Meraih Kejayaan Umat Oleh : DR. Muhammad bin Musâ Alu Nashr Hafizhahullâhu wa Nafa’alllâhu bihi Dialihbahasakan oleh : Abu Salmâ al-Atsarî ’Afallâhu ’anhu wa ’an Wâlidayhi mjbookmaker by: http://jowo.jw.lt BAGAIMANA MERAIH KEJAYAAN UMMAT SEPATAH KATA Tidak ada satupun muslim yang tidak menghendaki kejayaan Islâm. Semuanya pasti menghendaki kejayaan Islâm. Islâm adalah agama yang haq dan satu-satunya agama final yang diridhai Allôh, dan tidak ada lagi agama setelahnya. Allôh telah berjanji bahwa agama ini akan dimenangkan atas agamaagama lainnya. Allôh Ta’âlâ berfirman : ”Dialah yang Telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS at-Taubah : 33) Namun, kenapa ummat Islâm di zaman ini tidak mengalami kejayaan sebagaimana ummat Islâm di awal waktu Bahkan kenapa kemunduran demi kemunduran, dan kehinaan demi 3 kehinaan semakin melanda ummat ini Apakah Allôh menyelisihi firman dan janji-Nya di atas Tidak, sekali-kali tidak! Allôh tidak pernah menyelisihi janji dan firman-Nya. Rasulullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila kalian sibuk dengan sistem jual beli ’înah, dan kalian berpegang dengan ekor-ekor sapi (sibuk dengan beternak) serta kalian terlena dengan bercocok tanam, lalu kalian tinggalkan jihâd fî sabîlillâh, niscaya Allôh timpakan kehinaan kepada kalian, yang Allôh tidak akan mengangkat kehinaan itu sampai kalian mau kembali kepada agama kalian.“ Dan realita inilah yang terjadi di tengah ummat sekarang. Dan inilah yang menyebabkan kehinaan, kemunduran, keterbelakangan, kekalahan dan musibah demi musibah mendera. Bagaimana cara untuk kembali menuju kemuliaan dan kejayaan Islâm Buku kecil dan ringkas ini namun padat dan sarat faidah –insya Allôh- akan memberikan cara-cara meraih 4 kejayaan ummat sebagaimana yang dituntunkan di dalam Kitâbullâh dan Sunnah Rasulullâh Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam. Buku ini adalah buah karya dari seorang syaikh yang mulia, asy- Syaikh Muhammad Musâ Nashr, seorang ahli hadîts murid dari muhaddits abad ini, al-’Allâmah Muhammad Nâshiruddîn al- Albânî rahimahullâh wa askanahu al-Jannata al-Fasîh. Semoga buku ini bisa memberikan manfaat terutama bagi diri saya sendiri dan seluruh kaum muslimin. Semoga upaya yang sederhana ini bisa membantu ummat Islâm untuk meraih sebabsebab kejayaan, kemuliaan dan kemenangan Islâm. Ya Allôh, muliakan Islâm dan kaum muslimin, dan hinakanlah syirik dan kaum musyrikin. Malang Dimulai dari hari Sabtu, 24 November 2007, pukul 09.30 Diselesaikan pada hari Sabtu, 24 November 2007 pukul 11.00 Dari kutaib yang berjudul ”Al-Qoulul Matîn fî ’Awâmilin Nahsri wat Tamkîni”, sebuah hadiah pemberian dari saudara yang mulia, al-Ustadz al-Fâdhil Abu ’Abdirrahman bin Thayyib, Lc. [Staf Mudarris (Dosen) Ma’had ’Alî Al-Irsyâd As-Salafî Surabaya] Jazzâhullâhu khoyrol Jazâ` ’anil Islâm wal Muslimîn 5 BAGAIMANA MERAIH KEJAYAAN ISLAM Segala puji hanya milik Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan pada-Nya, meminta peng-ampunan dari-Nya, dan memohon perlindungan dari buruknya jiwa-jiwa kami dan jeleknya amal-amal kami. Barang siapa yang Allah telah menunjukinya maka tak ada seorangpun yang mampu menyesatkannya dan barang siapa yang Allah meng-hendaki kesesatan atasnya maka tak ada seorangpun yang sanggup memberinya petunjuk. Saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak untuk disembah kecuali hanyalah Allah semata yang tiada sekutu bagi-Nya, dan saya bersaksi pula bahwa Muhammad ada hamba dan utusan-Nya. 6  “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.” (Ali Imran : 102)  “Wahai sekalian manusia, bertakwalah kalian kepada tuhan kalian yang menciptakan kalian dari jiwa yang satu, yang darinya Ia menciptakan pasangannya, dan memperkembangbiakkan dari keduanya kaum lelaki dan wanita yang banyak, maka bertakwalah kepada Allah dengan (mempergunakan nama-Nya) kamu saling meminta satu sama lain dan (peliharalah) hubungan silaturrahim, sesungguhnya Allah senantiasa menjaga dan mengawasi kalian.” (An-Nisa’ : 1) 7  “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar, niscaya Allah akan memperbaiki amal-amal kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian, dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” (Al-Ahzab : 70-71). : Amma Ba’du : Sesungguhnya sebenar-benar suatu perkataan adalah perkataan Allah (Kitabullah) dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad Shallallahu 'alaihi wa Sallam. Sedangkan seburuk-buruk suatu perkara adalah perkara yang diada-adakan, dan setiap perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah itu adalah sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka. 8 Amma Ba’du : Sungguh umat Islâm telah ditimpa dengan berbagai kemunduran yang bertubi-tubi semenjak lebih dari setengah abad yang lalu, utamanya hal ini disebabkan oleh karena lalainya umat terhadap sebab-sebab melandanya berbagai malapetaka dan musibah ini. Allôh Azza wa Jalla berfirman : “Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.“ (QS Ali ’Imrân : 165) Dan firman-Nya : “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu Maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).“ (QS asy-Syurâ : 30) Sekiranya ummat kita ini, baik perindividu maupun kelompok, baik penguasa maupun rakyatnya, mau untuk mentadabburi (merenungkan) Kitâbullah, lalu mengimplementasikan hukumhukum dan hikmahnya, niscaya mereka akan dapat 9 memperoleh sebab-sebab kemenangan atas musuh-musuh mereka, dan niscaya mereka akan mengetahui sunnatullâh (ketentuan Allôh) atas makhluk-Nya, yang tidak pernah berubah-ubah dan berganti-ganti, seiring dengan perubahan zaman dan perputaran waktu. Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila kalian sibuk dengan sistem jual beli ’înah, dan kalian berpegang dengan ekor-ekor sapi (sibuk dengan beternak) serta kalian terlena dengan bercocok tanam, lalu kalian tinggalkan jihâd fî sabîlillâh, niscaya Allôh timpakan kehinaan kepada kalian, yang Allôh tidak akan mengangkat kehinaan itu sampai kalian mau kembali kepada agama kalian.“1 Hadîts yang shahîh ini telah menjadi suatu realita yang menimpa ummat kita hari ini! Dan hal ini merupakan salah satu tandatanda (mukjizat) kenabian nabi kita Muhammad Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam, yang mana beliau telah menjelaskan 1 Hasan, lihat as-Silsilah ash-Shahîhah (11) karya Syaikh kami al-’Allâmah al- Muhaddits Muhammad Nâshiruddîn al-Albânî rahimahullâh 10 penyakit-penyakit kita (umat Islâm) sekaligus menerangkan keadaan kita. Di dalam hadîts ini, Nabî yang mulia menyebutkan sejumlah penyakit yang tampak pada ummat Islâm, yang mana hal ini merupakan sebab kehinaan dan kemunduran umat ini, yaitu : · Bermu’amalah (berinteraksi) dengan sistem jual beli ’înah ’nah merupakan sistem jual beli ribawi yang di dalamnya terkandung unsur tipu muslihat terhadap syariat Allôh. Sesungguhnya, perubahan istilah/sebutan dan nama merupakan salah satu contoh/bentuk tipu muslihat terhadap syariat Allôh. Mereka menyebut riba dengan “faidah“ (profit/bunga), khomr dengan “minuman rohani“, judi dengan “undian keberuntungan“, zina, ikhtilâth (bercampur baurnya) antara pria dan wanita dan dansa-dansi mereka dengan sebutan “keindahan seni dan budaya“, dan selainnya. Rasulullâh Shallâllâhuu ’alaihi wa Sallam melaknat orang-orang Yahudi oleh karena mereka adalah kaum yang pertama kali membuat ajaran tipu muslihat terhadap syariat Allôh. Beliau bersabda : 11 “Semoga Allôh melaknat Yahudî, karena sesungguhnya Allôh telah mengharamkan bagi mereka lemak, namun mereka menjual dan memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya Allôh, apabila telah mengharamkan sesuatu maka Ia haramkan hasil penjualannya.“2. Allôh telah mengisahkan kepada kita apa yang mereka (orang Yahudi) lakukan pada hari Sabtu berupa tipu muslihat dengan menghalalkan apa yang Allôh haramkan atas mereka : 2 Shahîh al-Jâmi’ (5107). Catatan Penterjemah (CP) : Hadîts yang semakna dengan lafazh berbeda juga dikeluarkan oleh al-Bukhârî (Bâb Mâ Dzukiro ‘an Banî Isrâ`îl 11/27) dan Muslim (Bâb Tahrîm Ba’iul Khomr wal Maytah 8/248). Abu Dâwud meriwayatkan dengan lafazh yang serupa dalam Sunan-nya (Bâb Fî Tsamanil Khomr wal Maytah 9/358). 12 “Dan tanyakanlah kepada Bani Israil tentang negeri yang terletak di dekat laut ketika mereka melanggar aturan pada hari Sabtu, di waktu datang kepada mereka ikan-ikan (yang berada di sekitar) mereka terapung-apung di permukaan air, dan di hari-hari yang bukan Sabtu, ikan-ikan itu tidak datang kepada mereka. Demikianlah kami mencoba mereka disebabkan mereka berlaku fasik.“ (QS al-A’râf : 163) Oleh sebab tipu muslihat dan pembangkangan inilah, mereka diserupakan dengan kera dan babi. Demikian pula, Allôh melaknat melalui lisan Rasul-Nya Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam suatu kaum dari umat ini (umat Islâm) yang melakukan tipu muslihat tehadap agama Allôh, yaitu dengan apa yang mereka sebut dengan nikâh tahlîl 3 atau yang disebutkan dengan orang awam dengan “nikâh tajsîs“ yaitu “at-Tays al-Musta’âr“ (kambing pejantan yang disewakan). Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : 3 CP : Nikahnya seorang wanita yang telah diceraikan (talak tiga) orang seorang pria, kemudian dia menikah lagi dengan pria lain, dengan tujuan supaya si wanita ini setelah diceraikan suami barunya ini dapat kembali rujuk/menikah kembali dengan suaminya terdahulu. 13 “Allôh melaknat muhallil 4 dan muhallal lahu5.“6 Suami muhallil disebut dengan “at-Tays al-Musta’âr“ (kambing pejantan yang disewakan) disebabkan keserupaan antara dirinya dengan kambing jantan yang disewa oleh seorang penggembala kambing, dalam rangka untuk menjantani kambing-kambingnya (yang betina) supaya hamil dab beranak. Barangsiapa yang melakukan tipu muslihat terhadap syariat Allôh walaupun dengan serendah-rendahnya penipuan, kemudian dia menghalalkan apa yang Allôh haramkan, niscaya dia akan ditimpa sebagaimana yang menimpa Yahudi (yaitu laknat), dan tidaklah berfaidah intimâ` (afiliasi)-nya kepada umat ini dan klaimnya bahwa dirinya adalah muslim! Karena, tidak ada antara Allôh dengan salah seorang dari makhluk-Nya hubungan dan perantara. Apabila ummat ini melakukan dosadosa besar dan melakukan tipu muslihat terhadap agama dan syariat Allôh, niscaya mereka akan ditimpa kehinaan dan kesengsaraan. 4 CP : Orang yang melakukan nikah tahlîl dengan tujuan untuk menceraikan isterinya agar dapat kembali ke suaminya terdahulu. 5 CP : Orang yang meminta muhallil untuk menikahi mantan isterinya agar ia bisa kembali menikah dengan mantan isterinya tersebut. 6 Shahîh, lihat takhrîjnya di dalam al-Irwâ` (1897) CP : Dikeluarkan oleh Abu Dâwud dalam Sunan-nya (Bâb Fît Tahlîl 5/47), Ibnu Mâjah (Bâb al-Muhallil wa Muhallal lahu 6/661), 14 · Hadîts ini juga menunjukkan akan hausnya manusia dan ketergantungan mereka terhadap dunia. Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Dan kalian berpegang dengan ekor-ekor sapi (sibuk dengan beternak)”. Saya tidak mengerti, siapa gerangan yang mau memegang ekor sapi, yang dengan memegangnya niscaya tangannya akan dipenuhi dengan tahi yang mengotori ekor sapi tersebut! Hadîts ini juga menunjukkan agar umat menjauh dari ketergantungan kepada dunia yang fana ini, namun bukan artinya hadîts ini mengajak untuk meninggalkan dunia. Sesungguhnya hadîts ini melarang dari mengarahkan diri untuk bergantung kepada dunia, sehingga dunia itu menyebabkannya lalai dari akhirat. Hanya saja Allôh memerintahkan manusia untuk bepergian di muka bumi (dalam rangka mencari nafkah). Akan tetapi sungguh amatlah jauh berbeda, antara orang yang menjadikan dunia di tangan dan sakunya lalu ia menginfakkan (membelanjakan)-nya kapan saja dan dimana saja, dengan orang yang dunia telah merasuk ke dalam lubuk harinya 15 sebagaimana air samudera merasuk ke dalam badan perahu, sehingga keinginan, hasrat dan kemauannya hanyalah dunia baik di saat sendirinya maupun di hadapan banyak orang, sehingga dunia memalingkannya dari segala kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat. · Semisal dengan hal ini secara persis adalah sabda beliau Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : ”Dan kalian terlena dengan bercocok tanam” · Sabda beliau Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : ”Dan kalian tinggalkan jihâd fî Sabîlillâh” merupakan fakta realitas yang menimpa ummat pada hari ini. Sesungguhnya umat ini, baik secara individu maupun kelompok, baik rakyat dan penguasanya –kecuali yang dirahmati Allôh-, sungguh telah melupakan jihâd dan menyia-nyiakan syiar yang agung ini –beserta kewajibannya- serta berlari mundur di belakang musuh-musuh mereka, mengemis kepada mereka keselamatan di bawah slogan orang yang jahat lagi zhalim : ”al 16 Ardhu Muqôbilus Salâm” (negeri imbalan keselamatan)!! Seakan-akan bumi ini adalah bumi mereka, dan tanah muqoddas adalah tanah muqodas mereka, padahal musuh mereka menolak memberikan keselamatan, bahkan mereka merampas negeri kaum muslimin –semoga Allôh melindungi negeri kaum muslimin-, sampai-sampai mereka melepaskan segala sesuatunya untuk musuh mereka, dan tidaklah tersisa bagi mereka suatu kegembiraan sedikitpun pun kecuali hanya kesedihan dan penderitaan. Namun musuh mereka meminta lebih dan tidak pernah memenuhi janji mereka, sebagaimana yang digembar-gemborkan oleh Yahudi : ”Patutkah (mereka ingkar kepada ayat-ayat Allah), dan setiap kali mereka mengikat janji, segolongan mereka melemparkannya” (QS al-Baqoroh : 100) Namun yang penting menurut kebanyakan mereka –semoga Allôh memberikan hidayah-Nya kepada mereka- adalah kelanggengan kursi kekuasaan mereka dan merasa rela dengan kekuatan kafir dan thaghut internasional atas mereka. Mereka ini –kecuali yang Allôh rahmati- tidak mempedulikan atas segala yang mereka lakukan, bahwa kemurkaan Allôh dan 17 kemurkaan bangsa dan rakyat mereka akan menimpa mereka. Alangkah tepatnya sejarah ummat sebelum mereka menggambarkan keadaan mereka saat ini : ”Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata: "Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan atau sesuatu Keputusan dari sisi- Nya. Maka Karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.” (QS al-Mâ`idah : 52) Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam telah menjelaskan solusi keselamatan dari kehinaan dan kesengsaraan yang merupakan buah akibat dari kemaksiatan dan penyelewengan ini dengan cara mengembalikan umat kepada agamanya. Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : 18 ”Allôh timpakan kehinaan kepada kalian, yang Allôh tidak akan mengangkat kehinaan itu sampai kalian mau kembali kepada agama kalian.” Tatkala Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam memerintahkan untuk kembali kepada agama, maka yang dimaksudkan adalah agama yang ditinggalkan oleh umat yang ketika itu hadîts ini diucapkan (maksudnya sahabat). Hadîts ini menunjukkan kerusakan yang besar dari sifat kecondongan kepada dunia dan mengaitkan diri kepada dunia, hal ini termaksud dalam sabda beliau : ”Dan kalian terlenda dengan bercocok tanam”. Hadîts ini merupakan penjelas firman Allôh Ta’âlâ : 19 ”Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya bila dikatakan kepadamu: "Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah" kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di akhirat padahal kenikmatan hidup di dunia Ini (dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.” (QS at-Taubah : 38) Kesemua hal ini, menghantarkan kepada rasa cinta kepada dunia, takut akan kematian dan menarik diri dari jihâd fî sabîlillâh, oleh karena itulah Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Dan kalian tinggalkan jihâd fî sabîlillâh”. Meninggalkan jihâd merupakan salah satu musibah terbesar yang menimpa umat ini, karena jihâd merupakan atapnya Islâm. Suatu kaum yang tidak mau berjihâd di tengah-tengah negeri mereka niscaya mereka akan terhinakan. Allôh menjadikan ummat ini perkasa (memiliki izzah) adalah dengan jihadnya ummat ini fî sabîlillâh, dan Allôh jadikan rezeki umat ini di bawah naungan pedang dan tombak mereka. 20 Allôh memerintahkan kita untuk pergi menyambut jihâd ini baik dalam keadaan ringan maupun berat hati, baik di kala lapang maupun susah, dan menjadikan jihâd sebagai pendorong jiwa dan cita-cita tertinggi, sebagaimana sabda Nabî ’alaihi ash- Sholâtu was Salâm : ”Barangsiapa yang meninggal dunia dan tidak pernah terbetik di dalam dirinya untuk berperang, maka matinya di atas cabang kemunafikan.”7. Meninggalkan jihâd padahal memiliki kemampuan, merupakan salah satu cabang kemunafikan, semoga Allôh melindungi kita. Namun, selayaknya pula kita bedakan antara jihâd yang syar’î beserta segala persyaratan dan dhowabit (kriteria)-nya dengan semangat meluap yang berapi-api seperti aktivitas peledakan, penghancuran dan perusakan, baik di negeri Haramain maupun negeri kaum muslimin lainnya, berupa aktivitas dari pemikiran khowarij dan kelompok-kelompok takfir (yang gemar 7 Diriwayatkan oleh Muslim, no. (3908) dari Abî Hurairoh CP : Dikeluarkan pula oleh Abu Dâwud (Bâb Karôhiyatu Tarkul Ghozwi 7/17), an-Nasâ`î (Bâb at-Tasydîd fî Tarkil Jihâd 10/139), Ahmad (Bâb Musnad Abî Hurairoh 18/52) dan al-Hâkim dalam Mustadrok-nya (Bâb Man Mâta walam Yaghzu walam Yuhaddits Nafsahu /27) 21 mengkafirkan), yang mana para ulama kita baik terdahulu maupun sekarang, telah menjelaskan bagaimana sikap yang syar’î terhadap mereka. Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam telah menjelaskan manhaj yang wajib untuk dicontoh dan diikuti, serta wajib kembali (rujuk) kepadanya setelah beliau menyebutkan tentang munculnya fenomena perpecahan, yaitu dalam sabda beliau : ”Aku dan yang para sahabatku berada di atasnya.”8 Dan hal ini merupakan apa yang dimaksudkan oleh Allôh dalam firman-Nya : ”Pada hari Ini Telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan Telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS al-Mâ`idah : 3) 8 As-Silsilah ash-Shahîhah (1392) CP : Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (Bâb Mâ Jâ`a fî Iftirâqil Ummah 9/253). Ath-Thabrânî mengeluarkan lafazh yang serupa dalam hadîts as-Sawâdul A’zham dalam al-Mu’jamul Kabîr (7/164) 22 Yaitu agama yang benar dan manhaj yang lurus, yang ummat ini wajib untuk kembali kepadanya dan meniti jalannya. Bukannya agama yang telah disusupi oleh bid’ah, filsafat dan aqidah yang menyimpang sebagaimana agamanya kaum khowarij, jama’ah takfîr, rafidhah, shufiyah, mu’tazilah, aqlânîyin (kaum rasionalis), liberalis dan Ashrîyin (kaum modernis) atau selain mereka –semoga Allôh tidak memperbanyak jumlah mereka-. Umat ini tidak akan terangkat darinya kehinaan yang meliputinya sampai mereka mau kembali kepada agama mereka, agama yang telah Allôh ridhai bagi mereka, agama yang bersih, suci lagi murni dari bid’ah, kesesatan, khurofat dan kebohongan, kembali kepada kitab Allôh dan sunnah Rasulullâh dengan pemahaman salaful ummah dan selama umat ini mau mengikuti sunnah Rasul mereka Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam dan membersihkan aqidah dan syariat mereka dari segala sesuatu yang bukan berasal darinya yang telah mengkontaminasi selama pergantian zaman dan perputaran waktu ini. Semoga Allôh merahmati Imâm Mâlik yang mengatakan : 23 ”Tidak akan baik akhir keadaan umat ini kecuali dengan baiknya umat generasi awal.” Awal kebaikan umat ini adalah dengan ittiba’ (peneladanan) dan tazkiyah (pemurnian), dan akhir keburukan umat ini adalah dengan ibtida’ (pengada-adaan bid’ah di dalam agama) dan tadsiyah (pengotoran) yang menimpa jiwa umat ini. ”Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan Sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.” (QS asy-Syams : 9-10) Mungkin, akan saya ringkaskan bagaimana cara-cara utama di dalam meraih kemenangan umat ini dari musuh-musuhnya dan meraih kejayaannya di muka bumi, sebagaimana yang ada di dalam Kitabullâh Azza wa Jalla, yaitu : 24 Pertama : Tauhîd, Imân dan ’Amal Shâlih Allôh Ta’âlâ berfirman : ”Dan Allôh Telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia Telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa. Dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang Telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku.” (QS an-Nur : 55) 25 Kedua : Barangsiapa yang menolong agama Allôh niscaya Allôh akan menolongnya Menolong agama Allôh sesungguhnya adalah dengan cara menegakkan syariat-syariat-Nya dan mengikuti petunjuk nabî- Nya Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam, dalam rangka untuk memanifestasikan ’ubudiyah (peribadatan) hanya kepada Allôh, menghidupkan sunnah dan mematikan serta menumpas bid’ah... dengan cara berwala’ (memberikan loyalitas) kepada ahlus Sunnah wal Jamâ’ah dan memberikan permusuhan kepada para pengikut hawa nafsu dan bid’ah... dengan cara beramar ma’ruf nahî munkar dan memerangi musuh-musuh Allôh dimanapun mereka berada... Menolong agama Allôh adalah dengan cara mentaati Allôh dan Rasul-Nya, mengamalkan perintah Allôh dan Rasul-Nya dan menjauhi apa yang dilarang oleh Allôh dan Rasul-Nya. Allôh Ta’âlâ berfirman : ”Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS al-Hajj : 40) 26 Barangsiapa yang melakukan kesemua hal ini, maka tidak ada yang dapat mengalahkannya. ”jika Allah menolong kamu, Maka tak adalah orang yang dapat mengalahkan kamu; jika Allah membiarkan kamu (Tidak memberi pertolongan), Maka siapakah gerangan yang dapat menolong kamu (selain) dari Allah sesudah itu” (QS Ali ’Imrân : 160) 27 Ketiga : Sabar dan Takwa merupakan sebab pertolongan dan kemenangan dari Allôh Allôh telah berjanji kepada orang-orang yang sabar dan bertakwa akan memberikan pertolongan, kemenangan, kejayaan dan kesuksesan serta menolak makar-makar musuh. Allôh Ta’âlâ berfirman : ”Ya, jika kamu bersabar dan bersiap-siaga, dan mereka datang menyerang kamu dengan seketika itu juga, niscaya Allôh menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai berita gembira bagimu.” (QS Ali ’Imrân : 125- 126) Dan firman-Nya : ”Jjika kamu bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan kemudharatan kepadamu. 28 Sesungguhnya Allah mengetahui segala apa yang mereka kerjakan.” (QS Ali ’Imrân : 120) Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam bersabda : ”Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya setelah kesempitan itu ada kelapangan, setelah kesabaran ada kemenangan dan setelah kesulitan dan kemudahan.”9 9 HR Ahmad (I/307), al-Hâkim di dalam al-Mustadrok (III/624), ath-Thabrânî di dalam al-Kabîr (11/123). Lihat al-Misykah dengan tahqîq (penelitian) syaikh kami al-Albânî rahimahullâh (no. 5302). 29 Keempat : Setiap orang yang dizhalimi dijanjikan pertolongan Allôh, lantas bagaimana jika yang dizhalimi adalah seorang mu’min yang bertakwa! Demikianlah, sesungguhnya kezhaliman itu merupakan kegelapan (pada hari kiamat), dan Allôh telah mengharamkan kezhaliman atas diri-Nya dan menjadikannya haram bagi makhluk-makhluk-Nya. Allôh memerintahkan untuk menolong orang yang dizhalimi dan menjadikan doa mereka mustajab (dikabulkan) yang tidak ada penghalang antara dirinya (orang yang dizhalimi) dengan Allôh. Allôh Ta’âlâ berfirman : ”Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, Karena Sesungguhnya mereka Telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu.” (QS al-Hajj : 39) Dan firman-Nya : 30 ”Demikianlah, dan barangsiapa membalas seimbang dengan penganiayaan yang pernah ia derita Kemudian ia dianiaya (lagi), pasti Allah akan menolongnya.” (Qs al-Hajj : 60) Juga di dalam Hadîts Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : ”Sesungguhnya Allôh mengambil qishash/balas pada hari kiamat terhadap kambing yang bertanduk (yang menanduk) kambing yang tidak bertanduk.”10 10 HR Muslim (IV/1997-no.2572) dari Abî Hurairoh CP : Diriwayatkan pula dengan makna yang sama dan lafazh yang berbeda, al-Bukhârî dalam Adabul Mufrad (183), at-Tirmidzî (2/68) dan Ahmad (2/235,323) 31 Kelima : Para pengikut agama yang benar dijanjikan akan mendapat pertolongan Allôh Allôh Ta’âlâ berfirman : ”Dialah yang Telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai.” (QS at-Taubah : 33) Dan Sabda Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam : ”Urusan (agama) ini akan benar-benar sampai ke semua negeri yang mendapatkan siang dan malam, tidaklah tersisa satupun rumah di setiap kota maupun dusun melainkan Allôh telah memasukkan agama ini ke dalamnya, memuliakan orang yang 32 mulia dan menghinakan orang yang hina. Mulia yang Allôh muliakan dengannya Islam dan hina yang Allôh hinakan dengannya kekufuran.”11 Ini merupakan janji yang terdapat di dalam Kitâbullâh dan lisân Rasulullâh, sedangkan janji Allôh tidak akan pernah meleset karena Allôh tidak pernah menyelisihi janji-Nya. Syaikh kami al-Albânî rahimahullâh berkata di dalam ash- Shahîhah (I/7) : ”Suatu hal yang tidak disangsikan lagi, bahwa perwujudan penyebaran agama ini otomatis mengharuskan adanya prajurit kaum muslimin yang memiliki kekuatan di dalam ma’nawiyah (rohani) dan mâdiyah (materil) serta persenjataan mereka, sehingga mereka mampu mengalahkan kekuatan kaum kuffar dan thaghut.” 11 HR Ibnu Hibbân di dalam Shahîh-nya (1631-1632). Lihat : as-Silsilah ash- Shahîhah (I/7,no.3) karya Syaikh kami al-Albânî rahimahullâh. CP : Diriwayatkan pula oleh Ahmad (4/203), Ibnu Busyrân dalam al-Amâlî (1/60), ath-Thabrânî dalam al-Mu’jamul Kabîr (1/126/1). Lihat pula takhrîjnya secara lengkap dalam Tahdzîrus Sâjid karya al-‘Allâmah al-Albânî rahimahullâhu (hal. 112). 33 Keenam : Perselisihan merupakan penyebab kelemahan dan kemunduran Umat Islâm tidaklah mengalami kelemahan, kemunduran dan kehinaan melainkan disebabkan oleh perselisihan, perpecahan dan jauhnya mereka dari agama mereka yang benar. Seandainya ummat ini mau bersatu di atas kalimat tauhîd dan mempersatukan kalimat mereka, berpegang dengan tali Allôh, berjihad memerangi musuh-musuh mereka dalam rangka meninggikan kalimat tauhîd dan menegakkan tauhîdullah serta memusnahkan kesyirikan, niscaya Allôh pasti akan menolong mereka. Allôh Ta’âlâ berfirman : ”Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS al- Anfâl : 46) 34 Ketujuh : Mempersiapkan diri menyambut peperangan dengan persiapan mâdiyah (materil) dan ma’nawiyah (spirituil) Demikianlah, karena melakukan sebab-sebab (untuk meraih kemenangan) merupakan sunnah nabawiyah yang dituntunkan oleh para nabî disertai dengan kejujuran dan tawakkal mereka kepada Allôh yang amat sangat. Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam merapatkan baju zirahnya pada salah satu peperangan beliau, dan beliau ketika itu menggunakan topi baja perang. Sebagian sahabat beliau juga mengenakan baju zirah yang rapat, dan hal ini tidaklah menafikan tawakkal kepada Allôh. Allôh Ta’âlâ berfirman : ”Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS al-Anfâl : 60) Nabî Shallâllâhu ’alaihi wa Sallam menafsirkan ayat di atas dengan sabdanya : 35 ”Ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah dengan melontar, ketahuilah bahwa sesungguhnya kekuatan itu adalah dengan melontar.”12 Kami memohon kepada Allôh Ta’âlâ agar memberikan taufiq- Nya kepada kami, sehingga kami mampu meraih sebab-sebab kemenangan atas Yahudi, sekutu mereka dan seluruh musuhmusuh Islâm, yang mana pada hari itu kaum mukminin bersuka cita dengan pertolongan Allôh, dan atas yang demikian ini Allôh adalah Maha Perkasa. Diucapkan dengan lisân dan digoreskan dengan penanya DR. Abu Anas Muhammad bin Musâ Alu Nashr 12 HR Muslim (III/1522, no.1917) dari ’Uqbah bin ’Amir CP : Diriwayatkan pula oleh Abu Dâwud (7/35), at-Tirmidzî (10/348), Ahmad (35/301) dan al-Hâkim (7/403) Dapatkan koleksi ebook-ebook lain yang tak kalah menariknya di EBOOK CENTER - AQUASIMSITE - http://jowo.jw.lt