapi mengerikan. 8. Ali Azh Zhahir Lii'zaz Dinullah (411-428H) 9. Ma'ad Abu Tamim (Al Mustanshir) bin Adz Dhahir bin Al Hakim (428-487H) Naik tahta pada usia 7 tahun, dan terus berkuasa hingga 60 tahun 4 bulan. Adz Dzahabi berkata: "Sepanjang pengetahuan saya, tak seorangpun yang duduk menjadi khalifah ataupun sulthan yang memiliki masa waktu pemerintahan yang lebih panjang darinya. " Pada masanya (462H) terjadi gonjang-ganjing dan kelaparan pangan yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak zaman Nabi Yusuf. Padahal Mesir adalah negeri yang subur dan banyak orang kaya, akan tetapi kekayaan itu untuk foya-foya. Perayaan-Perayaan bid'ah hingga akhirnya mengalami kekurangan pangan dan kelaparan yang luar biasa. Saat itu manusia memakan manusia lainnya, ada orang yang tega menyembelih anak-anak dan istri istri mereka, lalu dagingnya dimasak dan dijual. Mereka membuat lubang untuk mengubur kepala dan jari-jarinya. Binatang-binatang tunggangan juga dimakan, hingga tidak tersisa di Mesir kecuali 3 kuda milik penguasa Mesir, yaitu Al Mustanshir, sebelumnya ada ribuan. Gajah pun ikut mati, anjing dijual dihargai 5 dinar. Ada menteri yang keledainya dicuri oleh 3 orang, lalu Raja menghukum mereka, menyalibnya diatas tiang gantungan, esoknya tulang-tulang mereka berserakan ditungku kayu bakar penduduk karena dimakan manusia, Merekapun membunuhi para ulama, dalam menuturkan biografi Abu Bakar An Nablusi, Adz Dzahabi [Siyaru A'laamin Nubala XVI: 148, 149] menyatakan: "Abu Dzarr al Hafizh berkata: "Abu Bakar dipenjara oleh Bani Ubaid dan disalib demi (karena) mempertahankan Assunnah. " AdDaraquthni sambil menangis menceritakan kisahnya itu. Beliau menuturkan: " Ketika disembelih, Abu Bakar masih sempat membaca firman Allah: Kaana dzalika fil kitaabi masthuroo "Yang demikian itu telah tertulis di dalam kitab (Lauh Mahfuzh) Al Israa': 58. Abu Faraj Ibnul Jauzi berkata: "Jauhar, komandan perang bawahan Abu Tamim pemimpin Mesir memanggil Abu Bakar An-Nablusi yang kala itu sedang mendatangi gubuk-gubuk (kaum fakir). Ia bertanya: "Apakah engkau pernah membuat pernyataan bahwa apabila seorang lelaki memiliki 10 anak panah, maka hendaknya satu panah ia tembakkan ke Romawi dan 9 lainnya kepada kami?" Beliau menjawab: "Aku tidak pernah menyatakan demikian. Namun yang kukatakan, kalau seseorang memiliki 10 anak panah, hendaknya ia menembakkan 9 anak panah itu kepada kalian, sedangkan yang ke-10 juga ditembakkan kepada kalian!! Karena kalian telah mengubah agama, membunuh orang-orang shalih dan mengaku-ngaku memiliki cahaya ketuhanan!!!" Merekapun menanyai sampai beliau mengaku dan memukulnya, kemudian mereka memanggil orang Yahudi untuk menyembelihnya. " 10. Ahmad (Al Musta'li Billah) bin Al Mustanshir (487-495H) 11. Manshur (Al Amir Biahkamillah) bin Ahmad bin Al Mustanshir (495-524H) Naik tahta berusia 5 tahun setelah kematian ayahnya. Sangat dekat dengan Nashrani, memberikan kepada para pendeta di gereja-gereja 10. 000 dirham setiap keluar untuk berburu, sehingga kas gereja Mesir bertambah besar pada waktu itu. Pada masa-masa akhir pemerintahannya terjadi kelaparan berat. Dia orang yang berani menumpahkan darah, berani melakukan perbuatan jahat dan berani membenarkan perbuatan jelek. Memegang 29 tahun tahta, dengan 20 tahun diwakilkan kepada menterinya yang cakap. Tanpa meninggalkan seorang anakpun. 12. Abdul Majid (Al Hafidz Liidinillah) bin Muhammad bin Al Mustanshir (524-544H) Dia sering berbuat kejam kepada menteri-menteri dan ajudan-ajudannya 13. Azh Zhafir Billah Ismail (544-549) 14. Isa al Faiz Binashrillah (549-555) 15. Abdullah (Al Adhid Lidinillah) bin Yusuf bin Muhammad bin Al Mustanshir (555-567H) Adalah akhir raja Mesir dari dinasti Ubaidiyyin, lahir 546H sangat condong kepada Syi'ah, berlebihan dalam mencela shahabat, menghalalkan darah ahlus sunnah, senang menumpahkan darah dan senang kepada orang bejad. Adz Dzahaby dalam Siyar A'lamu Nubala (15/212), disebutkan bahwa raja terakhir dari Ubaidiyyah adalah Al 'Adhid Lidinillah yang dibunuh oleh Shalalhuddin al Ayyubi tahun 564H (?), dia mengatakan, "Dan hilanglah kasus Al Adhid bersama kehadiran Shallahuddin, ia mencopotnya kemudian berkotbah kepada Bani Abbas dan membungkam mulut Bani Ubaid serta mengembalikan negara penentang,. . " Gerakan Bathiniyah telah mengobok-obok daulah Islam pada zaman kekhalifahan Bani Abbasiyah. Mereka berhasil memecah belah wilayah-wilayahnya dan menyebarkan paham zindiq dan ilhad sampai akhirnya Shalahuddin muncul membabat habis sisa-sisa Majusi dan mengembalikan daulah Ahlus Sunnah wal Jamaah kepada kaum muslimin kemudian usahanya tertuju kepada pembersihan negeri-negeri Islam dari kaum salibis. [4] 1. Dinukil dari Bid'a Hauliyah dari beberapa catatan kakinya & Tarikh Khulafa': · Al Mu'iz Mu'ad (341-365H) bin Ismail memasuki Mesir tahun 362H bulan Ramadhan yaitu Mu'ad bin Ismail bin Sa'id bin Abdullah, Abu Tamim (lihat wafayat al a'yaan V: 224-228; biografi no. 727; Al Bidayah wa Nihayah I:317-319, serta Al A'laam VII:265) · Al Aziz (365-386H) yaitu Abu Manshur Nizzar bin Al Mu'iz bin Al Manshur bin Qaim bin Mahdi Al Abidi (Lih: Wafayaat Al A'yaan V:371-376; biogra_ no. 759; Al Bidyah wa Nihayah XI:358; dan Al Khuthat Al Muqriziyah II:284-285) · Manshur (386-411H) bin Nizzar Yaitu Manshur (Al-Hakim Biamrillah) bin Nizzar (Al Aziz Billah) bin Mu'ad (Al Muiz Billah) bin Ismail (Al Manshur Billah) bin Muhammad (Al Qaim Biarillah) bin Ubaidillah (Al Mahdi) Al Abidi. (Lih: Al Bidyah wa Nihayah XII:10-12; An Nujum Az Zahirah IV: 179-193; dan Al Khuthaht Al Muqriziyah II: 285-289) · Al Mustanshir (427-487H) yaitu Ma'ad Abu Tamim bin Adz Dzahir bin Al Hakim bin Al Aziz bin Al Mu'iz Al Abidi (Wafayaat Al A'yaan V: 229-230, biografi no. 728; dan Sadzarat Adz Dzahab III:382-383) · Al Amir (495-524) yaitu : Manshur bin Ahmad bin Ma'ad Al Abidi, Abu Ali (lih: Wafayaat Al A'yaan V: 299-302, Al Khuthat Al Muqriziyyah II:290-291) · Al Hafidz (524-544) yaitu Abdul Majid bin Muhammad bin Al Mustanshir Al Ubaidi, Abul Maimum (lih: Wafayaat Al A'yaan V: 235-237, Siyaru A'laam An Nubala XV:199-202) · Al Adhid raja terakhir meninggal 567H, yaitu Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Mustanshir bin zhahir bin Hakim bin Abdul Aziz bin Mu'iz bin Manshur bin Qaim bin Al Mahdi Al Abidi (lih: Wafayaat Al A'yaan III: 109-112; biografi no. 345; Al Bidayah wa Nihayah XII:280-281). 2. Bathiniyah adalah sekumpulan orang yang bersembunyi dibalik nama Islam, namun condong dalam kekafiran. Inti dari perkataan mereka adalah meniadakan Allah, menggugurkan nubuwah dan ibadah serta mengingkari hari kebangkitan. Mereka memiliki nama-nama: a. Bathiniyah (keyakinan bahwa syariat ini memiliki gambaran batin yang bisa lepas dari dhahirnya, ilmu batin = hakikat, dll); b. Ismailiyah; c. Sab'iyah (keyakinan akan imamah tujuh-tujuh atau juga alam diatur oleh 7 planet); d. Babakiyah (nisbat kepada Babak Al Khurramy, suka menghalalkan yang haram, suka merampas, membunuh. Konon korbannya lebih 80.000 orang atau 50.500 orang selama 20 tahun! Kebiasaan mereka dalam satu malam setiap tahunnya adalah "berburu' yakni berkumpul laki perempuan dengan lampu dipadamkan dan bebas berhubungan siapapun yang didapat); e. Muhammirah; f. Qaramithah; g. Khurramiyah; h. Ta'limiyyah [lih. Talbis Iblis] Ada juga yang memasukkan Nashiriyyah kedalam barisan zindiq Bathiniyyah ini. 3. Ismailiyah: Aliran ini dinisbatkan kepada Muhammad bin Ismail bin Ja'far. Mereka mengira bahwa peran imamah sudah habis karena dialah imam ke-7. Mereka berdalih bahwa langit ada 7, bumi 7 dan hitungan hari juga 7. Mereka berpendapat bahwa Muhammad bin Ismail telah menghapus syariat Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam. Mereka lebih kafir dari kelompok Ghaliyah (yang mengakui ketuhanan atau kenabian Ali). Mereka berkeyakinan bahwa alam bersifat qadim, mengingkari hari kiamat, mengingkari kewajiban-kewajiban Islam dan keharamannya. Mereka termasuk aliran kebathinan Al Qaramithah yang lebih kafir dari Yahudi, Nasrani dan musyrik Arab. Pendapat mereka merupakan perpaduan antara pendapat filosof dan Majusi, sehingga menampakkan Syi'ah dalam bentuk kemunafikan. Diantara mereka yang terkenal adalah orang-orang ahli ibadah, sufi, yang menduduki Mesir dan Syam dalam waktu panjang. 4. Syaikh Salim bin Ied: Al Jama'ah Islamiyah fi Dhouil kitab wa sunnah bi fahmi salaful Ummah. 4. Aksi-Aksi Mereka 1. Mereka mengadakan peringatan maulid secara umum dan maulid Nabi secara khusus, terjadi pada masa kepemimpinan Al Ubaidiyyun, yang sebelumnya tidak pernah dilakukan oleh siapapun. Al Muqrizi berkata: [1] "Dengan adanya peringatan-peringatan yang dijadikan oleh kelompok Fatimiyyun sebagai hari raya dan pesta seperti itu KEPEMIMPINAN mereka bertambah luas dan mereka mendapat keuntungan yang banyak. Para pemimpin Fathimiyah, memiliki banyak hari raya dan peringatan setiap tahunnya, diantaranya adalah peringatan / perayaan: a. Peringatan akhir tahun, awal tahun, Hari Asyura, b. Peringatan Maulid Nabi, Maulid Ali bin Abi Thalib, Maulid Hasan, Maulid Husein, Maulid Fathimah Az Zahra, Maulid raja yang sedang menjabat. c. Peringatan awal bulan Rajab, malam pertengahan bulan Rajab d. Malam awal bulan Sya'ban, malam Nisfu' Sya'ban e. Awal bulan Ramadhan, pertengahan Ramadhan, akhir Ramadhan f. Hari raya Idul Fitri & Hari Raya Idul Adha* g. Upacara kematian h. Menyambut musim hujan & musim kemarau i. Peringatan penaklukan teluk j. peringatan hari Nairuz k. Hari ulang tahun l. Hari Kamisan, Hari rukubat, dsb Setelah itu Al Maqruzi berbicara tentang bagaimana setiap upacara & perkumpulan itu dilaksanakan. Merekalah orang yang pertama kali membuka pintu perkumpulan bid'ah dengan berbagai macamnya, hingga mereka berkumpul untuk mengadakan peringatan hari raya Majusi dan Kristen seperti Paskah, Kenaikan Isa Al Masih, Natal dsb. Semua ini menunjukkan jauhnya mereka dari Islam dan memusuhi islam walaupun tidak mereka tampakkan secara lahir. Semua itu juga menunjukkan bahwa mereka menghidupkan ke-6 upacara maulid diatas -diantaranya maulid Nabi- bukan karena cinta kepada Rasulullah dan keluarganya seperti yang mereka nyatakan, tetapi tujuan mereka menyebarluaskan aliran Ismailiyah Bathiniyah yang mereka anut dan aqidah rusak mereka di kalangan manusia serta menjauhkan mereka dari agama yang benar dan aqidah yang murni dengan acara mengada-adakan upacara-upacara semacam itu, menyuruh manusia menghidupkannya, memberikan semangat, dan agar mereka mendapatkan keuntungan harta melalui jalan tersebut. 2. Sangat ramah, menampakkan kasih sayang kepada ahlul kitab, Yahudi & Nashrani memberi kesempatan luas kepada mereka, mengunjungi gereja-gereja, memberikan sumbangan kpd para pendeta-pendeta. Sebaliknya kepada Ahlus Sunnah tampak kebencian mereka. Mereka melaknat 3 khalifah besar Abu Bakar, Umar dan Utsman dan shahabat-shahabat lainnya, karena anggapan mereka para shahabat tsb adalah musuh-musuh Ali. Sementara keutamaan Ali dan anak keturunanya ditulis diatas papan-papan besi dan dinding-dinding masjid. 3. Mewajibkan seluruh pegawai pemerintahan menganut mazhab Ubaidiyah (Ismailiyah) Bathiniyah, menetapkan undang-undang atas dasar keyakinan tersebut. Untuk bisa menjadi pejabat pemerintahan disyaratkan masuk dalam mazhab Syi'ah. 4. Kebijakan politis kelompok Ubaidiyyun diarahkan untuk mencapai satu Tujuan [2] yaitu mengajak manusia agar menganut aliran mereka, sehingga mereka bisa berkuasa di seluruh negeri Mesir dan sekitarnya. Telah dijelaskan pula bahwa upacara Maulid Nabi itu bukan didasari rasa cinta kepada Rasulullah dan keluarganya, akan tetapi satusatunya adalah tercapainya tujuan politis mereka menyebarkan mazhab Ismailiyah Bathiniah. Untuk menarik perhatian seluruh manusia, mereka mengadakan perayaanperayaan secara lahir menampakkan kemulyaan, yaitu dengan memberikan penghargaan berupa uang, hadiah kepada para penyair, penulis kerajaan dan ulama, sedekah kepada orang miskin, dan mengadakan pesta. Semua dalam rangka menarik manusia agar mereka masuk dalam mazhabnya. 5. Tambahan: Mereka pula yang banyak mendirikan kuburan-kuburan (palsu) untuk diambil tabaruk dan diziarahi. Sebagian besar kuburan di Mesir adalah dibangun oleh Daulah Fathimiyah. [3] 1. Al Khuthath Al Muqriziyah II: 490 2. yang diupayakan dengan sungguh-sungguh 3. Lihat Firqotun Najiyah, Syaik Zamil Zainu bab Kuburan yang diziarahi cat kaki: Ibnu Katsier Al Bidayah wan Nihayah XI/346. 5. Apa Kata Para Alim Tentang Mereka? 1. Al Qadhi Al Baqillani menulis sebuah buku tentang penolakannya terhadap mereka yang diberi judul Kafsu Al Asraar wa Hatki Al Atsaar, didalamnya dia menjelaskan tentang kejelekan-kejelakan mereka dan berkata tentang mereka: "Mereka kaum yang menampakkan faham Rafidhah secara lahir dan menyembunyikan kekafiran." [1] 2. Jumhur ummah mencacat nasab mereka, dan menyebutkan mereka adalah keturunan Majusi atau Yahudi. Inilah kesaksian masyhur para ulama Thaif dari 4 mazhab, ahlul kalam, ahli nasab, orang awam dsb. Yusuf Ar Ru'yani berkata: "Para ulama Qayruwan sepakat bahwa orang-orang dari Bani Ubaid adalah orang-orang murtad dan zindiq karena mereka melakukan penentangan terhadap syari'ah. 3. Ahlul ilmu membatalkan nasab mereka, seperti Ibnu Jauzi, Abu Syamah, Al Qadhi bin Khalikan dalam Tarikhnya. Bahkan mereka menulis buku khusus membongkar kedok mereka seperti Al Qadhi Al Baqillani yang mengatakan mereka adalah keturunan Majusi dan aliran mereka lebih berbahaya dari mazhab Al Ghaliyah. [2] Mereka lebih kafir dari mazhab Al Ghaliyah tsb. Abu Ya'la dalam Al Mu'tamad menjelaskan panjang lebar kezindikan dan kekafiran mereka. Juga Abu Hamid Al Ghazali dalam Fadhail al Mustadzhiriyah wa Fadahil al Bathiniyah, dia berkata: "Secara lahir mereka rafidhah, tetapi batinnya kafir mutlak!!" 4. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika ditanya tentang mereka, beliau menjawab: "Mereka adalah orang yang paling fasik dan paling kufur. Siapa yang memberi kesaksian bahwa mereka adalah orang beriman dan takwa atau benar nasabnya, maka dia telah bersaksi tentang sesuatu yang tidak diketahuinya.[3] 5. Hingga sekarang para ulama yang masih terjaga ilmu dan agamanya, tetap mencela nasab dan agama Bani Ubaidiyyun al Qaddah, bukan karena mereka menganut Rafidhah ataupun Syi'ah -sebab semacam orang ini banyak- tetapi mencela karena mereka bergabung dengan kelompok Qaramithah [4] Al Bathiniyah, yang diantara mereka ada kelompok Ismailiyah, Nashiriyah [5] dan kelompok kafir munafik lainnya yang menampakkan keIslaman dan sembunyikan kekafiran. Tetapi yang tampak dari mereka adalah kemunafikan, zindiq, dan permusuhan terhadap wahyu yang dibawa Rasulullah. Ini semua menjadi bukti atas batilnya penasaban Fathimiyah mereka. Tidak ada dari kalangan Bani Hasyim atau Bani Umayyah yang menjadi Khalifah lalu mencoreng agama Islam, apalagi memusuhinya seperti yang dilakukan oleh Bani Ubaid al Qaddah. Keturunan raja-raja tak beragama saja, mereka menjaga agama nenek moyang mereka, tetapi mengapa anak keturunan Adam yang diberi petunujuk oleh Allah dengan agama yang benar, malah dimusuhi? Maka dari itu semua orang yang menjaga agama Islam baik secara lahir dan batin memusuhi Bani Ubaid Al Qaddah, kecuali orang zindiq, musuh Allah dan Rasul-Nya atau orang bodoh yang tidak tahu apa yang dibawa oleh RasulNya. Ini menunjukkan kekafiran dan kebohongan mereka dalam mengakui nasab Bani Ubaid Al Qaddah.[6] 6. Syaikh Muhammad Hamid Al Faqy berkata: Apakah kecintaan dan pengagungan kepada Rasulullah dilakukan dengan cara berpaling dan benci kepada kebenaran yang dibawa Rasulullah untuk kebaikan manusia dari sisi Rabnya, lalu berpaling kepada agama berhala, Yahudi dan Nasrani? Siapa orang yang menghidupkan upacara-upacara sesat itu??? Apakah mereka Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad,. . atau para imam lainnya hingga mereka dimaafkan kesalahannya? Tidak, tetapi yang mengada-adakan perayaan-perayaan itu adalah Al Abidiyyun yang ingin mengerahkan umat Islam menjadi zindiq dan mereka lebih kafir dari Yahudi dan Nasrani. Mereka telah menjadi cobaan bagi umat Islam karena sepak terjang mereka. Mereka telah menghembuskan racun kesufian yang tercela kepada umat Islam agar mereka berpaling dari jalan yang lurus. 1. Dinukil dari Bid'a Hauliyah Ibid 141: (cat kaki: Al Bidayah wa Nihayah XI:387). 2. Ghaliah aliran syi'ah yang menuhankan atau kenabian Ali. 3. Dinukil dari Bid'a Hauliyah Ibid 141. 4. Qaramithah dinisbatkan kepada Hamdan Qarmith, karena jalannya pendek-pendek, awalnya seorang petani yang condong pada zuhud. Lalu menjadi salah seorang pembesar Bathiniyah setelah bertemu dengan seseorang dengan panggilan Bathiniyah. Keluarga dan keturunannya terus mewarisi ajaran-ajaran Hamdan. Diantara yang paling sadis adalah seorang yang bernama Abu Sa'id yang mulai populer 286H, entah sudah berapa orang Muslim yang jadi korban kebiadabannya, berapa masjid yang dibakar dan berapa mushaf yang dia musnahkan. Dia menghapus ibadah haji. Pengikutnya bershalawat kepada Abu Sa'id dan tidak kepada Nabi Shalallahu alaihi wa sallam. Setalah itu muncul Abu Thahir, menyerang Ka'bah, merampas Hajar Aswad. 5. Nashiriyah yaitu satu aliran kebatinan yang dinisbatkan kepada Muhammad bin Nashir An Namiri. Dia termasuk orang-orang sesat yang mengatakan bahwa Ali adalah titisan Tuhan. Mereka lebih kafir dari Yahudi, Nashrani dan orang-orang musyrik. Mereka menampakkan diri dengan wajah Islam dan seakan-akan mendukung ahlu bait, tetapi sebenarnya mereka tidak beriman kepada Allah, Rasul dan KitabNya, tidak beriman kepada perintah, larangan, pahala, dosa, surga, neraka, serta kepada salah satu Rasul-pun. Tujuan mereka adalah mengingkari keimanan dan syariat Islam dengan segala macam cara. Diantara ajaran mereka adalah bahwa shalat 5 waktu adalah untuk mengetahui rahasia mereka; puasa adalah penyembunyian rahasia mereka; dan haji adalah untuk mengunjungi nenek moyang mereka. Mereka membantu musuh-musuh Islam, karena dhohir aliran mereka Rafidhah [syi'ah] dan batin mereka kekafiran. Biografi lengkap dapat dibaca dalam Fatawa Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, XXXV, 145-146; dan Asy Si'ah wa At Tasyayyu' hal. 255-258. 6. Majmu' Fatawa XXX, 120-132 diringkas. 6. Singkat Kata Bahwa Ubaidiyyun ketika masuk negara Mesir dan ingin menyebarkan mazhab Bathiniah, dengan menjadikan Syi'ah sebagai kedok untuk menutupi pandangan manusia dari hakikat dakwah mereka, menggunakan berbagai macam cara: mereka mengelabui masyarakat umum dan khusus dengan hadiah-hadiah, pesta, dan perkumpulan-perkumpulan sebagai sarana untuk menyebarkan mazhab. Selanjutnya mereka menggunakan cara pembunuhan, penjara dan siksaan bagi orang yang menentang mereka khususnya dari golongan Ahlu Sunnah yang mengetahui hakikat dakwah mereka. Sementara manusia secara umum ikut serta dalam perkumpulan-perkumpulan bid'ah itu, karena mereka butuh nafkah dan harta, serta karena senang kepada hiburan dan mengumbar hawa nafsu. Disamping itu mereka juga takut kepada raja jika mereka ketahuan tidak hadir, sehingga dengan terpaksa ikut takut diazab dan disiksa. Itulah mereka, pelopor, penggerak, pemrakarsa maulid dan perayaan bid'ah lainnya. Itulah mereka Uswahnya para penggemar maulid -semoga saja mereka tahu-, bukan karena cinta, bukan karena hormati nabiNya, bahkan mereka telah sangat lancang memusuhi Allah dan RasulNya. Wahai adakah orang yang berakal diantara kalian?? Untuk menimbang siapa panutan untuk beramal? Siapakah yang patut untuk ditinggalkan? Dan siapa yang patut untuk diikuti???? "Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal" (Surat Yusuf: 111) Imam Muslim dalam muqaddimah (1/10) shahihnya meriwayatkan sampai sanadnya kepada Muhammad bin Siriin, beliau berkata: "Sesungguhnya ilmu itu agama, maka lihatlah darimana kalian mengambil agama kalian!!" Lihatlah,. . dan telitilah darimana kalian mengambil agama?? Diramu dari: sumber utama. Bibliografi 1. Al Bida' Al Hauliyah, Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad At Tuwaiziri; Darul Fadhilah-Riyadh cet 1, 1421H-2000M hal 146-206; Edisi Indonesia: Ritual Bid'ah dalam Setahun, penerjemah Muniril Abdidin; Penerbit Darul Falah cet 1 Januari 2003 Dzulqo'dah 1423H, hal 150-221; 2. Tarikh Khulafa' 3. Nuurus Sunnah wa Dhulumatul Bid'ah 4. Talbis Iblis; dll. Bagian II Menjawab Syubhat Sekitar Maulid Nabi Pengantar Syubhat adalah kesamaran, dan dia adalah sekondan dari 2 partner dalam menggerogoti hati manusia, sebagai virus penyakit penghasung manusia menuju kebinasaan. Al-Imam Ibnu Abil 'Izzi menguraikan tentang penyakit hati ini: Penyakit hati itu ada dua macam: Penyakit syahwat dan penyakit syubhat. Keduanya tersebut dalam Al-Qur'an. Allah berfirman, artinya: "Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara (melembut-lembutkan bicara) sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya. " (Al-Ahzab:32) Ini yang disebut penyakit syahwat. Allah juga berfirman, artinya: "Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya. . . " (Al-Baqarah: 10) Allah juga berfirman, artinya: "Dan adapun orang yang didalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, di samping kekafirannya (yang telah ada). " (At-Taubah: 125) Penyakit di sini adalah penyakit syubhat. Penyakit ini lebih parah daripada penyakit syahwat. Karena penyakit syahwat masih bisa diharapkan sembuh, bila syahwatnya sudah terlampiaskan. Sedangkan penyakit syubhat, tidak akan dapat sembuh, kalau Allah tidak menanggulanginya dengan limpahan rahmat-Nya.[1] Apa akibatnya bila syubhat dan kesamaran ini melanda bercampur aduk dalam pemahaman agama dan ibadahnya? Tentu secara nyata dan terbuktikan bahwa sebagian besar dari produk ibadah bid'ah adalah akibat dari kesamaran alias syubhat. Dan pada kesempatan ini, kami hadirkan syubhat-syubhat seputar perayaan Maulid Nabi yang merupakan sebuah risalah kelanjutan dari postingan Napak Tilas Perayaan Maulid. Pada bagian postingan terdahulu berbicara mengenai sejarah dan penggagasnya, berikut adalah kerancuan yang dijadikan dalih untuk tetep melangsungkan acara ini beserta jawabannya agar tersingkap kesamaran dan jelaslah jalan siapa yang patut ditempuh, jalannya Salafus Sholeh yang diridhoi atau-kah jalannya kaum penyeleweng yang menyelisihi Salafusholeh. Salah satu contoh syubhat tersebut pernah hadir dalam sebuah catatan lama dibawah ini: 07 jun 2001 Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh, Sebagaimana yang telah saya sebutkan kemarin, memang tidak ada satu pun hadits yang secara eksplisit memerintahkan perayaan Maulid Nabi Akan tetapi al-Hafidh Ibnu Hajar al-Asqalani dan al-Hafidh as-Suyuthi telah Membolehkan peringatan Maulid Nabi (????). Dalil-dalil: al-Hafidh Jalaludin al-Suyuthi telah menulis di dalam kitab "al-Haawii lil-Fatawaa", bahwa al-Hafidh ibnu Hajar al-Asqalani telah ditanya mengenai perayaan menyambut Maulidurrasul dan beliau telah memberi jawaban sebagai berikut: Adapun perbuatan menyambut Maulid Nabi merupakan bid'ah yang tidak pernah diriwayatkan oleh para Salafusshaleh pada 300 tahun pertama sesudah hijrah. Walaupun begitu, hal itu penuh dengan kebaikan dan perkara-perkara yang terpuji, meskipun kadangkala dinodai oleh perbuatan-perbuatan yang tidak seharusnya. Jika peringatan Maulid Nabi itu terpelihara dari perkara-perkara yang melanggar syari'ah maka ia tergolong perbuatan Bid'ah Hasanah, tetapi jika peringatan tersebut diisi perkara-perkara yang melanggar syari'ah maka bukan tergolong bid'ah hasanah. Untuk menjadi dalil bagi perayaan Maulid Nabi hadits di bawah ini boleh digunakan, yakni hadits riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim: Semasa Nabi berada di Madinah, beliau mendapati bahwa kaum Yahudi berpuasa pada hari kesepuluh Muharranm ('Asyura) dan beliau bertanya ttg perbuatan mereka. Kata mereka, mereka berpuasa karena pada hari tersebut Nabi Musa telah diselamatkan (oleh Allah) dan Fira'un telah ditenggelamkan. Rasulullah berkata, "Justru kamilah yang lebih pantas berpuasa untuk menyatakan kesyukuran kami. " Perkara ini menjadi dalil untuk menyatakan kesyukuran karena Allah telah merahmati hari tersebut dan menjauhkan bala, dan seseorang sepatutnya bersyukur akan datangnya hari tersebut pada setiap tahun, bersyukur melalui berbagai jenis 'ibadah, seperti solat, memberi sedekah, membaca Quran, dsb. Lantas, Rahmat apakah yang lebih besar daripada kelahiran Nabi Muhammad yang menjadi rahmat bagi seluruh alam? al-Hafidh as-Suyuthi juga menyatakan perayaan Maulid tsb hukumnya sunnat/manduub (lih. kitab beliau: Husnul-Maqashid fii 'Amalil-Maulid, hal. 54, 62, 64, 65)??. Nah itulah sederetan syubhat yang ditebar, dijadikan sandaran dan alasan. Lalu bagaimanakah kedudukannya terhadap syariat yang mulia ini??? Dan bagaimana pula amalan para salaful ummah menyikapinya? Semoga bermanfaat adanya. Karang Tengah @ akhir tahun 2003 Abu Ismail (apriadi27@yahoo.com) Mukaddimah Ketika bid'ah peringatan Maulid Nabi terjadi pada masa Ubadiyyun dan menyebar dikalangan manusia karena adanya kekeringan jasmani dan rohani, disamping itu orang-orang Islam telah meninggalkan jihad dijalan Allah, maka tertanamlah bid'ah tersebut dalam jiwa mereka dan menjadi bagian akidah kebanyakan orang bodoh. Sehingga sebagian ilmuwan seperti As Suyuthi tidak mempunyai celah untuk melakukan pembahasan khusus tentang syubhat (keragu-raguan) yang mungkin bisa ditunjukkan dari pembolehan peringatan Maulid Nabi ini. Hal itu dilakukan karena demi kebaikan umum dan khusus disatu sisi, disisi lain karena untuk menjaga perasaan ulama dan takut kepada penguasa dan orang awam. 1. Syubhat Pertama As Suyuthi berkata, "Imam al Huffadz Abu Fadhl Ahmad bin Hajar -AlAsqalani-[1] telah mentakhrij mengenai masalah Maulid yang didasarkan kepada Sunnah, maka saya mentakhrijnya sebagai sumber kedua, "Syaikhul Islam Haffdz Al Ashr Abu Al Fadhl Ahmad bin Hajar -Al Asqalaniditanya tentang peringatan Maulid, maka dia menjawab: "Pada dasarnya peringatan Maulid adalah bid'ah karena tidak seorangpun dari ulama salafusholih 3 abad pertama yang melakukannya. Akan tetapi, bagaimanapun peringatan itu telah mencakup kebaikan dan juga kejelekan, maka barangsiapa bisa mengambil baiknya dan membuang jeleknya, peringatan Maulid itu menjadi bid'ah hasanah; jika memang tidak maka tidak menjadi bid'ah hasanah." Dia berkata, "Adapun saya mengembalikan masalah ini kepada sumber pokoknya, yaitu sebuah hadits yang diriwayatkan dalam Shahihain dari Nabi. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas berkata, Sewaktu Rasulullah tiba di Madinah, baginda mendapati orang-orang Yahudi berpuasa pada hari AsySyura. Ketika ditanya tentang puasa mereka, mereka menjawab, "Hari ini adalah hari kemenangan yang telah diberikan oleh Allah kepada Nabi Musa dan kaum Bani Israel dari Fir'aun. Kami merasa perlu berpuasa pada hari ini sebagai ucapan terima kasih kami kepadaNya." Lalu Rasulullah bersabda: "Kami lebih berhak daripada kamu dan Nabi Musa dalam hal ini. Kemudian baginda memerintahkan para shahabat supaya berpuasa pada hari tersebut." (Mutafaq alaihi) [2] Dari hadits diatas dapat ditarik benang merah bahwa untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat yang telah diberikan kepada kita pada hari tertentu atau untuk mencegah musibah dan bencana tertentu. Rasulullah mengajarkan kepada kita agar memperbanyak ibadah didalamnya dengan berbagai macam bentuknya, seperti shalat, puasa, shadaqoh, membaca al Qur'an dan sebagainya. Nikmat mana yang lebih besar daripada nikmat datangnya nabi yang penuh rahmat pada hari kelahirannya. Maka dari itu, hendaknya pada hari kelahirannya itu dirayakan dengan ibadah, sehingga sama dengan kisah Musa pada bulan AsySyura. Orang yang tidak memperhatikan masalah ini, tidak akan peduli hari apa dan bulan apa melakukan perayaan Maulid, bahkan ada sekelompok orang yang memindahkan hari peringatan Maulid itu pada satu hari, kapanpun dalam satu tahun itu. Ini sudah menyimpang dari pokok persoalan."[3] Jawabannya Pernyataan syubhat diatas dapat dijawab dari berbagai sisi. Sisi Pertama Pada awal jawabannya, Ibnu Hajar dengan terus terang mengatakan bahwa pada dasarnya peringatan Maulid itu adalah BID'AH karena dalam 3 abad pertama Islam, tidak seorangun ulama salaf yang melakukannya. Jawaban ini sebenarnya cukup untuk mencela peringatan maulid, karena jika peringatan Maulid itu baik, tentu sudah dilakukan oleh para shahabat, tabi'in dan para imam sesudahnya.[4] Dan cara-cara untuk mendekatkan diri kepada Rabb harus dibatasi pada cara yang berlandaskan pada nash-nash saja, tidak boleh dilakukan berdasarkan ukuran dan pemikiran belaka.[5] Itulah sebenar-benar Salafusholeh yang tidak berpesta-maulid. Dan lucunya pengirim email (di bagian pengantar) menulis: "jangan terbawa-bawa ulama jaman sekarang yang ngaku salaf tetapi 'berani' berbeda jalur dari guru-guru ummat yang hidup ratusan tahun lalu" -karena tidak berpesta maulid?-. Kita katakan: "lalu siapa yang sebenarnya yang pantas mengikuti ulama salaf? Yang mengikuti 3 kurun generasi terbaik yang tidak ber-maulid,. . Yang meneladani para Imam (Ahmad bin Hanbal, Syafi'i, Malik, Abu Hanifah, dll) yang juga tidak bermaulid? Atau yang mengikuti kaum zindiq al Ubaidiyyun ??? -ap) Sisi Kedua Takhrij Ibnu Hajar dalam fatwa-fatwanya tentang peringatan Maulid yang didasarkan pada hadits tentang puasa AsySyura adalah tidak pas, karena itu (adalah) persoalan yang berbeda dan tidak mungkin disatukan. Pada awal fatwanya, Ibnu Hajar berkata bahwa tidak seorangpun ulama salaf dari 3 abad pertama yang mengadakan peringatan Maulid. Jika para salafushsholih tidak mengadakan peringatan Maulid berdasarkan pemahaman nash yang difahami orang-orang yang sesudahnya, maka pemahaman mereka (orang-orang sesudah para salaf) itu, tidak bisa disebut pemahaman yang benar, karena jika pemahaman itu benar, tentu tidak bertentangan dengan pemaham salafussholih. Dalil tentang puasa Asy Syura tidak tepat bila digunakan untuk dalil peringatan Maulid, karena jika itu bisa dijadikan dalil, tentu para salafusholih melakukannya. Dengan demikian istimbath (kesimpulan) Ibnu Hajar tentang bolehnya peringatan Maulid Nabi dari hadits tentang puasa AsySyura, bertentangan dengan ijma' (kesepakatan) para salaf, baik dari sisi pemahaman maupun praktisnya. Segala sesutu yang bertentangan dengan ijma' mereka adalah salah, karena mereka tidak membuat kesepakatan kecuali dengan petunjuk. [6] Asy Syatibi telah memaparkan masalah ini dalam bukunya Al Muwafaqaat fi Ushul Al Ahkaam. [7] Sisi Ketiga Membolehkan peringatan Maulid dengan dalil puasa AsySyura merupakan pembebanan ibadah yang tertolak, karena ibadah harus didasarkan pada syariat dan ittiba', bukan pada beda pendapat, istihsan, dan bid'ah. [8] Sisi Keempat Puasa AsySyura telah dilakukan Nabi dan disunnahkan, lain halnya dengan peringatan Maulid dan perayaannya. Nabi tidak melakukannya dan tidak menyunahkannya. Seandainya dalam hal ini ada sisi kebaikannya bagi umat, tentu beliau telah menjelaskannya kepada umatnya, karena tidak ada kebaikan kecuali semuanya telah dijelaskan dan disunnahkan, sebaliknya tidak ada kejelekan kecuali semuanya telah dilarang dan diingatkan. Bid'ah termasuk kejelekan yang dilarang dan diingatkan. Rasulullah bersabda: "Jauhilah kalian setiap yang perkara yang baru, karena setiap perkara baru adalah bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat. " (Mutafaq alaihi) "Amma ba'du. Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad, sejelek-jelek perkara dalah yang baru, dan setiap perkara yang baru, setiap bid'ah adalah sesat. " [9] 1. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Ali bin Muhammad al Kannani al Asqalani, Abu Fadhl, Syihabuddin, seorang ilmuwan dan sejarawan terkemuka, serta salah seorang pembesar huffaz. Dia berasal dari Asqalani, dilahirkan di Mesir tahun 733H, menjabat sebagai qadhi Mesir kemudian turun, meninggal dunia di Mesir pada tahun 852H. Memiliki banyak karya tulisan, diantaranya Fathul Bari Bisyarh Shahih Al Bukhari, Ad Durar al Kaminah Fi A'yaan Al Mi'ah AtsTsaminah, Tahdzibut Thadzib, Al Ishabah fi Tamyiz Asma' AshShahabah. Biografi lengkapnya lihat Thabaqat Al Hu_adz hal 552, biogarfi no. 1190, Kitab Sadzaraat AdzDzahab VII hal 270, dan Al Badr Ath Thali' I hal 87. 2. Diriwayatkan oleh Bukhari dalam shahih-nya yang dicetak bersama Fathul Bari IV, 244, kitab Ash Shaum, hadits no. 2004. Diriwayatkan Mulsim dalam Shahih-nya, II, 729, kitab Puasa, hadits 1130. 3. Al Haawi I: 196, buku nomor 24. 4. Ya! Kalau sekiranya perbuatan itu baik tentulah para Shahabat telah mendahului kita mengamalkannya. (Lau kaana khoiron lasabaquuna ilaihi). 5. Lihat Tafsir Ibnu Katsir surat An Najm: 38-39. 6. Al-Qaul Al-Fashl, hal. 78. 7. (jilid) III, 41-44, masalah ke-12 bab Al Adillah asy Syar'iyyah. 8. Ar-Radd al-Qawi, hal 32. 9. Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya III, 310; Muslim dalam Shahih-nya II, 592, Kitab Al Jum'ah hadits no. 867; An Nasai dalam Sunannya III, 188-189, Kitab Shalat al Idain bab Kaifa al Khutbah"; Ibnu Majah dalam Sunan-nya I, 17, bab Al Muqaddimah, hadits 45. 2. Syubhat Kedua AsSuyuthi setelah menjelaskan tentang takhrij Ibnu Hajar mengenai masalah peringatan Maulid yang didasarkan pada puasa hari AsySyura, dia mengatakan, "Tampak olehku bahwa pentakhrij-annya itu didasarkan pada sumber lain, yaitu hadits yang ditakhrij oleh Baihaqi [1] dari Anas bahwasanya Nabi meng-aqiqahi dirinya setelah kenabian.[2] Padahal kakeknya Abdul Muthallib telah meng-aqiqahinya pada hari ke-7 setelah kelahirannya, sehingga aqiqah itu tidak harus diulang lagi, lalu tindakan Nabi itu dianggap sebagai rasa syukur Nabi karena telah diciptakan Allah di muka bumi sebagaimana beliau juga bershalawat untuk dirinya sendiri. Maka dari itu disunnahkan juga bagi kita untuk menunjukan rasa syukur kita atas kelahirannya dengan cara berkumpul, makan bersama, dan bentuk-bentuk upacara sebagainya, sebagai ungkapan kegembiraan.[3] Jawabannya Jawaban dari pernyataan syubhat diatas adalah bahwa hadits diatas tidak kuat kedudukannya menurut ahlul ilmi: 1. Abdurrazzaq berkata dalam Mushannifnya, "Abdullah bin Muharrar bercerita kepada kami dari Qatadah dari Abnas bahwa Nabi meng-aqiqahin dirinya sendiri setelah kenabian."[4] Ibnu Qayyim Al Jauziyyah setelah menelaah hadits Abdurrazzaq ini, dia berkata, "Sesungguhnya Ibnu Muharrar meninggalkan hadits ini." [5] 2. Al Haffdz ibn Hajar menyebutkan dalam Fathul Bari, bahwa hadits ini tidak kuat. Dia menisbatkan pernyataan ini kepada Al Bazzar yang berkata, "Abdullah bin Muharrara sendirian dalam periwayatannya, sehingga dia lemah. " 3. An Nawawi berkata dalam Al Majmu' Syarh al Muhadzdzab, Hadits yang menjelaskan bahwa Nabi meng-aqiqahi dirinya sendiri setelah kenabian adalah diriwayatkan Baihaqi, dengan sanad dari Abdullah bin Muharrar dari Qatadah dari Anas, bahwa Nabi mengaqiqahi dirinya sendiri setelah kenabian. "Ini adalah hadits batil dan Abdullah bin Muhararar adalah lemah dan disepakati kelemahannya. Al Haffdz berkata, Ditinggalkan. " Wallahu A'lam [6] 4. Adz Dzahabi dalam Mizan Al I'tidal -setelah menyebutkan biografi Abdullah bin Mauharrar dengan perkataan Al Ahffidz tentangnya- berkata bahwa dia ditinggalkan dan tidak tsiqah. Diantara sebabnya adalah karena dalam riwayatnya ada Abdullah bin Muharrar, lalu dari Qatadah dari Anas bahwa Nabi mengaqiqahi diriya sendiri setelah diutus menjadi Nabi." [7] 1. Yaitu Imam Haffdz Syaikh Khusaran, Abu Bakar Ahmad bin Husain bin Ali bin Musa Al Baihaqi, lahir tahun 384H. Menulis hadist dan menghapalnya dari kecil, ahli fiqih dan pandai. Dia pernah pergi ke Irak, gunung-gunung dan Hijaz, kemudian menulis banyak buku diantaranya adalah Al Asma, AshShifat, AsSunan al Kubra, AsSunan wa al Atsar, Syu'bul iman, Dalail Nubuwwah. Dia pindah ke Nisabur tahun 441H dan mengajarkan hadits dengan buku-bukunya sendiri. Meninggal pada tahun 458H. Baihaqi dinisbatkan kepada Baihaqi, yaitu sebuah aktivitas yang dilakukan orang-orang Nisabur. Lihat biografi lengkapnya dalam Tazkirah Al Huffadz III, 1132-1135, biogarfi nomor 1014 dan Siaru A'laam An Nubala XVIII, 163-169. 2. Diriwayatkan Al Baihaqi dalam sunannya IX, 300, kitab Adh Dhahaya. 3. Al Haawi I/196, buku nomor 24. 4. Diriwayatkan Abdurrazzaq, IV, 3129, no. 7960. 5. Tuhfatul Muadud hal 88, dan dijelaskan Ibnu Hajar (dalam -red. vbaitullah) Fath Bari IX, 595. 6. Al Majmu' Syarh al Muhadzdzab VIII, 431-432. 7. Mizan Al I'tidal II, 500, biografi no. 4591. AsSuyuthi berkata, "Saya melihat Imam Al Qurra Al Haffdz Syamsuddin bin Al Jaziri didalam kitabnya yang berjudul Urfu at Ta'rif bi Maulid AsySyarif, dia menulis: Dia bermimpi bertemu Abu Lahab setelah dia meninggal, lalu ditanyakan kepadanya, "Bagaimana keadaanmu?" Abu Lahab menjawab, "Di neraka, hanya saja setiap malam Senin siksaanku dikurangi dan dialirkan diantara kedua jariku air sebanyak ini -memberikan isyarat pada ujung jarinya- hal itu karena saya memerdekakan Suwaibah [1] ketika dia memberiku kabar gembira tentang kelahiran Nabi dan karena dia mengasuhnya." Jika Abu Lahab yang kafir saja yang oleh Al Qur'an dicela habis-habisan, diberi keringanan di neraka karena dia gembira pada malam kelahiran Nabi apalagi yang bergembira dengan kelahiran Nabi itu orang Islam yang bertauhid dari umatnya dan mencintainya dengan sepenuh hati, tentu mereka akan mendapatkan pahala yang besar dari Allah dan dimasukkan kedalam syurga yang penuh dengan nikmat.[2] Jawabannya Sanggahan terhadap syubhat: Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dalam shahihnya, dengan sanad mursal dalam bab: "Wanita-wanita yang haram dinikahi, setelah menyebut hadits (diringkas) berikut: "Urwah berkata, "Suwaibah adalah budak perempuan Abu Lahab, lalu Abu Lahab memerdekakannya. Dia menyusui Nabi lalu ketika Abu Lahab meninggal dunia, sebagian keluarganya bermimpi tentang kesedihan Abu Lahab, dia ditanya, "Apa yang kamu temui? Dia menjawab, "Abu Lahab berkata, "Saya belum pernah bertemu dengan kalian, hanya saja pada hari ini saya disiram (diberi keringanan azab) karena saya memerdekakan Suwaibah."[3] Al Haffdz Ibnu Hajar berkata: "Dalam hadits diatas menunjukkan bahwa diakhirat orang kafir bisa mendapat manfaat dari amal shalih, tetapi hal ini bertentangan dengan dzahir Al Qur'an,: Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. (Al Furqan: 23) Pernyataan diatas dijawab sebagai berikut: 1. Bahwa berita itu mursal, yang dikirim oleh Urwah dan dia tidak menyebut siapa yang memberinya khabar. 2. Walaupun seandainya hadits ini maushul, tetapi isi hadits ini berupa mimpi, sehingga tidak sah untuk dijadikan hujjah, karena bisa jadi saudaranya yang bermimpi itu belum masuk Islam pada saat itu, sehingga tidak bisa dijadikan hujjah.[4] 3. Dalam hadits Urwah yang mursal itu dijelaskan bahwa Abu Lahab memerdekakan Suwaibah sebelum menyusui Nabi sedangkan dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Jauzi disebutkan bahwa dia memerdekakan ketika menerima khabar gembira tentang kelahiran Nabi [5] Ini bertentangan dengan Ahlu Sair yang meriwayatkan bahwa Abu Lahab memerdekakan Suwaibah beberapa tahun setelah penyusuan. Al Haffdz ibnu Abdil Barr dalam biografi Nabi setelah menceritakan penyusuan Suwaibah kepada Rasulullah, dia berkata, "Suwaibah dimerdekakan oleh Abu Lahab setelah Nabi hijrah ke Madinah."[6] 4. Riwayat yang menyatakan bahwa Abu Lahab gembira dengan kelahiran Nabi, Suwaibah memberinya khabar gembira dengan kelahirannya, dan Suwaibah dimerdekakan karena memberi khabar gembira kepada Abu Lahab dengan kelahiran Nabi, semua riwayat itu tidak kuat sama sekali. Siapa yang menyatakan bahwa riwayat itu kuat posisinya, maka hendaklah dia kemukakan alasan dari arah mana saja, tetapi saya yakin dia tidak akan menemukan alasan yang benar dalam hal ini.[7] 1. Yaitu budak Abu Lahab, dia adalah wanita pertama kali yang menyususi Nabi Shalallahu alaihi wa sallam. 2. Al Haawi I, 196-197. 3. Kitab An Nikah hadits no. 5101. 4. Fathul Baari: IX, 145. 5. Inilah yang dijadikan landasan oleh orang-orang yang mengadakan peringatan Maulid Nabi, bahwa Abu Lahab mendapatkan keringanan adzab karena gembira terhadap kelahiran nabi dan karena dia memerdekakan Suwaibah tatkala memberinya khabar gembira tentang kelahiran Nabi. Sungguh ini adalah kebatilan yang hakiki dan maknawi. 6. Al Isti'aab I, 12. 7. Ar-Radd al-Qawi hal 57. 4. Syubhat Keempat Diantara syubhat yang dijadikan sandaran oleh orang-orang yang membolehkan peringatan Maulid Nabi adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dari hadits Abu Qatadah, Rasulullah ditanya tentang hari Senin? Beliau menjawab, "Itu adalah hari kelahiranku dan hari aku diutus menjadi Nabi. " [1] Setelah itu mereka berkata, "Ini menunjukkan bahwa Rasulullah mengagungkan hari kelahirannya dan beliau mengagungkannya dengan cara berpuasa. Ini juga berarti boleh melakukan pengagungan dengan cara peringatan." [2] Jawabannya Jawaban terhadap Syubhat: 1. Rasulullah tidak pernah berpuasa pada hari kelahirannya, yaitu tanggal 12 Rabiul Awal, tetapi beliau berpuasa pada hari senin yang selalu datang 4 kali secara terus menerus dalam sebulan. Berdasarkan ini maka mengkhususkan tanggal 12 Rabiul Awal dengan amalan tertentu, sementara tidak melakukan apa-apa pada hari Senin setiap pekannya, berarti dia merasa lebih tahu dari Nabi dan membenarkan perbuatannya sendiri. Betapa jeleknya tindakan semacam ini. Naudzubillah [3] 2. Rasulullah tidak pernah memerintahkan untuk berpuasa khusus pada hari Senin saja, tetapi menganjurkan agar berpuasa Senin dan Kamis. [4] Rasulullah bersabda: "Amal perbuatan itu dilaporkan pada hari Senin dan Kamis, maka saya senang jika saya dilaporkan dketika saya berpuasa." [5] Menjadikan perintah puasa sunnah di hari Senin sebagai dalil untuk membolehkan perayaan bid'ah Maulid merupakan suatu upaya yang jauh dan mengada-ada.[6] 3. Jika tujuan dari pelaksanaan perayaan Maulid adalah untuk bersyukur kepada Allah atas nikmat kelahiran Rasulullh pada hari itu; maka logikanya dan seharusnya, rasa syukur itu dilaksanakan seperti yang dilaksanakan oleh Rasulullah didalamnya yaitu berpuasa dan hendaklah dia berpuasa seperti puasa Rasulullah. Hanya saja orang-orang yang melaksanakan peringatan Maulid itu justru tidak berpuasa, karena puasa mengekang hawa nafsu dari kenikmatan makanan dan minuman. Sementara itu, mereka menginginkan makanan dan minuman, sehingga bertentanganlah antara kedua keinginan itu dan mereka lebih mengutamakan apa yang mereka cintai daripada apa yang dicintai Allah. Tentu saja realitas ini sangat ganjil menurut orang yang berakal sehat.[7] 4. Selain puasa, Rasulullah tidak pernah melaksanakan perayaan atau perkumpulan-perkumpulan Maulid seperti yang dilakukan oleh orang-orang sekarang, yaitu berkumpul, membaca puji-pujian, syair, menyuguhkan makanan dan minuman. Tidak cukupkah umat ini dengan apa yang dicukupkan oleh Nabinya sehingga dia memperluasnya sesuai dengan keinginan mereka sendiri?? Bisakah orang berakal menjawab tidak?? Jika demikian mengapa bersikap lancang kepada Allah dan menambah syariat sendiri? Allah berfirman: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al Hasyr: 7) Kemudian firman Allah: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (Al Hujurat: 1) Rasulullah bersabda: "Ketahuilah dan jauhilah perkara-perkara yang baru, karena perkara yang paling jelek itu adalah perkara yang baru. Setiap sesuatu yang baru adalah bid'ah dan setipa bid'ah adalah sesat." [8] Rasulullah juga bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menetapkan batas-batas maka janganlah kalian melampauinya;mewajibkan kepada kalian kewajiban-kewajiban, maka janganlah kalian menyianyiakannnya; dan mengharamkan sesuatu maka janganlah kalian melanggarnya; dan janganlah kalian meninggalkan sesuatu kecuali karena lupa, tetapi sebagai rahmat bagi kalian maka terimalah dia dan janganlah kalian mencari-carinya. " (Diriwayatkan Baihaqi) [9] 1. Riwayat Ahmad dalam Musnad V, 297; Muslim dalam Shahih II 819-820 Kitab Ashiyam no 1162 hal 197-198; Ibnu Khuzaimah dalam Shahih II, 298-299 no. 2117. 2. Al Madkhal Li-ibni Al Haj II, 2-3 ; dan Hiwar Ma'a Al Maliki hal 47 serta Ar-Radd al Qawi hal 61. 3. Al Jazairi, Al Inshaaf hal 44. 4. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad VI: 80; Abu Dawud dalam Sunan II, 814 kitab Shaum hal 7; At-Tirmidzi dalam Sunan II, 124 bab Ash Shaum no. 744, dan dia berkata : ini hadits hasan gharib; An-Nasai dalam Sunan IV 152-153, 202-203, kitab AshShaum ; dan Ibnu Majah dalam Sunan I. 553, kitab AshShaum no. 1739. 5. Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad V, 20; Abu Dawud dalam Sunan II, 814 kitab AshShaum, hal 7 ; At Tirmidzi dalam Sunan II, 124 bab AshShaum no. 744, dia berkata, Ini hadits hasan Gharib, dan An-Nasai dalam sunan IV 201-201, kitab AshShaum. 6. Ar-Radd Al Qawi : 62. 7. Al Inshafi: hal 44. 8. Diriwayatkan Ibnu Majah dalam Sunan dengan sanad marfu' (hingga sampai kepada Nabi Shalallahu alaihi wa sallam), I, 18 pada bagian Muqaddimah. Didalam sanadnya ada Ubaid bin Maimun al Madani. Ibnu hajar berkata, "Dia lemah. " Liha Taqrib at Tahdzib I, 545. 9. Diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Sunan X, 12-13 kitab Adh Dhahaya ada yang marfu' dan ada yang mauquf. An Nawawi menyebutkannya dalam Arba'in dan berkata, "Ini adalah hadits hasan diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dan lain-lain. " Ibnu Rajab berkata, "Dia mempunyai 2 alasan, pertama bahwa Mahkul tidak mendengar dari Abu Tsa’abah. Kedua, diperselishkan apakah marfu' atau mauquf pada Abu Tsa'labah al Khasyani." 5. Syubhat Kelima Diantara syubhat yang diperlihatkan oleh mereka yang membolehkan peringatan Maulid Nabi adalah pendapat mereka yang mengatakan bahwa bergembira dengan lahirnya Nabi dianjurkan berdasarkan perintah Al Qur'an, yatu firman Allah: Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan". (Yunus:58) Allah memerintahkan kepada kita untuk bergembira tatkala mendapatkan rahmat dan Nabi adalah rahmat terbesar. Allah berfirman: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam (Al Anbiya': 107) [1] Jawabannya Jawaban atas Syubhat 1. Menjadikan ayat-ayat diatas sebagai dalil atas bolehnya mengadakan upacara peringatan Maulid Nabi, sementara para salafusholih tidak melakukannya dan menyerukan sesuatu yang tidak dilaksanakan oleh mereka, merupakan perkara yang tidak seharusnya terjadi. Karena seperti yang telah dijelaskan oleh Asy Syatibi dalam bukunya Al Adillah asy Syar'iyyah min Al Muwaffaqaat bahwa suatu nash yang tidak dijadikan dalil oleh para salafusholih untuk menetapkan suatu amal, lalu datang generasi berikutnya, menjadikannya sebagai dalil atas suatu amal, maka amalnya tidak diterima. Dia berkata, "Seandainya itu menjadi dalil atas amal itu, tentu tidak terlewatkan oleh pemahaman para shahabat dan tabi'in, kemudian baru difahami oleh generasi berikutnya. Bagaimanapun apa yang dilakukan oleh para salaf, tidak sama dan bertentangan dengan tindakan generasi terakhir itu. Tindakan generasi terakhir dalam hal ini menentang ijma' generasi awal dan setiap orang yang menentang kesepakatan adalah salah. Umat Muhammad tidak bersepakat atas kesesatan, maka apapun yang mereka sepakati, baik mengerjakan sesuatu atau meninggalkannya, maka hal itu dianggap sunnah dan masalah yang mu'tabar, yaitu petunjuk. Siapa yang menentang generasi salaf pertama berarti dia salah, ini cukup. Kebanyakan para ahli bid'ah dan sesat, mereka berdalil dengan al Qur'an dan Sunnah, tapi pemahamannya digiring sesuai dengan mazhab mereka dan mereka menakwilkan (menyelewengkan) ayat-ayat mutasyabihatnya kepada penakwilan yang umum dan mengira bahwa mereka menemukan sutau kebaikan. Dalam hal ini contohnya sangat banyak, diantaranya: Kelompok Tanasukhiyah [2] yang mengira bahwa mereka bebas mengeluarkan pendapat dengan berdalil kepada firman Allah: "Dalam bentuk apa saja yang Dia kehendaki, Dia menyusun tubuhmu. " (Al Infithar: 8) Setiap orang yang melakukan bid'ah atau menganggap baik sesuatu hal yang baru yang tidak ada pada masa salaf, mereka beralasan bahwa para salaf juga telah melakukan banyak hal yang tidak dikerjakan pada zaman Rasulullah seperti: penulisan mushaf, penulisan buku, pembuatan kantor-kantor, dan sebagainya yang disebutkan oleh para ahli uhsul dalam bab: Mashalih Al Mursalah, lalu mereka men-campuradukkannya sehingga salah dan sesat. Mereka mengikuti ayat-ayat mutasyabihat dalam bidang syariat untuk mencari fitnah dan takwilnya (penyelewengannya). Jelas ini salah besar dalam agama dan mengikuti jalan orang kafir. Adapun orang-orang yang telah mengetahui masalah ini dan menempuh jalan kebenaran, karena dia telah memahami syariat yang belum difahami oleh generasi sebelumnya atau memiliki pemahaman yang tajam, mungkin dia akan mendapatkan kebenaran yang lebih baik; karena para salaf shalih, bagaimanapun keadaannya mereka berjalan diatas jalan yang lurus dan mereka tidak memahami dalil-dalil yang disebutkan diatas dan yang serupa dengannya kecuali dengan porsi yang semestinya. Adapun hal-hal baru semacam itu belum pernah ada pada masa salaf dan belum pernah mereka kerjakan, maka ini menunjukkan bahwa dalil-dalil itu tidak mengandung makna yang mereka anggapkan, sehingga amal perbuatan mereka yang bertentangan dengan tindakan para salaf itu, berdasarkan ijma' menunjukkan bahwa pengambilan dalil dan tindakan mereka itu salah dan bertentangan dengan sunnah,. . " [3] 2. Para pembesar mufassir telah menafsirkan ayat-ayat tersebut dan tidak ada satupun dalam penafsiran mereka yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan rahmat dalam ayat diatas adalah Rasulullah, tetapi yang dimaksud dengan rahmat adalah sesuatu yang menggembirakan. Hal ini dipertegas oleh firman Allah dalam FirmanNya: "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman. Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Yunus: 57-58) (Di antara para mufassirin itu adalah -red. vbaitullah: ) a. Ibnu Jarir menyatakan didalam tafsirnya mengenai penakwilan (penafsiran) firman Allah Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Yunus: 58) Abu Ja'far berkata: Allah mengingatkan Nabi-Nya Muhammad seraya berfirman; "Katakanlah" ya Muhammad kepada orang-orang yang berdusta kepadamu itu dan kepada apa yang diturunkan kepadamu dari sisi Tuhanmu. "Dengan karunia Allah" wahai manusia yang telah dikaruniakan kepada kalian, yaitu Islam, lalu dijelaskan kepada kalian dan kalian diseru agar memeluknya. "Dan karena rahmatNya", yang diberikan kepada kalian, lalu diturunkan kepada kalian dan diajarkan kalian apa yang belum kalian ketahui dari kitabnya, lalu menjadikan kalian bisa memahami ajaran-ajaran agama kalian, yaitu Al Qur'an. "Maka dari itu hendaklah mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmatNya, lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. " Seakan-akan Allah berfirman: "Islam yang kalian diserukan kepadanya dan Al Qur'an yang diturunkan kepada kalian, lebih baik dari dunia dan seisinya yang mereka kumpulkan." [4] b. Al Qurthubi berkata dalam tafsirnya Al Jami' lil Ahkam Al Qur'an, mengenai firman Allah: Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. " (Yunus: 58) Abu Said al Khudri dan Ibnu Abbas berkata: "Karunia Allah itu adalah Al Qur'an dan RahmatNya adalah agama Islam. " Juga diriwayatkan dari keduanya, "Karunia-Nya adalah Al Qur'an dan RahmatNya adalah menjadikan kalian termasuk pengikutnya. " Dari Hasan, Dhahhak, Mujahid dan Qatadah: "Karunia Allah adalah iman dan rahmatNya adalah Al Qur'an. " Ini adalah kebalikan dari pendapat Sa'id dan Ibnu Abbas. [Al Jaami li Ahkamil Qur'an VIII, 353] c. Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya: "Allah berfirman bahwa Dia telah memberikan nikmat kepada mahluk-mahlukNya yang diturunkan berupa Al Qur'an al Adzim, melalui RasulNya yang mulia. "Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu" Atau pencegah dari perbuatan dosa dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada" Atau syubhat dan keragu-raguan, yaitu menghilangkan kotoran dan najis, dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman Atau dengannya akan menghasilkan petunjuk dan rahmat dari Allah bagi orang-orang yang beriman, percaya dan yakin terhadap apa yang ada didalamnya, seperti yang difirmankan oleh Allah dalam surat lain: Dan Kami turunkan dari Al Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Qur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian. (Al Isra: 82) Begitu juga firman Allah: Dan jika Kami jadikan Al Qur'an itu suatu bacaan dalam selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?". Apakah (patut Al Qur'an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur'an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh." (Al Fushilat: 44) Dan Firman Allah: Katakanlah: "Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan. (Yunus: 58). Atau dengan petunjuk dan agama yang benar ini, hendaklah mereka bergembira karena hal itu lebih utama untuk dijadikan kegembiraan. [5] d. Dalam menafsirkan firman Allah Yunus: 58, Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah berkata: "Pendapat para salaf telah sepakat mengatakan bahwa yang dimaksud dengan karunia dan rahmat Allah itu adalah Islam dan Sunnah." [6] e. Ibnu Abdil Hadi menolak dengan tegas perkataan AsSubki dalam bukunya AshSharim Al Makni seraya berkata: "Tidak diperkenankan mengadakan takwil baru terhadap ayat atau sunnah yang tidak ada pada masa salaf, tidak mereka ketahui dan tidak mereka jelaskan kepada umat. Jika mereka diam berarti mereka tidak tahu takwil yang benar dan tidak ingin sesat. Jika mereka saja tidak tahu, mungkinkah orang-orang sesudahnya mengetahui takwilnya? Bagaimana jika takwilnya bertentangan dengan takwil mereka?? [7] Subhat yang dijadikan sandaran oleh orang-orang yang membolehkan peringatan Maulid Nabi sangat banyak dan tidak hanya ini saja, untuk membahasnya secara rinci mungkin diperlukan pembahasan dan buku khusus. Sedangkan tujuan pembahasan disini hanyalah sebagai isyarat dan peringatan. Saya (penulis kitab Bid'ah Hauliyah) telah memaparkannya secara singkat sanggahan dan penolakan para ulama terhadap syubhat tersebut, bahwa tidak ada satupun dalil yang membolehkan adanya peringatan Maulid Nabi tersebut. Tetapi orang-orang yang membolehkan peringatan maulid yang bid'ah itu, ingin memadamkan syariat dengan menghidupkan bid'ah, lalu mereka mengambil dalil-dalil tertentu dan menafsirkannya sesuai dengan keinginan mereka dan akidah mereka yang rusak. Mereka menjadi seperti yang difimankan Allah: Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran? (Al Jatsiyah: 23) 1. Al-Qaul Al-Fashl, hal 32-33. 2. Tanasukhiyah adalah salah satu kelompok yang keluar dari kelompok Islam. Mereka adalah orang-orang yang mengakui adanya reinkarnasi, yaitu berpindahnya ruh dari satu orang ke orang lain. Dia akan menemukan jasad yang baik atau yang buruk pada kehidupan berikutnya tergantung pada amal perbuatannya dimasa lalu. Mereka mengatakan bahwa mungkin saja manusia pada kehidupan berikutnya, rohnya akan menempel pada badan anjing dan badan anjing berpindah kepada jasad manusia. Roh-roh orang baik akan berjalan ke atas menuju cahaya diatas bintang-bntang dengan penuh kegembiraan yang abadi, sedangkan roh orang yang sesat akan kembali ke bawah dan reinkarnasi kedalam jasad hewan. Mereka adalah bagian dari kelompok Qadariyah dan kelompok Rafidhah (Syi'ah) Ghaliah. Begitu juga kelompok Bayaniyah, Janahiyah, Khithabiyah, dan Rawandiyah. Yang pertama kali berpendapat seperti itu dalam Islam adalah kelompok Sababiyah dari Rafidhah, karena seruan mereka bahwa Ali menjadi Tuhan ketika roh Tuhan tinggal didalam jasadnya. Kelompok Bayaniyah mengira bahwa roh Tuhan mengelilingi para Nabi kemudian para imam hingga akhirnya masuk kedalam tubuh Bayan bin Sam'an. Lihat penjelasan tentang mereka dalam Farqu baina Al firaq: hal 253-259. 3. Al-Muwafaqat III, 41-44. 4. Tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari XV, 105. 5. Tafsir Ibnu Katsir: II, 420-421. 6. Ijtima' Al Juyusy Al Islamiyah: 6. 7. Ashsharim Al Makni: hal 427. 6. Syubhat Keenam Seperti yang disinggung dalam paragraf terakhir pada syubhat ke-5, bahwa ada banyak macam alasan yang dijadikan sandaran bagi dalih adanya perayaan maulid Nabi dan semuanya seperti menegakkan benang basah. Kali ini adalah syubhat datangnya dari saudara kita dalam sebuah diskusi, dimana saudara kita ini menampilkan beberapa argumen seperti pada syubhat 1-5 (syubhat tersebut terjawab pada postingan yang lewat), dan sebuah tambahan yang dia pahami dari perkataan Syaikhul Islam ibnu Taimiyah dalam kitabnya sangat masyhur; Al Iqtidho Ashirothol Mustaqim. Berikut cuplikannya: 12 Juni 2001 ?????? [1] Pada intinya Pendapat Imam Ibnu Taimiyyah memang senada dengan pendapat al-Hafidh Ibnu Hajar al-'Asqalani bahwa "perayaan Maulid Nabi merupakan bid'ah yang tidak pernah diriwayatkan oleh para Salafusshaleh pada 300 tahun pertama sesudah hijrah. Walaupun begitu, hal itu penuh dengan kebaikan dan perkara-perkara yang terpuji, meskipun kadangkala dinodai oleh perbuatan-perbuatan yang tidak sepatutnya. Jika peringatan Maulid Nabi itu terpelihara dari perkara-perkara yang melanggar syari'ah maka ia tergolong perbuatan bid'ah hasanah, tetapi jika peringatan tersebut diisi perkara-perkara yang melanggar syari'ah maka bukan tergolong bid'ah hasanah. " ?????? 07 Juli 2001 Dalam Iqtidlo' juga disebutkan bahwa Imam Ibnu Taimiyyah berkata bahwa sebagaimana orang-orang Nasrani yang merayakan hari lahir Isa, orang-orang juga melakukan bid'ah dengan merayakan hari kelahiran Rasulullah. Semoga Allah memberi mereka pahala atas kecintaan mereka dan ijtihad mereka. Coba perhatikan, apakah Imam Ibnu Taimiyyah menyesatkan orang-orang yang melakukan ibadah untuk merayakan Maulid Nabi? Alih-alih, malah mendoakan supaya dibalas pahala? ?????. . Jawabannya Jawaban atas "anggapan" tersebut diatas: 1. "Anggapan" bahwa pendapat Imam Ibnu Taimiyyah memang senada dengan pendapat al-Hafidh Ibnu Hajar al-'Asqalani - dalam kebolehan berpesta maulid - sangat perlu diuji validitas kebenaran dan perinciannya. Jangan sampai interpretasi pribadi lalu dinisbatkan kepada syaikhul Islam atau yang lainnya. Ini tentu sangat berbahaya sebagai jurus pengkaburan dan penisbatan yang tidak bertanggung jawab. Perincian hal ini dalam point 3. Disamping itu, semua pendapat harus dihadapkan pada 2 pokok pegangan yakni Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah. 2. Dalam hal bid'ah hasanah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah jelas-jelas memiliki pendapat yang berbeda, yakni tidak ada bid'ah hasanah. Uraian tersebut terdapat dalam kitab Iqtidho juga, secara ringkas telah disajikan oleh Syaikh Muhammad bin 'Ali bin Ibrahim Ad Dhubai'i [2] sebagai berikut: Bantahan Terhadap Orang Yang Menganggap Ada Bid'ah Hasanah Ibnu Taimiyah berkata: Sebagian manusia ada yang mengatakan bahwa bid'ah itu dibagi 2: yakni bid'ah hasanah (baik) dan bid'ah qobihah (jelek). Hal ini didasarkan atas perkataan Umar dalam hal sholat Taraweh, "Sebaik-baik bid'ah adalah ini. " Juga didasarkan perkataan dan perbuatan baru setelah Rasulullah yang ternyata tidak dilarang baik dengan dalil ijma' atau qiyas. Dasar lain kemungkinan adalah apa yang belum pernah dibahas oleh hukum seperti banyaknya adat dan tradisi yang dianggap baik. Maka ini juga dianggap sebagai dalil akan adanya sebagian bid'ah yang hasanah. Sedangkan adat dan tradisi yang tidak masuk kategori "baik" namun dilakukan sebagai suatu kebiasaan maka posisinya adalah sebagaimana firman Allah: "Dan apabila dikatakan kepada mereka, marilah berhukum kepada apa yang diturunkan oleh Allah dan kepada Rasul, mereka menjawab: cukuplah bagi kami apa yang kami dapati dari bapak-bapak kami". (al Maidah: 104) Sungguh betapa banyak ajaran yang ternyata dipakai (sebagai) argumentasi oleh orang-orang yang mengaku punya ilmu dan ibadah yang tingi, ternyata itu semua tidak mempunyai pijakan hukum dalam pelaksanaan agama. Nash-nash yang menerangkan tentang jeleknya bid'ah inilah yang dianggap bertentangan dengan kebaikan sebagian bid'ah, yang baiknya sebagian bid'ah itu dianggap punya legimitasi syar'i atau mengambil hujjah dan argumen yang dipakai orang-orang bodoh atau orang yang suka mentakwilkan nash. Maka mereka ini (yang membagi bid'ah menjadi dua), paling tidak memiliki 2 alasan. a. Pertama: Mereka mengatakan bahwa jika memang dibenarkan bahwa bid'ah ada 2 macam yang satu baik dan yang satu jelak, maka yang jelek adalah yang dilarang oleh syariat sementara yang baik adalah apa yang didiamkan oleh syariat. Maka yang didiamkan ini akan bisa digunakan sebagai justifikasi kebenaran. Demikian komentar sebagian mereka. b. Kedua: Atau memang langsung tanpa segan-segan untuk mengatakan bahwa memang ada bid'ah sayyiah (jelek) dan ada bid'ah hasanah yang didalamnya ada sebagian kemaslahatan. Mereka yang termasuk kelompok ini mengatakan bahwa tidak semua bid'ah itu dholalah (sesat). Jawaban dari pernyataan ini adalah bahwa statemen yang mengatakan: "sesungguhnya sejelek-jelek perkara adalah perkara baru dalam agama, dan sesungguhnya semua bid'ah itu sesat dan semua kesesatan itu ada di neraka" itu adalah pernyataan Rasulullah. Maka tidak boleh bagi seseorang untuk menolak isi dan menakwilkan hadits yang mencela semua perbuatan bid'ah. Dan sesungguhnya barangsiapa yang menentang substansi dan pernyataan hadits tersebut, maka dia telah berbuat congkak dalam agama. Kemudian untuk menjawab pernyataan (kelompok) pertama maka bisa dijawab dengan salah satu jawaban dibawah ini: · Jika sesuatu memang jelas baiknya, maka itu bukan bid'ah. Maka disini kembali kepada integralitas (keumuman) sebuah pernyataan dan tidak sebuah pengkhususan. Artinya bahwa semua mengandung unsur kebaikan itu tidak dikategorikan bid'ah. · Jika ada sebuah pernyataan bahwa: apa yang jelas baiknya itu merupakan sebuah pengkhususan dari suatu yang umum, dan sebuah keumuman yang khusus adalah merupakan dalil dari adanya "selain yang dikhususkan". Maka barangsiapa yang berkeyakinan bahwa sebagian bid'ah itu sebuah pengkhususan dari yang umum, maka tentunya butuh dalil yang mengkhususkannya, meski yang umum itu bertentangan dengan larangan. Sementara itu yang dapat mengkhususkan sebuah keumuman suatu hukum adalah dalil-dalil syar'I, seperti AlQur'an, sunnah dan ijma' baik secara nash maupun istimbath (pegambilan hukum dari nash). Sedangkan tradisi di sebagian negara atau perkataan sebagian besar ulama atau pendapat sebagian orang dan sejenisnya, maka itu semuanya tidak bisa dijadikan argumentasi untuk menyalahi kalam Rasulullah. Selesai perkataan dalam muktarot. Maka kita dapat melihat bahwa persamaan itu tidak ada sama sekali. camkanlah wahai orang yang mau meneliti, ?!!!! 3. Perkataan: "?. . Semoga Allah memberi mereka pahala atas kecintaan mereka dan ijtihad mereka" Coba perhatikan, apakah Imam Ibnu Taimiyyah menyesatkan orang-orang yang melakukan ibadah untuk merayakan Maulid Nabi? Alih-alih, malah mendoakan supaya dibalas pahala? Kita cek perkataan Syaikhul Islam [3] tersebut: [4] Demikian juga bid'ah (maulid) yang dilakukan sebagian manusia, apakah mengikuti Nashrani -yakni tentang kelahiran Isa alaihis salam (Natal), atau karena kecintaan dan pengagungan pada Nabi. Allah memberi ganjaran (karena kecintaan & pengagungan Nabi) bukan atas ke-bid'ah-an yang dia lakukan yaitu (bid'ah) menjadikan hari kelahiran Nabi sebagai perayaan, beserta perselisihan seputar tanggal yang pasti hari kelahiran beliau. Sesungguhnya hal ini tidak pernah dilakukan oleh para salaf (shahabat), juga tidak ada yang mencegahnya. Bila itu baik tentunya para salaf lebih berhak daripada kita untuk melaksanakan / mengamalkankannya. Sesungguhnya mereka lebih amat sangat cinta kepada Rosul dibandingakan dengan (cinta dan pengagungan) kita. Dan para shahabat lebih peduli daripada kita terhadap kebaikan. Adapun kesempurnaan cinta kepada Allah dan mengagungkannya adalah dengan membuktikan ittiba' pada sunnahnya, dan mentaati perintah-perintahnya serta menghidupkan sunnahsunnahnya secara batin dan dhohir. Dan menyebarkan apa-apa yang karenanya beliau diutus. Dan berjihad-lah atas yang demikian itu dengan jiwa, tangan (kekuasaan), dan lisan. Inilah jalan hidup Assabiqunal Awwalaun dari kalangan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Dan kebanyakan orang-orang yang kamu lihat mereka mempunyai kepedulian dalam melaksanakan bid'ah ini (maulid) dengan memiliki tujuan baik (karena cinta & pengagungan) dan mengharapkan ganjaran atas hal itu, kamu dapati mereka adalah orang-orang yang lalai didalam mengikuti perintah-perintah Rasul yakni dalam perkara-perkara yang mereka itu seharusnya harus semangat dalam hal itu. kedudukan mereka seperti orang yang menghiasi masjid namun tidak menegakkan sholat padanya !!! Atau bila pun mengerjakan sholat amat jarang sekali. Dan seperti kedudukan orang yang mengambil "biji tasbih & sajadah" yang penuh hiasan, yang padanya tidak disyariatkan, yang menjadikan dia sebagai orang yang riya dan sombong, dan menyibukkan diri dengan apa yang merusak dirinya (riya & sombong tersebut). Dan ketauhilah dari amal-amal (dalam hal maulid) yang dilakukan ada yang terkandung didalamnya kebaikan karena cakupan atas apa-apa yang disyariatkan (yaitu cinta & pengagungan) dan juga terkadang padanya kejelekan daripada Bid'ah dan lainnya. Maka jadilah amal tersebut bagus dari segi yang sesuai syariat (cinta & pengagungan) dan jelek dari segi penyimpangannya, seperti amalan orang munafik!!!!! Maka dalam hal ini, sikap kamu dalam menghadapi hal ini ada 2: a. Hendaklah kamu bersungguh-sungguh berpegang pada SUNNAH secara dhohir dan bathin khusus pada dirimu dan orang-orang yang menaati kamu. Memerintahkan yang ma'ruf dan memerintahkan menghilangkan kemungkaran. b. Engkau seru mereka kepada sunnah menurut kadar kelayakan. Jika engkau melihat seseorang yang mengamalkan (maulid) itu dan tidak mungkin meninggalkannya, kecuali menjadi lebih jelek dari itu, maka janganlah menyeru dia untuk meninggalkan suatu kemungkaran yang akibatnya lebih mungkar lagi. atau dengan (menyeru) meninggalkan perbuatan yang dibenci itu berakibat lebih berbahaya yakni meninggalkan kewajiban atau sunnah. Dan jika pada suatu bid'ah terkandung suatu (segi) kebaikan dari syariat maka gantilah kebid'ahan tersebut dengan perkara yang disyariatkan menurut kadar kemungkinanya. Karena seseorang tidaklah meninggalkan suatu perkara kecuali dengan sebab perkara yang lain (sebagai gantinya). Dan tidaklah layak seseorang untuk meninggalkan suatu berpindah pada kebaikan yang sepadan atau yang lebih baik. Maka sesungguhnya dia seperti pelaku bid'ah itu terhina karena melakukan hal yang dibenci, dan orang yang meninggalkan sunnah-sunnah adalah tercela? **** Mengagungkan maulid dan menjadikankannya perayaan yang (diperingati) secara tetap, dimana telah banyak dilakukan oleh manusia, seperti penjelasan diatas bahwa kecintaan & pengagungan mendapat ganjaran, suatu perkara itu bisa jadi bagus bagi sebagian manusia namun jelek bila dilakukan oleh mukmin yang benar. Hal ini seperti perkataan Imam Ahmad tentang penguasa yang berinfaq untuk menghiasi mushaf hingga 1000 dinar!!!, maka Imam Ahmad berkata: "Biarkanlah mereka dengan perbuatan itu!!! Ini adalah seafdol-afdol emas yang mereka miliki. Padahal infaq tsb - yakni untuk menghiasi mushaf itu adalah perkara yang dibenci. Bukanlah maksud Imam Ahmad memuji perbuatan itu dan bagus mengandung maslahat (tidaklah demikian). Akan tetapi Imam Ahmad mengetahui bahwa jika mereka tidak melakukan hal ini, maka mereka akan lakukan hal yang lebih parah daripada itu. Seperti berinfaq untuk kepentingan kitab-kitab yang keji dan berbahaya (merusak). Sehingga dapat menimbulkan fitnah terhadap hakikat agama itu sendiri. Dan perhatikanlah apa yang terkandung dalam hal ini dari kemaslahatan secara syar'iyah dimana engkau harus mengetahui tingkat-tingkat kebaikan dan tingkat-tingkat kemungkaran, hingga engkau dapat mendahulukan mana yang terpenting diantara perkara-perkara yang banyak itu. Ini adalah merupakan hakikat dari ilmu yang dibawa oleh seluruh rasul. Selesai kutipan dari Iqtidho. **** Berikut komentar Syaikh Muhammad Hamid Al Faqy terhadap buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Al Iqthido': "Bagaimana mungkin akan diberi pahala, padahal mereka menentang petunjuk Rasulullah dan shahabat-shshabatnya. Jika dikatakan bahwa mereka telah berijtihad tetapi salah, kami jawab: "Ijtihad macam apa ini? Apakah nash-nash tentang ibadah memberikan peluang untuk berijtihad? Masalahnya disini sangat jelas, yaitu larut dalam kebodohan dan mengumbar hawa nafsu serta membawa manusia berpaling dari petunjuk Rasulullah manuju agama Yahudi, Nasrani, dan agama berhala. Apakah kecintaan dan peng-agungan kepada Rasulullah dilakukan dengan cara berpaling dan benci kepada kebenaran yang dibawa Rasulullah untuk kebaikan manusia dari sisi Rabnya, lalu berpaling kepada agama berhala, Yahudi dan Nasrani? Siapa orang yang menghidupkan upacara-upacara sesat itu??? Apakah mereka Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, atau para imam lainnya hingga mereka dimaafkan kesalahannya? Tidak, tetapi yang mengada-adakan perayaan-perayaan itu adalah Al Abidiyyun yang ingin mengerahkan umat Islam menjadi zindiq dan mereka lebih kafir dari Yahudi dan Nasrani. Mereka telah menjadi cobaan bagi umat Islam karena sepak terjang mereka. Mereka telah menghembuskan racun kesu_an yang tercela kepada umat Islam agar mereka berpaling dari jalan yang lurus. Pendapat Syaikhul Islam sendiri menunjukkan pertentangan, jika beliau berpendapat bahwa mereka mendapat pahala?" [5] Begitu juga lihat bukunya Syaikh Hamud At Taujiri: Ar Radd Al Qawi hal 149-153 dan Al Qaul Al Fashl 38, 101, 104. Mungkin masalah ini juga sudah dijelaskan oleh Syakhul Islam Ibnu Taimiyyah, karena selama ini belum ada orang yang mengingkari kesungguhan syaikh (Ibnu Taimiyyah) dalam masalah bid'ah dan kehati-hatian serta penghapusannya, baik dalam lisan, pena, maupun pedang. Dia melakukannya secara terus terang dalam hal ini. Wallahu A'lam Dari pengecekan ini tentu kita mendapat hal yang berlainan, bertolak belakang dari yang di"sangka"kan, dan sulitnya saudara kita ini tidak mau memberikan detail perkataan Syaikhul Islam dan ulama mana yang menjadikannya sebagai sandaran bolehnya berpesta maulid. Tidakkah ia melihat bagaimana Syaikh menyebut diatas bahwa maulid adalah suatu kemungkaran??? . . . Walhasil rentetan selanjutnya adalah stempel pemikirannya sendiri untuk disandarkan kepada Syaikh,. Alangkah larisnya dan betapa banyaknya perkataan palsu yang disandarkan kepada Syaikhul Islam. . .wallahu musta'an. Sebaliknya -bahkan-, semakin dikokohkan oleh para ulama untuk menggunakan perkataan syaikhul Islam sebagai penguat bahwa perayaan maulid adalah bid'ah tercela. Selain yang tersebut diatas, diantaranya: · Syaikh Muhammad bin 'Ali bin Ibrahim Ad Dhubai'I memberikan dalam Muktarot (ringkasan) Iqthido tersebut bab 16 dengan sub judul: Bid'ah peringatan maulid nabi dan isinya secara tegas menyatakan hal tersebut bid'ah. · Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan dalam Al-Irsyadu ila Shahih Al-I'tiqad Fashal Al-Wala' wal Bara' wa Ar-Raddu 'ala Ahli Asy-Syirki wa Al-Iihaad [6] Maka tidaklah berlebihan, jika ada peserta diskusi yang mengatakan terhadap saudara kita ini waktu itu, [7] Adalah sangat tidak tepat bila menyandarkan dalil Bapak tentang Bolehnya Maulid Rasul dari Perkataan Beliau. Adalah suatu penyimpangan bahkan kalau tidak mau dikatakan Kedustaan / Kazab mendalili hal ini dengan perkataan Beliau. Justru pada bagian ini juga beliau membantah dengan tegas adanya Maulid. Tanggapan dari sohib di Saudi: [8] "Penisbatan kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah bahwa beliau membolehkan perayaan maulid adalah salah besar, dusta terhadap nama beliau. Betapa banyak jurus ini digunakan, mencatut nama besar ulama untuk legitimasi pemikiran sendiri?" Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: "Mengadakan upacara ibadah selain yang disyariatkan, seperti malam-malam Rabiul Awwal, yang dikatakan bahwa malam itu adalah malam peringatan Maulid, atau malam-malam Rajab, atau tanggal 18 Dzulhijjah, atau awal Jum'at dari bulan Rajab, atau ke-8 Syawwal yang dikatakan orang bodoh dengan Idhul Abrar, semuanya termasuk bid'ah yang tidak disunnahkan salaf dan tidak mereka kerjakan. Wallahu a'lam. [9] 1. Mungkin maksud penulis -yakni Abu Ismail (apriadi27@yahoo.com)- di sini adalah penulis (memotong) hanya menurunkan cuplikan sebagian email (yang berkaitan dengan syubhat saja) untuk meringkas. 2. Mukhtarot min Kitab Iqtidho Ashirothol Mustaqim li Mukhooolafati Ashhabill Jahiim; Syaikh Muhammad bin 'Ali bin Ibrahim Ad Dhubai'I; Pengantar : Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim al Jarullah; edisi terjemah "Meniru Gaya Hidup orang kafir" Abu Miqdad penerbit Duta Ilmu -th 1996 ;hal 59. Bandingkan dengan terbitan Pustaka Mantiq thn 1993: "Tidak Meniru Golongan Kafir" hal 95; Terbitan Media Hidayah thn. 2003: "Bahaya Mengekor non Muslim" hal. 74. 3. Iqthido As-Shirothol Mustaqim; Tahqiq: Nashir Ibnu Abdil Karim Jilid II, cetakan I (tanpa penerbit) Hal 615 dan seterusnya. 4. Source dari milist Thollabul Ilmi Jun-Jul 2001. 5. Lihat komentarnya dalam Al Iqtidho' hal 294-295. 6. Edisi Indonesia: Al Wala' & Al Bara'; Dan Peringatan Dari Bahaya Bid'ah, hal. 78-82, penerjemah Endang Saiful Aziz, penerbit At-Tibyan, Solo Mei 2000. 7. Dari Mas Prayitno, "Sedikit saya dapat menanggapi dalil-dalil tersebut, diantaranya diambil dari Kitabnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Iqtida' Ash Shirotol Mustaqiem hal 294-295." 8. (Abdullah Hasan): "ana sudah tanya ke syeikh Anas. beliau langsung bilang : 1. imma orang ini pendusta. 2. imma orang ini jahl dalam bahasa arab." 9. Majmu' Fatawa: XXV, 298. Penutup Upacara peringatan Maulid Nabi adalah bid'ah, ini saja sudah cukup untuk mencelanya dan peringatan agar hati-hati darinya, apalagi bila pelaksanaan upacara itu didasarkan atas niat yang tercela, sebagaimana yang menjadi tujuan-tujuan kaum sesat yang menamakan dirinya Fathimiyyun. Mungkin diluar itu banyak orang yang yang menyelenggarakan upacara peringatan Maulid Nabi ini dengan niat yang baik, tetapi niat yang baik tidak diperkenankan bila digunakan untuk membuat bid'ah dalam agama (atau menjadikan bid'ah dengan niat baik itu dianggap menjadi sunnah). Para pemeluk agama sebelumnya, telah membuat bid'ah dalam agama mereka diberbagai bidang dengan tujuan untuk mengagungkan dan niat yang baik, hingga akhirnya agama mereka menyeleweng tidak sesuai dengan yang dibawa oleh Rasul mereka. Seandainya para salaf kita bersifat gampang dalam membuat bid'ah seperti mereka dan seperti yang dilakukan oleh orang sekarang, yang mengikuti sunnah orang Yahudi dan Nasrani sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, tentu pokok agama kita sudah hilang. Apalagi upacara peringatan maulid itu tidak terlepas dari Syirik besar, yaitu tawashul kepada Rasulullah. dan meminta pertolongan, do'a dan harapan kepadanya. Telah dimaklumi bahwa syirik besar dapat mengeluarkan dari agama. Tetapi Allah tetap menjaga agama ini, dengan menjadikan para salaf dan orang-orang yang mengikuti mereka sebagai sarana penjagaan itu, karena kegigihan mereka dalam menjalankan Kitabullah dan Sunnah RasulNya, sehingga segala sesuatu yang mengotori kesucian agama ini akan sirna. Cinta kepada Rasululah adalah dengan mentaati apa yang beliau perintahkan, menjauhi apa yang dilarangnya. Meng-agung-kan Nabi adalah dengan cara membacakan shalawat kepadanya, mempelajari Sunnahnya, menjalankan dan tunduk kepadanya. Wallahu A'lam Abu Ismail email: apriadi27@yahoo.com Bibliografi 1. Al Bida' Al Hauliyah, Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad At Tuwaiziri;Darul Fadhilah-Riyadh cet 1, 1421H-2000M hal 146-206; Edisi Indonesia: Ritual Bid'ah dalam Setahun, penerjemah Muniril Abdidin;Penerbit Darul Falah cet 1 Januari 2003 Dzulqo'dah 1423H, hal 150-221 2. Iqtidho Ashirothol Mustaqim li Mukhooolafati Ashhabill Jahiim; Tahqiq: Nashir Ibnu Abdil Karim, Jilid 2 tanpa tahun 3. Mukhtarot min Kitab Iqtidho Ashirothol Mustaqim li Mukhooolafati Ashhabill Jahiim; Syaikh Muhammad bin 'Ali bin Ibrahim Ad Dhubai'I; Pengantar: Syaikh Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim al Jarullah; edisi terjemah "Meniru Gaya Hidup orang kafir", penerbit Duta Ilmu thn 1996;"Tidak Meniru Golongan Kafir", Pustaka Mantiq thn 1993: "Bahaya Mengekor non Muslim" ;Media Hidayah thn. 2003. 4. Dan lain-lain Bagian III Ulama Berbicara Tentang Maulid Nabi Pengantar Ini adalah risalah episode seri-3 (terakhir, walhamdulillah) dari trilogi tentang perayaan Maulid: 1. Napak Tilas Perayaan Maulid Nabi 2. Menjawab Syubhat seputar Maulid Nabi 3. Ulama berbicara tentang Maulid Dalam postingan sebelumnya telah diuraikan sebagian para ulama Islam dalam membid'ahkan perayaan Maulid ini seperti Al Imam Al Muhaqiq Abu Ishaq - Ibrahim bin Musa bin Muhammad Al Lakhmy Asy Syathiby Al Gharnathi, yang terkenal dengan Imam Asy Syatibi, [10] juga syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, [11] Syaikh Muhammad Hamid Al Faqy, Syaikh Hamud Taujiri, dan lain-lain, bergandengan tangan secara estafet dalam manhaj dan dakwah yang telah diretas oleh pendahulu mereka salafusholih yaitu generasi 3 kurun yang diberkahi, Sahabat, Tabi'in dan at Tabiut Tabi'in. Dan dibawah ini beberapa fatwa yang lain yang dapat dihadirkan Semoga bermanfaat adanya. Karang Tengah @ akhir tahun 2003 Abu Ismail Email apriadi27@yahoo.com 10. Dalam Al I'thishom I, 39 (lih. Trilogi ke-2 :'menjawab syubhat maulid'). 11. Dalam Al Iqthido, Majmu' Fatawaa : (lih. Trilogi ke-2 :'menjawab syubhat maulid'). . Syaikh Ibnu Al-Hajj [1] Ibnu Al Hajj berkata dalam Al Madkhal [2] bab Al Maulid: Diantara bid'ah yang mereka ciptakan dengan keyakinan bahwa hal itu termasuk ibadah kubra dan syi'ar Islam yang perlu dilestarikan adalah bid'ah Maulid Nabi yang mereka lakukan pada setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, padahal dalam peringatan itu terdapat bid'ah dan hal-hal yang diharamkan. Diantaranya adalah melantunkan nyanyian-nyanyian yang diiringi dengan pemukulan rebana dan gendang dan sebagainya, yang mereka pergunakan sebagai sarana untuk bersemedi, lihatlah bahwa semua itu bertentangan dengan sunnah yang suci, alangkah buruk dan jeleknya perbuatan itu. Bukankah perbuatan itu bisa mengarah kepada perbuatan haram? Tidakkah anda melihat bahwa ketika mereka menentang sunnah yang suci dan melakukan upacara Maulid, tidak hanya sekedar melakukan peringatan saja, tetapi mereka menambah-nambahnya dengan kebatilan-kebatilan yang bermacam-macam? Yang benar dalam hal ini adalah orang yang membuka tangannya untuk menjalankan Al Qur'an dan Sunnah. Caranya adalah dengan mengikuti pada salaf karena mereka lebih tahu tentang sunnah daripada kita dan karena mereka lebih tahu tentang tekstual dan kontekstualnya. [3] 1. [Lih. Al Bid'ah Al Hauliyah. Ibnu Al Hajj adalah Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Al Hajj, Abu Abdillah Al Badari, Al Maliki, Al Fasi, tamu Mesir, mulia, menjadi ahli fiqih di negerinya, pemuka Mesir, haji, dan buta pada masa akhir hidupnya. Wafat di Mesir tahun 737H, usia 80 tahun.] 2. Mengenai kitab ini Ibnu Hajar berkata: Di dalamnya banyak manfaat. Buku ini mengupas tentang cacat dan bid'ah yang dilakukan oleh manusia dan sikap mereka yang mempermudah didalamnya. 3. Al Madkhal II, 1-2. 2. Syaikh Tajuddin Umar bin Ali Al-Lakhmi Syaikh Tajuddin Umar bin Ali Al Lakhmi [1] yang terkenal dengan Al Fakihani berkata: 'Segala puji bagi Allah dan semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Rasulullah dan semua sahabatnya. Amma ba'du. Sering sekali diajukan pertanyaan kepada saya tentang masalah perayaan dan perkumpulan yang diadakan oleh sebagian orang pada bulan Rabi'ul Awwal yang mereka sebut dengan peringatan Maulid Nabi. Apakah perayaan ini memiliki dasar dalam syariat? Ataukah termasuk bid'ah dan (hal) baru dalam agama? Mereka menginginkan jawaban yang jelas dalam masalah ini. Saya jawab: Saya tidak mengetahui apa dasar perayaan Maulid Nabi ini, baik dalam Kitabullah maupun Sunnah, dan tidak seorangpun ulama umat ini yang menukilnya, yaitu para ulama yang diikuti dalam agama dan berpegang teguh kepada tradisi pendahulu mereka, tetapi upacara perayaan maulid Nabi itu adalah Bid'ah yang dibuat oleh rang-orang batil, yang mengikuti hawa nafsu dan suka makan-makan. Alasan saya adalah jika kita mencoba untuk memasukkan masalah ini kepada 5 hukum yang ada, yaitu apakah termasuk: wajib, sunnah, makruh, atau mubah? Maka masalah itu tidak diwajibkan dan tidak disunnahkan; karena hakikat sunnah adalah apa yang diperintahkan syariat tanpa berdosa bila meninggalkannya. Sementara peringatan maulid itu tidak diperintahkan oleh syariat dan tidak dikerjakan oleh sahabat, tabi'in maupun ulama salaf lainnya. Inilah jawaban saya terhadap pertanyaan ini, jika saya nanti dimintai pertanggungjawaban dihadapan Allah. Tidak bisa pula dimasukkan ke dalam kategori Mubah, karena membuat bid'ah dalam agama tidak diperbolehkan menurut kesepakatan umat Islam. Maka tidak tersisa, kecuali hukumnya Makruh atau Haram. Dalam hal ini kami akan menjelaskannya dalam 2 fasal yang berbeda: 1. Pertama; karena dalam cara maulid itu, seseorang harus mengeluarkan harta yang seharusnya untuk keperluan keluarga dan kerabatnya, karena dalam perkumpulan itu mereka harus membuiat makanan. Inilah yang kami katakan bahwa peringatan maulid adalah Bid'ah yang Makruh dan tercela, karena hal itu belum pernah dikerjakan oleh orang-orang dulu yang taat, yang terdiri dari fuqaha dan ulama terkenal. 2. Kedua; telah masuk dalam perayaan itu perbuatan dosa dan menjadi sarana pendukung dosa. Dalam perayaan itu didendangkan lagu-lagu yang diiringi alat-alat musik yang diharamkan -seperti gendang dan seruling-, laki-laki bercampur jadi satu dengan perempuan, ada tarian meliuk-liukkan badan, tenggelam dalam kesenangan dan kegembiraan, hingga lupa kepada Hari Kiamat. Disamping itu wanita-wanitanya berteriak-teriak dengan suara keras, menyanyi berdendang ria, dan melupakan Al Qur'an dan dzikir yang disyariatkan. Mereka lupa kepada firman Allah: Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi. (surat Al Fajr: 14) Inilah yang saya maksudkan bahwa didalamnya terdapat banyak hal yang diharamkan dan tidak dibenarkan oleh para ulama. Tetapi semua itu tidak mereka rasakan karena hati mereka mati dan penuh bergelimang dengan dosa. Lebih dari itu mereka menganggapnya sebagai ibadah, bukan perekara yang mungkar dan haram, Naudzubillahi min dzalik. Rasulullah bersabda: Islam muncul dalam keadaan asing da nanti akan kembali asing seperti semula,. . [2] Perlu diketahui bahwa bulan Rabi'ul awwal disamping bulan kelahiran Rasulullah juga bulan kewafatnnya, sehingga bergembira pada hari itu tidak lebih baik daripada bersedih. Inilah maksud dari pernyataan saya, semoga apa yang kita lakukan diterima dengan baik disisi Allah. [3] 1. Lahir tahun 654 H wafat di Iskadariyah tahun 734H. 2. Diriwayatkan Imam Ahmad. 3. AsSuyuti : Al Hawi I: 90-91. 3. Syaikh Abdussalam Khadr Asy-Syaqiri Dalam kitabnya AsSunan wal Mubtadiat berkata: Pada bulan Rabiul Awwal terdapat bidah bidah Maulid Nabi, padahal bulan ini bukan merupakan bulan yang dikhususkan didalamnya untuk shalat, dzikir, ibadah mapun puasa. Bulan ini tidak pula dikhususkan untuk musim Islam tertentu, seperti perkumpulan dan hari raya yang ditetapkan oleh syariat Rasulullah maupun nabi-nabi lainnya. Pada bulan ini Nabi lahir dan wafat, tetapi mengapa mereka bergembira karena kelahirannya dan tidak bersedih karena wafatnya? Menjadikan kelahirannya sebagai musim tertentu dan perkumpulan adalah Bidah yang mungkar dan sesat yang tidak diajarkan syariat maupun akal. Seandainya dalam hal itu ada kebaikan mengapa merka melupakan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali para sahabat, tabiin dan seterusnya? Tidak diragukan lagi bahwa tradisi yang diadakan oleh orang-orang sufi yang jago makan dan penganggur itu adalah bidah. Lalu tradisi itu diikuti begitu saja oleh manusia, kecuali mereka yang dijaga oleh Allah dan diberi pemahaman tentang hakikat Islam. Faidah apa yang dapat diambil dan pahala apa yang dapat diperoleh dari urusan yang tidak jelas ini? Ridha Allah yang mana yang diberikan kepada para penari dan penyanyi, para pencuri dan penyamun ini? Kebaikan mana yang diperoleh dari perkumpulan orang yang bermacam-macam warna: merah, hijau, kuning, dan hitam; yang semuanya lupa kepada nama-nama Allah seperti kera itu? Apa faidah semua ini? Faidahnya adalah supaya orang-orang luar menghina dan melecehkan agama kita, karena orang-orang Eropa akan mengambil mereka sebagai sampel bahwa ternyata Muhammad seperti itu ajarannya dan begitu juga sahabat-shabatnya. Innalillahi wa inna ilaihi raji'uun. Kemudian karena foya-foya itu, mereka menjadi rusak dan bianasa, manusia kelaparan dan kekurangan pangan. Mengapa kita tidak menggunakan harta kita untuk membangun pabrik-pabrik agar ribuan penganggur bisa bekerja didalamnya? Atau mengapa kita tidak memanfaatkan dana yang besar itu untuk mengadakan perelatan perang agar kita bisa mempertahankan diri dari serangan musuh-musuh Islam dan negara? Mengapa ulama hanya diam melihat kejahatan dan kebobrokan ini, bahkan merka mendukungnya? Mengapa pemerintah Islam juga diam ketika dananya, yang semestinya untuk menganggkat derajat negara, disedot untukhal-hal yang isa-sia? Tidakkah mereka tahu masalah munghkar itu ataukah karena mereka sudah dicekam kebodohan?? [1] 1. As-Sunnan wal Mubtadi'at hal 143. 4. Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Syaikh, [1] ketika menjawab pertanyaan tentang hukum perayaan Maulid Nabi dan apakah hal itu dilakukan oleh sahabat, tabiin atau para salaf lainnya, beliau menjawab: Tidak diragukan lagi bahwa perayaan maulid Nabi termasuk bidah dalam agama dan terjadi setelah kebodohan dalam dunia Islam menyebar luas, sehingga kesesatan, wahmI, pembodohan dan taklid buta mudah terjadi. Lebih jauh kebanyakan manusia tidak kembali kepada apa yang dikatakan si A atau si B dan langsung mempercayainya tanpa pengecekan. Bidah Maulid nabi ini tidak pernah dilakukan oleh sahabat Rasulullah, tabiin, dan tabiut tabiin. Rasulullah bersabda: Berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah para Khulafaurrasyidin yang diberi petunjuk setelahku. Pegang teguhlah dengan sekuat-kuatnya. Dan hati-hatilah dengan perkara yang baru, karena setiap perkara baru itu adalah bidah, dan setiap bidah adalah sesat. Rasulullah bersabda: Barangsiapa membuat hal yang baru dalam urusan kami yang tidak termasuk darinya maka tertolak. Pada riwayat lain: Barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan yang tidak ada perintah dari kami maka tertolak. [2] Jika tujuan mereka mengadakan preyaan maulid itu adalah untuk mengagungkan Rasulullah dan mengingatnya, maka tidak diragukan lagi bahwa caranya tidaklah seperti itu dan tidak pula disertai dengan kerusakan, dosa, dan kemungkaran. Seperti firman Allah: Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. (Surat Alam Nasyrah: 4) Rasulullah selalu diingat dalam adzan, iaqamah, shalat, khutbah, tasyahud dalam shalat, dalam doa, dzikir, dan sebagainya. Maka benarlah sabda Rasulullah: Orang bakhil adalah orang yang manakala namaku disebut dihadapannya tidak membacakan shalawat atasku.[3] Mengagungkan Rasulullah hanya bisa dilakukan dengan cara mentaati perintahnya, mempercayai apa yang diberitakannya, menjauhi apa yang dilarangnya dan tidak menyembah kecuali apa yang diysariatkannya. Tidak pantas bagi Rasulullah bila hanya diperingati setahun sekali saja. Seandainya peringatan Maulid Nabi ini baik atau benar tentu para salaf lebih berhak melakukannya, karena mereka adalah orang-orang yang lebih cinra dan mengagungkan Rasulullah dan lebih giat dalam melaksanakan kebaikan. Bisa jadi mereka yang melaksanakan kegiatan Maulid ini tidak keluar dari apa yang dikatakan oleh sebagian ahli ilmu berikut: Jika manusia merasa dirinya lemah, hina dan tidak dikenal maka mereka mengadakan perkumpulan-perkumpulan berkala untuk mengagungkan pemimpin mereka tanpa memperhatikan perilaku mereka yang lurus, karena pengagungan itu tidaklah berat bagi jiwa yang lemah. Tidak diragukan lagi bahwa pengagungan yang hakiki adalah dengan mentaati orang yang diagungkan, menerima nasihatnya, melaksanakan perintahnya, menjunjung tinggi agamanya jika ia seorang rasul dan mengabdi kepaddnya jika dia seorang raja. Para Salafus Sholih adalah orang-orang yang paling kuat pengagungannya kepada Nabi, kemudian kepada Khulafaur Rasyidin. Mereka rela mengorbankan harta dan jiwa mereka dalam hal ini, hanya saja pengagungan mereka kepada Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin tidaklah seperti yang dilakukan oleh orang-orang pada generasi terakhir yang meninggalkan cara para Salafus Sholih dalam ketundukan dan ketaatan, lalu mereka menempuh jalan kesesatan dalam melakukan pengagungan. Tidak diragukan lagi bahwa Rasulullah adalah orang yang paling berhak mereka agungkan, hanya saja cara pengagungan bukan berarti harus membuat syariat baru dalam agamanya dengan menambah, mengurangi, merubah atau menggantinya. Bukan pula caranya dengan mengeluarkan harta pada jalan yang tidak diridhai oleh Allah. Kesimpulannya bahwa perayaan Maulid Nabi termasuk bidah mungkar dan kami telah menulis masalah ini dalam buku khusus yang lebih rinci,. . wallahu waliyyu at taufiq. [4] 1. Allamah, seorang ahli ushul dan muhadits: Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullatif bin Abdurahman bin Hasan bin Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, lahir di riyadh tahun 1311H dan wafat bulan Ramadhan 1398H. 2. Riwayat Muslim. 3. Diriwayatkan Imam Ahmad. 4. Fatawa Rasail Asy Syaikh Muhamad bin Ibrahim III : 54-56 (lih. Al Bidah Al Hauliyah). 5. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz [1] Hukum Upacara Peringatan Maulud Nabi Muhammad Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam selalu terlimpahkan kepada junjungan kita Rasulullah, keluarganya dan para shahabatnya serta orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah. Amma badu. Telah berulangkali timbul pertanyaan tentang hukum upacara (seremoni) peringatan maulid Nabi, mengadakan ibadah tertentu pada malam itu, mengucapkan salam atas beliau dan berbagai macam perbuatan lainnya. Jawabnya: harus dikatakan, bahwa tidak boleh mengadakan kumpul-kumpul / pesta-pesta pada malam kelahiran Rasulullah dan juga malam lainnya, karena hal itu merupakan suatu perbuatan baru (bidah) dalam agama. Selain Rasulullah belum pernah mengerjakannya, begitu pula Khulafaur Rasyidin, para shahabat lain dan para tabiin yang hidup pada kurun paling baik, mereka adalah generasi orang-orang yang lebih mengerti terhadap sunnah, lebih banyak mencintai Rasulullah daripada generasi setelahnya dan benar-benar menjalankan syariatNya. Rasulullah bersabda: Barangsiapa mengada-adakan (sesuatu hal baru) dalam urusan (agama) kami yang (sebelumnya) tidak pernah ada, maka akan tertolak. Dalam hadits lain, beliau bersabda: Berpegang teguhlah kalian pada sunnahku dan sunnah khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk sesudahku. Pegangteguhlah sunnah dan gigitlah dengan gerahammu kuat-kuat, serta jauhilah perbuatan yang muhdats (baru) karena setiap hal yang baru itu adalah bidah dan setiap bidah adalah sesat. [2] Maka dalam kedua hadits ini kita dapatkan suatu peringatan keras, yaitu agar kita berwaspada, jangan sampai mengadakan perbuatan bidah apapaun, begitupula mengerjakannya. Firman Allah dalam kitabNya: . . Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (surat Al Hasyr: 7) maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih (surat An Nuur: 63) Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (surat Al ahzab: 21) Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (surat At Taubah: 100) . . Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. . (surat Al Maidah: 3) Dan masih banyak lagi ayat-ayat yang semakna dengan ini. Maka mengadaadakan sesuatu hal baru dalam agama seperti peringatan-peringatan ulang tahun, berarti menunjukkan bahwa Allah belum menyempurnakan agamaNya buat umat ini, berarti juga Rasulullah itu belum menyampaikan apa-apa yang wajib dikerjakan umatnya sehingga datang orang-orang yang kemudian mengadaadakan sesuatu hal baru yang tidak diperkenankan oleh Allah. Dengan anggapan bahwa cara tersebut merupakan sarana taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Tidak diragukan lagi bahwa cara tersebut terdapat suatu bahaya besar, lantaran menentang Allah, juga menentang Rasulullah. Karena sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama ini bagi hambaNya dan telah mencukupkan nikmatNya uuntuk mereka. Rasulullah telah menyampaikan risalahnya secara keseluruhan, tidaklah beliau meninggalkan suatu jalan menuju surga serta menjauhkan diri dari neraka kecuali telah diterangkan oleh beliau kepada seluruh umat sejelas-jelasnya. Sebagaimana telah disabdakan dalam haditsnya: Dari Abdulah bin Umar Rasulullah bersabda: Tidaklah Allah mengutus seorang nabi, melainkan diwajibkan baginya agar menunjukkan kepada umatnya jalan kebaikan yang telah diajarkan kepada mereka, dan memperingatkan mereka dari kejahatan (hal-hal yang tidak baik) yang telah ditunjukkan kepada mereka. [3] Tidak dapat dipungkiri, bahwasanya Nabi Muhammad adalah nabi terbaik diantara nabi-nabi lain, beliau merupakan penutup bagi mereka. Seorang Nabi yang paling lengkap dalam menyampaikan dakwah dan nasehatnya diantara mereka itu semua. Jika seandainya upacara peringatan maulid itu betul-betul datang dari agama yang diridhoi Allah, niscaya Rasulullah menerangkan kepada umatnya, atau beliau menjalankan semasa hidupnya, atau paling tidak dikerjakan oleh para shahabat. Maka jika semua itu belum terjadi, jelaslah bahwa hal itu bukan dari ajaran Islam sama sekali dan meruapakan suatu hal yang diada-adakan (bidah) dimana Rasulullah sudah memperingatkan dalam 2 hadits diatas, dan masih banyak hadits-hadits lain yang senada dengan hadits tersebut, seperti sabda beliau dalam khutabah Jumah: Amma badu: Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Al Quran dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad dan sejahatjahat perbuatan adalah yang diada-adakan (bidah0 sedang setiap bidah itu kesesatan. [4] Masih banyak lagi ayat-ayat Al Quran serta hadits-hadits yang menjelaskan masalah ini. Berdasarkan dalil-dalil inilah para ulama sepakat untuk mengingkari upacara peringatan maulid Nabi dan memperingatkan agar waspada terhadapnya. Tetapi orang-orang yang datang kemudian, menyalahinya. Yakni dengan membolehkan hal itu semua selama tidak mencakup sesuatu kemungkaran, seperti berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah, ikhtilat laki-laki dan perempuan, pemakian alat-alat musik dan lain sebagainya yang menyalahi syariat. Mereka beranggapan bahwa semua itu adalah merupakan bidah hasanah. Sedangkan kaidah syariat mengatakan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan oleh manusia hendaknya dikembalikan kepada Al Quran dan Sunnah Rasulullah (hadits) Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (surat An Nisa: 59) Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakal dan kepada-Nya lah aku kembali. (Surat Asy Syura: 10) Ternyata setelah masalah ini (hukum upacara peringatan maulid nabi) kita kembalikann kepada kitab Allah kita dapatkan suatu perintah yang menganjurkan kita agar mengikuti apa-apa yang dibawa Rasulullah, menjauhi apa-apa yang dilarang beliau. Dan Al Quran memberi penjelasan pula kepada kita bahwa Allah telah menyempurnakan agama umat ini. Dengan demikian, upacara peringatan maulid Nabi ini tidak sesuai dengan apa yang dibawa oleh Rasulullah, maka ia bukan dari ajaran agama yang telah disempurnakan oleh Allah kepada kita dan diperintahkan agar mengikuti Rasulullah. Juga setelah masalah ini kita kembalikan kepada sunnah Rasulullah, ternyata tidak terdapat keterangan bahwa beliau telah menjalankan, (tidak juga) memerintahkannya, dan (tidak juga) dikerjakan oleh sahabat-sahabatnya. Berarti jelaslah bahwasanya hal itu bukan dari agama, tetapi ia adalah merupakan suatu perbuatan yang diada-adakan, perbuatan yang menyerupai hari-hari besar ahli kitab Yahudi dan Nasrani. Hal itu menjadi jelas bagi mereka yang mau berfikir, berkemauan mendapatkan yang haq, dan mempunyai kejujuran dalam membahas, bahwa upacara peringatan maulid Nabi bukan dari ajaran Islam. Melainkan merupakan bidah-bidah yang diada-adakan dimana Allah memerintahkan RasulNya agar meninggalkannya dan memperingatkan agar waspada terhadapnya. Tak layak bagi orang yang berakal tertipu karena perbuatan tersebut dikerjakan oleh orang banyak di seluruh jagat raya. Sebab kebenaran (al Haq) tidak bisa diukur dari banyaknya pelaku (yang mengerjakannya), tetapi diketahui atas dasar dalil-dalil syara. Sebagaimana Allah berfirman tentang orang-orang Yahudi dan Nasrani: Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani". Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: "Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar". (surat Al Baqarah: 111) Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (Surat Al Anam: 116) Lebih dari itu, upacara peringatan maulid Nabi ini -selain bidah- tak sunyi dari kemungkaran-kemungkaran, seperti ikhtilath (bercampur) laki-laki dan permpuan, pemakaian lagu-lagu dan bunyi-bunyian, minum-minuman yang memabukkan, ganja dan lain sebagainya dari kejahatan-kejahatan serupa. Kadangkala terjadi juga hal yang lebih besar daripada itu berupa perbuatan syirik besar yaitu dengan mengagung-agungkan Rasulullah secara berlebih-lebihan atau menagung-agungkan para wali berupa permohonan doa dan pertolongan dan rizki. Mereka percaya bahwa Rasulullah dan para wali mengetahui hal-hal yang ghaib dan bermacam-macam kekufuran lainnya yang sudah biasa dilakukan orang banyak dalam upacara malam peringatan maulid Nabi itu. Rasulullah bersabda: Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam agama, karena berlebihan dalam agama tersebut telah menyesatkan orang-orang sebelum kamu. Janganlah kamu semua memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani memuji anak Maryam. Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya. [5] Yang lebih mengherankan lagi yaitu banyak diantara manusia itu ada yang betul-betul giat dan bersemangat dalam rangka menghadiri upacara bidah ini bahkan sampai membelanya, sehingga berani meninggalkan jamaah dan perkumpulanperkumpulan yang telah diwajibkan oleh Allah atas mereka, dan sama sekali tidak diindahkan. Mereka tidak sadar kalau mereka telah mendatangkan kemungkaran yang besar. Sebab adalah karena imanya lemah, kurangnya berfikir dan hati mereka telah berkarat disebabkan oleh bermacam-macam dosa dan perbuatan maksiat. Marilahkita sama-sama meminta kepada Allah agar tetap memberikan limpahan karuniaNya kepada kita dan kaum muslimin. Diantara pendukung maulid itu ada yang mengira bahwa pada malam upacara peringatan tersebut Rasulullah datang, oleh karena itu mereka menghormati dan menyambutnya. Ini merupakan kebatilan yang paling besar dan kebodohan yang paling nyata. Rasulullah tidak akan bangkit dari kuburnya sebelum hari kiamat, tidak berkomunikasi kepada seseorangpun. Dan tiak menghadiri pertemuan-pertemuan umatnya, melainkan beliau tetap tinggal dikuburnya sampai datang hari kiamat. Sedangkan ruhnya ditempatkan pada tempat yang paling tinggi (Illiyyin) disisi Rabnya, itulah tempat kemulian. Firman Allah dalam Al Quran: Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. (Surat Al Muminun: 15-16) Rasulullah bersabda: Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan diantara ahli kubur dihari kiamat nanti. Dan aku adalah orang yang pertama kali memberi syafaat dan menerima syafaat. Ayat dan hadits diatas serta ayat-ayat dan hadits-hadits lain yang semakna menunjukkan bahwa Nabi Muhammad dan mayat-mayat lainnya tidak akan bangkit kembali, kecuali sesudah datang hari kebangkitan. Hal ini sudah meruapakan kesepakatan para ulama muslimin tidak ada pertentangan diantara mereka. Maka wajib bagi setiap individu muslim memperhatikan masalah-masalah seperti ini dan waspada terhadap apa-apa yang diada-adakan oleh orang-orang bodoh dan kelompoknya dari perbuatan-perbuatan bidah dan khurafat-khurafat yang belum pernah diturunkan oleh Allah. Hanya Allah-lah sebaik-baiknya pelindung bagi kita, kepadaNya-lah kita berserah diri dan tak ada kekuatan serta kekuasaan apapun kecuali kepunyaanNya. Sedangkan ucapan shalawat dan salam atas Rasulullah adalah merupakan sebaik-baik pendekatan diri kepada Allah dan merupakan perbuatan yang baik. Sebagaimana firman Allah dalam Al Quran: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Surat Al Ahzab: 56) Nabi Muhammad bersabda: Barang siapa mengucapkan shalawat kepadaku satu kali, maka Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali lipat. Shalawat itu disyariatkan pada setiap waktu dan hukumnya muakkad jika diamalkan pada akhir setiap shalat, bahkan sebagian ulama mewajibkan pada tasyahud akhir disetiap shalat. Dan sunnah mauakkadah pada tempat lainnya seperti setelah adzan, ketika disebut nama Rasulullah, pada hari Jumat dan malamnya, sebagaimana hal itu diterangkan dalam hadits-hadits yang cukup banyak jumlahnya. Allah-lah yang bertanggungjawab dan berkuasa penuh untuk memberi taufik kepada kita sekalian dan kaum muslimin, dalam memahami agamanya dan memberi mereka ketetapan iman. Semoga Allah memberi petunjuk kepada kita agar tetap konsisten mengikuti sunnah, dan waspada terhadap bidah. Karena Dia-lah Maha Pemurah dan Maha Mulia. Semoga pula shalawat serta salam dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad. 1. Syaikh Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz: At Tahdziru minal bida ed. Indonesia :Waspada terhadap bidah; penerjemah Farid Ahmad Okbah;penerbit Yayasan Al Sofwa :1995; hal 7-17. 2. Riwayat Abu Dawud dan Tirmidzi. 3. HR. Muslim. 4. HR. Muslim. 5. HR. Bukhari. 6. Syaikh Muhammad bin Sholeh Al Utsaimin Soal : Bagaimana hukumnya merayakan Maulid Nabi? Jawab: [1] 1. Tanggal kelahiran Rasululah tidak diketahui secara pasti. Bahkan sebagian ahli masa kini yang mengadakan penelitian mengatakan bahwa tanggal kelahiran Nabi adalah 9 Rabiul Awal, bukan 12 Rabiul Awal. Dengan demikian perayaan memperingati Maulid Nabi pada tanggal 12 Rabiul Awal dari sisi sejarah tidak ada dasarnya. 2. Dari sisi syariat perayaan ini juga tidak ada dasarnya. Kalau hal itu merupakan bagian dari syariat Allah tentu Nabi sendiri melaksanakannya atau beliau menyampaikan hal ini kepada umatnya. Bila benar Nabi melaksanakannya atau menyampaikannya hal itu kepada umatnya,niscaya keterangan tentang hal ini akan tetap ada karena Allah berfirman: Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya. (Al Hijr:9) Karena ternyata tidak ada sedikitpun keterangan tentang hal itu maka dapat disimpulkan bahwa perbuatan ini bukan dari agama Allah. Kalau bukan dari agama Allah maka kita tidak boleh menjadikannya sebagai jalan untuk beribadah kepada Allah atau bertaqarrub dengan merayakannya. Allah telah menetapkan jalan tertentu untuk bertaqarrub kepadaNya, yaitu dengan melaksanakan tuntunan yang diajarkan Rasullullah. Bagaimana kita dapat membenarkan tindakan diri sendiri sebagai hambahamba Allah yang membuat sendiri jalan untuk dipakai mendekatkan diri kepada Allah? Hal ini merupakan tindakan kejahatan terhadap hak Allah karena kita membuat syariat dalam agamaNya yang tidak berasal dari Allah sendiri. Oleh karena itu, perbuatan seperti ini berarti mendustakan firman Allah: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Al Maidah: 3) Tentang perayaan ini kita mengatakan: Jika hal ini termasuk kesempurnaan agama, niscaya sudah ada sebelum Rasulullah wafat. Jika hal ini tidak merupakan bagian kesempurnaan agama, tentulah ia tidak termasuk bagian agama karena Allah berfirman: Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,. . Barangsiapa menganggap perayaan tersebut merupakan kesempurnaan agama,padahal terjadinya setelah Rasulullah wafat, maka anggapannnya itu merupakan sikap mendustakan ayat Al Qur'an diatas. Tidak diragukan lagi bahwa orang-orang yang merayakan hari kelahiran Rasulullah bermaksud mengagungkan Rasulullah, menunjukkan rasa cintanya,dan memacu semangat yang dapat menguatkan emosi. Semua hal ini termasuk kategori ibadah. Mencintai Rasulullah adalah ibadah, bahkan merupakan perbuatan menyempurnakan iman kepada Rasulullah sebab beliau harus lebih dicintai daripada diri sendiri, anak, orangtua, dan segenap manusia. Mengagungkan Rasulullah termasuk ibadah. Begitu pula menyalakan emosi kecintaan kepada Nabi merupakan bagian agama karena termasuk mencintai syariatNya. Jadi,perayaan memperingati kelahiran Nabi untuk sarana taqarrub kepada Allah dan mengagungkan Rasul-Nya adalah ibadah. Oleh karena itu, selamanya tidak dibenarkan mengada-adakan sesuatu dalam agama Allah yang sebelumnya tidak ada dalam agama Allah ini. Dengan demikian,perayaan memperingati kelahiran Nabi adalah perbuatan bid'ah dan haram dilakukan. Kami mendengar bahwa dalam perayaan ini terdapat kemungkarankemungkaran berat yang tidak dibenarkan oleh syariat, perasaan dan akal. Orang-orang yang merayakan peringatan ini membaca lagu-lagu qasidah yang berisi syair-syair yang berlebih-lebihan dalam menyanjung Rasulullah, sehingga mereka menjadikan Nabi lebih agung daripada Allah. Semoga Allah menjauhkan kita dari perbuatan ini. Kami mendengar pula kebodohan sebagian orang-orang yang merayakan hari ini, yakni apabila bacaan qasidah sampai pada kata-kata kelahiran yang mulia mereka semua berdiri serempak dan menyatakan bahwa roh Rasulullah hadir ditengah mereka. Lalu mereka berdiri tegak dan menghormatinya. Perbuatan ini adalah suatu kedunguan. Selain itu, dengan berdiri seperti itu berarti bersikap tidak beradab karena Rasulullah membenci orang yang berdiri untuk menghormatinya. Para shahabat beliau yang merupakan manusia paling cinta kepadanya dan paling mengagungkannya ternyata tidak berdiri untuk menghormatinya karena mereka tahu bahwa Rasulullah tidak menyukainya, padahal saat itu beliau masih hidup. Selanjutnya bagaimana dengan khayal-khayal yang dilakukan orang-orang tersebut? Bid'ah perayaan Maulid Nabi terjadi 3 abad sesudah kelahiran beliau,kemudian melahirkan hal-hal mungkar yang merusak prinsip agama,apalagi didalamnya terjadi percampuran bebas laki-laki dengan perempuan dan lain-lainnya. 1. Syaikh Ibn Utsaimin ;Majmu' Fataawa wa Rasaail ,juz 2 halaman 298-300. Lihat Al Fatawaa Asy Syar'iyyah Fil Masaail Al Ashriyyah min Fatawaa Ulamaa' Al Balaadil Haraami;Penyusun Khalid al Juraisy ed Indonesia : Fatwa Kontenporer Ulama Besar Tanah Suci ;Penerjemah Ust. Muhammad Thalib ;Media Hidayah, cet 1 Sept 2003,hal 215-218. 7. Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan Salah satu contoh Bid'ah Kontemporer (masa kini): Upacara Hari Maulid Nabi pada Bulan Rabi'ul Awal [1] yang telah menjalar pada kehidupan kaum muslimin pada masa sekarang ini dan masa-masa sebelumnya dalam menyerupai orang-orang kafir yaitu menyerupai orang-orang Kristen dalam satu kegiatan yang disebut dengan upacara Maulidun Nabi, dimana orang-orang bodoh dari kaum muslimin atau para ulama-ulama yang menyesatkan berkumpul pada bulan Rabi'ul Awal setiap tahun dalam rangka hari ulang tahun kelahiran Rasulullah. Ada yang menyelenggarakannya di masjid-masjid, ada yang di rumah-rumah, atau di tempat-tempat yang sudah dipersiapkan untuk acara tersebut. Selanjutnya acara itu dihadiri oleh mayoritas orang-orang bodoh dan masyarakat awam, apa yang mereka lakukan itu adalah penyerupaan terhadap orang Kristen dalam bid'ah mereka dalam upacara kelahiran Al-Masih. Pada galibnya (umumnya) upacara tersebut adalah bid'ah dan menyerupai orang-orang Kristen yang tidak luput dari adanya hal-hal yang syirik dan kemungkaran; Seperti membuat bait-bait sya'ir yang isinya mengkultuskan Rasulullah, sampai-sampai mereka berdo'a dan memohon kepadanya bukan kepada Allah dan juga minta pertolongan kepada beliau. Padahal Nabi Muhammad sungguh telah melarang dari melebih-lebihkan dan memuji beliau dengan sabdanya: "Janganlah kamu sekalian mengagung-agungkanku sebagaimana orang-orang Nashrani telah mengagung-agungkan putra Maryam (Nabi Isa), aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: 'Hamba Allah dan Rasul-Nya". [2] Ithra artinya melebih-lebihkan dan pemujaan. Mungkin mereka berkeyakinan bahwa Rasulullah menghadiri upacara-upacara mereka. Di antara kemungkaran yang menyertai upacara-upacara ini adalah dengan adanya nyanyian secara bersama, sambil memukul kendang dan lain sebagainya dari amalan-amalan adzkar (dzikir) orang sufi yang bid'ah, dan juga kadangkadang bercampur-baur di dalamnya antara laki-laki dan perempuan yang bisa menyebabkan fitnah, dan menjerumuskan kepada hal-hal yang buruk dan tercela. Sehingga seandainya upacara tersebut luput dari hal-hal yang dilarang dan hanya terbatas pada berkumpul-kumpul dan makan-makan, serta menampakkan rasa gembira, -sebagaimana kata mereka- inipun juga merupakan bid'ah yang diada-adakan: "Dan setiap yang diada-adakan itu adalah bid'ah, dan setiap bid'ah itu adalah sesat". Dan hal itu juga merupakan perantara berkembangnya kemungkaran yang baru dalam upacara-upacara tersebut. Kita katakan: Itu adalah bid'ah sebab tidak ada rujukannya dari al-Kitab dan As-Sunnah dan amalan para ulama salafus shalih serta para ulama yang hidup pada abad-abad yang diutamakan (para tabi'in). Hal itu baru terjadi pada akhir-akhir ini saja setelah abad keempat Hijriyah yang diadakan oleh orang-orang Fathimiyyun yang berfaham Syi'ah. Imam Ibnu Hafs Tajuddin Al-Fakihani mengatakan: "Amma ba'du, telah berulang-ulang pertanyaan sekelompok orang yang mencari barakah dari perkumpulan yang dilakukan sebagian orang pada bulan Rabi'ul Awal yang mereka sebut dengan Maulid Nabi, apakah ada dasarnya dalam Ad-Dien?". Dan mereka ingin jawabannya berikut penjelasannya; maka atas nama Allah saya katakan: "Upacara Maulid Nabi ini tidak ada dasarnya dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, juga amalan tersebut tidak pernah dinukil dari para ulama umat ini yang sebagai tauladan dalam Ad-Dien, yang berpegang teguh dengan atsar-atsar pendahulu mereka, bahkan hal itu adalah bid'ah yang diada-adakan oleh orang-orang batil, dan merupakan hawa nafsu orang-orang yang suka makan". Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan: "Dan begitu juga upacara keagamaan yang diada-adakan sebagian orang, baik yang menyerupai orang-orang Nashrani pada hari kelahiran Isa 'Alaihis Sallam, atau berupa kecintaan kepada Nabi dan mengagungkannya dengan menjadikan hari kelahiran Nabi sebagai hari raya, sementara masih diperselisihkan tentang hari kelahiran beliau. Sesungguhnya hal ini tidak pernah dilakukan oleh para salaf. Apabila hal ini merupakan suatu kebajikan dari ibadah mahdhah (ritual) pasti para salaf lebih berhak daripada kita untuk mengerjakannya, sebab mereka lebih mencintai Rasulullah dan lebih memuliakan beliau daripada kita. Mereka lebih tamak pada kebaikan, jalan untuk menunjukkan kecintaan dan mengagungkan beliau adalah dengan cara mengikutinya, taat kepadanya, mengikuti perintahnya, menghidupkan sunnahnya baik secara lahir maupun bathin, dan menyebarkan risalahnya serta berjihad dengan risalah tersebut baik dengan hati, tangan dan dengan ucapan, sesunggguhnya inilah cara orang-orang yang terdahulu dari para Sahabat Muhajirin dan Anshar serta orangorang yang mengikuti mereka dengan baik". Telah banyak buku-buku (kitab-kitab) dan risalah-risalah yang dikarang dalam (tentang) mengingkari bid'ah, biak bid'ah pada zaman dahulu ataupun pada zaman sekarang. Tambahan lagi, peringatan maulid yang adalah bid'ah dan tasyabbuh (menyerupai terhadap orang-orang kafir) ini akan mendorong kepada diselenggarakannya hari ulang tahun kelahiran-kelahiran yang lain, seperti hari kelahiran para wali, syaikh-syaikh atau para pemimpin, yang akan membuka banyak pintu kerusakan dan kesesatan. 1. Sumber: Al Wala' & Al Bara'; Dan Peringatan Dari Bahaya Bid'ah (Al-Irsyadu ila Shahih Al-I'tiqad Fashal Al-Wala' wal Bara' wa Ar-Raddu 'ala Ahli Asy-Syirki wa Al-Iihaad), hal. 78-82, penerjemah Endang Saiful Aziz, penerbit At-Tibyan, Solo Mei 2000. Source: sakti@cbn. net. id (milist Tazkiyah). 2. Hadist Riwayat Al-Bukhari dan Muslim. 8. Syaikh Muhammad bin Jamil Zaenu Peringatan Maulid Nabi [1] Dalam peringatan maulid yang diselenggarakan, sering terjadi kemungkaran, bid'ah dan pelanggaran terhadap syariat Islam. Peringatan maulid tidak pernah diselenggarakan oleh Rasulullah, juga tidak oleh para shahabat, tabi'in dan imam yang empat, serta orang-orang yang hidup di abad-abad kejayaan Islam. Lebih dari itu, tiada dalil syar'I yang menyerukan penyelenggaraan maulid Nabi tersebut. Untuk lebih mengetahui hakekat maulid, marilah kita ikuti uraian berikut; Kebanyakan orang-orang yang mengadakan peringatan Maulid Nabi terjerumus pada perbuatan syirik. Yakni takkala dikumandangkan syair: (Wahai Rasulullah pemberi pertolongan & bantuan) (Wahai Rasulullah kepadamu tempat bersandar) (Wahai Rasululah hilanglah susah derita kami) (Tiadalah kami melihat penderitaan kecuali kau lepaskan) Seandainya Rasulullah mendengar pekataan semacam ini, tentu beliau akan menghukumi dengan hukum syirik akbar, yang pelakunya keluar dari millah Islam, sebab yang memberi pertolongan, bantuan dan tempat bersadar serta yang dapat menghilangkan derita hanyalah Allah semata. Allah berfirman : Atau siapakah yang mengabulkan do'a orang yang berada dalam kesulitan bila ia berdo'a kepada-Nya dan menghilangkan kesusahan,. . (Surat An Nahl: 62) Bahkan Allah-pun memerintahkan Rasulullah agar memaklumkan kepada segenap manusia : Katakanlah: Sesungguhnya aku tidak mampu mendatangkan bagimu kemudharatan dan manfaat. (Surat Al Jin: 21) Dan Nabi sendiri bersabda: Bila kamu meminta (sesuatu), mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan, maka mohonlah kepada Allah. [2] Kebanyakan perayaan maulid yang diadakan adalah berlebihan dan menambah-nambah dalam menyanjung Nabi. Padahal Nabi melarang hal tersebut. Rasulullah bersabda: Janganlah kamu berlebihan memujiku sebagaimana orang-orang Nashrani memuji Isa bin Maryam. Sesungguhnya aku ini adalah seorang hamba, maka katakanlah: Hamba Allah dan Utusan-Nya. [3] Dalam ulang tahun perkawinan dan lainnya,terkadang dituturkan bahwa Allah menciptakan Muhammad dari cahaya-Nya,lalu menciptakan segala sesuatu dari cahaya Muhammad. Al Qur'an mendustakan mereka, dalam firmanNya: Katakanlah,Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa. (Surat Al Kafhi: 110) Padahal -sebagaimana diketahui- Rasulullah adalah diciptakan dengan perantara seorang bapak dan seorang ibu. Ia adalah manusia biasa yang dimuliakan dengan diberi wahyu oleh Allah. Dalam peringatan maulid tersebut, sebagian mereka menyenandungkan bahwa Allah menciptakan alam semesta karena Muhammad. Al Qur'an mendustakan apa yang mereka katakan itu. Allah berfirman: Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melalinkan supaya mereka menyembahKu. (Surat adz Dzariat: 56) Merayakan hari kelahiran Isa al-Masih adalah tradisi orang-orang Nashrani. Demikian pula dengan perayaan hari ulang tahun setiap anggota keluarga mereka. Lalu,umat Islam ikut-ikutan merayakan bid'ah tersebut. Yakni merayakan hari kelahiran Nabi mereka,juga ulang tahun kelahiran setiap anggota keluarganya. Padahal Rasulullah telah memperingatkan: Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka. [4] Dalam peringatan maulid Nabi tersebut,banyak terjadi ikhtilath (laki-laki dan perempuan di satu tempat,tidak dipisah dalam tempat khusus), hal yang sesungguhnya diharamkan oleh Islam. Uang yang dibelanjakan untuk keperluan dekorasi, konsumsi, transportasi dan sebagainya terkadang mencapai jutaan. Uang banyak yang habis dalam sekejap itu - padahal mengumpulkannya sering dengan susuah payah- sesungguhnya lebih dibutuhkan umat Islam untuk kepentingan yang lain. Seperti membantu fakir miskin, memberi beasiswa belajar bagi anak-anak orang Islam yang tidak mampu, menyantuni anak yatim dan sebagainya. Disamping itu,dalam peringatan maulid tersebut,sering terjadi pemborosan. Sesuatu yang amat menyenangkan orang-orang kafir, karena barang produksi mereka laku. Padahal Rasulullah melarang secara tegas menyianyiakan harta. Waktu yang dipergunakan untuk mempersiapkan dekorasi, komsumsi, dan transportasi sering membuat lengah para penyelenggara maulid, sehingga tak jarang sebagian mereka sampai meninggalkan shalat. Sudah menjadi tradisi dalam peringatan maulid, bahwa diakhir bacaan maulid sebagian hadirin berdiri,karena mereka mempercayai pada wakwtu itu Rasulullah hadir. Ini adalah kedustaan yang nyata, sebab Allah telah berfirman: Dan dihadapan mereka ada barzakh hingga hari dibangkitkan (Surat al Mukminun: 100) Yang dimaksud dengan barzakh (dinding) pada saat tersebut adalah pembatas antara dunia dan akhirat. Anas bin Malik berkata: Tidak ada satu orang-pun yang lebih dicintai para sahabat daripada Rasulullah. Takkala para shahabat melihat Rasulullah hadir, tak seorang-pun berdiri memberi penghormatan, sebab mereka mengerti bahwa Rasulullah sangat dibenci semacam itu. [5] Sebagian orang mengatakan: Dalam maulid, kami membaca sirah Rasul (perjalanan hidup Rasulullah). Tetapi pada kenyataannya mereka melakukan hal-hal yang bertentangan dengan sabda dan perjalan hidup beliau. Seorang mencintai Rasulullah adalah yang membaca sirah beliau setiap hari, bukan setiap tahun. Belum lagi bahwa pada bulan Rabiul Awal bulan kelahiran Nabi, juga merupakan bulan dimana Rasulullah wafat. Karena itu, bersuka cita didalamnya tidak lebih utama daripada berkabung pada bulan tersebut. Tak jarang peringatan maulid itu berlarut hingga tengah malam, sehingga menjadikan sebagian mereka paling tidak meninggalkan shalat shubuh secara berjama'ah, atau malahan tidak melakukan shalat shubuh. Banyaknya orang yang menyelenggarakan peringatan maulid bukan suatu alasan bagi pembenaran hal tersebut. Sebab Allah berfirman: Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Surat Al An'am: 116) Hudzaifah berkata: Setiap bid'ah adalah sesat, meskipun oleh manusia hal itu dianggap baik. Hasan al Bashri berkata: Sesungguhnya Ahlus Sunnah sejak dahulu adalah kelompok minoritas diantara manusia. Demikian pula,sampai saat ini mereka adalah minoritas. Mereka tidak mengikuti para tukang maksiat dalam kemaksiatan mereka, tidak pula para ahli bid'ah dalam perbuatan bid'ah mereka. Mereka bersabar atas sunnah-sunnah mereka, sampai mereka menghadap Rabb mereka. Demikianlah, karena itu jadilah Ahlus Sunnah. Sesungguhnya yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Raja Muzhaffar di negeri Syam pada abad ke-7 hijriyah. Adapun di Mesir, pelopor kebatilan ini dilakukan oleh sekelompok manusia yang menisbatkan diri dengan Bani Fathimiyah. Mereka, sebagaimana diungkapkan oleh Ibnu Katsir adalah orang-orang kafir dan fasik. 1. Minhajul Firqotun Najiyah wat thaoifah al Manshurah ,Syaikh Muhammad bin Jamil Zanu , ed. Indonesia : "Jalan Golongan yang Selamat" Darul Haq hal. 152. 2. HR. Tirmidzi, ia berkata hadits Hasan shahih. 3. HR. Bukhari. 4. HR.Abu Daud, hadits shahih. 5. HR. Ahmad dan Tirmidzi, hasan. 9. Syaikh Dr. Said bin Ali bin Wahab Al Qahthani Bid'ah Upacara Peringatan Maulid Nabi [1] Sebuah upacara perayaan atau peringatan kelahiran seseorang adalah merupakan bid'ah yang mungkar, pertama kali hal ini dimunculkan oleh kalangan ahli ibadah pada abad ke-4H. Padahal oleh para ulama telah dijelaskan, baik dizaman dulu maupun sekarang mengenai ketidakbenaran bid'ah ini. Disamping itu pula disampaikan beberapa argumen yang menunjukkan kesalahan orang-orang yang memunculkan (berbid'ah dengan) hal ini dan prakteknya. Sehingga tidaklah boleh kita melakukan upacara besar-besaran berkenaan dengan acara maulid mengingat beberapa argumen sebagai berikut: 1. Upacara maulid tetentu termasuk bagian dari bid'ah yang berusaha memunculkan modifikasi baru dibidang agama yang sama sekali diluar petunjuk Allah, karena Nabi tidak memerintahkannya. Baik dengan perkataan, perbuatan, maupun dengan ketetapannya. Sedangkan beliau adalah panutan dan imam kita. Allah berfirman: Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Surat Al Hasyr: 7) Ditempat lain Allah berfirman: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Surat Al Ahzab: 21) Rasulullah telah bersabda: Man amila amalan laisa alaihi amruna fahua raddun. Barangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya dari kami maka ia tertolak. " 2. Para Khulafaur Rasyidin dan orang yang bersamanya dari golongan shahabat Nabi, mereka tidak melaksanakan upacara maulid, juga tidak menyuruh orang lain untuk berlaku demikian, sedangkan mereka adalah yang disebut sebagai umat yang terbaik setelah masa Nabi, dan Nabi sendiri pun mengatakan perihal kedudukan mereka bagi kita: Tetaplah kalian memegang Sunnahku dan Sunnah Khulafaur Rasyidin yang diberi petunjuk setelahku, gigitlah dengan gigi gerahammu. Dan hati-hatilah dengan hal yang baru, karena segala sesauatu yang baru itu bid'ah dan setiap bid'ah adalah sesat.[2] 3. Upacara Maulid adalah termasuk perbuatan yang dicontohkan oleh para ahli penyimpangan dan kesesatan. Sesungguhnya orang yang pertama yang memunculkan perayaan upacara Maulid adalah orang-orang dari bani Fathimiyyah dari golongan Ubaidiyyun yang hidup dikurun 4H. Mereka sengaja mengklaim dirinya sebagai pengiktu Fathimah secara dzalim dan mencemarkan nama baiknya, padahal sebenarnya mereka adalah sekelompok orang-orang Yahudi atau ada yang mensinyalir bahwa mereka dari kelompok Majusi (penyembah api). Bahkan ada yang mengatakan bahwa mereka berasal dari kelompok Atheis [3] Tokohnya pertama kali adalah al Muiz Lidinillah Al Ubaidi al Maghribi yang meninggalkan negaranya (maroko) menuju Mesir pada bulan Syawal 361 H dan sampai disana bulan Ramadhan 362H. [4] Maka pertanyaan yang pantas diajukan adalah: "Apakah seorang muslim yang berakal sehat rela menganut kelompok penentang dan mengikuti paham-pahamnya yang berseberangan dengan petunjuk Nabi-Nya, Muhammad?" 4. Sesugguhnya Allah telah menyempurnakan agama dan berfirman.. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.. ( surat Al Maidah: 3) Disamping Nabi sendiri telah menyampaikannya dengan penyampaian yang sangat jelas. Beliau telah menerangkan kepada umatnya jalan menuju syurga atau yang menjauhi dari siksa api nereka. Telah maklum bagi kita bahwa nabi kita adalah nabi yang paling utama, pamungkas, dan paling sempurna penyampaiannya serta nasihatnya kepada semua hamba Allah diantara para nabiNya yang lain. Maka bilamana upacara perayaan maulid adalah bagian dari agama yang diridhai Allah, sudah barang tentu Nabi akan menjelaskannya pada umatnya atau paling tidak pernah melakukannya semasa hidupnya. Nabi bersabda: Allah tidak mengutus seorang nabi kecuali ia membawa kebenaran agar menujukkan kebaikan yang dia ketahui (dari Rabnya) kepada umatnya dan memberiperingatan atas keburukan yang ida ketahui kepada umatnya. [5] 5. Sebuah tindakan menciptakan hal baru seperti bid'ah maulid ini dapat melahirkan pemahaman di tengah masyarakat bahwa Allah belum menyempurnakan agamanya bagi umat ini, sehingga tiak bisa tidak harus ada pemberlakuan hukum agama yang dapat menyempurnakan agama. Juga akan dipahami juga dari sana bahwa Rasul belum menyampaikan tugas tablighnya kepada umat sebagaimana mestinya, sehingga datang para ahli bid'ah yang kemudian memunculkan hal baru dalam syariah Allah yang tidak di-izinkan oleh Allah sekaligus beranggapan bahwa tindakan mereka tersebut dapat mendekatkan seseorang kepada Allah. Ini semua tidak diragukan lagi adalah bahaya besar dan suatu penentangan terhadap Allah dan RasulNya, padahal Allah telah menyempurnakan agama dan mencukupkan nikmat kepada hambaNya. 6. Para pakar Islam terpercaya telah terang-terangan mengingkari dan mengingatkan agar menjauhi apa yang disebut perayaan kelahiran (maulid) sesuai dengan nash-nash Al Qur'an dan AsSunnah yang telah melarang adanya bid'ah dalam agama serta perintah untuk mengikuti Nabi disamping juga mengingatkan soal tindakan yang bertentangan dengan Nabi baik dalam konteks perbuatan perkataan dan ketetapanNya. 7. Upacaya perayaan Maulid sebenarnya tidaklah dapat dikatakan sebagai bentuk realisai kecintaan kita terhadap Rasulullah. Akan tetapi kecintaan hanya dapat direalisasikan justru dengan mengiktui Rasulullah dan melakukan sunnah perbuatannya serta taat kepada ajarannya. Allah berfirman: Katakanlah: Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, iktuilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Surat Ali Imran: 31) 8. Melakukan upacra perayaan hari maulid Nabi dan menjadikannya sebagai hari raya adalah perbuatan yang menyerupai perbuatan Yahudi dan Nasrani dalam berbagai hari raya yang mereka miliki, sedangkan kita telah dilarang untuk menyerupai dan menganut cara mereka. [6] 9. Bagi seorang yang berakal tentu tidak akan mudah tertipu hanya karena banyaknya orang yang melakukan perayaan maulid atau ulang tahun Rasulullah di seluruh penjuru dunia, karena sesungguhnya kebenaran tidak kenal dengan banyak atau sedikitnya orang yang melakukannya, akan tetapi kebenaran hanya dikenali dengan dalil atau argumen syar'i, Allah berfirman: Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah). (Surat Al An'am: 116) Dan sebagian besar manusia tidak akan beriman, walaupun kamu sangat menginginkannya. (Surat Yusuf: 103) Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang bersyukur. (Surat Sabaa: 34) 10. Sesuai dengan kaidah syariah yaitu: "Mengambalikan sesuatu yang diperselisihkan oleh manusia kepada Al Qur'an dan Sunnah Rasul, " sebagaimana Allah telah berfirman: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (surat An Nisa: 59) Tentang sesuatu apa pun kamu berselisih maka putusannya (terserah) kepada Allah. (Surat Asy Syura: 10) Maka tidak diragukan lagi bagi orang yang mau mengembalikan masalah upacara perayaan maulid kepada Allah dan RasulNya, ia akan menemukan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk senantiasa hanya mengikuti perbuatan yang pernah dilakukan Rasulullah sebagaimana firmanNya: .. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; (surat Al Hasyr: 7) Allah telah menjelaskan bahwa Ia telah menyempurnakan agama serta telah mencukupkan nikmatNya terhadap orang mukmin. Dan kitapun menjumpai bahwa Nabi tidak memerintahkan adanya upacara di hari kelahirannya, disamping beliau sendiri dan para sahabatnya tidak melaksanakan hal itu. Maka dari hal tersebut dapat diketahui bahwa upacara maulid atau ulang tahun sebenarnya bukan kegiatan yang bersumber dari agama bahwakan merupakan kegiatan bid'ah yang diada-adakan. 11. Sesungguhnya dianjurkan bagi seorang muslim di hari Senin adalah berpuasa, karena Nabi pernah ditanya tentang puasa hari Senin yang selalu dilakukannya, hingga beliau menjawab: Itu adalah hari dimana aku dilahirkan dan hari pertama aku diutus atau wahyu turun kepadaku. [7] Maka perbuatan yang sesuai dengan ketetapan hukum agama dalam menujukkan rasa kepedulian dan kebersamaan dengan Nabi adalah dengan melakukan puasa pada hari Senin dan bukan melakukan upacara perayaan maulid. 12. Perayaan Maulid Nabi tidak jarang justru membuat orang dapat terjatuh dalam kemungkaran dan perbuatan yang merusak agama. Hal itu dapat diketahui dari fenomena yang terjadi dalam perayaanperayaan seperti ini. Sebagai contoh saja, bentuk kemungkaran itu adalah sbb: a. Sebagian besar qasidah dan sanjungan yang senandungkan oleh pelaku maulid tidak jarang mengandung kata-kata syirik, berlebih-lebihan dan puji-pujian yang dilarang oleh Rasulullah, sehingga beliau pernah bersabda: Janganlah kamu semua memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani memuji anak Maryam. Aku tidak lain hanyalah seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan Rasul-Nya.[8] b. Terkadang dalam beberapa upacara perayaan hari ulang tahun atau maulid kebanyakan melahirkan pula berbagai macam keharaman lain seperti: bercampur laki-laki dan perempuan, penggunaan lagu-lagu dan biduan, minuman keras dan mengkomsumsi obat terlarang, bahkan terkadang muncul syirik akbar seperti minta pertolongan (istighotsah) kepada Rasulullah atau kepada ulama, dan merendahkan kitab Allah dengan merokok di majelis Al Qur'an. Tidak jauh dari itu, terkadang dalam acara seperti ini melahirkan sikap foya-foya dan menyia-nyiakan harta, dan melakukan forum dzikir mistik di dalam masjid pada hari kelahiran dengan disertai suara keras dan dilagukan dengan dipandu tepukan yang kuat dari pemimpin dzikir. Semua itu adalah perbuatan yang tidak pernah ada dalam kegiatan Nabi secara ijma' ulama dan para ahli kebenaran. [9] c. Dalam merayakan acara maulid Nabi menghasilkan pula perbuatan buruk yaitu ketika sejarah Nabi dibacakan, sebagian orang ada yang berdiri sebagai tanda penghormatan dan pengagungan terhadap nabi, karena suatu keyakinan bahwa Rasulullah pada saat itu hadir di acara maulid. Ini termasuk kebatilan yang besar dan keburukan yang bodoh, karena sesungguhnya Rasulullah tidak akan keluar sebelum hari kiamat datang dan beliau tidak bertemu dengan seorangpun manusia. Juga tidak hadir dalam upacara mereka, akan tetapi beliau tetap berada di kuburnya sampai hari kiamat. Ruhnya berada di Illiyyin di sisi RabNya di negeri kemulian (Darul Karamah). Sebagaimana difirmankan Allah: Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. (Surat Al Mu'minun: 15-16) Rasulullah bersabda: Aku adalah orang yang pertama kali dibangkitkan diantara ahli kubur dihari kiamat nanti. Dan aku adalah orang yang pertama kali memberi syafaat dan menerima syafaat. [10] Ayat Al Qur'an dan hadits dimuka serta makna yang dapat diambil dari keduanya seluruhnya menujukkan bahwa nabi dan yang lain dari orang mati, mereka hanya akan keluar dari kuburannya nanti di hari kiamat. Alim besar syaikh Abdul Aziz bin Abdul Aziz bin Baz berkata: "Dan masalah ini adalah perkara yang sudah disepakati ulama muslim dan tidak ada lagi pertentangan diantara mereka. [11] 1. Nuurus Sunnah wa Dzulumaatul Bid'ah fi Dhou'il Kitaab wa Sunnah; Dr. Said bin Ali bin Wahab Al Qahthani. 2. HR. Abu Dawud (no. 4607); Tirmidzi (no. 2676). 3. Lihat Al Ibda' fi Madhar Al Ibtida'; syaikh Ali Mahfudz hal. 251 dan Tabaruk: anwauha wa ahkamuha; Dr. Nashir bin Abdurahman Al Jadi' hal. (359-373) dan Tambih Ulil Absar hal. 232. 4. Lihat Bidayah wan Nihayah; Ibnu Katsir (XI/272-273, 345, XII/267-268) dan (VI/232, XII/63, XI/161, XII/13, XII/226). Lihat juga Siyar A'lamu Nubala ;AdzDzahabi (XV/159-215). 5. HR. Muslim; Kitabul Imarah: 2/1473 no. 1844. 6. Lihat: Al Iqtidho Shirothol Mustaqim li Mukhalafati Ashabul Jahim; Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (2/614-615) ; Zaadul Ma'ad Ibnu Qoyyim: (1/59). 7. Shahih Mulsim dari Abu Qatadah radhiallahu anhu: 2/819 no. 1162. 8. HR. Al-Bukhari: Kitabul Anbiya: 4/171 no. 3445. 9. Lihat Al Ibda' fi Madhar Al Ibtida'; Syaikh Ali Mahfudz hal. (251-257). 10. HR. Muslim: Kitabul Fadhail 4/1782 no. 2278. 11. At Tahdzir minal bida' hal (7-14); Lihat juga Al Ibtidha fi madhar al Ibtidha' hal. (250-258); Tabaruk: anwauhu wa ahkamuhu, Nashir Abdurahman hal. (358-373); Tanbih Ulil Absar hal. (228-250). 10. Penutup [1] Inilah sebagian penjelasan dari para salafus sholih dan orang-orang yang sejalan dengan mereka yakni sepakat mengatakan bahwa peringatan maulid Nabi adalah bid'ah yang tidak dianjurkan oleh Rasulullah, para shahabat, tabi'in, tabi'ut tabi'in maupun para imam salaf kita. Amalan bid'ah walaupun manusia mengerjakannya, walaupun telah dikerjakan bertahun-tahun dan walaupun disepakati oleh orang yang mengaku berilmu, tidak mungkin akhirnya menjadi sunnah yang diganjar bila melakukannya. Orang-orang yang berkumpul untuk mengadakan perayaan Maulid Nabi ini telah mengikuti pendapat ulama-ulama keliru dan tidak memahami Kitabullah dan sunnah RasulNya. Walaupun mereka melihat kepada keduanya, tapi mereka mentakwilkan maknanya dengan penakwilan yang sesuai dengan keinginan hawa nafsu mereka sendiri. Hal ini terlihat dari fanatisme mereka kepada pendapat para guru merka yang sesat dan menyesatkan. Seandainya mereka mencari kebenaran, tentu mereka akan bertanya kepada ahlu ilmi, meminta penafsiran mereka, dan mencari dalil-dalil yang kuat. Jika telah jelas bagi merka jalan yang lurus, maka mereka mengikutinya, tetapi kesombongan adalah senjata orang bodoh yang akhirnya membinasakan diri sendiri. Mahabenar Allah yang telah berfirman di dalam kitabNya: Dan mereka berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya). " Kemudian sebagian dari mereka berpaling sesudah itu, sekali-kali mereka itu bukanlah orang-orang yang beriman. (47) Dan apabila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya, agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka, tiba-tiba sebagian dari mereka menolak untuk datang. (48) Tetapi jika keputusan itu untuk (kemaslahatan) mereka, mereka datang kepada rasul dengan patuh. (49) Apakah (ketidak datangan mereka itu karena) dalam hati mereka ada penyakit, atau (karena) mereka ragu-ragu ataukah (karena) takut kalau-kalau Allah dan rasul-Nya berlaku lalim kepada mereka? Sebenarnya, mereka itulah orang-orang yang lalim. (50) Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) di antara mereka ialah ucapan. " "Kami mendengar dan kami patuh. " Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (51) Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan (52) (Surat An Nuur:47-52) Kemudian firman Allah disurat lain: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (60) Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (61) Maka bagaimanakah halnya apabila mereka (orang-orang munafik) ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu sambil bersumpah: "Demi Allah, kami sekali-kali tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna". (62) Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka. (63) Dan kami tidak mengutus seseorang rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jika mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang. (64) Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya (65) (Surat An Nisaa: 60-65) Juga firman Allah: Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Surat An Nisaa:115) Sudahkah orang-orang yang mengadakan upacara peringatan Maulid Nabi itu mengerjakan seluruh ajaran Islam, baik yang besar maupun kecil dari rukun, kewajiban dan sunnahnya hingga mereka mencari-cari dan membuat bidah hasanah -seperti anggapan merka- untuk mencari tambahan pahala disisi Allah? Kita memohon kepada Allah agar diberi hidayah dan taufik menuju jalan yang lurus. Semoga Allah menujukkan jalan yang benar kepada kita dan menunjukkan kita untuk mengikutinya. Menunjukkan yang batil itu batil sehingga kita menjauhinya. Sesungguhnya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. =selesai= Walhamdulillahi robbil alamin Trilogi Maulid Nabi Abu Ismail email: apriadi27@yahoo.com 1. Al bid'ah al Hauliyah. Bibliografi 1. Al Bida' Al Hauliyah, Abdullah bin Abdul Aziz bin Ahmad At Tuwaiziri;Darul Fadhilah-Riyadh cet 1, 1421H-2000M hal 146-206. Edisi Indonesia: Ritual Bid'ah dalam Setahun, penerjemah Muniril Abdidin; Penerbit Darul Falah cet 1 Januari 2003 Dzulqo'dah 1423H, hal 150-221 2. At Tahdziru minal bida'; Syaikh Abdul Aziz bin Abdulah bin Baz ; ed. Indonesia: Waspada terhadap bid'ah; penerjemah Farid Ahmad Okbah;penerbit Yayasan Al Sofwa: 1995; hal 7-17 3. Al Fatawaa Asy Syar'iyyah Fil Masaail Al Ashriyyah min Fatawaa Ulamaa' Al Balaadil Haraami; Penyusun Khalid al Juraisy ed Indonesia: Fatwa Kontenporer Ulama Besar Tanah Suci; Penerjemah Ust. Muhammad Thalib ;Media Hidayah, cet 1 Sept 2003, hal 215-218 4. Al-Irsyadu ila Shahih Al-I'tiqad Fashal Al-Wala' wal Bara' wa Ar-Raddu 'ala Ahli Asy-Syirki wa Al-Iihaad, edisi Indonesia: AlWala' & Al Bara'; Dan Peringatan Dari Bahaya Bid'ah; hal. 78-82, penerjemah Endang Saiful Aziz, penerbit At-Tibyan, Solo Mei 2000 5. Minhajul Firqotun Najiyah wat thaoifah al Manshurah, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, ed. Indonesia: Jalan Golongan yang Selamat Darul Haq hal. 152