MANTRA Deddy Corbuzier jbookmaker by: http://jowo.jw.lt Agung Adiprasetyo, Vice President Director/Chief Operating Officer Kompas Gramedia Group "Bagi saya, Deddy merupakan sosok seniman yang bisa menghormati karyanya sebagai profesi secara pas, lengkap dan sempurna. Deddy tak hanya sekadar larut mengikuti arus, tetapi bergulat dengan kreativitas, inovasi, dan ide baru secara konsisten dan terus menerus. Itu sebabnya, menikmati karya Deddy di panggung, di jalan, di tv, dan di buku... semua setara: sempurna, menghibur, memberi inspirasi, dan terkesima sambil berdecak kagum, "kok bisa ya...!" Anwar Fuadi "Di mata saya, sosok seorang Deddy Corbuzier adalah seorang manusia dengan kemampuan yang extraordinary dengan prestasi yang mengagumkan dan mencengangkan semua orang. Saya menaruh harapan yang besar dengan akan diterbitkannya psikologi tentang achieving goals yang akan mencerdaskan bangsa Indonesia dan mungkin dunia internasional. BRAVO!" Ari Tulang "Sebuah KARYA dari orang yang sangat mencintai seninya... bahkan dengan pengorbanan! Semua karena sifatnya yang perfectsionist." Bob Sadino "Karya Deddy Corbuzier adalah sesuatu yang menakjubkan. Sudah pasti ia memproses dan mempelajari seni ini dengan penuh ketekunan dan hasilnya sudah pasti merupakan aset nasional. Nasihat saya adalah apapun yang Anda pelajari hari ini adalah hasil pengalaman kemarin dan hari-hari sebelum kemarin... karena pengalaman jelas lebih nyata dibanding teori." Dimas Wahab, Komisaris Utama TVRI "Tidak banyak orang di dunia ini yang totalitas dan sukses dalam menjalankan profesinya seperti Deddy Corbuzier." Dr. H. Rahmat Shah, Konsulat Jendral Turkey "Deddy adalah sosok 'langka' luar biasa dengan kreatifitas untuk melakukan apa yang tak terpikir oleh orang lain.... Di mana dengan keahliannya beliau mencapai prestasi tertinggi di dunia. la termasuk salah satu anak bangsa yang berprestasi dalam rekor dunia yang secara langsung mengharumkan nama bangsa dan negara Indonesia! Sebagai abang, kami mendoakan semoga ia tak pernah kendur semangatnya dan tetap diberi kebahagiaan serta keberhasilan dalam mengarungi kehidupan dan karier ke depan!" Eamonn Sadler, Owner of Jakarta Comedy Club & Superbrands Indonesia "In more than 20 years as a promoter in the entertainment (industry, I have met only a handful of performers who have impressed me more than Deddy Corbuzier. His dedication to perfection and his serious yet lighthearted professionalism make him a pleasure to work with and place him among the leading performers in the world. This book is yet another example of the knowledge and skills that make Deddy the fine artist that he is. I am proud to call Deddy my friend and I know this book will be the success for him that it so richly deserves to be." E.T. Chang, Associate director of PT Tow Growth Futures (member of Indonesian Derivatives Clearing House) "Mantra is a must handbook for people who wish to be successful in business" Ferry Salim "Memiliki khayal dan mimpi adalah sensasi dalam hidup, mewujudkannya menjadi kenyataan adalah kepuasan jiwa melebihi segalanya.... Buku ini menceritakan bahwa menjadi manusia adalah sebuah takdir dan kenyataan. Menjadikan hidup penuh arti adalah pilihan dan keputusan!!!" Gatot Soenyoto, seniman senior Indonesia "Ini merupakan sebuah karya seni dari seorang mentalis bernama Deddy Corbuzier. Deddy merupakan sebuah fenomena di bidangnya. VIVA Deddy! Maju terus jangan pernah berhenti." George Wenur, F & B director Four Season Hotel "He has been a trend setter on what he is doing, keep it up and always be the cutting edge" Harry Roesly (aim) "Semua karya Deddy itu masuk di akal dan dilakukan dengan logika... ketekunan yang bertahun-tahun.... Bukan magis atau sihir! Tetapi benar-benar murni logika.... Itu yang membuat dia hebat." Hary Tanoesudibyo, Group CEO Bimantara, Citra, Group Executive Chairman Bhakti Investama dan Dirut RCTI & MNC "Saya mengenal Deddy Corbuzier sebagai seseorang yang sangat percaya diri dan memiliki kelebihan yang sangat luar biasa. Panda bergaul dan tidak tinggi had juga merupakan sifatnya yang membuatnya disukai oleh banyak orang. Harapan saya agar buku ini dapat menjadi referensi bagi siapa saja yang ingin meningkatkan kemampuannya, khususnya dalam pengendalian diri dan ketajaman berpikir secara lebih optimal. Selamat saya ucapkan kepada DC! " Ilham Bintang, Pemred tabloid C&R "Deddy Corbuzier sangat berjasa mengangkat martabat pertunjukan sulap dari semula seperti sepele, marginal, beraninya hanya bohongin anak-anak, dan mainnya di pinggiran, paling top di pasar malam—menjadi mata acara bergengsi kini. Jasa terbesarnya, sulap dibuatnya menjadi permainan "mental" dan dikemasnya menjadi pertunjukkan spektakuler, yang membuat orang terhibur sekaligus terangsang berpikir. Sulap pun tampak serius karena digerakkan oleh separuh kerja kesenian dan separuhnya ilmu pengetahuan. Maka itu menarik untuk menelusuri percikan permenungan Deddy yang sekali ini diterbitkan sebagai buku." Jend. TNI (Purn). Agum Gumelar "Sebuah karya dari seorang yang di mata saya mempunyai komitmen yang tinggi kepada profesi yang dia tekuni, seorang yang peka terhadap masalah sosial/kemanusiaan, dan juga masalah kebangsaan." Kahfi Siregar, Redaktur Senior Tabloid CR "Deddy Corbuzier bukan manusia biasa. la piawai menembus batas-batas kemampuan orang pada umumnya. Kehebatannya mengerjakan hal biasa dengan cara-cara yang luar biasa menjadi bukti bahwa ia orang yang kreatif dan punya talenta. Mengenal dirinya seperti membaca lembaran-lembaran buku dengan sejuta kisah spektakuler, membuat alam pikiran kita penuh dengan imajinasi." Krisdayanti "Deddy Corbuzier dikenal oleh masyarakat luas sebagai seorang mentalis yang berbakat. la memiliki ciri khas tersendiri, baik dari segi penampilan fisiknya maupun dari setiap pertunjukan yang digelarnya. Keunikan dan kemahirannya tersebut memikat masyarakat dan membuat dirinya menjadi salah seorang entertainer papan atas di negeri ini. Berdasarkan pengalamanpengalaman yang telah ia lalui selama ini dalam menjalani profesinya, maka saya kira sekarang adalah waktu yang tepat baginya untuk membagikan ilmu dan pengalamannya tersebut kepada masyarakat melalui buku ini. Semoga buku ini dapat lebih memasyarakatkan dunia mentalis di Indonesia. Congratulations!!" Remy Soetansyah, pengamat entertain dan tokoh wartawan. "Deddy Corbuzier adalah pribadi yang keras dalam pencapaian eksistensinya, tetapi lentur dalam pemahaman. la penuh strategi dalam berkarier. Sebagai seorang mentalis, ia sangat menghibur dan berjiwa entertainer sekali, baik dari teknik maupun penampilannya. Makanya ia sukses. Sumpah mampus gue selalu terkagum-kagum setiap dia action." Rhenald Kasali "Ia bukan sekadar "pembaca pikiran" untuk menghibur, tetapi secara riil membaca pikiran pasar, dan menciptakan standar hiburan massal baru. Seluruh karyanya dapat dijelaskan secara logis, dan Deddy memperkayanya dengan mitos dan cerita." Rosemary Abrahams, Vice Principal of Jakarta International School "Deddy's input was extremely valuable to the school's students of psychology!" Sys NS "Deddy Corbuzier yang saya kenal, adalah sosok yang unik, trik, eksentrik, menggelitik, asyik, dan menarik. Juga sebagai manusia yang aktif, reaktif, partisipatif-kreatif, dan inovatif. Di dalam kariernya, ia adalah jenis manusia pekerja keras, profesional, intelektual, bermoral, dan ngepas. Yang kesemua itu ditekuninya secara konsisten dalam jalur: SULAP SULIP SESULAPAN. Good luck and all the best." Tantowi Yahya, a friend and an admirer "Dengan sentuhan hiburan yang tinggi, serta pengetahuannya yang cukup mapan tentang marketing, Deddy Corbuzier telah berhasil menyulap ilusi menjadi atraksi yang menghibur dan berkelas di Indonesia. Dia juga berhasil menjadikan dirinya ikon sulap, genre hiburan yang selama ini tidak begitu dianggap masyarakat. Deddy Corbuzier is entertainingly misterious." Tika Panggabean "Deddy Corbuzier = misterius, smart, tangguh!!! Want to learn how to achieve your goals, ask Deddy Corbuzier..." Tito Sulistio, pengamat ekonomi, penulis buku Mencari Ekonomi Pro Pasar, dan Direktur Utama Trijaya Network "Unik! Itu persepsi saya pertama kenal Deddy. Smart! Itu penilaian selanjutnya jika sudah berdiskusi. Kreatif! Jika sudah melihat kreasi kerjanya. Sosok yang sopan jika sudah mengenal dirinya. He's more than just a magician." Z. Hans Miller Banureah, Ketua Departement Infotainment PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) "Menyebut nama Deddy Corbuzier adalah menyebut entertainer sejati. Mentalis penuh misteri, tapi selalu membuat misteri tak menjadi misteri. Deddy hadir dengan pengakuan bahwa mentalism bukanlah mistik. Itu semua mengubah pemahaman awam terhadap aliran games yang dijalani Deddy. Hal lain, Deddy selalu menyajikan permainannya dengan penampilan yang konsisten dan luar biasa. Deddy Corbuzier, selain menghidupkan dunia mentalist di Indonesia, juga menghidupkan gairah peliputan terhadap dunia mentalis yang selama ini kurang menarik perhatian pers. Deddy, seorang manusia yang meyakini sesuatu dan berusaha keras berdiri di "sesuatu" itu. Dan dia sukses." eBook by MR. Mantra Oleh Deddy Corbuzier Copyright © 2005 oleh PT Bhuana Ilmu Populer ISBN: 979-694-844-3 Penyunting: Ferdinandus Untoro Ardi dan Kartika Simatupang Desain: Anthenrys Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Bhuana Ilmu Populer Jl. Kebahagiaan No. 11A Jakarta Barat 11140 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit Kutipan Pasal 72: Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hak Cipta (UU No. 19 Tahun 2002) 1. Batangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalara Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) 2. Barangsiapa dengan sengaja rnenyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengurip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit Ass. Wr. Wb. Bung Deddy Corbuzier yang saya hormati dan banggakan, terima kasih atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan kepada saya untuk membeti komentar/pesan dan kesan saya atas penerbitan buku Mantra yang Anda tulis. Saya sudah mengenai Deddy Corbuzier sejak pertama muncul di media, baik cetak maupun elektronik, walaupun dia belum mengenai saya. Masyarakat mengenai Deddy Corbuzier sebagai seorang pesulap (magician), di mana terjadi banyak salah kaprah mengenai pengertian magician. Banyak orang yang menganggap sulap sama dengan ilmu sihir, padahal sulap hanya terbatas pada keahlian penggunaan alat maupun kecepatan tangan/keterampilan sang pesulap. Selain itu, saudara Deddy Corbuzier memproklamirkan dirinya sebagai seorang mentalis yang juga menggunakan media psikologi yang bahkan lebih luas lagi. Kita patut bangga memiliki putra bangsa yang mampu menjadi pionir dalam mengubah opini masyarakat mengenai sulap, yang semula sulap hanyalah sebagai hiburan pesta di rumah-rumah, menjadi suatu showbiz yang spektakular dan mengundang decak kagum penontonnya. Kalau kata 'magic' sama dengan gaib/sihir, maka dalam buku ini, saudara Deddy Corbuzier akan membedah dan memilah nilai pesulap. Namun karena ia menggunakan ilmu psikologi dalam permainan-permainannya, maka dalam Mantra ini ia akan memilah unsur-unsur psikologi dalam pengertian mantra yang sebenarnya, yaitu untuk mendapatkan apa yang kita mau melalui penggunaan katakata dan psikologi. Diharapkan juga hal ini sekaligus akan menghapus imej masyarakat mengenai penggunaan mantra- mantra untuk hal-hal gaib yang bertentangan dengan agama dan menempatkan semua keahlian kepada logika. Selamat atas terbitnya buku Mantra ini, semoga sahabat saya, Deddy Corbuzier, lebih handal dan akan melahirkan Deddy-Deddy yang baru melalui buku ini. Jakarta, 17 September 2005 Japto S. Soerjosoemarno, S.H. Siapa itu Deddy Corbuzier? D an yang paling penting, Apa itu Deddy Corbuzier? Beberapa kata di bawah ini mungkin akan sedikit menjawab pertanyaan-pertanyaan kompleks di atas, karena seorang penulis buku (kalau dia pintar) akan mencari seseorang yang secara tulus dan jujur dapat menuliskan beberapa kata mengenai siapa dan apa yang telah dilakukannya, dan saya rasa saya termasuk dalam kualifikasi tersebut... dan itu berarti penulis kita kali ini, pintar. Banyak yang bisa dijadikan pelajaran dari penulis buku ini, baik saat dia berada di atas panggung maupun terutama saat dia tidak berada di atas panggung. Anda akan mengetahui sedikit tentang cara berpikir seseorang di balik karakter yang bisa dinikmati pemirsa dan penontonnya, anda akan mengetahui bagaimana seseorang di balik sosok yang gelap itu berpikir dan melihat dunianya, dan saya rasa tidak banyak orang yang mengetahui hal ini. Deddy Corbuzier adalah Profesional Mentalist, salah satu cabang The Grand Art of Magic yang keberhasilannya lebih menitikberatkan pada pengetahuan mendalam mengenai karakter dan perilaku manusia, dan Deddy Corbuzier hidup secara full time dari kecintaannya tersebut, hanya mengandalkan pengetahuan mendalam mengenai karakter dan perilaku manusia. Deddy Corbuzier.... Seseorang yang disamakan dengan kemampuannya untuk membengkokkan metal, menghentikan jam, membaca pikiran, dan membuat prediksi, serta semua kemampuannya tersebut (ada pula kemampuan pribadi lainnya yang tidak mungkin saya sebutkan) hanya mengandalkan pengetahuan mendalam mengenai karakter dan perilaku manusia ini akan memberikan kepada Anda sedikit dari pengetahuannya. Ini adalah salah satu alasan mengapa saya sangat tertarik kepada buku ini, karena buku ini akan menjelaskan bagaimana Anda dapat mengetahui berbagai macam pendekatan yang dilakukan oleh Deddy Corbuzier saat dia berinteraksi dengan penontonnya dan yang paling penting, saat dia berinteraksi di dalam kehidupan sehari-harinya. Karena 70% waktu dalam satu hari kita habiskan dengan berkomunikasi pada diri sendiri dan orang lain, sekarang pertanyaannya adalah, bagaimana jika Anda memiliki pengetahuan untuk memanfaatkan kemampuan komunikasi Anda sehingga Anda mampu memperoleh (hampir) semua yang Anda inginkan (seperti yang sudah saya dapatkan setelah beberapa tahun mengenai Deddy Corbuzier) hanya dengan mengetahui bagaimana Anda berkomunikasi? Anda akan mendapatkannya dari buku ini. Sekarang..., dapatkah Anda menyimpan rahasia? Karena buku ini dapat menjadi rahasia Anda di dalam berkomunikasi dan memungkinkan Anda memperoleh (hampir) semua yang Anda inginkan di dalam kehidupan Anda. Anda akan mempelajari berbagai macam pengetahuan mendasar mengenai karakter dan perilaku manusia. Gunakan imajinasi Anda! Deddy Corbuzier sebagai seorang mentalis yang sepanjang kariernya hanya mengandalkan teknik berkomunikasi, dan dia hidup secara full time hanya dengan menggunakan teknik-teknik ini. Saya rasa buku ini betulbetul akan Anda baca dan baca ulang, serta menjadi rahasia gelap Anda (saya harap ini adalah buku terakhir, dan tidak ada lagi buku mengenai topik ini, karena saya tidak ingin rahasia gelap ini diketahui banyak orang!) dan di akhir buku ini, saya berharap Anda akan mengetahui Siapa Deddy Corbuzier! Dan yang paling penting..., apa itu Deddy Corbuzier? memanipulasi, dan menghindari pemikiran orang lain yang tidak sesuai dengan kita. Yang kedua adalah Body Perception, di mana saya mencoba menguak secara singkat hal-hal yang menurut saya penting bagi Anda untuk mengetahui tandatanda yang secara tidak sengaja Anda dapatkan dari perubahan gerakan tubuh, mata, ataupun sikap lawan bicara Anda. Karena cara penggunaan tulisan ini akan sangat berbeda dengan buku-buku lain, saya menganjurkan Anda untuk membacanya lebih dari sekali. Saya juga mengajak Anda untuk membacanya dari awal hingga akhir, kemudian mengulangnya per bagian dan membuat catatan kecil di halaman kosong yang telah disediakan. Ujilah metode yang dipaparkan secara singkat di dalam buku ini kepada kawan atau lawan bicara Anda. Cobalah untuk memahami apa yang disampaikan di sini satu demi satu. Bila Anda menemui kesulitan, cobalah mengulangnya lebih perlahan lagi. Setelah itu, tuliskan hal-hal yang Anda dapatkan dari buku ini dan buadah perbandingan. Bandingkan antara hal yang Anda praktikkan dengan contoh-contoh yang disampaikan di sini. Jangan tergesa-gesa. Dan, jangan membacanya seperti membaca sebuah novel. Sebaliknya, bacalah ini bagaikan seorang kawan yang sedang mengajak Anda mengobrol dan membagikan pemikirannya dengan Anda. Anggaplah saya kini berada di samping Anda sambil menceritakan kehidupan saya pada Anda. Anggap saja saya tengah membagikan rahasia-rahasia saya pada Anda. Ingadah bahwa saya adalah kawan Anda dan saya tidak sedang mencoba menggurui Anda. Simaklah dengan teliti dan cobalah meresapi tulisan ini perlahan-lahan. Dan, yang penting, gunakan semua yang Anda dapatkan di dalam kehidupan Anda. Ingat, sebuah gagasan tidak akan berfungsi jika tetap sekadar menjadi sebuah pemikiran. Ide baru dapat berguna apabila itu sudah menjadi sebuah tidakan! Pikkan yang cemerlang tidaklah berguna tanpa upaya nyata. Dan, begitu lah cara kerja buku kecil ini: Dibaca, dipahami, dibahas, dan dikerjakan. Tentu saja, dengan harapan buku sederhana ini akan membantu Anda, apa pun artinya itu! Dan, suatu saat nanti, bila saya berkesempatan bertemu dengan Anda, saya akan senang bila Anda dapat mengkomunikasikan segala ide Anda kepada saya. Itu lah yang saya harapkan. Suatu saat nanti ... idaaakkkkk! Pokoknya itu tidak adil!" seru Pangeran Pertama. "Tidaaakkkkk! Semuanya penipu!" teriak Pangeran Kedua. "Curang! Semua yang ada di sini curang, tidak berperikemanusiaan!" sahut Pangeran Ketiga. "Kamu, Pangeran Ketiga! Anak kecil, kamu tahu apa? Kamu hanya mau mendapatkan apa yang bukan jatahmu! Dan, aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi selama hidupku!" Demikian sergah Pangeran Pertama, kali ini seraya membetulkan posisi mahkotanya yang setengah miring di atas kepalanya yang botak. Pangeran Kedua melihat mereka berdua dan mengernyitkan dahi, lalu membuka mulutnya yang besar dan berteriak, "Kamu juga jangan sok tahu, kamu pikir kamu sebagai pangeran paling tua, kamu akan mendapatkan segalanya?" Pangeran Ketiga yang sesungguhnya sudah berumur 21 tahun, tatkala melihat kedua kakaknya bertengkar hebat, langsung berjongkok dan menutupi wajah dengan jubahnya. Walaupun paras bundarnya itu tertutup, isak tangisnya masih terdengar ke luar. "Arghhh! Ini lagi! Dasar cengeng! Kamu sebaiknya jangan menjadi anak raja, tapi jadi anak babi, tahu?!" cetus kedua kakaknya serempak seolah sudah berlatih sebelumnya. Lalu, tiba-tiba pintu besar istana terbuka. Tampaklah seorang bertutup kepala biru yang tampaknya kebesaran untuk ukuran kepalanya. la berjanggut lebat berwarna putih, tubuhnya diselubungi sepasang sayap berwarna biru muda. la masuk dengan diiringi sekitar 20 tentara yang tampak jelas kerepotan dengan tombak-tombak mereka yang kepanjangan. "Aduh, hati-hati dong membawa tongkatrnu!" kata salah seorang pengawal yang kepalanya baru saja tersundul dari belakang. "Diaammm!" teriak orang bertutup kepala biru tersebut. Semua orang serentak terdiam. Orang itu pun melangkah maju seorang sendiri, tanpa sadar kalau para pengawalnya terdiam di tempat dan tidak ikut ber jalan maju. Lalu, mendadak ia berhenti. Demi merasakan ada yang tidak beres, ia menoleh ke belakang. Ketika melihat semua pengawalnya membeku di tempat, ia berseru marah, "Dasar goblok! Siapa yang suruh kalian diam? Maju sini! Jangan cerewet! Bukannya diam di tempat, tolol!" Para pasukan kembali terkejut. Kalang kabut dengan tongkat-tongkat mereka yang kepanjangan, mereka pun segera berlari maju. Dan... berhenti tepat 5 cm di belakang pria bersayap biru itu! "Wah, sekarang ada apa lagi? Mengapa Penasihat Kerajaan datang kemari?" tanya Pangeran Pertama. la berkata sambil membungkukkan tubuh dan menyunggingkan seulas senyum, mengejek si orang berpenampilan serbabiru. "Eh, memangnya kita harus membungkuk, ya, kalau dia datang?" tanya Pangeran Ketiga seraya berbisik pada Pangeran Kedua. "Tidak, goblok! Pangeran Pertama cuma ingin meledek dia saja. Dasar, gendut telmi!" jawab Pangeran Kedua ketus. "Eh, apa itu telmi?" tanya Pangeran Ketiga lagi. "Rasanya kalian bertiga ini memang perlu sebuah aturan dan pendidikan yang baku di bangku sekolah kerajaan...." ujar si Penasihat Kerajaan. "Hei! Jaga kata-katamu, Penasihat Kerajaan!" sergah Pangeran Kedua. Orang serbabiru itu tidak berkata apa-apa. la hanya menarik napas panjang, menebah dada, lalu berkata, "Kalau saja ayah kalian masih hidup." Pangeran Ketiga lalu mendekati Pangeran Pertama dan bertanya, "Memangnya Ayahanda di mana?" "Mati, bodoh! Ayahanda sudah meninggal! Berapa kali lagi kita harus menjelaskan pada orang tolol ini kalau orang mati tidak bisa hidup kembali?" la berseru keras. Tubuhnya yang kurus tinggi sedikit oleng tatkala ia harus membetulkan kembali letak mahkota di atas kepalanya yang botak dan licin. "Dia mirip kamu...," balas Pangeran Kedua yang juga tinggi kurus namun berambut panjang bak seniman kampung. "Apa kamu bilang?! Jangan sekali-kali kamu samakan aku dengan kodok buduk ini!" Pangeran Pertama tiba-tiba saja meloncat, menubruk Pangeran Kedua hingga jatuh terpental. Mereka pun saling pukul dan Pangeran Ketiga kembali berjongkok menutupi wajah dengan jubahnya. Ia menangis, kali ini meraung-raung. Demi melihat perkelahian itu, si Penasihat Kerajaan hanya bisa menghela napas, sementara para prajurit tampak kesulitan menahan tawa. Kerajaan antah-berantah itu terletak di sebuah daerah yang amat luas, dengan kekayaan yang melimpah dan diperintah oleh seorang raja yang bijaksana. Sang Baginda Raja mempunyai 14 istri dengan hanya tiga orang anak. Sayangnya, ketiga putra tersebut tidak mewarisi sifat-sifat ayah mereka. Tiga hari yang lalu, Sang Baginda Raja yang terkenal keperkasaannya itu secara mengejutkan wafat di atas ranjangnya. Menurut para tabib kerajaan yang datang memeriksa, Sang Baginda Raja terkena serangan jantung yang langka dan belum ada obatnya pada zaman itu. Sang Baginda Raja kemudian dknakamkan tak jauh dari istana, di pemakaman raja-raja. la meninggalkan warisan harta benda yang sangat banyak, ribuan hektar tanah, emas, dan berlian. Namun sayangnya, bukan otak dan kepandaiannya yang ia wariskan... "Ayah kalian meninggalkan berbagai warisan yang sudah diatur sedemikian rupa, dan kalian harus menuruti..." Orang berpenampilan serbabiru itu tiba-tiba menyeletuk sendiri, tidak sabaran melihat kelakuan bodoh ketiga pangeran tersebut. "Mana bisa begitu, semuanya tidak adil!" sentak Pangeran Pertama yang kini sibuk mencekik Pangeran Kedua yang tertelentang di bawahnya. "Semua ini tidak terjadi kalau orang tolol ini mau adil!" timpal Pangeran Kedua yang sejak tadi menarik-narik telinga Pangeran Pertama ke atas dan ke bawah. Pangeran Ketiga masih saja berjongkok, terus menangis dan mengusap hidungnya. "Kalian harus lebih bisa mengendalikan diri," ujar si Penasihat Kerajaan yang ternyata juga mengenakan sepatu berwarna biru, seraya kembali menarik napas. Para prajurit semakin kesulitan menahan tawa. "Sebenarnya apa yang kalian ributkan di sini?" tanya si Penasihat Kerajaan. "Aku tidak suka dengan cara Ayahanda membagi bongkahan berliannya untuk kami bertiga..." jawab Pangeran Pertama. Kali ini ia sudah berdiri tegak, dan lagilagi membetulkan letak mahkotanya yang miring. Pangeran Kedua sengaja berdiri di belakang seraya mengacungacungkan jari tengahnya ke arah Pangeran Pertama. "Yah, terserah kalian mau ngomong apa. Namun, itu lah yang ada di surat wasiat Ayahanda kalian." Tukas si Penasihat Kerajaan yang berpenampilan serba biru itu. Suasana mendadak hening sejenak. Kemudian si Penasihat Kerajaan mengambil selembar kertas yang tergulung bak teropong, membukanya, dan membacanya, "Dengarkan ini. Ini adalah cara pembagian berlian untuk kalian bertiga. Saya rasa pembagian yang lain sudah tidak ada masalah lagi, bukan? Hanya soal pembagian berliannya saja." "Ya, memang begitu." kata Pangeran Ketiga cepat, sambil mengintip dari balik jubahnya. "Diam!" Sergah kedua pangeran dan si Penasihat Kerajaan dengan kompaknya. Pangeran Ketiga kembali meraung sambil menudungi kepalanya dengan jubah. Penasihat Kerajaan berkata, "Hm... demikian pesan Sang Baginda Raja: 'Anak-anakku, apabila orang yang senantiasa berpakaian serbabiru itu membacakan surat ini, berarti Ayahanda kalian kini telah mangkat. Janganlah kalian bertiga bersedih hati. Walaupun Ayahanda tahu bahwa itu tidak mungkin, dan sebagai seorang ayah, tentu Ayahanda sangat mencintai kalian bertiga ....'" "Hik...." "Diam!" Serentak kedua pangeran yang lebih tua dan si Penasihat Kerajaan berteriak kembali kepada Pangeran Ketiga yang tak kuat menahan rasa harunya mendengar pesan terakhir Ayahandanya. "Mari kita sambung lagi," ujar si Penasihat Kerajaan. '"Oleh karena Ayahanda sangat mencintai kalian bertiga, Ayahanda akan memberi kalian bertiga warisan sebagai berikut, bla... bla... bla ....' Kita langsung saja ke bagian pembagian bongkahan berlian, oke?" Tanya si Penasihat Kerajaan. "Ya, cepat, cepat!" Balas Pangeran Kedua. "Oke, kita mulai lagi. 'Dan setelah itu, bongkahan berlian juga akan dibagi di antara kalian bertiga dan Penasihat Kerajaan.' Hm... itu artinya saya juga mendapat bagian." "Cepat!" Kali ini ketiga pangeran yang berteriak. "Oke,oke..., begini lah pembagiannya: 'Kerajaan mempunyai 36 bongkah berlian sebesar kepala rusa, di mana semua bongkahan akan dibagi menjadi empat bagian yang adil menurut saya sendiri. Untuk Penasihat Kerajaan diberikan hanya satu bongkah. Itu berarti sisanya yang 35 bongkah berlian untuk ketiga pangeran.'" Semua terdiam sebentar. "Semua 35 bongkah berlian itu, dibagi seperti ini: 1.1/2 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran Pertama. 2. 1 /3 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran Kedua. 3. 1/9 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran Ketiga. Demikianlah keputusanku sebagai Sang Baginda Raja yang adil dan bijaksana. Wassalam...." "Nah! Itu yang namanya tidak adil. Bayangkan saja kalau aku mendapatkan setengah dari 35 bongkah itu. Bukankah hasilnya adalah 17,5 bongkah? Mana mungkin bongkahan berlian itu dipotong setengah? Tidak masuk di akal bukan? Oleh karena itu, aku menuntut agar mendapat 18 bongkah!" cetus Pangeran Pertama. "Itu akal bulus Pangeran Pertama, bukankah begitu Penasihat Kerajaan? Kalau ia menghendaki 18 bongkah, maka saya yang mendapatkan sepertiga bagian dari 35 'Tapi, kalau itu bisa menyelesaikan masalah kenapa tidak kita coba saja?" Tiba-tiba Pangeran Ketiga yang sedari tadi mendengarkan sambil mengunyah cokelat berbicara. "Diaammmm!" Kini ada sekitar 43 orang yang serentak berteriak. Pangeran Ketiga pun menyembunyikan kepalanya dan terus mengunyah cokelat di balik jubahnya. "Ini harus segera diselesaikan!" Pangeran Pertama berdiri dan mendongakkan dagunya, mencoba tampil sedikit berwibawa. Sebaliknya, ia malah tampak memalukan karena terus bergulat membetulkan mahkotanya yang kini menutupi matanya. Tetua Keempat kemudian ikut berdiri dan berkata, "Ugh, sebenernya seh ini semua... ugh, urusan Penasihat Kerajaan, kenapa bukan dia ajah yang ngurus, ugh...." Tetua Keenam menimpali, "Yo... betul yo...." Ruang rapat kini bak ruang debat kusir.... Semua ingin berpendapat, semua berdiri, semua berteriak. Bahkan, Pangeran Ketiga ikut-ikutan berdiri, melihat semuanya yang terjadi, mengepalkan tangannya, dan menangis lagi.... Hari terus berganti hari. Kali ini si Penasihat Kerajaan, yang ternyata bermata biru senada dengan pakaiannya, lebih pusing dari hari-hari biasanya. la kini ditunjuk oleh dewan yang beranggotakan ketiga pangeran, 14 permaisuri, dan banyak tetua untuk menjadi penanggung jawab surat wasiat Sang Baginda Raja. Kini, setiap hari ia mengurung diri di dalam kamarnya, sibuk memikirkan apa yang harus ia lakukan. Janggutnya semakin tipis. Dikarenakan stres berat, ia terus menarik-narik janggutnya. "Apa yang harus kulakukan?" Ia bergumam sendiri. "Kalau aku memanggil Divka, mungkin segalanya akan menjadi tenang. Tapi, mungkin juga malah memperburuk keadaan. Kalau aku mencoba menyelesaikannya sendiri... bagaimana caranya?" Sementara itu, nun jauh di suatu tempat, ada sebuah rumah tua yang bentuknya seperti sebuah jamur raksasa. Dari luar terlihat jelas kalau itu adalah rumah yang sudah tidak terurus. Sebelum dapat masuk ke dalam, Anda harus lebih dulu melewati ilalang yang tingginya hampir selutut. Ada sebuah jalan setapak yang terbuat dari batu kali yang dipasang secara serampangan. Jalan kecil itu langsung mengarah ke pintu depan rumah. Di pinggiran jalan tampak berbagai macam tumbuhan yang tidak jelas rupanya, dan tidak jelas pula namanya Daun pintu rumah itu mungkin terbuat dari kayu jati yang sudah berusia ratusan tahun, miring, dan tidak pernah terkunci. Lagi pula siapa yang berani masuk ke dalam rumah Divka? "Tolong... jangan... ampun!" teriak seorang pria yang kedua tangannya terikat di bagian belakang kepalanya, sementara kakinya terikat ke sebuah kursi. Pria itu duduk tanpa daya. "Bagaimana bisa jangan? Kan itu termasuk dalam perjanjian kita!" Sambut seorang gadis muda yang amat cantik. Wajahnya putih halus, hidungnya bangir bagaikan lereng gunung dengan lekukan tajam, dan dagunya yang panjang menunjukkan keteguhan yang sempurna. Anak matanya berwarna cokelat, lancip wajahnya diselimuti oleh rambut hitam panjangnya. "Tapi, aku pikir kau bercanda," ujar pria itu lagi sembari menutup mata. Rupanya ia sudah tak berdaya. Badannya yang kekar dengan rambut cepak tidak menambah kegagahannya dalam posisinya yang memelas saat ini. "Heh! Memangnya aku pernah bercanda? Memangnya aku terkenal karena aku suka bercanda?" Sergah wanita muda itu. Tubuhnya yang tinggi langsing dengan lekukan indah dan terbungkus pakaian ketat serba hitam itu berjalan memutari pria tersebut, perlahan-lahan. Ia seolah menikmati apa yang sedang dilihatnya. Sesekali sayap hitamnya dikibaskibaskan untuk menggoda pria tersebut. "Tapi... aku tidak mau...." "Lalu, bagaimana dengan perjanjian kita?" "Batalkan saja!" "Enak saja! Kau pikir bisa begitu saja berjanji pada wanita, lalu menariknya kembali? Dasar pria!" Divka berjalan menghampirinya. Pria itu menutup matanya kembali dan mengulum bibirnya masuk ke dalam. Tubuh besarnya ditarik sedemikian rupa, memepetkan dirinya yang sudah terikat lebih masuk lagi ke dalam sandaran kursi. "Jangan... jangan cium aku...," pintanya memelas. Divka menghampirinya, menutup matanya, memegang kedua sisi sandaran kursi tersebut, dan sedikit membungkukkan tubuh eloknya. Sayap hitamnya sebagian menyentuh tanah dan menutupi kedua kakinya yang tertekuk, kemudian maju mendekat. Ia menempelkan bibirnya pada mulut pria yang sedang berusaha menyembunyikan bibirnya itu. Mengecupnya. Mendadak terdengar bunyi, "ZZZZZ... Kabuum...!" "Krookk... Krooook!" Divka kembali berdiri dan tersenyum simpul. la melihat ke bawah. Tangan kanannya terjulur ke atas bantalan kursi dan mengambil kodok hijau yang lumayan besar itu seraya berkata, "Lain kali kalau berjanji pada wanita harus tepat waktu, ya, sayang. Masa aku harus menunggumu lebih dari 15 menit? Kamu kan harusnya tahu aku tidak suka pria yang tidak tepat waktu." "Kroook!" Kodok hijau itu menjawab. Dengan enteng Divka membawanya masuk ke dalam sebuah ruangan. Bagian dalamnya tampak lebih kotor dari ruang sebelumnya. Di sana terdapat sebuah meja yang amat besar, dihiasi tumpukan buku yang berserakan memenuhi bagian atasnya. Sebagian terbuka dan sebagian tertutup. Buku-buku kuno nan tebal itu berisi ribuan mantra yang Divka pelajari selama 400 tahun terakhir ini. la lalu berjalan menuju sebuah sudut. Di sana terdapat sebuah kolam yang lumayan besar, dihiasi bebatuan dan beberapa jenis rerumputan. Dengan gerakan cepat, dilemparkannya kodok tersebut ke dalam kolam. "Byur!" Seketika itu juga kodok-kodok lain keluar. Ada sekitar 40 kodok di dalam sana, seakan serempak keluar untuk memberikan sambutan, "Krook...krok! Krook!" Mereka seolah sedang mengobrol. "Sudah! Tinggal saja di sana bersama teman-temanmu. Heran, mengapa semua pria sama saja!" ujar Divka sembari keluar dan membanting pintu, membiarkannya gelap tanpa secercah cahaya pun. "Ada yang tahu Ayahanda di mana?" Tanya Pangeran Ketiga yang sedari tadi berputar-putar di koridor kerajaan. Kali ini ia menanyai seorang prajurit yang kebetulan sedang berjaga di sana dengan tongkat panjangnya. "Kamu tahu Ayahanda di mana?" Ulangnya lagi. Prajurit itu melihatnya dengan tatapan sedikit bingung. Tubuhnya yang kecil ditegak-tegakkan, tampak jelas bingung hendak menjawab apa. "Tidak, Pangeran. Hamba tidak tahu." Akhirnya ia berhasil menjawab. "Eh, kamu sedang repot tidak?" "Ya, Pangeran. Hamba sedang repot, Pangeran," jawabnya tergesa-gesa. "Mau menemaniku?" Tanya Pangeran Ketiga. "Kee... ke mana?" "Mencari Ayahanda!" "Di mana Pangeran?" "Kalau aku tahu, aku bisa cari sendiri!" Kata Pangeran Ketiga ketus. Penjaga itu diam dan berpikir. Ada yang salah di sini dan yang pasti itu bukan dirinya. Berdiri tegak menjaga koridor memang bukan pekerjaan yang mengasyikkan. Namun, menemani Pangeran Ketiga berjalan mencari Sang Baginda Raja adalah pekerjaan yang akan menghabiskan waktunya hingga esok pagi. "Tidak bisa, Pangeran, nanti Penasihat Kerajaan bisa marah!" Si Penggawa pun memutuskan untuk menolak. "Bilang saja aku yang menyuruh kamu. Ayo, ikut!" Tangan Pangeran Ketiga langsung menyambar pergelangan tangan kiri si Penggawa. Mereka berjalan beriringan hingga matahari terbenam .... "Dong... dong... dong...," jam kukuk berdentangsebanyak 11 kali, menunjukkan hari sudah larut, pukul 11 malam. Dan, ruang rapat kini kembali dipenuhi para tetua, Pangeran Pertama, Pangeran Kedua, dan Penasihat Kerajaan beserta 14 permaisuri raja. "Ugh, jadi bagaimana neh?" Tetua Keempat membuka percakapan. Semua terdiam melihat Penasihat Kerajaan yang sedang berdiri tepat di depan sudut meja. Penasihat raja yang masih berpenampilan serbabiru itu tampak berdiri sedikit menunduk. Kedua tangannya terkepal menempel di sisi atas meja, kepalanya tertunduk diam, mungkin sedang berpikir. Pangeran Pertama tiba-tiba berdiri dari kursinya, berdiri tegak mendongak sembari membetulkan mahkotanya yang hampir jatuh ke belakang la menatap si Penasihat Kerajaan dan berkata, "Sampai saat ini kita tidak bisa menemukan Pangeran Ketiga. Menurutku akanlah sangat adil kalau bagian berlian dia diambil untuk menyelesaikan masalah ini!" "Aku sudah bilang tidak bisa begitu caranya! Lagi pula aku sudah mengambil sebuah keputusan...." Penasihat Kerajaan menjawab. Tangannya terangkat dari meja. la pun mendongak seperti Pangeran Pertama dan berjalan mengitari meja besar yang berbentuk persegi panjang itu. Suasana menjadi hening, semua orang menanti.... Setelah berputar dan kembali ke tempamya semula, si Penasihat Kerajaan lalu berdiri membelakangi meja dan semua yang hadir di sana. Tangannya terlipat. Dengan suara pelan ia berkata, "Kita akan memanggil Divka...." "Arrrrrgggggghhhhh!" Serentak semua orang yang hadir di ruang rapat berteriak. Pangeran Kedua jatuh dari kursinya dan terjerembap ke belakang. Para tetua berbicara sendiri-sendiri sembati menunjuk-nunjuk si Penasihat Kerajaan dan para permaisuri menangis meraung-raung. Tapi ada satu orang yang tampak senang, ia adalah Permaisuri Kesebelas. Seulas senyum tersungging di bibirnya. "Itu adalah keputusan akhirku sebagai Penasihat Raja, jadi tidak boleh diganggu gugat!" ujarnya tanpa membalikkan tubuh, tetap membelakangi semua orang. Matanya sesekali berusaha melirik ke kanan dan ke kiri untuk mengamati reaksi mereka, namun ia mencoba untuk terlihat berwibawa, walaupun ia sendiri bingung. Suasana semakin tegang. Semua orang saling menyalahkan dan Penasihat Kerajaan bersikukuh dengan keputusannya. "Brakkk!" Mendadak pintu ruang rapat terpentang lebar. Tampaklah Pangeran Ketiga yang berjalan sedikit sempoyongan seperti orang yang baru menyelesaikan lari maraton. Keringat mengucur deras dari kepalanya dan air matanya mengalir deras membasahi kerah jubahnya yang berwarna merah muda. Di belakangnya terlihat penggawa penjaga koridor tadi tengah menumpukan bobot tubuhnya pada tongkat panjang yang dipegangnya. Ia pun tampak jelas keletihan dan napasnya terputus-putus. "Aa... aaku punya kabar buruk untuk kalian ssee... seemuaa...." Ujar Pangeran Ketiga sembari menahan air matanya. Semua yang hadir terpaku melihatnya. Pembicaraan terhenti dan semua menunggu. "Kk... kkalian haa... haarus tahu ini...." Pangeran Ketiga berusaha berbicara kendati airmatanya seolah tak terbendung lagi. "Sse... seetelah aku selidiki... aa... aaku pikir, aa... aaku pii... ppiikir, Ayahanda mungkin sudah meninggal!" Beberapa hari setelah rapat akbar itu digelar, perintah untuk menjemput Divka pun dikeluarkan oleh Penasihat Kerajaan. Lebih kurang 120 prajurit terbaik ia perintahkan untuk segera menyambangi tempat tinggal Divka. Mereka ditugasi untuk memboyong gadis muda itu ke istana guna membantu menyelesaikan masalah pembagian bongkahan berlian warisan Sang Baginda Raja. "Oke, sekarang siapa yang akan pertama-tama masuk ke dalam rumahnya?" Tanya Kepala Prajurit yang berjongkok di antara ilalang, masih jauh dari kediaman Divka yang tak terawat. Tidak terdengar suara sedikit pun. Para prajurit hanya berdiam diri dan tetap berjongkok seperti yang dilakukan komandannya. Mereka semua tampak pucat lesi, menahan sakit perut masing-masing. Tak seorang pun berani berhadapan dengan wanita penyihir tersebut. Walaupun jarak mereka dengan rumahnya masih sekitar satu kilometer, rasa jeri sudah menghantui mereka semua. "Kalau tidak ada yang maju, saya akan menunjuk salah satu dari kalian!" Putus si Kepala Prajurit. Para prajurit semakin terdiam. Kali ini mereka semua menundukkan kepala, bahkan ada yang berusaha berjalan jongkok, mundur perlahan-lahan. Ada yang merebahkan dirinya agar luput dari pengamatan sang komandan. Ada pula yang komat-kamit mengucapkan doa. "Dasar! Kalian pengecut semuanya! Kalau saja aku bukan kepala prajurit dan tidak bertanggung jawab untuk membawa berita acara nanti malam bagi Penasihat Kerajaan, aku pasti sudah menjadi orang pertama yang berjalan masuk ke dalam rumah itu!" Bentak si Kepala Prajurit yang mendadak berdiri dan menatap tajam para prajuritnya yang kini lebih menundukkan kepala lagi. Tiba-tiba saja ada sekelebat bayangan kecil yang meloncat di belakang si Kepala Prajurit, menabrak sebuah pohon dan menimbulkan bunyi keras. "Argghh, ampun! Tolong, jangan...." Seru si Kepala Prajurit seraya menekukkan tubuhnya dalam posisi jongkok dengan kedua tangan menudungi kepala. "Eh, komandan, itu tadi tupai ...." Ucap Prajurit Keenam Belas yang kebetulan berada di posisi paling depan. "Saya tahu!" Balas si Kepala Prajurit ketus, sembari berdiri kembali. "Itu tadi hanya ejekan untuk kalian saja, huh!" Lanjutnya, berusaha membetulkan reaksinya. Namun, wajah pucatnya masih terlihat jelas dan sukar disembunyikan begitu saja. Sebentar-sebentar ia menoleh ke belakang, ingin memastikan bahwa itu tadi memang hanya seekor tupai. "Kamu!" Katanya mengejutkan dengan telunjuk teracung ke arah Prajurit Keenam Belas. "Masuk ke dalam rumah Divka sekarang juga!" Perintahnya. Prajurit Keenam Belas mendongak, matanya melotot bagai baru melihat hantu. Mulumya ternganga tidak percaya. "Kok saya? Kenapa saya ...." Tanyanya. eBook by MR. "Diam! Jalankan perintah! Apa susahnya, sih? Kamu tinggal masuk dan mengatakan bahwa Divka diminta untuk bertamu ke kerajaan. Itu saja!" Potong si Kepala Prajurit dan bertolak pinggang. "Kalau begitu, kenapa bukan komandan saja?" Omel si prajurit. Sementara itu, Divka tengah sibuk menghafalkan mantra-mantra barunya. la duduk di sebuah kursi kayu berwarna cokelat tua yang terletak di depan sebuah perapian. Kedua kakinya dinaikkan ke atas meja yang penuh sesak dengan buku-buku. Mulutnya komat-kamit, sementara tangan kanannya bergerak-gerak di udara bak mernimpin sebuah orkestra. "Koleadiosipriska!" Teriaknya serentak mengacungkan tangannya ke arah sebuah lukisan di dinding batu yang berada di sisi kanannya. "Kabuum!" Lukisan kucing hitam itu tiba-tiba bergerak sendiri. Kucing itu kemudian meloncat keluar dari lukisan dan mengeong di atas lantai. la menjadi kucing hidup. "Tok, tok, tok...." Terdengar oleh Divka suara pintu diketuk dari luar. la tetap diam membaca bukunya. Dengan acuh tak acuh ia bergumam, "Masuk!" Pintu terbuka. Prajurit Keenam Belas melongok ke dalam, sementara para prajurit lain dan komandan mereka tetap menunggu di kejauhan. Sambil berharap-harap cemas mereka melihat apa yang akan terjadi sambil bersembunyi. "Eh, selamat siang...," kata Prajurit Keenam Belas seraya beringsut masuk ke dalam ruang tersebut. Kepalanya menunduk, tangannya gemetaran sedangkan kedua lututnya saling beradu. "Malioscipkas!" Divka kembali mengayunkan tangannya, namun kali ini ditujukan pada prajurit malang itu. Seketika kepulan asap keluar dari sekeliling Prajurit Keenam Belas. Wajahnya yang ketakutan menengok ke kanan dan ke kiri, tetap menggenggam erat tongkatnya yang terus goyah. Asap putih itu tiba-tiba masuk seolah tersedot ke dalam tubuhnya dan .... "Klontang!" Suara tongkat terjatuh pun terdengar keras. Sekejap mata, pintu rumah terbuka kembali dan seekor babi mungil berwarna merah muda menggunakan topi prajurit keluar dari rumah itu. Si babi berjalan cepat dengan mengegal-egolkan ekor kecilnya menuju tempat persembunyian para prajurit lain. Begitu lah... hari terus bergulir. Tibalah sore hari. Rombongan prajurit tersebut akhirnya berhasil membawa Divka dengan menandunya ke kerajaan. Turut meramaikan rombongan itu, seekor babi kecil nan montok, empat ekor monyet, dua ekor ayam, dan 13 kodok. Semuanya masih mengenakan topi prajurit. Singkat cerita, pintu ruang rapat dibuka kembali. Banyak orang ada di dalam, termasuk si Penasihat Kerajaan, para permaisuri, para tetua, dan ketiga pangeran. Tapi, ada yang sedikit berbeda di sana. Divka juga di sana! "Kami membutuhkan bantuanmu...," ujar Penasihat Kerajaan, memulai percakapan. Semua orang yang hadir saat itu tidak dapat melepaskan pandangan mereka dari Divka. Wanita cantik penyihir itu duduk di salah satu kursi rapat, seperti biasa ia duduk sambil mengangkat kaki. Karena tidak ada yang mau duduk dekatdekat dia, Divka mendapat ruang yang membuatnya leluasa. Di hadapannya ditempatkan berpuluh-puluh kursi yang didempetkan menjadi satu, yang diisi oleh para peserta rapat. Tanpa peduli Divka duduk santai sembari memain-mainkan tongkat kayunya yang berukuran sekitar setengah meter. Setiap kali ia mengangkat tongkat itu, semua kepala yang ada di depannya menunduk ketakutan karena mereka percaya tongkat itu adalah tongkat sihir. Tentu mereka enggan mengalami nasib yang sama dengan prajurit-prajurit yang datang menjemputnya. "Ehm... kami memerlukan bantuanmu...," ulang si Penasihat Kerajaan, memberanikan diri menghampiri Divka dan menarik kursi untuk duduk di sampingnya. "Ya, aku mendengar." Balas Divka. Ia terus memutarmutar tongkataya. Alhasil, semua orang di depannya serentak menundukkan kepala, menghindari arah putaran tongkamya. Keributan kecil pun terjadi. Kepala Pangeran Ketiga terbentur meja pada saat ikut-ikutan menunduk. Dan, seperti biasa ia mengerang-erang kesakitan. "Heh! Lucu juga, ya, si Bego itu...," bisik Divka kepada si Penasihat Kerajaan seraya menunjuk kearah Pangeran Ketiga. "Ya, saya tahu. Itu juga permasalahan lain. Namun, kami punya sebuah masalah yang sangat mendesak dan kami ingin meminta Anda membantu kami untuk menyele saikannya...," jelas Penasihat. Kali ini matanya melotot pada Pangeran Ketiga, mengisyaratkan dia agar diam. "Apa? Dan, kalau saya bisa membantu kamu, apa yang saya dapatkan?" Divka pun menolehkan wajah tirusnya ke arah Penasihat Kerajaan. Tongkat kayunya diangkat dan ditempelkan pada dagu si Penasihat Kerajaan. Mendorong dagu itu ke atas. "Eh, sebuah penghargaan dari kerajaan... dan kami berjanji tidak akan menjelek-jelekkan nama Anda di belakang Anda lagi." Penasihat menjawabnya dengan mata melirik ke bawah karena kini wajahnya terangkat tinggi oleh tongkat Divka. "Oh, berarti kalian sering menjelek-jelekkan aku selama ini, toh?" Tongkatnya dilepaskan dari dagu si Penasihat Kerajaan dan diacungkannya dari kiri ke kanan, menunjuk semua yang hadir di sana. Lagi-lagi kepala Pangeran Ketiga terbentur meja di depannya. "Terima kasih, aku suka pujian semacam itu. Semakin banyak kalian menghina aku, semakin aku senang! Nah, anggaplah kalau memang aku ingin membantu kalian, apa yang harus kulakukan?" Divka kembali bertanya kepada si Penasihat Kerajaan. la memperbaiki posisi duduknya. Wajahnya kini dibuat menjadi lebih serius dengan rambut hitam panjangnya tergerai menutupi setengah wajah. Tongkat sihirnya ia letakkan di atas meja. Akhirnya, semua orang bisa menarik napas lega. Si Penasihat Kerajaan pun berdiri dari kursinya dan berjalan gagah di hadapan semua orang, lalu menerangkan segala permasalahan kepada Divka, "Kami mempunyai warisan yang diterima dari Sang Baginda Raja yang baru saja wafat. Masalahnya adalah soal membagi bongkahan berlian. Di antara harta bendanya, Sang Baginda Raja mempunyai 36 bongkah berkan yang sangat besar, dan ia ingin membaginya menjadi empat. Saya sendiri mendapatkan satu sebagai tanda terima kasih Baginda atas pengabdian saya. Sisanya yang 35 bongkah dibagi sebagai berikut: 1.1/2 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran Pertama. 2. 1/3 dari 35 akan diberikan kepada Pangeran Kedua. 3. 1/9 dari 35 diberikan kepada Pangeran Ketiga." "Lalu?" Divka yang kini sedang memerhatikan wajah Pangeran Ketiga mengajukan pertanyaan. Sesekali ia menyeringai kepada Pangeran Ketiga yang mengintip dari bakk jubahnya. Seolah jubah itu ia gunakan sebagai perisai. "Lalu, ketiga pangeran ini tidak mau membaginya dengan adil. Hm... karena memang susah untuk dibagi secara adil. Pangeran Pertama meminta 18 bongkah, padahal seharusnya hanya 17,5. Pangeran Kedua meminta 12 di mana seharusnya hanya 11,6. Dan, hal itu jelas akan merugikan Pangeran Ketiga, yang saya yakin, seandainya ia tidak tolol seperti ini juga akan meminta lebih!" "Aku juga ingin lebih!" Teriak Pangeran Ketiga sambil mengintip dari balik jubahnya. Semua orang yang hadir di sana menatapnya dan untuk sekali lagi mereka dengan kompak berteriak kepada Pangeran Ketiga, "DIAAAAAAAAMMM!" Divka tertawa geli melihat hal ini. la pun berdiri dari kursinya dan berjalan berkeliling ruangan. Semua orang kembali tak bersuara. Kibasan jubah, sayap, dan pakaian hitam Divka mengeluarkan aroma harum yang sangat nikmat seperti mawar di pagi hari. Sesekali Pangeran Pertama mencuri pandang, berharap seandainya saja wanita langsing berpakaian serbahitam ini bukan seorang penyihir. "Mungkin ia sudah kujadikan permaisuri." Pikir Pangeran Pertama. Mendadak.... "Tok!" Demikian bunyi tongkat kayu yang mendarat di atas kepala Pangeran Pertama, menyebabkan mahkotanya jatuh miring menutupi mata kanannya. "Jangan berpikir yang tidak-tidak, monyet! Kamu pikir aku mau kamu sentuh? Sekali lagi pikiranmu kotor begitu, kamu akan aku ubah menjadi bekicot! Mengerti?" Bentak Divka. Kebetulan ia berdiri tepat di belakang Pangeran Pertama ketika ia melancarkan pukulan dengan telak. Pangeran Pertama hanya tertunduk, bahkan tidak mau repotrepot membetulkan letak mahkotanya. Ia tidak berani berkomentar apa pun juga, apalagi berpikir untuk membalas. Ia mencoba mengosongkan pikiran. Divka kembali berjalan dan akhirnya kini berhadapan langsung dengan si Penasihat Kerajaan. Mereka berdua saling pandang beberapa detik. "Lalu?" Tanya Penasihat Kerajaan yang mulai merasa risi dengan pandangan tajam Divka. "Aku bisa membantu kalian...," jawab Divka. "Tapi ada syaratnya...," Penasihat Kerajaan menyambut berita itu sebelum Divka sempat menuntaskan kalimatnya. "Apa?" tanya Divka cepat sembari menyipitkan matanya dan melemparkan pandangan tajam ke arah Si Penasihat Kerajaan. "Tanpa ilmu sihir!" Tegas Penasihat Kerajaan. Divka kembali diam, berpikir keras. la berdiri lama sambil menopangkan dagunya di atas jemari tangannya yang lentik. Jemari yang dihias oleh berbagai cincin perak yang terukir indah, salah satunya berbentuk kepala tengkorak berlilit ular. Para hadirin menanti dengan penuk penasaran. "Baik, tanpa ilmu sihir!" Katanya menyetujui. "Dan satu lagi...," sergah Penasihat Kerajaan. "Apa lagi?" Potong Divka. "Tanpa ada yang dirugikan!" "Oke... tanpa ilmu sihir dan tanpa ada yang dirugikan!" Divka kembali mengangguk. "Sekarang begini, saya ingin segera menuntaskannya. Ikuti semua perintah saya. Saya ingin semua bongkahan berlian itu dalam waktu lima menit ada di atas meja ini!" Sentak Divka. Lima menit kemudian 36 bongkah berlian, dengan kilauan jernih bagaikan cermin terkena sinar matahari, sudah terkumpul di atas meja. Para prajurit yang mengangkuti berlian-berlian itu terkapar di atas tanah, kehabisan napas karena harus menguras semua sisa tenaga untuk membawa 36 berlian kurang dari lima menit. Para permaisuri tampak tidak berkedip menikmati indahnya cahaya yang terpantul oleh lapisan-lapisan bongkahan berlian. Beberapa di antaranya berbisik-bisik membicarakan keindahan berlian-berlian itu, beberapa saling sirik dan mengiri atas pembagian yang dianggap tidak adil itu. Ketiga pangeran berdiam diri dan berpikir, mengira-ngira apa yang akan dilakukan Divka. Si Penasihat Kerajaan mengawasi Divka agar ia tidak berbuat curang. Dan, para tetua kebanyakan sudah tertidur pulas di kursinya masingmasing. "Aku akan membantu kalian dengan syarat yang kalian minta, tidak menggunakan ilmu sihir dan tidak ada yang dirugikan." Ucap Divka sembari meraba salah satu bongkah berlian di atas meja tersebut. "Namun untuk melaksanakannya, aku membutuhkan kerendahan hati dari kamu!" Tangannya menunjuk pada Penasihat Kerajaan. "Maksudmu?" Tanya si Penasihat Kerajaan seraya mengernyitkan dahi. Tangannya kembali sibuk memuntirmuntir janggut putihnya. "Aku harus meminjam bongkah berlianmu, dengan janji akan aku kembalikan seutuhnya, dan kamu tidak akan dirugikan sama sekali. Setuju?" "Bagaimana aku bisa percaya padamu?" "Kalau begitu aku pulang saja!" Sentak Divka tak sabar. Serentak Pangeran Pertama dan Kedua berteriak, "Hei, yang benar dong! Penasihat macam apa kamu? Tidak mau merelakan sebentar milikmu untuk menjaga keutuhan kerajaan?" Penasihat Kerajaan kembali diam, dan kemudian mengangguk kendati di dalam hati merasa sangat kesal. Bahkan terlintas di kepalanya bahwa membawa Divka ke kerajaan itu bukanlah hal yang baik sama sekali. Namun, semua sudah terjadi, kini mereka harus menunggu hasilnya dengan pasrah. "Baiklah! Lakukan yang menurutmu baik!" "Nah, itu yang kutunggu dari tadi. Sekarang, semua dengarkan kata-kataku. Aku ingin semua orang menyimak. Pasang kuping kalian baik-baik, jangan ada sedikit pun dari perkataanku yang teriewat. Dan, ini berlaku untuk semua yang ada di ruangan ini!" Divka kemudian meloncat ke atas meja. Sayapnya terkembang indah bagai kilatan bayangan hitam, dan ia mendarat dengan begitu gemulai. Sulit dibedakan apakah ia sekadar meloncat atau terbang ke atas meja. "Hm, kini kita memiliki 36 bongkah berlian. Jadi, kita lupakan dulu kalau satu di antaranya adalah milik Penasihat Kerajaan." Ujar Divka dengan tegas. Semua yang hadir berdiam diri untuk mendengarkan dengan saksama. Bahkan, Pangeran Ketiga pun kali ini terdiam dan mengeluarkan kepalanya dari balik jubah yang biasa menutupi wajahnya. Ia mendengarkan, walau arah berdirinya terbalik dan membelakangi orang-orang. Rupanya ia masih kebingungan, mencari-cari dari mana suara itu datang "Oke, 36 bongkah. Dan, Anda, Pangeran Pertama, bagian sah Anda adalah setengah dari 35. Hasilnya menjadi 17,5 sedangkan Anda ingin mendapatkan 18 karena tidak mungkin berlian itu dipotong-potong. Oleh karena itu, kini, bila kita punya 36 maka bagianmu menjadi setengah dari 36. Kamu bisa mendapatkan apa yang kamu mau, yaitu 18 bongkah berlian!" Pangeran Pertama tertawa puas. Ia merasa mendapatkan apa yang diinginkannya, dan ia tak sabar ingin tahu siapa yang akan menjadi tumbal bagi kerugian di akhir pembagian itu. Divka menengok ke arah Pangeran Kedua dan berkata, "Pangeran Kedua, kamu menuntut sepertiga dari 35, yaitu 11,6. Dan kamu menginginkan 12. Maka, dengan adanya 36 bongkah ini, sepertiganya adalah 12. Kamu boleh mendapatkan 12 bongkah berlian. Sejauh ini semua adil bukan?" Pangeran Kedua mengangguk seraya tersenyum gembira. Namun, wajah Penasihat Kerajaan terlihat ragu, sibuk menebak-nebak apa yang akan terjadi selanjutnya. la melipat tangannya dan tidak melepaskan pandangannya dari Divka. "Dan, kamu Pangeran Ketiga. Hoii! Pangeran Ketiga... hei! Lihat sini! Hoii!" Divka berteriak-teriak memanggil Pangeran Ketiga yang kini sudah berjalan menjauh dari meja, masih mencari-cari dari mana suara memanggil itu berasal. "Eh, Penasihat Kerajaan, bisa tolong...." Divka melirik kepada Penasihat Kerajaan dan menunjuk ke arah Pangeran Ketiga yang kini sudah berada dekat pintu keluar. Diperlukan waktu kurang lebih sepuluh menit untuk mengikat Pangeran Ketiga di kursinya. la tersenyum. Akhknya, ia menemukan sumber suara itu. "Kamu, Pangeran Ketiga yang dungu! Sepersembilan dari 35 adalah 3,8 dan kamu akan saya beri 4, karena kita punya 36 bongkah sekarang. Sepersembilan dari 36 adalah 4, benar begitu? Tolong mengangguk kalau mengerti." Divka menatapnya tajam dan mengacungkan tongkat kayunya. Pangeran Ketiga mengangguk dan menjawab, "Iya, aku mengerti. Sekarang aku tahu kalau sejak tadi itu yang berpidato adalah kamu. Kamu tahu tidak? Sedari tadi aku mencari-caa... hmmmp... hmp!" Tongkat Divka kembali berayun dan mantra ia ucapkan, "Slapstik!" Dan, mulut Pangeran Ketiga seketika terkatup. "Ya, sedari tadi, dong!" Pangeran Pertama berkomentar geli melihat Pangeran Ketiga yang bingung karena mulutnya tidak dapat dibuka. Kedua bibir menempel bagai diberi lem super. "Tunggu! Lalu, bagaimana dengan bagian aku? Bukankah semua harus adil?" Buru-buru Penasihat Kerajaan berjalan mendekati Divka yang masih berdiri di atas meja kayu. Si Penasihat mengangkat kedua tangan untuk mengungkapkan kebingungannya. "Sabar, bapak tua. Aku belum selesai. Eh, ngomongngomong, pernahkan ada yang berkomentar kalau kamu tidak pantas memakai jubah biru?" Divka menjawab dengan sinis. "Kita akan menghitungnya kembali. Oke?" Lanjut Divka. "Pangeran Pertama mendapatkan 18 bongkah, Pangeran Kedua mendapat 12 bongkah, dan Pangeran Ketiga mendapat 4 bongkah. Semuanya puas dan aku tidak melihat ada satu pun dari pangeran yang mengeluh. Nah, kini kita jumlahkan semua yang dimiliki oleh ketiga pangeran itu: 18 + 12 + 4 = 34. Padahal di sini kita punya 36 bongkah. Itu berarti 36 dikurangi 34 sama dengan 2. Yang satu jelas milikmu, Penasihat Kerajaan. Dan, yang satu lagi... menjadi milikku!" Ia melengkungkan tubuh indahnya ke depan, mengambil satu bongkah berlian yang paling besar lalu tertawa dan berkata, "Selesai sudah! Semua bahagia, tidak ada ilmu sihir, dan tidak ada yang dirugikan. Selamat malam para tamu kerajaan sekalian! Terima kasih atas undangan kalian hari ini. Senang berbisnis dengan orang-orang tolol macam kalian! Ha... ha... haaaaa!" la mendongakkan kepalanya, memejamkan mata, dan mengangkat tangan kanannya yang sejak tadi menggenggam tongkat sihir. Tangan kirinya menggendong sebongkah berlian besar. Dan, sebelum orang-orang di sana sadar atas apa yang terjadi, Divka menyebutkan satu mantra lagi, "Acrosdares... melienasitpos!" Kepulan asap ungu tiba-tiba keluar dari ujung tongkatnya, dan dengan seketika menyelimuti tubuh Divka. Seisi ruangan berkabut sehingga pandangan mata semua yang hadir terganggu, tidak dapat melihat jelas apa yang terjadi. "Selamat tinggal!" Seru Divka untuk terakhir kalinya. "KABUUM!" Ruangan pun kembali senyap. Asap ungu yang tadi mengepul di seantero ruangan raib entah ke mana. Yang tertinggal hanyalah 14 permaisuri, tiga pangeran, para tenia yang sebagian masih tertidur, Penasihat Kerajaan yang kebingungan dan sibuk menarik-narik janggut putihnya. Di meja kayu itu kini tersisa 35 bongkah berlian. Tidak ada yang dirugikan. da sebuah peribahasa yang mengatakan bahwa "Lidah lebih tajam daripada pedang". Hal tersebut terkadang sering kali terbukti dalam kehidupan sehari-hari manusia, baik di bidang bisnis maupun politik, ataupun dalam keseharian manusia ketika bersosialisasi. Kata-kata terkadang dapat mendorong manusia untuk berbuat dan mengambil tindakan yang amat-sangat diinginkannya tanpa harus melakukan sesuatu pun. Jelas hal itu dapat terjadi bila manusia dapat menggunakan kata-kata yang dipilihnya secara tepat. Pada kesempatan ini, saya ingin mengatakan bahwa kata-kata yang tepat dapat berguna sebagai "Mantra", yaitu alat beladiri manusia yang paling ampuh di sepanjang sejarah kehidupan manusia. Pernahkah Anda mendengar ada peperangan yang dimenangkan hanya dengan kata-kata? Tahukah Anda bahwa Hider dapat mengumpulkan massa sebanyak itu, mengubah paradigma berpikir mereka, dan kemudian membuat mereka mendukung aksi gilanya dengan hanya bermodalkan kata-kata? Atau, bagaimana bila saya katakan bahwa dengan menggunakan kata-kata yang tepat, Anda dapat melakukan hal-hal yang selama ini tidak pernah Anda bayangkan sebelumnya? Hal yang paling sederhana saja. Misalnya, memengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang Anda minta. Atau, menyelesaikan masalah Anda yang sebelumnya sulit Anda pecahkan sendiri. Atau mungkin, mendapatkan posisi yang lebih tinggi lagi di dalam pekerjaan, atau bahkan membaca pikiran lawan bicara sembari Anda berdialog dengannya? Percaya atau tidak semua itu dapat Anda lakukan bila Anda mampu menggunakan "Mantra" yang tepat ketika berdialog dengan lawan bicara Anda. Sekadar tambahan, tidak sedikit sejarah manusia yang berhasil diubah oleh para tokoh termuka di dunia, hanya dengan kata-kata yang tepat dan penyampaian yang sempurna. Mahatma Gandhi, misalnya. Apakah ia adalah orang yang memenangkan pertempuran dengan senjata? Saya rasa tidak demikian! Ia menggunakan kata-kata, pendekatan, dan karisma yang tepat dalam memenangkan peperangannya. Masih ada lagi, Ibu Teresa. Ia mendekati manusia dengan cinta yang tulus, kata-kata yang tepat, dan rasa sayang yang hangat. Berapa ribu manusia yang telah ia tolong? Luar biasa, bukan, bagaimana semua itu dapat terjadi? "Mantra" yang tepat digunakan pada waktu yang tepat niscaya dapat mengubah segalanya. Dan, "Mantra" itu lah yang akan kita bicarakan sekarang! Berbuat dan Berkata-kata Pada zaman dahulu kala, ketika manusia hidup di zaman prasejarah dan ketika kehidupan sebagian besar berlangsung di dalam gua gelap tanpa penerangan sedikit pun, manusia harus melakukan banyak hal untuk dapat mengungkapkan pendapatnya kepada masyarakat di dalamnya. Mereka marah ketika merasa lapar. Mereka beringas kepada lawan jenis guna mendapatkan kepuasan seksual yang mereka inginkan. Bahkan, mereka harus saling bunuh untuk mendapatkan pembagian makanan yang dianggap hak milik mereka. Tujuan semua ini adalah memberitahu lawan bicara tentang apa yang sebenarnya mereka inginkan. Tak hanya itu, komunikasi ini dimaksudkan untuk mengubah pemikiran lawan bicara untuk mengikuti apa yang mereka inginkan. Namun, sejak ditemukannya kata-kata, manusia dapat mengubah pikiran sesamanya atau bahkan memanipulasi pemikiran lawan tanpa harus melakukan apa-apa selain berbicara. Contoh paling sederhana yang sering kali kita gunakan sehari-hari tatkala berbicara dengan teman kita adalah, "Lebih baik kamu tidak memakan makanan itu. Rasanya seperti sampah!" atau, "Apakah kamu yakin ingin bepergian malam-malam begini dalam keadaan yang rawan dan tidak menentu seperti ini?" Kata-kata merupakan salah satu cara untuk membuat orang mengubah pikirannya dan mengambil tindakan yang lain. Tentu saja, perubahan itu bisa terjadi ketika disertai oleh penekanan dan keyakinan yang benar dalam berkatakata. Dan, hal ini juga membuktikan bahwa kita dapat dengan mudah memanipulasi pikiran orang untuk melakukan apa yang kita kehendaki. Dengan demikian, kata-kata dapat kita gunakan sebagai senjata yang paling ampuh di dalam kehidupan kita. Uniknya, kita jarang sekali sadar bahwa dengan menggunakan kata-kata yang tepat—kata-kata sudah kita pelajari semenjak kecil—kita dapat dengan mudah mengubah berbagai hal yang ada di sekitar kita. Dengan katakata kita dapat membuat hal-hal menuruti keinginan kita, atau bahkan, membantu kita untuk membela diri di dalam banyak hal. Secara ilmiah, apa yang akan Anda pelajari di sini biasa disebut sebagai Linguistic Deception, yang berarti seni berbicara untuk memengaruhi pikiran orang. Di dalam keseharian hidup, pernahkah Anda mengalami sesuatu hal di mana Anda ingin membuat orang lain mendengarkan Anda, menghargai pembicaraan atau ide Anda, membeli barang yang ingin Anda jual, membantu Anda dalam masalah, atau mungkin membuat mereka mau mengikuti perintah Anda tanpa harus melawannya, atau apa pun keinginan Anda tanpa Anda harus memaksa mereka secara langsung? Semua itu bisa dilakukan bila pendekatan yang dilakukan tepat dan jernih serta menggunakan katakata yang memang tepat dengan tema dan keadaannya. Dunia Pikiran Manusia Manusia dilahirkan dengan suatu anugerah yang amat luar biasa, yang membedakannya dari hewan ataupun jenis ciptaan Tuhan yang lain. Manusia dikaruniai pikiran yang jelas dan jauh lebih baik dibandingkan makhluk lainnya. Oleh karena itu, cara berpikir manusia pun dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori nyata. Dan, dengan mempelajarinya, kita sedikit banyak dapat mengetahui cara dan jalan berpikir lawan bicara kita. Bila kita melihat sedikit lebih jauh, pada dasarnya jalan berpikir manusia dapat dibagi menjadi: • Unconscious / alam tidak sadar • Subconscious / alam bawah sadar • Conscious / alam sadar. Begitu luasnya wilayah pikiran manusia ini sehingga salah seorang pakar psikologi dunia, Sigmund Freud, mengumpamakan manusia sebagai gunung es yang berada di tengah lautan. Gunung es yang terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil dari keseluruhan bagian yang sebenarnya. Bagian yang paling besar tersembunyi dari pandangan mata dan hanya dapat dilihat apabila manusia menelusuri kedalamannya. Secara umum, hal ini lah yang terjadi pada manusia. Apa yang Anda lihat pada diri orang lain hanyalah sebagian kecil pribadinya yang mencuat ke permukaan. Sementara itu, apa yang ada di dalam diri orang itu hanya bisa kita ketahui apabila kita dapat menelusuri jiwanya ke bagian yang paling dalam. Di sini kita tidak akan membicarakan hal tersebut. Namun, sangatlah baik apabila Anda dapat mengetahui cara kerja pikiran dan jiwa manusia sebelum kita masuk ke dalam seni yang sebenarnya. Seperti yang kita bahas tadi, di mana manusia mempunyai tiga wilayah pemikiran, tujuan dari mempelajari seni linguistik adalah bagian subconscious atau alam bawah sadar manusia. Mengapa wilayah ini yang kita pelajari? Itu karena, di wilayah ini manusia dapat dengan mudah dipengaruhi jalan berpikirnya tanpa ia sendiri sadari. Dengan kata lain, orang yang bersangkutan tidak akan merasakan bilamana jalan berpikirnya telah kita manipulasi. Dan, jalan termudah untuk melakukan hal tersebut adalah melalui penyampaian linguistik terhadap objek yang kita tuju. Contoh yang paling sederhana adalah cara kerja iklan di televisi. Yang dituju di sana adalah subconscious mind dari cara berpikir manusia. Pernahkah Anda melihat iklan produk sabun, misalnya? Dalam iklan tersebut, mereka tidak dengan jelas maupun langsung mengatakan pada Anda untuk memilih dan membeli produknya (conscious way). Namun, yang mereka lakukan adalah pendekatan bawah sadar antara iklan tersebut dengan cara berpikir Anda. Yang iklan berikan adalah dorongan bawah sadar. Iklan menyatakan bahwa produk yang ditawarkan adalah produk yang sangat baik dan cocok untuk Anda gunakan, tanpa memaksa Anda untuk menggunakannya. Dengan begitu, secara tidak sadar Anda akan memasukkan memori tentang produk tersebut ke dalam pikiran Anda. Dan, memori tersebut—yang tersimpan di dalam alam bawah sadar manusia—akan sewaktu-waktu keluar ke permukaan, yaitu ke alam sadar. Hal ini terjadi ketika ada stimulus atau rangsangan yang datang ke alam sadar Anda. Misalnya, ketika Anda pulang ke rumah dan melihat bahwa celana Anda terkena lumpur. Maka, alam bawah sadar Anda yang menyimpan memori tentang iklan suatu produk sabun cuci akan muncul ke permukaan dan masuk ke dalam pikiran sadar Anda. Begitu lah cara kerjanya! Berikut adalah diagram cara kerja pikiran: Unconscious information Unconscious mind Unconscious longterm memory [Informasi yang tak disadari] [Pikiran tak sadar] [Ingatan jangka panjang yang tak disadari] Conscious stimulus Unconscious memory Conscious mind Conscious action [Rangsangan sadar] [Ingatan yang tak disadari] [Pikiran sadar] [Tindakan sadar] Dengan penjelasan di atas jelas sekali bahwa dalam usaha memanipulasi pikiran manusia, cara yang paling baik adalah dengan "menyerang" pikiran tak sadarnya. Itu karena, secara tidak sadar stimulus ataupun rangsangan yang kita berikan masuk ke dalam pikiran tak sadar seseorang. Dan, hal ini akan membawa orang itu ke dalam sebuah tindakan nyata. Oleh karena itu, dengan penyampaian yang tepat kepada pikiran tak sadar seseorang, kita akan akan mendapatkan hasil yang berkelanjutan dari pemikiran yang kita masukkan ke dalam dirinya. Dan, itu yang akan kita pelajari di dalam MANTRA. Act and Believe (Tindakan dan Kepercayaan) Sebelum kita masuk lebih jauh ke dalam penjelasan Linguistic Deception, kita akan menilik lebih dahulu dua hal yang dapat diubah dan harus diubah di dalam pemikiran manusia. Hal ini penting agar pikiran manusia itu dapat dimanipulasi untuk menerima saran, masukan, atau melakukan segala sesuatu yang kita inginkan. Kedua hal itu adalah: (1) Sikap atau tindakan dan (2) Kepercayaan. Sikap atau tindakan. Setiap manusia mempunyai sikap atau tindakan yang mungkin disetujui ataupun tidak disetujui oleh orang lain. Hal ini lah yang harus kita ubah agar sikap dan tindakan orang tersebut dapat sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kepercayaan. Di dalam hidupnya, manusia mempunyai sesuatu yang sangat hakiki mengenai konsep pemikiran ataupun kehidupan, yaitu hal yang ia perjuangkan, perdebatkan, setujui, atau pertentangkan. Sesuatu itu kita sebut sebagai kepercayaan. Ketika manusia masuk ke dalam zona kepercayaan, banyak hal yang melampaui logika akhirnya dapat ia percayai. Contohnya adalah agama. Betapa banyak kekerasan, pembunuhan, peperangan, dan korban yang berjatuhan hanya karena perdebatan mengenai sebuah kepercayaan. Akan tetapi, kita tidak akan membahas agama di sini. Kalau Anda ingin berbicara tentang agama, mungkin Anda harus mengambil buku tebal yang Anda letakkan di lemari Anda dan yang tidak pernah Anda buka selama bertahun-tahun. Sebaliknya, kita akan mengambil sebuah contoh yang begitu sederhana tetapi dapat membuat Anda memahami betapa pentingnya kepercayaan seseorang. Saya yakin tentu Anda mempunyai orangtua, entahkah mereka masih hidup atau tidak. Tapi, pertanyaan yang hendak saya ajukan di sini adalah apakah Anda tahu siapa orangtua Anda? Ketika Anda membaca ini mungkin Anda akan berkomentar bahwa saya aneh. Jelas Anda tahu siapa orangtua Anda. Akan tetapi, saya akan bertanya lagi, "Apakah Anda yakin bahwa Anda tahu siapa orangtua Anda?" Lalu, Anda akan berkata lagi bahwa Anda yakin. Tetapi, cobalah pikirkan hal ini. Anda tahu orangtua Anda, atau Anda percaya bahwa mereka adalah orangtua Anda? Ini penting karena tahu dan percaya adalah dua hal yang sangat berbeda. Tahu adalah sesuatu yang didukung oleh logika, sementara percaya mengesampingkan logika. Anda mengatakan bahwa Anda mengetahui orangtua Anda. Namun menurut saya, dari seluruh orang di dunia ini, yang betul-betul mengetahui siapa orangtuanya mungkin hanya 20%. Selebihnya hanya percaya kalau orangtua yang mereka lihat adalah orangtua mereka, tanpa pernah mengetahui orangtua yang sebenarnya. Mengapa saya mengatakan hal ini? Itu karena, saya berpikir secara logis. Cobalah pikirkan hal berikut ini. Ketika Anda mengatakan bahwa Anda mengetahui orangtua Anda, di mana logikanya? Ingat, logika adalah sesuatu yang didasarkan oleh bukti, bukan tesis belaka. Nah, sekarang, apa buktinya bahwa mereka adalah orangtua Anda? Apakah Anda mempunyai foto sewaktu kecil ketika Anda baru dibawa keluar dari rumah sakit? Bisa saja itu foto hasil rekayasa. Mungkjin Anda adalah anak hasil adopsi yang memang diambil dari rumah sakit tersebut. Dan, hal itu dirahasiakan oleh kedua orangtua Anda hingga sekarang. Kalau begitu, dapatkah Anda membuktikan bahwa orangtua Anda saat ini adalah orangtua Anda? Pernahkah Anda mencocokkan DNA Anda dengan kedua orangtua Anda? Kalau pernah dan hasilnya sama, mungkin saya baru percaya. Tapi, itu pun saya baru percaya 75% karena mungkin saja terjadi kesalahan pada saat pengecekan. Apakah Anda pernah memusingkan hal ini? Saya rasa jawabannya adalah tidak karena Anda sesungguhnya sudah masuk pada zona kepercayaan. Di dalam zona ini Anda tidak mau lagi ambil pusing apakah hal itu masuk akal atau tidak. Yang penting bagi Anda adalah Anda percaya, terserah orang mau berbicara apa. Persoalan ini tidak akan memengaruhi Anda karena Anda sudah percaya. Hal ini menunjukkan bahwa kepercayaan manusia akan suatu hal akan mengubah jalan pikiran orang tersebut. Bila Anda percaya angka 13 sebagai angka sial, Anda akan selalu menghindari angka tersebut. Bila Anda percaya bahwa angka 8 akan membawa rejeki, Anda akan selalu mencari segala sesuatu yang mencantumkan angka tersebut. Dan, sangat disayangkan sekali bahwa kepercayaan seseorang biasanya membuat ia memperjuangkan segala sesuatu tanpa mengindahkan risikonya. Sekali lagi, hal ini membuktikan bahwa kepercayaan seseorang mengubah tingkah lakunya secara bawah sadar. Oleh karena itu, kalau kita dapat mengubah kepercayaan objek yang kita tuju, kita dapat mengubah tingkah lakunya. Atau dengan kata lain, kita memasuki konsep stimulus yang merangsang pikiran bawah sadar atau subconscious mind, mengubah pikiran sadar atau conscious mind, dan akhirnya menghasilkan tindakan sadar atau conscious action. Tetapi, jelaslah bahwa mengubah kepercayaan seseorang bukan sesuatu hal yang mudah, meski bukan berarti mustahil. Dan, hal itu bisa kita pelajari di dalam Linguistic Deception ini. ang pertama kali harus kita pelajari dalam Unguis tic Deception ini tidak lain adalah cara bicara yang tepat dalam memberi masukan atau pendapat kefJada lawan bicara kita. Percaya atau tidak, ada begitu banyak prinsip psikologi di dalam seni berbicara yang dapat digunakan untuk memasukkan pendapat ke dalam pikiran orang lain. Walaupun begitu, tidak semua teori tersebut dapat digunakan secara mutlak sesuai aturan mainnya. Masih terdapat banyak faktor lain yang memengaruhi yang harus dipadukan agar menghasilkan suatu bentuk yang sempurna. Tetap saja, hal ini merupakan faktor terpenting yang menurut saya dapat berdiri sendiri di dalam seni tersebut. Mari kita bahas satu per satu. 1. Two Sides Triangle (Segitiga bersisi dua) Kalau Anda pernah mendengar lagu Phil Collins yang berjudul Both Sides Story, Anda akan tahu bahwa segala sesuatu selalu mempunyai dua sisi: Sisi subjek dan sisi objek. Sisisisi tersebut menciptakan berbagai cerita sebagai hasil sudut pandang yang berbeda, dan biasanya sisi yang satu berusaha merendahkan sisi yang satunya. Oleh karena itu, ketika kita ingin memasukkan suatu paham, pemikiran, ataupun "pemaksaan" secara tidak langsung kepada orang lain, terlebih dahulu kita harus mengetahui apakah objek atau lawan bicara kita itu sudah memiliki informasi dari sudut pandang yang lain, terkait hal-hal yang akan kita sampaikan. Kalau mereka sudah memiliki informasi itu, kita harus menggunakan konsep dua sisi, yaitu menunjukkan sisi yang salah dan alasan mengapa sisi tersebut dikatakan salah. Hal ini perlu dilakukan karena objek/lawan bicara kita sudah mengetahui informasi lain tentang hal yang ingin kita sampaikan. Jadi, kita harus menunjukkan kepada mereka bahwa sejak dulu kita sudah mengetahui informasi yang jatuh kepadanya itu. Karena, kalau tidak demikian, mereka tidak akan percaya dan timbullah rasa curiga. Berikut adalah contoh praktisnya. Ada orang ingin membeli sepatu di dua tempat yang berbeda. Kebetulan salah satu toko sepatu tersebut adalah milik Anda. Maka, Anda harus mengetahui apakah lawan bicara Anda mempunyai pilihan sepatu di tempat lain. Kalau benar demikian, kita harus memasukkan sudut pandang tentang sepatu yang lain itu. Misalnya, sepatu itu memang bagus jika dibandingkan dengan sepatu yang Anda jual. Tetapi, apa betul harga yang ditawarkan masuk akal untuk sepasang sepatu? Saya rasa orang seperti Anda bisa memanfaatkan permainan logika dalam memilih sesuatu. Di sini kita memberikan informasi dari dua sisi tentang sepatu yang kita jual dan sepatu yang orang lain jual. Dan juga, di sini kita menggunakan kelemahan kita sebagai kekuatan (sepatu yang kita tawarkan tidak sebaik yang dilihat calon pembeli di toko lain, tetapi harganya lebih masuk akal). Kelemahan sebagai kekuatan akan kita bahas di dalam bab berikutnya. Mari kita simak contoh lain di dalam kehidupan manusia. Belakangan ini kita banyak kali mendengar terjadinya perselingkuhan dalam hubungan percintaan. Mengapa hal itu bisa terjadi? Itu karena si objek secara tidak sadar diberi pesan dua sisi dari si subjek dan ia menerimanya begitu saja. Misalnya saja, Anda sebagai seorang pria tertarik pada wanita yang sudah memiliki kekasih, atau sebaliknya. Anda mengetahui berbagai kekurangan sebenarnya ada pada diri sang kekasih. Tak hanya itu, Anda pun mengetahui bahwa objek Anda secara tidak langsung juga sudah mengetahui kekurangan yang pada diri kekasihnya. Maka, keadaan ini menunjukkan bahwa si objek sudah sadar akan informasi dua sisi tersebut. Dengan demikian, untuk memengaruhinya Anda harus menggunakan metode dua sisi tersebut. (Tunjukkan sisi yang salah dan jelaskan alasan mengapa hal itu salah.) Beritahulah si objek bahwa Anda paham benar keadaan ataupun informasi dari sisi pesaing Anda. Lalu, gunakan kelemahannya dan lemahkan kelebihannya. Cari kelemahannya satu per satu dan katakan lewat perbandingan. Misalnya, Anda dapat mengatakan, "Saya sudah tahu kalau kamu mempunyai kekasih yang kamu sayang. Tapi, saya dengar ia sudah jarang memerhatikan kamu dan lebih sibuk dengan segala kegiatannya, yang katanya demi meniti^ kariernya semata. Saya yakin hal itu juga akan mengganggu kamu sebagai pasangannya. Bukankah arti kekasih adalah orang yang menyediakan waktu untuk pasangannya?" Dengan begini kita secara tidak langsung memberitahunya bahwa kita juga mengetahui informasi dari sisi lain dan bahwa kita sungguh menaruh perhatian yang cukup dalam mengenai hal itu. Percaya atau tidak, hal ini yang selalu membuat orang berselingkuh! Itu karena adanya perbandingan dari dua sisi yang berbeda. (Tapi menurut saya, hal di atas bukan untuk diteladani oleh Anda! Hal ini sekadar contoh yang saya berikan karena fenomenanya sangat mudah Anda amati di dalam masyarakat saat ini. Jadi, bukan untuk ditiru!) 2. One Side Triangle (Segitiga satu sisi) Namun, apabila lawan bicara Anda sama sekali tidak mengetahui informasi dari sisi yang berbeda/sisi yang lain, sebaiknya Anda tidak menggunakan pesan dua arah. Sebaliknya, gunakan saja pesan satu arah dan "paksakan" pemikiran Anda tanpa memberikan perbandingan apa pun. Andaikan kita mengulang contoh toko sepatu tadi. Apabila kita yakin bahwa si pembeli belum melihat atau mendapatkan informasi apa pun tentang sepatu yang lebih baik di toko lain, Anda tidak perlu membuat perbandingan sama sekali. Anda tidak perlu mengatakan hal-hal seperti 'Anda tahu sepatu di toko sebelah? Harganya mahal sekali." Hal ini sungguh tidak perlu dikatakan karena dengan mengatakannya Anda secara tidak langsung memberi informasi kepada lawan bicara Anda bahwa ada sesuatu yang menarik perhatian Anda. Secara tidak langsung, informasi Anda itu akan menjadi perhatian lawan bicara Anda. Meskipun Anda berusaha memberikan informasi negatif tentang sepatu di toko sebelah, hal ini tetaplah salah, terlepas dari informasi apa pun yang Anda berikan. Kata-kata Anda ini akan membuat lawan bicara Anda menjadi sadar mengenai keberadaan sesuatu yang lain, yang mungkin harus diperhatikan juga. Bayangkan saja, orang yang tadinya hendak membeli sepatu di toko Anda, kini mungkin berubah pikiran dan berkata, "Hm... mungkin sepatu di sana memang lebih mahal. Tapi, siapa tahu kualitas sepatunya lebih baik?" Ingatlah bahwa informasi—atau apa pun itu—yang buruk bagi Anda tidak selalu berarti buruk di mata orang lain! Menjelek-jelekkan sesuatu dapat membuat orang lain peduli pada sesuatu itu dan menghasilkan antipati terhadap Anda! (Berhati-hatilah saat berkata-kata!) Atau, andaikan Anda sedang mengejar seorang kekasih. Lalu, dengan tidak bijaksana Anda membuat perbandingan antara diri Anda dengan orang lain yang sebenarnya tidak pernah ada. Itu sebuah kesalahan besar! Jangan pernah mengatakan, "Lebih baik kamu menjadi kekasih saya karena saya sayang kamu. Kamu tidak tahu, bukan, kalau si JONI teman kampusmu itu juga menyukaimu? Tapi, Joni itu tukang bohong, enggak cakep lagi! Mendingan kamu sama saya kan?" Kata-kata di atas adalah suatu hal paling bodoh yang pernah dikatakan orang ketika menginginkan sesuatu. Mengapa demikian? Itu karena, kendati Anda menjelekjelekkan pihak ketiga, secara tidak sadar Anda juga memberi informasi tentang adanya pihak ketiga. Ini sama halnya dengan contoh kasus toko sepatu tadi. Anda membuat lawan bicara Anda "sadar" tentang sesuatu yang selama ini ia sendiri tidak pernah ketahui! Ingatlah sekali lagi, memburukburukkan sesuatu dapat membuat orang lain sadar dan peduli" pada sesuatu itu dan mengundang antipati terhadap Anda. Ada sebuah contoh lain yang cukup menarik tentang pemberian informasi yang tidak seharusnya terjadi. Simaklah dengan saksama kisah berikut ini: Alkisah ada sebuah keluarga yang baru saja mempunyai seorangpembantu yang datang dari desa terpencil. Pembantu ini belum pernah bekerja di kota sebelumnya sehingga dapat dikatakan masih sangat polos dalam berbagai hal, termasuk membaca. Suatu ketika sang Tuan dari pembantu tersebut melihat berita di sebuah surat kabar tentang pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pembantu rumah tangga terhadap majikannya. Lalu, dengan serta-merta sang Tuan memanggil pembantu barunya dan menceritakan kejadian keji yang baru saja dibacanya. la mengatakan keburukan yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang pembantu rumah tangga yang baik. la mengatakan bahwa hal itu sangat keji, penuh dosa, dan biadab. Bila kita memerhatikan cerita di atas, secara tidak langsung sang Tuan memberitahu si pembantu bahwa membunuh majikan sangatlah tidak baik dan menakutkan. Secara bawah sadar, sang Tuan mendidik pembantunya untuk tidak melakukan hal yang sama dengan apa yang dibacanya. Lalu, bagaimana menurut Anda? Baikkah hal itu? Mungkin saja Anda berkata itu baik. Namun, sebenarnya itu adalah kesalahan. Ingatlah bahwa si pembantu adalah seorang yang baru tiba dari desa, polos, dan bahkan tidak dapat membaca. Dan, menurut saya, pemberian informasi baru dari sang Tuan itu tidak diperlukan karena pengetahuan itu bersifat negatif. Mungkin saja tujuan dari pemberian informasi tersebut baik. Akan tetapi, akhirnya si pembantu yang tadinya tidak memiliki konsep tentang pembantu yang mampu membunuh majikannya, kini mendapatkan konsep baru. Si pembantu menjadi sadar bahwa hal semacam itu ada, pernah dilakukan, dan mungkin bisa dilakukan. Contoh berikutnya adalah tentang ketakutan sebagian orang kepada hantu. Mengapa Anda takut kepada hantu? Itu karena konsep hantu ada pada diri Anda. Semenjak kecil Anda diberitahu bahwa hantu itu menyeramkan, menakutkan, dan sangat berbahaya bagi kita, manusia. Bukan begitu? Bayangkan bila kita tidak pernah mengajarkan tentang apa itu hantu kepada anak kita. Kira-kira apakah suatu saat nanti, ketika ia sudah besar, ia akan takut pada hantu? Saya pikir tidak! Bagaimana mungkin seseorang bisa merasa takut akan sesuatu hal bila ia sendiri tidak memiliki konsep tentang hal itu. Apakah Anda setuju dengan saya? Oleh karena itu, kita harus sangat berhati-hati dalam memberikan informasi kepada seseorang. Bila dirasa tidak perlu, jangan berikan! Itu sama saja Anda memberitahu maling di mana Anda menyimpan uang. Tidak bijaksana, bukan? 3. Induksi dan Deduksi Bawah Sadar Dalam Linguistic Deception, kita juga dapat belajar memengaruhi orang lain dengan memberi masukan bawah sadar. Masukan itu sendiri dapat dibagi menjadi dua, yaitu induksi dan deduksi. Deduksi Dalam pendekatan deduksi, kita akan memberitahu lawan bicara kita tentang apa yang kita inginkan dari mereka secara langsung Mengarahkan, meminta, atau memaksa secara langsung sebelum memberikan penjelasan kepada lawan bicara kita. Pendekatan ini bisa saya sederhanakan sebagai: Meminta/memerintah baru memberi alasan mengapa mereka harus melakukan hal itu. Perhatikan contoh berikut: Perintah: "Anda harus membeli telepon genggam merek Hitachi karena...." Alasan: "Telepon genggam merek itu mempunyai fungsi yang luar biasa dan desainnya sangat futuristik, sesuai sekali untuk kalangan muda seperti Anda!" Atau, Permintaan: "Dapatkah saya menjadi kekasihmu?" Alasan: "Karena, sejak dulu saya telah memerhatikan dan menyayangimu...." Jadi, di sini Anda dapat melihat bahwa kita mengajukan permintaan atau perintah terlebih dahulu, sebelum kita memberikan alasan pada lawan bicara kita. Sementara itu, induksi bekerja sebaliknya. Dalam pendekatan ini, kita memberikan alasan lebih dulu sebelum meminta sesuatu dari lawan bicara kita. Dalam beberapa hal, pendekatan deduksi jauh lebih efektif dibandingkan induksi. Itu karena kita memberikan inti persoalan terlebih dahulu sebelum memberikan penjelasan. Dengan demikian, lawan bicara kita dapat dengan mudah dan jelas menangkap maksud dan keinginan kita secara gamblang. Sementara itu, dalam pendekatan induksi, lawan bicara kita tidak tahu apa yang kita inginkan sampai akhir pembicaraan tiba. Dalam pendekatan ini, lawan bicara kita dimungkinkan salah paham akan maksud atau keinginan kita. Mari kita simak contoh pendekatan induksi di bahwa ini: Alasan: "Saya menyayangimu, menyukaimu. Dan, dari dulu saya sudah tertarik padamu. Bolehkah saya menjadi kekasihmu?" Alasan: "Telepon genggam merek Hitachi itu bagus sekali. Fungsinya, penampilannya, dan bahkan harganya pun sangat terjangkau. Lebih baik Anda membeli telepon itu daripada mereka yang lain!" Namun, seperti seni-seni lainnya, cara ini begitu fleksibelnya sehingga Anda harus mampu melihat lawan bicara Anda sebelum dapat memilih metode pendekatan mana yang tepat untuk digunakan. Misalnya, andaikan lawan bicara kita bersifat agak menantang atau kurang percaya pada hal yang akan kita tunjukkan. Maka, dalam hal ini pendekatan induksi akan jauh lebih berguna. Setidaknya dalam pendekatan ini mereka dapat mendengar argumen kita sebelum masuk pada intinya dan kita dapat dengan mudah membangun kepercayaan pada diri lawan bicara kita. Percaya atau tidak, biasanya anak-anak sangadah pandai menggunakan hal ini tanpa disadari oleh orangtua mereka. Mari kita simak contoh berikut ini: Deduksi Permintaan: Ma, saya ingin punya sepeda! Orangtua mungkin terkejut. Dan, sebelum si anak sempat menerangkan apa-apa, orangtua mungkin langsung menolak permitaan itu. Alasan: "Ah, untuk apa beli sepeda? Kamu belum memerlukannya. Kan, masih banyak yang harus dibeli. Lebih baik beli buku saja." Hal ini terjadi karena si anak secara tidak sengaja bersifat menantang terhadap ada orangtuanya. Induksi Alasan: "Ma, Andi setiap pulang sekolah selalu jalan kaki. Andi lelah sekali...." Permintaan: "Boleh tidak Andi minta dibelikan sepeda supaya Andi bisa lebih cepat pulang dan tidak kelelahan? Boleh, ya, Ma?" Di sini lawan bicara mendengarkan penjelasan terlebih dahulu yang dibuat sedemikian rupa agar ia memercayai poin akhir pembicaraan. Dengan demikian, lawan bicara kita tidak mampu langsung menolak. Dari contoh di atas terlihat jelas bahwa pendekatan induksi sangat baik untuk membujuk secara bawah sadar. Sementara itu, pendekatan deduksi baik digunakan untuk menunjukkan wibawa sang pembicara. Misalnya, pada saat pidato, seminar, dan sebagainya. Akan tetapi, tetaplah perhatikan baik-baik sikap lawan bicara kita terlebih dahulu. 4. Keuntungan yang Datang Setelah Kegunaan Dalam berjualan, biasanya ada rumusan yang sangat hakiki di dalamnya, yaitu memberitahukan keuntungan dari barang yang akan dijual alih-alih kegunaan sebenarnya. Itu karena, biasanya calon pembeli/lawan bicara secara psikologis memang tidak ingin mengetahui apa yang menjadikan suatu barang berguna dan lebih ingin tahu keuntungannya. Untuk memperjelas maksud saya, mari kita bedakan antara kegunaan dan keuntungan lewat contoh di bawah ini: Contoh 1. Minuman ini mengandung serat yang sangat tinggi dan juga vitamin yang sangat berguna bagi pelarutan lemak di dalam tubuh sehingga berguna untuk mengangkat lemak yang tertinggal di dalam tubuh manusia ketika mengkonsumsi makanan secara berlebihan. {Kegunaan) Minuman ini akan membuat Anda ramping bagaikan model. (Keuntungan) Contoh 2. Mobil yang Anda lihat ini memiliki kelebihan yang sangat luar biasa. Mobil ini dilengkapi teknologi turbo dari Jepang yang akan menambah daya laju mobil sehingga tidak terkalahkan. {Kegunaan) Mobil ini bisa dipacu sangat cepat sehingga Anda bisa berkejar-kejaran dengan polisi dan mereka pasti ketinggalan. {Keuntungan) Contoh 3. Bacalah buku ini karena buku ini mempunyai banyak hal yang tidak diketahui oleh orang awam. Di dalamnya terdapat pendidikan tentang pengembangan diri dan intelektual yang berguna untuk mengembangkan identitas diri Anda. {Kegunaan) Dengan membaca buku ini, Anda akan menjadi orang yang sukses di segala bidang. (Keuntungan) Setelah Anda melihat contoh-contoh di atas, tampak jelas bahwa di satu sisi pembicara mencoba menunjukkan kegunaan dari hal yang diyakininya sangat menarik. Di sisi lain pembicara menunjukkan keuntungan yang akan didapat lawan bicaranya dari hal yang sedang dibicarakan. Secara psikologis, pendengar akan lebih tertarik pada segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya secara langsung. Itu karena adanya faktor sentuhan pribadi atau personal touch. Ingatlah bahwa orang secara bawah sadar maupun sadar lebih menyukai keuntungan apa yang bisa ia peroleh dan tidak ingin membuang-buang waktu untuk menyimak kegunaan sesuatu hal. 5. Pilihan yang Melarang: Pilihan... larangan.... Terkadang ketika berbicara kita ingin mengubah pendapat orang atau memberi masukan pada orang lain tentang pikiran kita. Dan, yang paling sering kita lakukan secara tidak sadar adalah memberi larangan pada orang tersebut, bila hal yang ia inginkan tidak sesuai dengan kemauan kita. Apakah Anda berpikir pemberian larangan akan efektif ? Ya, tentu tidak. Coba kita gunakan logika kita. Tatkala Anda memberi larangan, itu berarti Anda melarang subjek tersebut untuk melakukan sesuatu yang diingininya. Dan bila ia dilarang, subjek itu akan kehilangan sebuah momen yang begitu diingininya. Lalu, apa yang harus ia lakukan? Di situ lah letak kesalahan kita. Kita tidak memberikan pilihan sebagai pengganti momen tersebut! Misalnya, Anda tidak suka melihat pacar Anda merokok. Maka, Anda langsung berkata padanya, "Hei, jangan merokok lagi! Saya tidak suka dan itu buruk bagi kesehatan kita!" Bagi Anda yang memang belum pernah merasakan nikmatnya rokok, memang mudah sekali mengatakan hal demikian. Tapi, tahukah apa yang dirasakan orang ketika mereka berhenti merokok? Mulut mereka akan terasa sangat pahit sekali. Sebaliknya, kita mungkin dapat menawarkan pilihan kepada subjek tersebut sebagai pengganti aktivitas merokok. Misalnya dengan berkata, "Daripada kamu merusak kesehatanmu dengan merokok, bukankah lebih baik kalau kamu mengunyah permen karet saja?" Atau, "Daripada kebut-kebutan di jalan, bukankah lebih baik kamu mendaftarkan diri untuk ikut reli mobil secara teratur?" Meski demikian, ternyata menawarkan pilihan pada subjek tidak selamanya berjalan mulus seperti yang kita harapkan. Untuk kasus ini, saya menganjurkan Anda untuk menggunakan teknik lain yang mungkin akan lebih efektif. Teknik ini adalah pemberian "Pilihan negatif bagi masa depan pihak yang dikasihi". Jangan sampai Anda dibingungkan oleh judulnya. Maksudnya adalah demikian: Banyak orang di dunia ini yang secara sengaja merusak diri sendiri tanpa memikirkan masa depannya. Orang tahu bahwa mabuk-mabukan tidak berguna bagi masa depannya, bahwa itu hanyalah kenikmatan sesaat. Para perokok juga begitu, apalagi orang yang menyalahgunakan obat-obatan. Namun, apakah mereka peduli? Saya pikir tidak. Kenikmatan sesaat itu secara tidak langsung menutupi pandangan orang tentang masa depannya. Dengan demikian, adalah mungkin bagi mereka untuk mengacuhkan masa depannya. Berikut adalah sebuah contoh yang menarik: Ada seorang pria mapan yang sudah berkeluarga dan mempunyai seorang istri yang cantik. Mereka telah dikaruniai seorang anak perempuan yang telah berusia 14 tahun bernama Mala. Pria itu adalah seorang perokok berat dan istrinya setiap hari mengeluhkan hal itu. Dokter telah mengatakan bahaya merokok bagi kesehatannya, namun sang ayah hanya diam dan terus merokok. la tampak tak peduli dengan kesehatannya. Pilihan demi pilihan dilontarkan sang istri kepada suaminya. Bahkan, sang istri sempat berkata hendak meninggalkannya bila ia tetap merokok. Rupanya kali ini ancaman itu berhasil. Sang suami berhenti merokok di depan istrinya, namun tetap menjadi perokok superaktif di belakangnya. Sampai suatu saat sang istri merasa lelah memperingatkan, lalu membiarkannya. Bagaimanapun, suatu malam, ketika pria itu sedang menonton televisi dan terbatuk-batuk sambil mengisap rokok, anaknya yang masih berumur 14 tahun itu keluar dari kamarnya. Si anak menangis keras, merebut rokok ayahnya, dan berkata, 'Papa, tolong berhenti membunuh diri Papa sendiri! Mala ingin Papa ada di sana ketika Mala sudah besar dan hendak menikah. Mala ingin Papa ada untuk anak-anak Mala nanti. Mala tidak mau kehilangan Papa begitu cepat. " Sejak hari itu pria tersebut berhenti merokok. Sebenarnya, apa yang telah terjadi di sini? Mengapa perkataan dokter tentang kesehatannya dan istri yang mengancam akan meninggalkannya tidak berhasil mengubah pria dalam contoh di atas? Namun ternyata, si Mala kecil dapat mengubahnya? Itu karena Mala memberikan pilihan yang tidak mengancam subjek dan tidak mendesak. Mala justru memberikan pilihan yang pahit kepada dirinya sendiri, yaitu kesedihan dan rasa tidak ingin kehilangan ayahnya. Ucapan Mala membuat sang ayah memerhatikan pilihan negatif yang ia berikan kepada masa depan orang yang ia cintai, yaitu Mala sendiri. Renungkan dan coba pikirkan bagaimana hal seperti ini dapat mengubah banyak aspek di dalam kehidupan kita. 6. Ancaman Pihak Ketiga Setelah merenungkan hal di atas, barulah hal berikut ini menjadi lebih menarik bagi Anda. Pernahkah Anda mendengar cerita, membaca buku, atau bahkan menonton sebuah film tentang mafia? Nah, ini lah salah satunya. Mari kita simak bersama. Seorang polisi tertangkap di dalam suatu perkumpulan mafia. Ia lalu diminta untuk mengakui sesuatu yang sangat penting. Di sana ada seorang tukang pukul yang badannya mungkin tiga kali lebih besar dari badan si polisi, dan mengancam dengan berkata seperti ini, "Ayo, mengaku! Kalau tidak saya pukul kamu habis-habisan!" eBook by MR. Akankah polisi itu mengaku? Ya, memang itu tergantung filmnya, tapi biasanya tidak. Lalu, kita anggap saja si tukang pukul melanjutkan ancamannya, "Kalau tidak mengaku, saya setrum kamu, saya potong jari tanganmu!" Dan, orang itu tetap bersikukuh tidak mau mengaku. Si tukang pukul terus mengancam, "Ayo, mengaku atau saya ikat kamu di tempat gelap dan saya paksa kamu nonton film India selama 6 jam!" (Mungkin sekarang si polisi baru mau mengaku!) Namun, seperti kebanyakan film, biasanya si jagoan tetap diam seribu bahasa dan tegar. Tapi, bagaimana dengan ancaman ini: "Ayo mengaku atau istri dan anak kamu saya bunuh!" Biasanya 99% orang akan mengaku. Mengapa? Hal ini sama seperti contoh kasus sebelumnya, yakni tentang rokok. Di sini kita tidak memberikan ancaman pada pihak yang bersangkutan, namun pada pihak ketiga. Bila kita kembali pada contoh rokok tadi, seperti biasa kita tidak bisa mengatakan, "Ayo, jangan merokok karena kamu akan meracuni dirimu sendiri!" Acap kali orang sekadar mengangguk-anggukkan kepala karena merasa ia lah yang berhak mengatur hidupnya, bukan orang lain. Alih-alih berkata seperti itu, coba katakan, "Apa kamu tidak kasihan pada ibu, istri, dan juga anak-anakmu? Tahukah kamu bila kamu merokok, mereka selalu terkena asapnya. Dan, ini akan membuat mereka menjadi perokok pasif dan bisa sangat berbahaya bagi mereka? Ayo, kasihani mereka! Pikirkan masa depan mereka yang masih panjang. Demi mereka berhennlah merokok." Gunakan juga hal serupa di dalam hal-hal lain, seperti kebiasaan berjudi, mabuk, dan sebagainya. eBook by MR. 7. Informasi Baru Misalkan Anda sedang berjualan atau menawarkan sesuatu. Anggaplah Anda adalah seorang penjual sabun. Apabila Anda berkata bahwa sabun itu dapat membersihkan tubuh dan membuatnya wangi, dan sebagainya... maka yang Anda berikan adalah informasi lama yang kurang menarik perhatian orang yang dituju. Itu karena yang Anda berikan adalah informasi usang yang sudah diketahui oleh orang tersebut. Dan, semakin tidak menarik karena tidak mengandung informasi baru. Tapi, kalau saja kita mengatakan bahwa sabun ini juga bisa dimakan Jelas, hal ini akan menarik perhatian orang karena itu adalah informasi baru yang belum pernah ia dengar sebelumnya. (Lagipula bukankah memang semua sabun itu dapat dimakan? Walaupun harus bertaruh nyawa!) Poinnya di sini adalah informasi baru akan selalu tampak lebih menarik. Cobalah pikirkan hal ini dalam konteks kehidupan Anda sehari-hari. Masukkan berbagai informasi baru yang bisa membuat diri Anda menjadi pusat perhatian! Dan, tahukah Anda bahwa gas elpiji itu sebenarnya tidak berbau? Mungkin, Anda akan menyangkalnya karena Anda yakin kalau tabung gas elpiji bocor maka akan timbul bau. Betul! Akan tetapi, sebenarnya gas elpiji memang tidak berbau! Hanya saja, di dalam proses pengemasannya, gas itu diberi aroma khusus. Hal ini dimaksudkan agar gas menghasilkan bau yang unik dan mudah dikenali manakala tabungnya bocor! Menarik, bukan? Mungkin, karena ini adalah informasi baru bagi Anda! Sekali lagi, jangan lupa. Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, berhati-hatilah dalam memberikan informasi baru. Jikalau informasi baru itu cenderung bersifat negatif, akan lebih baik bagi Anda untuk tidak menyebarkannya agar tidak terbentuk konsep yang tidak perlu. 8. Perumpamaan Pernahkah Anda mencoba menyampaikan sesuatu kepada orang lain, namun tidak berhasil? Memang, di dalam percakapan perkataan secara langsung dan terus-terang dapat membuat segala sesuatu menjadi tidak efektif. Bahkan, kadang malah tidak berguna bagi kedua belah pihak. Di dalam hidupnya manusia selalu menggunakan perumpamaan dalam berbicara. Bayangkan saja ketika kita masih kecil. Seberapa banyak dongeng yang dituturkan kepada kita agar kita memahami hal-hal baik yang sebenarnya dapat disampaikan secara langsung? Pernahkah Anda mendengar kisah Malin Kundang? Untuk apa kiranya cerita tersebut dibuat? Tidak lain hanya untuk mengatakan bahwa sebagai anak sebaiknya kita menurut dan tidak kurang ajar pada orangtua. Hanya itu saja intinya. Dan, itu disampaikan lewat perumpamaan yang berbelit-belit. Anehnya, anak-anak lebih menangkap pesan yang disampaikan lewat cerita, bukan? Hal ini membuktikan bahwa manusia lebih dapat menerima hal-hal yang bersifat perumpamaan di dalam hidupnya. Dan, hal ini dapat kita gunakan sebagai senjata dalam seni berbicara. Cobalah cari sebuah perumpamaan yang tepat, lalu sampaikan melaluinya. Berikut adalah contoh kasus yang saya alami sendiri: Pernah satu ketika saya ditawari obat terlarang oleh kawan saya. Di sini saya dihadapkan pada hal yang sangat sulit. Di satu sisi saya tahu bahwa hal itu tidak baik, namun di sisi lain ia adalah kawan lama saya yang memang sudah terbiasa dengan obatobatan. Artinya, saya sedang menghadapi orang yang jelas-jelas sulit diberi pengertian. Mungkin, saya dapat menjelaskan padanya bahwa obat-obatan semacam itu akan berakibat buruk baginya dan bahwa saya tidak akan menggunakannya. Namun, apa hasilnya? Ada kemungkinan saya akan membuang-buang waktu seharian penuh dengan orang itu tanpa hasil apapun. Ingatlah hal yang sudah kita bahas di atas: Informasi itu sudah usang... bukan informasi baru! . Saya mungkin saja menolak obat-obatan tersebut sambil marah. Tapi, itu pun tidak akan membuahkan hasil. Oleh karena itu, saya menggunakan sebuah metode yang saya sebut "The Confusing Double Questions" atau Pertanyaan Ganda yang Membingungkan. Maka, saya berkata padanya, "Ah, saya tidak mau coba itu...." Ia pun tangkas membalas, "Coba dulu, dong! Biar tahu rasanya. Nanti pasti minta lagi, kamu kan belum pernah mencoba. Nah, mau enggak? Kalau belum pernah coba mana tahu? Semua itu kan harus dicoba dulu baru tahu!" Saya pun menjawab, "Eh, kamu pernah enggak digigit ular?" "Belum!" katanya. "Hm, mau coba enggak? "Apa kamu gila?!" katanya lagi. Kemudian, saya kembali berkata, "Lho, kan kamu belum pernah coba? Coba dulu dong, siapa tahu enak!" Tak mau kalah, kawan saya itu menimpali, "Mana mungkin enak? Semua orang juga tahu kalau yang namanya digigit ular itu bahaya!" "Nah, berarti kamu tahu kalau digigit ular itu bahaya padahal kamu belum pernah coba, kan? Begitu juga saya. Saya tahu kalau yang namanya narkoba itu bahaya. Begini saja, saya beli ular dulu, lalu saya bikin ularnya menggigit kamu, nanti baru saya pakai obat kamu. Oke?" la pun terdiam tanpa kata-kata! Berikut adalah contoh kasus lain yang memanfaatkan kekuatan perumpamaan. Mari kita simak bersama. Saya mempunyai seorang teman yang baru putus dengan kekasihnya. la merasa begitu sedih. Saking sedihnya, ia menangis setiap hari dan suatu saat ia mencoba membunuh diri. Untungnya saya sempat menolongnya dan ia tidak berhasil membunuh diri. Namun, seminggu setelah itu, setiap hari ia hanya duduk diam, menangis, merenung tanpa berkata apa-apa. Orangtuanya sudah mencoba menasihati, kawan-kawannya mencoba menghiburnya, tapi tidak satu pun yang berhasil masuk ke dalam benaknya. Akhirnya, saya menggunakan metode di atas. * Saya menceritakan sebuah perumpamaan seperti ini: "Ada dua keluarga bahagia yang hidup bertetangga. Suatu saat kedua istri dari keluarga itu berjanji untuk pergi berbelanja ke pasar dengan berjalan kaki. Namun, tiba-tiba terjadi sesuatu yang tragis di luar dugaan. Bus yang ditumpangi mereka mengalami kecelakaan dan mengakibatkan meninggalnya kedua istri tersebut. Tragis sekali. Akan tetapi, itu lah kenyataan hidup." "Apa yang terjadi kemudian? Di keluarga A, si suami tidak dapat menerima kenyataan pahit itu. Ia selalu menyalahkan diri sendiri dan mengutuki dirinya, hingga suatu saat ia pun menjadi gila. Ia bicara sendiri, berdialog tanpa juntrungan, dan berakhir di dalam sebuah rumah sakit jiwa. Akibatnya, kedua anaknya yang masih balita harus dititipkan ke sebuah panti asuhan." "Berbeda dengan keluarga B. Si suami mampu menerima hal itu sebagai sebuah kenyataan hidup dan terus berjuang membesarkan kedua anaknya seorang diri. Ia mau mempelajari hal-hal yang mungkin selama ini belum pernah dilakukannya. Ia dengan gigih berusaha menjadi orangtua tunggal yang terbaik bagi kedua anaknya." "Dua kejadian yang sama menimpa dua orang yang berbeda dan menimbulkan hasil yang berbeda. Nah, yang manakah dirimu? A atau B?" Tanya saya. Teman saya itu terdiam sesaat, lalu mengangkat wajahnya dan berkata, "Ded, mungkin kamu benar. Saya harus mengubah cara berpikir saya agar tidak berakhir lebih parah daripada yang sudah terjadi sekarang ini. Saya harus kuat dan berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan yang terbaik bagi diri saya sendiri." Luar biasa, bukan? Sebuah cerita dengan penyampaian yang benar dapat mengubah manusia dan cara pandangnya secepat itu! 9. Magical Eraser (Penghapus Ajaib) Pada dasarnya manusia diciptakan tanpa mengenal kata "tidak". Kita terkadang sukar menerima kata "tidak" sebagai tanda penolakan dari orang lain terhadap diri kita. Namun, yang akan kita bahas di sini adalah bagaimana menanggapi kata "tidak" tanpa menimbulkan konflik yang berkepanjangan. Sesungguhnya, teorinya sangat sederhana, yakni menggunakan kata "tapi" akh-alih kata "tidak". Secara bawah sadar, kata "tapi" dapat digunakan untuk menghapus pernyataan yang muncul di depannya. Misalnya: • "Senang sekali bila saya bisa berlama-lama di tempatmu, tapi saya harus kembali sekarang karena saya ada janji yang lain. • "Masukan dari Anda tentang hal tersebut sangat baik, tapi saya akan mencoba apa yang sudah saya jalankan dulu." Seperti yang bisa Anda lihat, kata "tapi" di sini menghapus pernyataan yang ada di depannya sehingga kata atau pesan itu berganti makna. Hal ini sangat berguna saat kita mengajukan penolakan kepada orang lain. Dengan metode ini, kita tidak secara terus-terang menolak orang tersebut. Sebaliknya, kita seolah menyetujui gagasan atau tawarannya, meski setelah itu kita memberi penyangkalan. Hasilnya, orang yang kita ajak bicara tidak merasakan penolakan dari pihak kita, melainkan pilihan yang masuk akal. Bila dirumuskan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Katakan apa yang ingin didengar oleh lawan bicara Anda. 2. Sertakan kata "tapi". 3. Sampaikan apa yang Anda ingin agar orang tersebut dengarkan. Jadi, apabila Anda ditanyai sesuatu hal yang sebenarnya tidak Anda setujui, seperti "Maukah kamu pergi makan sore ini?", Anda dapat menjawab dcngan "Mau (berikan apa yang diinginkan pihak penanya), tapi (sertakan kata ini) saya sangat sibuk di kantor hingga malam nanti." Seperti yang Anda lihat, contoh di atas adalah contoh penggunaan kata "tapi" yang tepat guna menolak gagasan seseorang tanpa ia merasa tertolak. Metode ini juga sangat berguna untuk menghadapi pertanyaan menantang yang biasanya dilontarkan untuk memancing reaksi kita. Misalnya saja, sebagai seorang mentalist (sulap dengan aliran mental), saya kerap kali mendapatkan pertanyaan yang sifatnya menantang. Pernah sekali waktu saya ditanya, "Coba kalau kamu memang hebat, cari di mana Tommy Soeharto bersembunyi!" (Hal ini dilontarkan pada waktu Tommy Soeharto masih menjadi buronan). Jujur saja, saya tidak bisa melakukannya. Akan tetapi, jika saya menjawab tidak bisa, hal itu akan membuat saya merasa tidak nyaman karena terlindas oleh tantangannya. (Walaupun hal itu ditanyakan sebagai sebuah gurauan saja.) Maka, saya menjawab dengan metode di atas. Saya berkata, "Oh, jelas bisa. Tapi, harganya akan sangat mahal!" Di sini saya menanggapi gurauan yang bersifat menantang dengan gurauan, di mana kedua belah pihak dimenangkan. Pernah juga sekali waktu saya ditantang, "Ayo, kalau kamu memang hebat, coba terbang seperti Superman!" Saya hanya menjawab, "Oh, bisa sekali, tapi saya sering mabuk udara! Jadi, lain kali saja ya!" Dengan jawaban-jawaban seperti ini, saya secara langsung mengakhiri percakapan yang dipicu oleh orang tersebut dengan gurauan yang dari pihak saya. Tapi, ingadah bahwa secara bawah sadar saya tidak pernah menjawab "tidak" kepada tantangan mereka. Secara bawah sadar saya memberikan masukan bahwa sesungguhnya saya bisa! Cobalah dalam pembicaraan sehari-hari Anda dan rasakan perbedaan perdebatan yang muncul dibandingkan ketika Anda berkata "tidak"! 10. Perbandingan Massa Di bagian ini, perbandingan massa dimaksudkan sebagai pembandingan kepercayaan individual dengan kepercayaan global guna mengalahkan pendapat negatif yang dilontarkan kepada kita. Sebagai seorang entertainer, banyak sekali kritikan pedas yang saya terima. Itu semua mungkin ditujukan dengan maksud baik yang harus diterima. Namun, sebagian yang masuk merupakan kritikan negatif yang mungkin sengaja dikeluarkan untuk menjatuhkan mental saya. Bila saya mendapatkan kritikan sebagai jembatan guna terus memperbaiki diri, saya akan menerimanya dengan hati lapang. Tapi, bila tujuannya sekadar untuk menjatuhkan mental saya, saya akan membalikkan kritikan atau ejekan tersebut dengan teori saya "Perbandingan Massa". Untuk memperjelas maksud saya, mari kita simak contoh berikut ini. Pernah sekali waktu saya mendengar seorang kawan berkata, "Saya rasa semua permainanmu itu palsu dan bohong. Saya rasa kamu hanya pandai menipu dan saya tidak akan percaya pada satu pun permainanmu!" Mendengar hal itu, saya berkata, "Saya memang tidak mungkin membuat kamu percaya, itu hakmu. Seperti banyak terjadi di dunia ini, apakah semua orang percaya kalau Tuhan itu ada? Kan masih ada saja orang yang tidak percaya. Dan, jelas kita tidak mampu berbuat apa pun soal itu, kan?" Lihat apa yang terjadi di sini? Secara tidak langsung saya memberinya jawaban bilamana ia tidak percaya, itu adalah haknya. Hal ini saya samakan dengan orang-orang yang tidak percaya bahwa Tuhan itu ada. Apa lagi yang bisa ia katakan? Tidak ada. Ia hanya diam. Perbandingan antara orang-orang yang tidak percaya pada Tuhan ini lah yang saya sebut dengan Perbandingan Massa! Dan, seperti biasa, jenis katanya dapat kita ubah sesuai kehendak kita. Misalnya, "Tidak masalah kalau kamu tidak percaya pada saya. Bukankah saat ini masih banyak orang yang tidak kunjung percaya bahwa manusia sudah bisa pergi ke bulan? Coba kamu bertanya pada orang-orang di rumah sakit jiwa. Pasti mereka juga tidak percaya kalau sekarang manusia sudah bisa pergi ke bulan!" Terdengar kasar? Mungkin.... Tapi, begitu lah cara menghentikan omongan yang menjatuhkan kita! Saya memiliki seorang kawan yang adalah seorang penyanyi kondang. Suatu waktu ia diejek oleh temannya yang memang tidak pernah menyukainya. Si teman mengatakan, "Saya rasa suaramu sebenarnya jelek sekali! Sama seperti kaleng pecah!" Kawan saya itu dengan tenang menjawab dengan metode Perbandingan Massa, "Wah mungkin juga, sih, suara saya seperti kaleng pecah. Untung saja para penggemar saya yang jumlahnya jutaan tidak menyadari hal itu, ya!" "Para penggemar saya yang jumlahnya jutaan" merupakan Perbandingan Massa. Kalimat ini secara tidak langsung menaruh si pengkritik pada posisi terkucil. Ia dibandingkan dengan jumlah yang jauh lebih besar. Untuk menggunakan teori ini, Anda harus mengingat satu hal, yaitu bahwa Anda memang tidak patut mendapatkan kritikan itu! Anda harus yakin bahwa Anda adalah orang yang cukup berhasil di bidang yang orang itu kritik, seperti kawan penyanyi saya tersebut. Ia dapat membalas kritikan itu karena sadar ia memang mempunyai banyak penggemar sehingga perbandingan massa dapat digunakan! Tapi, bila Anda memang tidak kompeten di dalam hal itu, saya rasa kritikan pedas—bagaimanapun—memang pantas untuk Anda, bukan? Oleh karena itu, adalah perlu bagi kita untuk memahami kekuatan diri sendiri terlebih dahulu sebelum berkata-kata atau membela diri di hadapan orang. Seperti metode-metode yang lain, hal ini jelas dapat digunakan di dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya saja, ketika Anda baru dipromosikan untuk naik jabatan dan ada seorang rekan Anda yang tidak suka lalu mengkritik Anda. Mungkin ia berkata, "Kamu sebenarnya tidak pantas menerima kenaikan jabatan." Bila demikian kasusnya, jawablah, "Wah, untung sekali para atasan saya yang cerdas itu tidak berpikiran dangkal seperti kamu, ya?" Kembali "atasan-atasan saya" adalah Perbandingan Massa yang memposisikan individu tersebut berdampingan dengan sejumlah orang yang berpendapat lain dengannya. Gunakan rumus ini untuk menangkal kritik negatif yang dilontarkan kepada Anda di dalam kehidupan sehari-hari. Dan, rasakan bagaimana hal ini akan "menendang bakk" pengkritik Anda. 11. Great Wording (Penggunaan Kata yang Tepat) Pada bagian ini, kita akan membahas cara wording atau penggunaan kata-kata secara lebih tepat agar dapat lebih mudah memanipulasi pikiran orang yang kita hadapi. 1. Penggunaan kata "dan" Dalam memberi perintah, secara bawah sadar manusia akan lebih mudah menerima dua perintah yang disambungkan daripada satu perintah yang bersifat otoriter. Misalnya, seorang guru yang memerintah para muridnya untuk duduk tenang. Yang biasa terjadi adalah sang guru akan berkata, "Ayo, semuanya duduk tenang!" Tatkala ia mengatakan kalimat itu, yang terjadi adalah concious authoritarian wording atau penggunaan kata secara otoriter dan sadar. Akan tetapi, manakala kita menambahkan perintah lunak kedua (soft force) seperti "Ayo, semua duduk yang rapi dan dengarkan baik-baik.", segalanya menjadi berbeda. Kata "Dengarkan baik-baik" di sini adalah perintah terselubung yang berfungsi melunakkan perintah pertama di dalam pikiran bawah sadar para murid. Percaya atau tidak, hal ini lebih dapat diterima dalam alam pemikiran manusia tatkala ia menerima perintah. Itu karena, bila kita melihat pemikiran manusia secara logis, satu perintah adalah sebuah keharusan/pemaksaan. Akan tetapi, dua perintah yang diterima akan membuat perintah tersebut lebih lunak karena tidak tertuju pada satu hal. Dengan metode ini, Anda akan mendapatkan dua hal positif, yakni Anda tidak hanya mengajukan satu permintaan, melainkan dua secara sekaligus, tanpa mengesankan adanya paksaan terhadap lawan bicara Anda. 2. "Akan dan Pasti" Saya mempunyai seorang teman yang pekerjaan profesionalnya adalah ahli hipnotis. Suatu ketika saya melihat peragaan hipnotisnya di hadapan penonton dan menemukan sesuatu yang sangat berharga. Itu adalah rutinitas penggunaan kata-kata "akan dan pasti" di dalam permainannya secara berurutan dan berulang-ulang. Misalnya, "Kamu sebentar lagi akan merasakan kantuk yang begitu berat datang di dalam matamu, kamu pasti mulai merasa lelah, dan ...." Setelah saya berbicara dengannya dan bertanya mengapa kata-kata "akan dan pasti" sangat kerap digunakan selama pertunjukkan, ia mengatakan bahwa hal itu ia sebut sebagai suggestion command. Yang ia maksudkan di sini adalah perintah sugesti. Ia berkata bahwa penggunaan kata-kata "akan dan pasti" di sini menggantikan kata "mungkin" atau "apakah". Andaikan saya berkata, "Sebentar lagi kamu mungkin akan merasakan kantuk yang begitu berat datang di dalam matamu," di sini terlihat jelas bahwa pembicara sendiri tidak yakin. Oleh karena itu, pendengar secara bawah sadar juga tidak akan merasa yakin. Dengan menggunakan kata-kata "akan dan pasti", secara bawah sadar kita memberikan perintah pada subjek untuk menerima dan percaya pada pandangan kita. Saya melihat bahwa hal ini sangat baik bila diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Bandingkan kata-kata ini: "Mungkin kalau kamu sedikit kurus kamu terlihat lebih segar!" dengan "Kalau kamu sedikit kurus pasti kamu terlihat lebih segar!". Atau, "Kamu pasti sembuh bila meminum obat ini!" dengan "Kamu mungkin akan merasa lebih baik setelah meminum obat ini." Terlihat sekali perbedaan yang mencolok di antara contoh di atas. Yang satu memberikan masukan dengan yakin, sedangkan yang satu lagi memberikan masukan dengan ragu-ragu. Gunakan hal ini lebih banyak lagi dalam bahasa seharihari Anda. BERIKAN KEPASTIAN BUKAN KERAGUAN! 3. "You must know" (Anda pasti tahu) Secara psikologis manusia mempunyai pandangan tentang "Tahu Segalanya". Maksudnya, bila seseorang mengetahui sesuatu yang tidak diketahui orang, berarti ia lebih pandai dari orang lain. Hal ini sesungguhnya dapat kita gunakan dalam permainan kata-kata untuk memanipulasi pola pikir orang. Simaklah contoh ini: Alih-alih mengatakan "Maaf, jalanan dari rumah saya sangat macet sehingga saya terlambat sampai" dengan "And&pastttabu, jalanan di sana macet. Maafkan saya karena sedikit terlambat". Di sini pendengar merasa bahwa ia sesungguhnya tahu sehingga ia lebih mudah memaafkan. Atau, contoh lainnya: "Apakah Anda tahu bahwa multivitamin ini sangat baik bagi kesehatan Anda?" dengan "Anda pasti tahu bahwa multivitamin ini sangat berguna bagi kesehatan Anda, cobalah untuk mengkonsumsinya!". Berbeda, bukan? Rasakan kapan kata-kata tersebut membuat pendengar merasa lebih yakin dan benar. Yang Anda pelajari di atas hanyalah sebagian dari seni manipulasi bicara yang dapat kita gunakan untuk memasukkan pemikiran kita pada lawan bicara kita. Namun, dengan bahasa saja tidaklah cukup. Selanjutnya kita akan membahas sedikit tentang Body Perception. Dalam konteks ini, itu berarti pengamatan gerak tubuh dari lawan bicara yang dapat kita manfaatkan untuk memperoleh informasi yang tak disadari darinya. ungkin Anda sudah sering mendengar atau bahkan belajar bahwa gerak tubuh manusia sesungguhnya selalu menunjukkan apa yang sedang melintas di dalam pikirannya. Beberapa hal dalam tubuh manusia memang secara jelas menunjukkan kenyataan ini secara nyata dan gamblang. Mari kita mengambil sebuah contoh: Orang yang sedang gembira pasti tertawa atau menunjukkan kecerahan dalam raut wajahnya, sementara orang yang sedang sedih biasanya menitikkan air mata, dan orang yang sedang banyak pikiran biasanya cemberut dan tampak letih. Hal-hal ini tampak jelas dalam mimik orang tersebut. Ketika teman Anda menangis, Anda pasti tahu bahwa ia sedang sedih (atau mungkin terlalu gembira, tergantung mimiknya). Dengan demikian, Anda tidak perlu lagi menerka-nerka apa yang sedang terjadi karena tubuh teman Anda itu sudah memberitahu Anda secara jelas apa yang sedang dirasakannya. Hal ini saya sebut sebagai Conscious Body Perception, di mana Anda dapat dengan mudah menyimpulkan apa yang terjadi pada diri orang yang sedang berhadapan dengan Anda. Dan, itu Anda ketahui hanya dengan melihat gerak tubuh atau mimik wajahnya. Tapi, ada kalanya hal-hal menjadi sedikit kurang jelas bagi kita untuk bisa menerka bagaimana gerak tubuh yang seseorang lakukan saat itu menunjukkan apa yang sedang ia alamin. Misalnya, ketika kita sedang mengajak seseorang bicara, ia mendengarkan sembari menggoyang-goyangkan kakinya. Apakah arrinya? Bosankah ia? Atau, itu sekadar kebiasaan? Hal ini saya sebut sebagai Subconscious Body Perception. Artinya, kita membutuh lebih banyak waktu dan usaha untuk mengaitkan gerakan tubuh dengan makna sebenarnya. Hanya saja, kita hanya akan sedikit mempelajari hal ini. Di sini saya akan memberikan hal-hal yang selama ini saya anggap sangat akurat dan penting guna membantu kita mempelajari lawan bicara secara lebih jelas. Ini penting agar kita dapat memasukkan pesan kita ke dalam pikiran orang itu secara jelas dan tidak menyasar. A. True Lies (Kebohongan Sejati) Banyak orang mengatakan bahwa mata tidak dapat berbohong. Benarkah pernyataan ini? Menurut saya, itu sangat benar. Dan, bahkan ada cara untuk mengetahui kapan seseorang jujur atau berbohong hanya lewat arah pandangan matanya saja. Namun, sebelumnya saya akan membahas sedikit tentang persepsi manusia yang akan sangat berkaitan dengan hal tersebut. Pada dasarnya daya ingat manusia dibagi menjadi tiga sudut pandang utama, yaitu: 1. Penglihatan/visual Daya ingat jenis ini secara khusus mengingat atau merekam hal-hal yang sifatnya mengarah pada daya tarik mata saja, seperti warna, keadaan, tempat, suasana, dan sebagainya. Misalnya, ketika Anda mengingat bagaimana bentuk kue ulang tahun Anda pada saat Anda berusia 17 tahun. Hal ini termasuk dalam sudut pandang penglihatan. 2. Pendengaran Daya ingat jenis ini secara khusus merekam hal-hal yang pernah didengar. Misalnya, nomor telepon atau alamat yang pernah ia terima. Hal ini kita sebut sebagai sudut pandang pendengaran. 3. Peraba/Perasa Daya ingat jenis ini secara khusus merekam hal-hal yang berhubungan dengan indra peraba, seperti rasa atau perasaan. Contoh, Anda ingat betapa dinginnya dulu ketika Anda berlibur ke luar negeri saat musim salju. Atau, bagaimana rasanya ketika Anda dulu menikmati makanan yang rasanya begitu asam. Ketiga hal tersebut direkam di dalam otak manusia pada lokasi yang berbeda-beda. Namun demikian, perlu juga diketahui bahwa alam pikiran imajinasi manusia pun terbagi menjadi tiga sudut pandang yang sama persis seperti di atas. Yang saya maksud adalah begini: Bila Anda sedang membayangkan sesuatu di dalam pikiran Anda, secara tidak langsung Anda akan memikirkan salah satu atau beberapa gabungan dari ketiga sudut pandang di atas. Misalnya, ketika Anda memikirkan bagaimana rupa mobil Anda bila dicat dengan warna kuning emas. Itu adalah sudut pandang penglihatan. Atau, bagaimana rasanya memakan es batu dengan campuran minuman beralkohol. Ini adalah sudut pandang perasa. Uniknya, gerak mata kita secara bawah sadar pun dibagi ke dalam tiga sudut pandang ingatan dan tiga sudut pandang imajinasi. Kalau Anda tidak percaya, coba kita ikuti sedikit permainan berikut: Saya ingin Anda sekarang mengingat bagaimana bentuk dan warna baju seragam Anda ketika masih duduk di bangku TK. Sudah? Sekarang, cobalah mengingat-ingat apa warna kotak pensil Anda sewaktu duduk di bangku SD dulu? Sudah? Kalau diperhatikan, Anda akan sadar bahwa ketika Anda sedang mengingat-ingat, 90% mata Anda akan mengarah ke kiri atas. Itu karena memang di sana lah tempat korteks sudut pandang visual ingatan Anda. Dengan demikian, secara bawah sadar Anda melihat ke arah tersebut. Mengapa demikian? Itu adalah fakta psikologis dan biologis dari cara kerja otak manusia yang mengirimkan sinyal pada mata untuk melakukan kerja terbaiknya. Namun, kita tidak akan membahas hal itu lebih jauh di sini. Seperti yang telah disebutkan, ingatan manusia mempunyai tiga sudut pandang yang berbeda. Ketiga sudut pandang tersebut, baik penglihatan, pendengaran maupun peraba/perasa memiliki korteks-korteks yang berbeda pada otak manusia. Dan, hal tersebut memengaruhi arah pandang mata pada manusia. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Penglihatan: Arah pandang mata ke kiri atas 2. Pendengaran: Arah pandang mata ke kiri tengah 3. Peraba/Perasa: Arah pandang mata ke kanan bawah. Itu berarti, bila Anda sedang mencoba mengingat-ingat sesuatu, arah pandang mata Anda akan bergantung pada hal yang Anda pikirkan. Apakah itu lebih menyangkut visual, pendengaran, atau peraba/perasa. Cobalah sekali lagi pada diri sendiri atau orang lain. Tanyakan hal-hal yang mengajaknya mengingat hal-hal yang bersifat penglihatan seperti contoh di atas. Contohnya, warna baju, warna kue ulang tahun, bagaimana bentuk rumahnya dulu, atau apa bentuk kotak pensil yang pernah ia gunakan sewaktu duduk di bangku SD. Maka, 90% arah matanya akan menghadap ke kiri atas. Kemudian, cobalah mengajukan pertanyaan yang membuat seseorang mengingat hal-hal yang berhubungan dengan masalah pendengaran, seperti "Masih ingatkah kamu sewaktu ibu guru di SMP dulu marah? Apa yang dikatakannya?" atau "Masih ingatkah bagaimana syair lagu favoritmu?" Bila Anda perhatikan, kini matanya akan mengarah ke kiri tengah, yakni korteks pendengaran. Dan yang terakhir, cobalah mengajukan pertanyaan yang mengajak lawan bicara Anda mengingat hal-hal yang berhubungan dengan indra peraba/perasa, seperti rasa makanan, rasa minuman, atau juga suasana di suatu tempat yang dulu pernah ia tinggali, dan sebagainya. Perhatikan, kini matanya akan mengarah ke kanan bawah. Jangan bertanya alasannya. Yang jelas, hal ini sungguh terjadi seperti yang saya katakan. Dan, bukan hanya itu saja, hal sebaliknya juga terjadi. Bila Anda ingin mengingat hal hal yang bersifat penglihatan, akan lebih mudah bagi Anda untuk mengarahkan mata ke korteks penglihatan, yaitu kiri atas. Dan, demikianlah selanjutnya, tergantung pada ingatan apa yang hendak Anda munculkan. Mungkin, ini lah sebabnya terkadang seseorang kesulitan mengingat suatu hal karena ia mengarahkan matanya pada korteks yang salah. Jika hal ini terjadi, otak tidak akan membantunya menemukan jawaban yang tepat. Katakanlah, seseorang ingin mengingat kembali nomor telepon seorang teman yang baru saja disebutkan. Secara tidak sadar, ia justru mengarahkan matanya ke kanan bawah. Akibatnya, nomor telepon itu sulit diingat kembali. Hal sebaliknya juga berlaku, yakni bila seseorang ingin mengingat suatu hal yang berhubungan dengan penglihatan. Maka, akan lebih mudah baginya bila ia mengarahkan mata ke kiri atas. Kelambatan dalam proses mengingat akan terjadi bila ia salah mengarahkan matanya. Oleh karena itu, gunakan arah pandang mata Anda dengan tepat untuk mendapatkan hasil yang maksimal tatkala ingin mengingat sesuatu. Lalu, pertanyaannya adalah: Mengapa kita harus membahas hal ini? Karena, ternyata ada hal yang sangat menarik di balik semua ini. Hal itu adalah fakta di mana imajinasi juga dibagi menjadi tiga sudut pandang yang sama, namun dengan kerja otak yang berbeda! Imajinasi 1. Penglihatan Ini merupakan wilayah di mana Anda dapat membayangkan sesuatu yang berhubungan dengan penglihatan. Misalnya, membayangkan bagaimana rupa Anda bila Anda berkepala botak dan berkumis. Atau, membayangkan bagaimana rupa seekor bebek yang mempunyai empat kaki. Itu adalah imajinasi visual (berkaitan dengan korteks penglihatan kanan atas).