RATAPAN HATI Pada saat Furqan menghadapi sidang munaqasah tesisnya, Anna terbang meninggalkan Cairo. Furqan kecewa ketika ia tahu Anna tidak menghadiri sidang munaqasah tesisnya. Para penguji yang terdiri atas tiga guru besar dari dalam dan satu guru besar dari luar universitas memberi nilai mumtaz atau summa cumlaude pada Furqan. Puluhan mahasiswa Indonesia yang menghadiri sidang munaqasah itu meneriakkan takbir. Furqan menangis haru. Ia berdiri memeluk satu per satu guru besar yang mengujinya. Di antara guru besar itu adalah Prof. Dr. Sa'duddin, orang yang oleh Sara diaku sebagai ayahnya, 333 jowo.jw.lt Collection tapi Furqan meragukannya. Ketika memeluk Prof. Dr. Farhat Shahin, yang tak lain adalah pembimbing utamanya ia menangis terisak-isak sambil mengucapkan terima kasih tiada terhingga. Selesai acara munaqasah Furqan didekati Prof.Dr. Sa'duddin. "Maaf, Anakku, di Indonesia kau tinggal di mana?" tanya Profesor Sa'duddin. "Di Jakarta, Profesor. Ada yang bisa saya bantu? Kelihatannya agak penting." Jawab Furqan. "Saya sebenarnya ingin banyak menggali informasi tentang kondisi sosial dan budaya Jakarta. Beberapa hari yang lalu saya minta putri saya, Sara, untuk mengundangmu makan malam. Tapi mungkin kamu sedang tidak ada waktu." "Jadi Sara itu benar putri profesor?" "Iya.Benar. Ia suka sekali dengan orang-orang Indonesia. Katanya ramah-ramah. Ia pernah ke Jakarta dan Malang. Ia sangat terkesan." Furqan baru tahu bahwa sikapnya yang meragukan Sara sebagai putri penulis terkenal itu sama sekali tidak bisa dibenarkan. "Maafkan saya,saat itu saya tidak bisa menerima undangan profesor. Tapi, insya Allah, saya siap membantu profesor sebatas kemampuan saya." 334 jowo.jw.lt Collection "Terima kasih sebelumnya. Nanti kapan-kapan saya akan menghubungimu. Kau ada kartu nama?" Furqan meraba sesuatu di saku celananya. Ia mengambil dompetnya dan mengeluarkan kartu naman ya. "Ini profesor. Sekali lagi maafkan saya. Salam buat Sara, juga sampaikan beribu-ribu maaf saya padanya. " "Sudahlah kau tidak melakukan kesalahan apapun pada kami. Tak ada yang harus dimaafkan. Oh ya saya perlu banyak informasi mengenai Indonesia dan Jakarta karena saya akan dikirim untuk bertugas di Kedutaan Republik Arab Mesir di Jakarta." "Benarkah?" "Iya. Insya Allah saya berangkat ke Indonesia bulan depan." "Wah, saya senang mendengarnya. Selamat datang di Indonesia profesor. Semoga nanti betah di sana dan bisa menunaikan tugas dengan baik. Sara ikut?" "Tentu. Dia yang paling senang mendengar kabar ini. " "Yah sekali lagi ahlan wa sahlan di Indonesia. Jika ada yang bisa saya bantu akan saya bantu, insya Allah," jawab Furqan dengan hati gembira. Hari itu Furqan sangat bahagia, sesaat ia melupakan masalahnya. Malam harinya ia mengadakan syukuran di rumahnya. Para mahasiswa yang mengenalnya silih berganti berdatangan mengucapkan selamat kepadanya. Di 335 jowo.jw.lt Collection milist-milist kalangan mahasiswa Indonesia di Cairo terkirim puluhan tahniah dan ucapan selamat. Azzam yang mendapat kabar Furqan telah menyelesaikan S.2-nya turut larut dalam bahagia. Siang itu ia tidak bisa menghadiri munaqasah, maka malam itu ia menyempatkan datang. Begitu Azzam muncul di rumahnya Furqan langsung merangkulnya dengan hangat. "Alfu mabruk, Akhi. Semoga ilmu yang kau dapat bermanfaat. Maaf tadi siang aku tak bisa datang ke sidang munaqasah- mu," ucap Azzam. "Tak apa. Terima kasih malam ini kau datang. Kau masih dengan kesibukan bisnismu ya?" tanya Furqan. "Iya. Doakan tahun ini aku lulus, aku merencanakan pulang," jawab Azzam santai. "Apa kita pulang satu pesawat, sebagaimana dulu kita berangkat ke sini satu pesawat hehehe...?" gurau Furqan. "Boleh, kalau kau bisa menunggu sampai aku selesai ujian." Nasir yang saat itu juga ada di situ langsung menyahut, "Mas Furqan sudah beli tiket Kang. Pekan depan dia pulang." Azzam langsung menukas, "Pasti sudah tidak sabar untuk segera menikah hehehe..." 336 jowo.jw.lt Collection "Lha apa lagi yang ditunggu? Umur sudah cukup. Gelar M.A. sudah diraih. Mobil tinggal pakai. Rumah di Jakarta telah tersedia. Gadis manapun yang dilamar pasti akan menerima dengan kedua tan gan terbuka. Kalau tidak segera menikah nanti malah banyak dosa," sahut Nasir. Furqan hanya bisa tersenyum mendengarnya. Ingatannya langsung terbang ke Indonesia. Ia langsung teringat Anna. Ia semakin kukuh dengan keputusannya untuk pulang dan langsung melamar Anna kepada kedua orang tuanya. "Lha kalau Sampeyan kapan rencana nikahnya Kang Azzam?" Nasir gantian bertanya pada Azzam. Azzam sedikit kaget, tapi langsung menjawab dengan gurauan,"Insya Allah nanti kalau sudah punya warung bakso minimal tiga dan dua pabrik tempe di Indonesia. Serta punya mobil Escudo dua. Biar kalau melamar gadis juga tidak ditolak hehehe..." Semua yang ada di situ langsung tertawa mendengarnya. "Ayo Akh, makan seadanya." Furqan mempersilakan Azzam untuk makan sambil menunjuk ke arah pelbagai jenis makanan yang telah terhidang secara prasmanan. "Wah kayaknya ada Coto Makasar. Boleh juga," seru Azzam. 337 jowo.jw.lt Collection "SilakanAkh, seadanya. Coto Makasarnya itu dibikin oleh teman-teman yang tinggal di sekretariat KKS." 65 Azzam jadi ingat kalau Furqan memang memiliki darah Sulawesi. Meskipun ia lahir dan besar di Jakarta. Ayahnya asli Makasar. Ibunyalah yang asli Betawi. Karena memiliki dua darah itulah, darah Betawi dan Makasar, ia dulu bisa terpilih menjadi Ketua Umum PPMI. Sebab ia mendapat dukungan penuh dari KPJ 66 dan KKS. Tamu yang datang ke rumah Furqan semakin banyak. Beberapa orang dari KBRI juga datang. Semua larut dalam bahagia dan gembira. Setiap kali ada yang selesai S.2 atau S.3 selalu disambut bahagia dan bangga oleh mahasiswa Indonesia. Dengan hadir di acara syukuran itu semangat belajar Azzam kembali membara. Dulu, dirinya dan Furqan satu pesawat. Setengah tahun pertama tinggal satu rumah. Dan di tahun pertama ia satusatunya mahasiswa Indonesia yang jayyid jiddan, sementara Furqan naik tingkat dengan predikat hanya maqbul. Namun, kini Furqan sudah meraih gelar masternya. Sementara dirinya S.1 belum juga selesai. Dadanya sebenarnya membara juga. Lebih membara lagi saat dia ingat gara-gara keterlambatannya meraih gelar akademis ia dianggap tidak layak melamar Anna. Dan gadis yang kini jadi bintang bersinar itu juga akan disunting oleh Furqan. 65 Kerukunan Keluarga Sulawesi. 66 Kesatuan Pelajar Jakarta. 338 jowo.jw.lt Collection Namun ia segera sadar, ia harus menata hati. Ia harus sadar bahwa keadaan dirinya dan Furqan sangatlah berbeda. Furqan serba cukup bahkan berlimpah. Sementara dirinya harus memeras keringat dan berdarah-darah. Ia sadar semuanya Allah yang mengatur. Ia berusaha menyejukkan hatinya bahwa prestasi tidak hanya terbatas pada meraih gelar akademis formal. Ia bisa bertahan hidup mandiri sekian tahun di Cairo apakah bukan suatu prestasi? Ia teringat surat dari adiknya. Husna telah sarjana, bahkan telah menyelesaikan program profesinya sebagai psikolog. Lia telah menyelesaikan PGSV-nya dan telah mengajar. Hatinya terhibur dan terasa sejuk. "Orang bisa memiliki prestasinya masing- masing," katanya pada dirinya sendiri. Dan tentang jodoh. Allahlah yang mengatur. Di muka bumi ini perempuan salehah tidak hanya satu. Tidak hanya Anna. Jutaan perempuan salehah tersebar di muka bumi ini. Kenapa harus kecil hati. Kalau Anna memang jodohnya Furqan, dan Allah yang mengaturnya, kenapa ia harus tidak rela. Kenapa ia tidak yakin bahwa Allah akan menyediakan jodoh yang terbaik untuknya, yang lebih dari Anna Althafunnisa? Yang jelas, dengan bersilaturrahmi ke rumah Furqan ia mendapatkan satu manfaat yang cukup besar, yaitu munculnya kembali idealismenya yang sudah lama terkubur. Tahun ini ia ingin selesai S.1 dari Al Azhar dengan predikat jayyid. Langsung pulang ke Tanah Air. Langsung bekerja, wirausaha, paling tidak ia bisa membuat warung bakso di Kartasura. Jika ada waktu ia akan langsung me339 jowo.jw.lt Collection lanjutkan S.2. Tidak harus muluk-muluk. Bisa S.2 di Solo, Semarang atau Jogja. Menikah. Lalu membuat rencana- rencana bersama isterinya untuk masa depan keluarganya. Ia mentargetkan minimal ia berpendidikan S.2. Tapi ia memiliki satu obsesi, yaitu harus kaya! Ia sudah terlanjur dikenal sebagai businessman di Cairo, tidak dikenal sebagai aktivis kelompok studi, maka sekalian ia tak mau kepalang tanggung, ia harus jadi businessman yang disegani di Indonesia nanti. Biarlah teman temannya nanti ada yang menjadi guru besar, pemikir besar, kiai besar, mubaligh besar, sementara ia ingin menjadi konglomerat besar. Itulah obsesinya yang muncul saat itu. Jika jadi konglomerat besar ia bisa berjihad di jalan Allah dengan hartanya seperti Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf. Dan ia akan tetap berusaha mengamalkan ilmu yang didapatkan selama belajar di Mesir sebisa mungkin. Ia jadi ingat Imam Abu Hanifah. Bukankah Imam Abu Hanifah adalah seorang imam yang juga seorang konglomerat terkemuka di jamannya? *** Sementara di Mutsallats, Fadhil didera oleh rasa penyesalan mendalam atas sarannya kepada Tiara. Apalagi setelah tahu bahwa Tiara sebenarnya sangat mengharapkannya. Ia merasa, sebenarnya ia bisa meralat perkataannya secepatnya. Namun rasa tinggi hatinyalah yang mencegahnya. Ia berteduh di bawah alasan seorang lelaki ti340 jowo.jw.lt Collection dak akan mencabut apa yang telah dikatakannya. Kini kata hatinya tidak bisa diingkarinya. Ia sebenarnya juga mengharapkan hal yang sama dari Tiara. Ia merasa telah melakukan satu kesalahan tak termaafkan dengan menegaskan agar Tiara tidak menolak lamaran Zulkifli. Ia menyesal, tapi tak berdaya. Sebenarnya, yang lebih bijak menurutnya, setelah ia tahu Tiara mencintainya, adalah memberikan kebebasan kepada Tiara untuk memberikan pilihannya. Ia tetap memberikan kesaksian yang adil tentang kredibilitas Zulkifli, temannya di pesantren dulu. Namun ia juga memberikan ruang yang terbuka kepada dirinya sendiri untuk dipilih oleh orang yang mencintainya. Tadi sore Cut Mala, adiknya, menelpon dirinya bahwa Tiara sudah menerima lamaran Zulkifli. Pernikahan akan diselenggarakan setelah ujian. Ayah Tiara, Zulkifli dan ayah ibunya akan datang ke Cairo. Pernikahan akan diadakan di Cairo. Dan seluruh anggota KMA nanti pasti akan diminta untuk membantu mengurus segalanya. Fadhil terbakar oleh rasa penyesalannya. Ia adalah koordinator sekaligus vokal grup nasyid Nanggroe Voice yang menjadi kebanggaan warga KMA di Cairo. Pastilah ia nanti akan diminta menjadi penghibur dalam pesta walimah Tiara dan Zulkifli. Hatinya terasa perih. Ia bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia mampu menghadapi hal itu. Batinnya pilu. Ya. Di dadanya, beribu-ribu genderang kepiluan mengalun bertalu-talu. Fadhil mondar-mandir sendirian di kamarnya. Sejak pulang dari rumah sakit ia tidak pergi ke mana-mana kecua341 jowo.jw.lt Collection li ke masjid yang tak jauh dari apartemennya. Segala perkembangan yang terjadi di dunia luar ia ikuti dari cerita teman-temannya. Ia kelihatan tenang, tak ada yang tahu kalau dia sedang didera pilu tiada tara. Adiknya pun tak tahu kalau ia sejatinya sedang membutuhkan pelipur lara. Cinta yang tak berlabuh di tempatnya, sungguh menyiksa. Fadhil menatap diktat-diktat kuliahnya dengan pandangan hampa. Tak ada semangat membara untuk mengunyahnya seperti tahun -tahun sebelumnya. Tak ada target yang melecut seperti biasanya. Beberapa kali ia mengutuk dirinya sendiri, betapa dungu akal pikirannya. Terkadang muncul rasa berdaya, rasa bisa mengatasi segala, rasa untuk tidak mundur dari apa yang telah diputuskannya. Namun rasa menyesal datang bagai badai yang membuatnya terpelanting tiada berdaya. Lebih dari itu, ia juga didera rasa berdosa, "Pastilah Tiara merasakan sakit yang lebih dari yang aku rasa. Pastilah ia merasakan kekecewaan tiada terkira!" Ia meratap sendiri. Ia berharap andai waktu bisa diputar ke belakang beberapa hari saja. Ia akan melamar Tiara sebelum gadis itu mengabarkan dilamar oleh orang lain. Andai saja... Tiba-tiba ia ingat beberapa tahun yang lalu sebelum ia berangkat ke Mesir. Setelah lulus dari pesantren, ia ditugaskan untuk mengabdi di Pesantren Daarul Hikmah, Meulaboh. Ia mengajar hanya setengah tahun. Mengajar di kelas dua Madrasah Aliyah. Di kelas itulah ia menemukan murid perempuan yang cerdas dengan wajah 342 jowo.jw.lt Collection biasa saja, tapi memiliki pesona yang kuat. Murid itu adalah Tiara. Setelah itu ia pergi ke Mesir. Tak disangka ternyata Tiara menyusulnya kuliah di Cairo. Dialah yang dulu ke sana kemari mengurus administrasi Tiara masuk Al Azhar University. Dia pula yang mencarikan rumah. Dia pula yang mempertemukan Tiara dengan Madam Zubaida pemilik flat mewah di Masakin itu. Sehingga akhirnya Tiara dan teman-temannya pindah ke flat itu sampai sekarang. Dia pula yang mengusahakan Tiara bisa mendapat beasiswa. Dan tatkala Cut Mala datang, ia titipkan adiknya itu pada Tiara. Selama ini ia bersikap wajar dan biasa. Ia tidak mengisyaratkan rasa simpatik dan tertariknya pada Tiara. Apalagi isyarat cinta. Namun sungguh, ia tidak bisa membohongi hatinya sendiri bahwa sejak mengajar di pesantren dulu, ia sudah menaruh hormat, bangga dan juga cinta pada mahasiswi Al Azhar yang memiliki lesung pipi kalau tersenyum itu. Ia mengenang sejuta kenangan dengan hati tak tenang. Amboi... Mengingat itu semua jiwanya seperti terbakar. Api penyesalan, api kecemburuan, api cinta tak kesampaian, api pembodohan atas keputusan diri sendiri yang tak berpenghabisan, semuanya menyatu jadi satu, membumbung ke awan biru. "Astaghfirullaaah!!" Fadhil menjerit dan meninjukan tangannya ke tembok kamarnya. Ia merasa hatinya seakan mau pecah dan hancur. Ia lalu duduk perlahan, sejurus kemudian menelentangkan tubuhnya di atas karpet. Air 343 jowo.jw.lt Collection matanya bercucuran. Wajah Tiara berkelebatan di pikiran. Setiap kali datang berkelebat, seolah menancapkan satu duri di hati. Terasa perih dan nyeri. Telpon di ruang tamu berdering-dering. Ia berdiri pelan-pelan. Begitu ia angkat, telpon itu mati. Ia menghela nafas dalam-dalam. Ia letakkan gagang telpon itu kembali. Telpon berdering lagi. Ia angkat, "Ya." "Assalamu'alaikum, ini Mala Kak." "Ada apa Dik?" "Ingin memastikan saja, kalau kakak baik-baik saja." "Ya kakak baik-baik saja kok Dik." "Sudah dibaca semua muqarrar-nya Kak?" "Ada yang sudah, ada yang belum. Kamu sendiri bagaimana Dik?" "Alhamdulillah semua muqarrar sudah Mala baca. Sekarang mulai meringkas." "Alhamdulillah. Oh ya bagaimana kabar Tiara?" tanya Fadhil sambil kaget pada dirinya sendiri kok tiba tiba menanyakan kabar Tiara. Hal yang selama ini tidak pernah ia lakukan. Biasanya adiknya yang tanpa dia minta bercerita. "Seperti yang kakak tahu, Kak Tiara sudah menerima lamaran Ustadz Zulkifli. Namun entah kenapa Kak Tiara 344 jowo.jw.lt Collection sepertinya murung saja Kak. Kayaknya ia kecewa pada Kakak. Mala tahu persis kalau Kak Tiara itu memang sungguh-sungguh menaruh hati pada Kakak." Mendengar hal itu, air mata Fadhil meleleh. Satu persatu air matanya jatuh ke lantai. Namun entah kenapa setiap kali berbicara di telpon muncul sifat tinggi hatinya. "Semoga dia bisa menerima kenyataan yang ada. Bukankah Al-Quran menjelaskan tidak semua yang diharap manusia itu akan ia dapat. Insya Allah, Zulkifli akan menjadi yang terbaik baginya." "Iya Kak. Ini dulu ya. Jangan lupa jaga kesehatan ya Kak. Assalamu'alaikum." "Wa 'alaikum salam wa rahmatullah." Fadhil meletakkan gagang telpon. Telinganya masih penuh dengan kata-kata adiknya tentang Tiara: "Namun entah kenapa Kak Tiara sepertinya murung saja Kak. Kayaknya ia kecewa pada Kakak. Mala tahu persis kalau Kak Tiara itu memang sungguh -sungguh menaruh hati pada Kakak." "Astaghfirullah, aku telah menyakiti orang lain dan menyakiti diriku sendiri. Rabbana zhalamna anfusana wa in lan taghfir lana wa tarhamna lanakuunanna minal khasiriin." Ratap Fadhil dalam hati. 345 jowo.jw.lt Collection 22 RASA OPTIMIS Pagi itu Furqan itikaf di masjid. Sejak Subuh ia masih belum beranjak dari tempat duduknya. Ia duduk bersila membaca Sirah Nabawiyah sambil menunggu waktu Dhuha tiba. Ia menunggu sampai matahari benar-benar terasa hangatnya. Sejak peristiwa di hotel itu dan ia menyadari kekhilafannya, ia semakin banyak mendekatkan diri kepada Sang Pencipta manusia dan alam semesta. Setelah meraih gelar masternya ia semakin memperkuat ibadahnya. Seolah ingin menebus kelalaian yang selama ini diperbuatnya. 346 jowo.jw.lt Collection Begitu waktu Dhuha tiba, ia shalat dua belas rakaat. Setelah itu barulah ia meninggalkan masjid menuju apartemennya. Tak ada siapa-siapa di rumahnya. Dua temannya, Abduh dan Maftuh telah pergi entah ke mana. Ia langsung mandi. Berkemas. Menyalakan mobilnya dan pergi. Tujuannya pertama-tama adalah sarapan di Wisma Nusantara. Baru setelah itu ia mau ke Abbasea. Ke kantor Kolonel Fuad. Tadi malam sebelum tidur ia dibel kolonel itu bahwa penjahat yang menamakan dirinya Miss Italiana telah ditangkap. Pukul sepuluh lebih enam belas menit Furqan sampai di Abbasea. Kolonel Fuad menyambutnya dengan senyum mengembang. "Aku tepati janjiku. Aku bilang paling lama satu minggu untuk menangkap penjahat yang berbuat kurang ajar padamu itu. Kemarin sore, saat ia tertangkap genap satu minggu dari hari kita membuat kesepakatan. Ia sekarang meringkuk di dalam sel." Tanpa ditanya Kolonel Fuad menjelaskan keberhasilannya panjang lebar. "Di mana kalian menangkapnya?" "Di Port Said.Ia hendak berlayar ke Yunani. Penjahat itu kami tangkap tadi sore.Begitu tertangkap langsung kami larikan ke Cairo. Begitu sampai di sini, aku langsung kontak kamu." "Apa dia orang Yunani?" "Bukan. Dari data yang kami kumpulkan, dia ternyata orang Israel." 347 jowo.jw.lt Collection "Orang Israel?" tanya Furqan kaget. "Ya. Dia orang Israel. Tapi ia memiliki lima paspor. Yaitu Spanyol, Italia, Amerika, Israel, dan Rusia. Dia masuk Mesir menggunakan paspor Spanyol. Dia berangkat dari Madrid. Setelah beroperasi di Mesir selama tiga bulan, dia hendak lari ke Yunani." "Apa yang dia kerjakan selama di Mesir?" "Banyak. Yang jelas, ia mata-mata Mosad." "Mata-mata Mosad?!" Furqan kaget bukan main. "Ya, benar." "Bagaimana mungkin kalian bisa kecolongan?" "Penjahat itu selalu lebih pintar satu langkah dari polisi. Tapi alhamdulillah, akhirnya toh dia tertangkap. Kau ingin melihatnya?" "Boleh." Furqan diajak ke ruang tahanan. Di sana ia melihat seorang perempuan berambut pirang memakai celana jeans dan blues hitam. Perempuan itu memang persis seperti yang ada dalam foto memalukan itu. Dengan bahasa Inggris seadanya dan dengan nada geram Furqan bertanya, "Hei, why you do it to me!?" 348 jowo.jw.lt Collection Perempuan berambut pirang itu malah tertawa terkekehkekeh. Lalu ia berbicara tidak jelas. Kemudian bernyanyinyanyi seperti orang gila. "Apa dia gila?" tanya Furqan pada Kolonel Fuad. Sang Kolonel tersenyum mendengar pertanyaan Furqan. "Dia pura-pura gila." "Sejak kapan dia pura-pura gila?" "Sejak dia ditangkap. Yang jelas tidak ada orang yang benar-benar gila yang bisa bepergian ke luar negeri dan memiliki lima paspor. Mari aku tunjukkan kelima paspornya!" Furqan menurut. Ia dibawa ke ruang penyimpanan barang bukti. "Ini paspor-paspornya." Kata Kolonel Fuad sambil menyerahkan lima paspor yang warnanya berbeda-beda. Furqan menerima paspor-paspor itu dan melihatnya dengan seksama. "Bagaimana dia bisa mendapatkan paspor-paspor ini?" tanya Furqan lugu. asli'." "Ya tentu saja dari Israel. Paspor-paspor itu palsu tapi asli. " "Maksud Kolonel dengan 'palsu tapi asli' itu bagaimana?" 349 jowo.jw.lt Collection "Paspor itu sesungguhnya palsu. Karena yang mengeluarkan bukan negara asalnya tapi yang mengeluarkan sebenarnya adalah Mosad Israel. Tapi asli, artinya bahkan negara aslinya pun akan mengakui itu asli. Sebab tidak bisa dibedakan dengan yang asli. Jenis kertasnya sama. Semuanya sama. Kau harus tahu, Israel memiliki semua jenis kertas yang digunakan untuk membuat uang di seluruh dunia. Juga memiliki semua jenis kertas yang digunakan untuk membuat paspor di seluruh dunia. Israel juga memiliki teknologi untuk membuat uang dan paspor yang sama persis dengan yang ada di seluruh dunia. Inilah rahasia yang berhasil kami kuak. Maka kita harus hati-hati. Dengan membuat uang yang palsu, tapi benar benar tidak bisa dibedakan dengan yang asli Israel bisa merusak ekonomi suatu negara. Krisis ekonomi di Asia Tenggara dalam analisis kami tak bisa dilepaskan dari rekayasa Israel." Kolonel Fuad memberikan penjelasan panjang lebar. Furqan jadi sangat mafhum. Jika untuk membuat paspor di seluruh dunia adalah begitu mudah bagi Mosad Israel, maka untuk sekadar mengetahui identitas dirinya dan membuka kamar hotelnya bukanlah pekerjaan yang susah. "Sekarang tidak ada yang perlu kaukuatirkan. Penjahat yang mengancam kamu sudah tertangkap. Aku telah menunaikan janjiku, sekarang giliran kamu melunasi janjimu," kata Kolonel Fuad tegas. "Baiklah, hari ini juga aku bayar lunas janjiku. Nanti sore aku akan datang lagi kemari membawa uang seribu 350 jowo.jw.lt Collection pound dan menyerahkan mobilku padamu,"jawab Furqan tak kalah tegas. Dengan tertangkapnya Miss Italiana, ia merasa ancaman yang selama ini menghantuinya telah sirna. Ia merasa sangat lega. Seolah kiamat yang selama ini mengancamnya tak jadi datang. "Pukul berapa kau akan datang?" Tanya Kolonel. "Pukul lima sore, insya Allah." "Baik. Aku tunggu. Pukul lima sore di sini." Furqan minta diri. Ia langsung mengendarai mobilnya ke Maydan Husein. Tujuan pertamanya Bank Faisal Al Azhar. Ia hendak mengambil tabungannya. Setelah itu ke Khan Khalili. Ia hendak beli oleh-oleh untuk keluarganya di Indonesia. Beberapa hari lagi ia mau pulang. Di depan Bank Faisal Al Azhar, ia bertemu dengan Azzam yang tampak tergesa-gesa hendak ke kampus. "Oi Zam, oi kau sekarang rajin kuliah ya?" sapanya dengan tersenyum. Dengan tersenyum juga Azzam menjawab, "Lha iya lah. Mumpung masih di Mesir harus rajin kuliah lah." "Lha begitu. Itu baru namanya mahasiswa. Masak bikin bakso terus, apa mau tinggal di Mesir terus?" "Itulah Fur. Doakan aku ya. Tinggal satu mata kuliah saja. Aku ingin lulus tahun ini. Kau saja sudah M.A., ma351 jowo.jw.lt Collection sak aku S.1 saja tak kelar-kelar. Sudah ya Fur, aku mau kuliah dulu. Ini mata kuliahnya Doktor Abdul Fattah Asyur. Aku sudah terlambat nih," jawab Azzam sambil melangkah. "Ya Waffaqakumullah," 67 tukas Furqan. Azzam melangkah ke arah kampus, sementara Furqan langsung melangkah masuk ke dalam Bank. Sampai di dalam ia mengerutkan keningnya. Orang Mesir penuh. Ia harus antri. Ia berdiri sambil melihat suasana. Ada dua orang Malaysia yang sedang menukarkan uang. Dari dollar ke pound Mesir. Ia tahu kedua anak itu dari Malaysia dari cara berpakaian dan logat bicaranya. Lima belas menit kemudian tiba gilirannya melakukan transaksi. Ia mengambil dua ribu lima ratus pound. Lalu ia mentransfer sisa tabungannya ke rekeningnya yang ada di Indonesia. Ia menutup tabungannya. Dalam pikirannya, jika nanti kembali lagi ke Mesir ia bisa membuka tabungan lagi. Namun jika ternyata karena satu dan lain hal ia tidak kembali atau ia lama di Indonesia, uang tabungannya akan sangat berguna baginya. Setelah itu ia ke Khan Khalili. Ia belanja dengan cepat. Tanpa banyak memilih dan menawar. Ia seperti dikejarkejar waktu. Ia memang harus cepat. Sebab siang ini juga ia harus ke rumah Ustadz Mujab untuk membicarakan masalah kelanjutan lamarannya pada Anna. Dan ia masih akan membawa mobil itu sampai sore hari ini. Setelah itu 67 Semoga Allah memberimu taufik. 352 jowo.jw.lt Collection ia tidak lagi bawa mobil. Jika teman -temannya bertanya di mana mobilnya, ia akan menjawab sudah di tangan orang Mesir. Mereka akan menyangka mobil itu dibeli orang Mesir. Ia memang tidak ingin masalahnya menjadi konsumsi masyarakat Indonesia di Cairo. Ia ingin mereka hanya tahu prestasinya. Itu saja. *** "Jadi kamu ingin langsung melamar Anna kepada kedua orang tuanya?" tanya Ustadz Mujab pada Furqan. "Iya Ustadz. Biar lebih cepat tahu kejelasannya. Jika tidak demikian Anna bisa terus mencari alasan untuk mengundur-undur jawabannya." "Kamu sudah benar-benar siap jika Anna atau keluarga Anna menolakmu? Padahal jika kamu mau bersabar sampai hati Anna benar-benar siap, kamu punya peluang besar untuk diterima olehnya." Furqan diam sesaat. Ia berpikir sejenak lalu menjawab, "Saya yakin Anna sudah punya sikap. Ia hanya ragu. Justru jika saya langsung datang pada orangtuanya, ia tidak ada kesempatan lagi untuk ragu. Saya rasa peluang saya lebih besar jika saya langsung melamar pada orang tuanya Ustadz. Ini sudah saya pikir masak-masak." "Kalau kau sudah memikir masak-masak ya sudah. Aku hanya berharap kau dan dia bertemu dalam ridha-Nya. Baiklah agar kau punya alasan logis datang ke rumah Anna sebelum resmi melamarnya, aku akan menitip se353 jowo.jw.lt Collection suatu untuk ayahnya. Juga akan aku bikinkan surat pengantar pendek yang isinya memperkenalkan dirimu dengan singkat. Ayah Anna masih terhitung kerabatku. Beliau pasti akan sangat senang mendapat titipan dariku." "Iya, terima kasih Ustadz." "Kau tunggu sebentar ya." Ustadz Mujab masuk ke kamar kerjanya. Lelaki yang masih menjadi mahasiswa S.2 di Institut Liga Arab itu menulis surat lalu membungkus sesuatu berbentuk kotak kecil dengan kertas kado. Sejurus kemudian ia keluar dan menyerahkan sepucuk surat dan bungkusan itu pada Furqan. "Yang terbungkus itu isinya minyak Hajar Aswad asli. Berikan pada Pak Kiai Lutfi Hakim, ayah Anna. Sebaiknya kau sendiri yang memberikan. Jika misalnya beliau pas tidak di rumah saat kau di sana, sebaiknya kau menunggu sampai beliau ada," jelas Ustadz Mujab. "Baik Ustadz." "Semoga semuanya dimudahkan Allah." "Amin." Furqan sangat yakin, maksud dan keinginannya menyunting mahasiswi yang saat itu paling menjadi buah bibir di kalangan mahasiswa Indonesia di Cairo, pasti terkabulkan. Ia selama ini berpendapat, takdir itu ada hukum354 jowo.jw.lt Collection hukum alamnya. Takdir itu mengikuti aturan sebab dan akibat. Ia merasa telah menemukan kebenaran pendapatnya itu lewat ratusan kejadian yang telah ia alami selama ini. Juga kejadian yang dialami oleh orang lain. Misalnya, ia selalu lulus ujian karena memang ia belajar dengan baik. Lulus ujian adalah akibat dan belajar dengan baik adalah sebab. Jika sebabnya tidak ada yaitu belajar dengan baik, maka akibatnya akan sirna. Karena tidak belajar dengan baik, maka yang terjadi adalah tidak lulus ujian. Contoh lain menurutnya adalah kematian. Menurutnya, kematian adalah akibat. Kematian yang menurut banyak orang adalah takdir, sebenarnya tak lain dan tak bukan adalah akibat. Pasti ada sebabnya. Ia tidak bisa memercayai adanya kematian tanpa sebab. Seseorang itu mati karena ia melakukan sesuatu atau masuk ke dalam suatu keadaan yang mengharuskan mati. Itu adalah hukum alam.Ada orang mati karena kecelakaan. Memang hukum alamnya, jika kepala pecah atau orang kekurangan darah pasti mati. Jika ditarik lagi, orang mati karena kecelakaan, bisa jadi karena ia tidak hati-hati di jalan raya. Atau ia telah hati-hati tapi orang lain yang tidak hatihati. Jadi tindakan tidak hati-hati di jalan raya bisa menyebabkan kecelakan. Dan kecelakaan menye babkan kematian. Bahkan ada orang mati karena keracunan makanan. Memang hukum alamnya, jika tubuh manusia kemasu kan racun tertentu bisa merusak jaringan syaraf, otak dan pembuluh darah yang mengakibatkan seseorang mati. 355 jowo.jw.lt Collection Jadi dalam pandangannya, takdir itu pasti sesuai hukum alam. Takdir bisa dikalkulasi dan dihitung secara matematis. Apalagi teknologi manusia semakin tinggi. Jika orang ingin panjang umur dan tidak mati-mati, maka menurutnya, orang itu harus berjalan sesuai dengan hukum alam yang membuat manusia tetap hidup, serta tidak melanggar hukum yang membuat ia mati. Selama ini ia selalu mendasarkan tindakan dengan kalkulasi- kalkulasi dan hitungan matematis. Ayahnyalah yang sejatinya mengajarinya sejak kecil. Ayahnya yang pernah kuliah ekonomi di Amerika itu selalu bertindak sesuai dengan kalkulasi matematis. Dan ia melihat dengan kepalanya sendiri ayahnya hidup sukses. Ia sendiri merasa, bahwa ia saat ini bisa selamat dari intimidasi penjahat perempuan yang menamakan dirinya Miss Italiana itu juga karena kalkulasinya yang matang. Meskipun ia cemas dan takut, ia mengambil tindakan yang tepat; yaitu bermusyawarah dengan orang tepat. Sehingga ia selamat. Itulah takdir, menurutnya. Jika ia tidak berpikir cermat dan melakukan kalkulasi dan tindakan yang tepat, mungkin ia telah menemukan kiamat. Itulah takdirnya. Demikianlah ia berpikir tentang takdir. Maka dengan kalkulasi dan strateginya, yang ia anggap matang. Serta hukum-hukum alam yang menurutnya telah tersedia, ia pasti akan mendapatkan Anna Althafun356 jowo.jw.lt Collection nisa. Hukum-hukum yang menurutnya membuat seorang gadis suka pada seorang pemuda ada pada dirinya. Prestasi ia punya. Penampilan dan tampang diakui banyak orang. Materi ada. Keluarga dan silsilah keturunan sangat terjaga. Doa, selalu terpanjatkan siang malam tiada henti-hentinya. Apalagi kurangnya? Menurut hukum alamnya, tak bisa tidak, Anna Althafunnisa pasti berhasil disuntingnya. Ia sangat optimis. Dan selama ini, jika ia optimis, ia selalu berhasil meraih apa yang diinginkannya. Ia meyakini kekuatan optimisme dan mind magic yang acapkali dilontarkan oleh motivator-motivator kaliber dunia. Benarkah demikian? Akankah ia sukses menyunting gadis idamannya, Anna Althafunnisa? Waktulah nanti yang akan menjawabnya. 357 jowo.jw.lt Collection 23 PERIKSA DARAH Seluruh mahasiswa Al Azhar, termasuk yang dari Indonesia sibuk mempersiapkan diri menghadapi ujian akhir tahun. Ujian kenaikan tingkat. Bagi yang tingkat empat berarti ujian kelulusan S. 1. Azzam benar-benar belajar dengan serius. Ia meringkas materi Tafsir Tahlili, sama seperti ketika ia tingkat satu dulu. Ringkasannya itu telah ia kuasai di luar kepala. Ia benar-benar siap menyongsong ujian. Ia benar-benar siap untuk lulus. Teman-teman satu rumahnya, semuanya sudah sampai pada tahap konsentrasi penuh. Sudah siaga satu menghadapi ujian. 358 jowo.jw.lt Collection Fadhil sudah bisa menguasai dirinya untuk sementara waktu. Masalahnya dengan Tiara sementara terlupakan dengan sendirinya. Nasir sudah sering di rumah. Ia sudah lebih tenang. Kasusnya berkaitan dengan Wail El Ahdali tak lagi mengganggu pikirannya. Seorang mabahits telah menemuinya di rumahnya dan tidak bisa membuktikan ia terkait dengan jaringan yang dicurigai pemerintah Mesir. Nanang berjuang keras menghafalkan muqarrar Al-Qurannya. Ia harus lancar enam juz. Sementara Ali seperti biasa, jika menghadapi ujian, sering itikaf di Masjid Musa bin Nushair Hayyu Sabe'. Berangkat jam sembilan pagi pulang jam delapan malam. Sementara nun jauh di Katamea sana, Hafez sudah meringkas hampir semua materi mata kuliah yang diujikan. Hafez sudah menemukan kembali jati dirinya. Di Masakin Utsman, Cut Mala dan teman-temannya sudah jarang keluar rumah. Mereka sibuk dengan diktat masing-masing. Semua sibuk menghadapi ujian. Semua tegang. Kecuali Furqan. Ia sibuk menata barang-barangnya ke dalam kopernya. Lusa dia akan terbang ke Indonesia. Keluarganya sudah menunggunya. Mereka akan menjemputnya di Bandara Soekarno-Hatta. Ibunya bahkan mengabarkan telah mempersiapkan syukuran besar-besar atas prestasinya meraih predikat summa cumlaude untuk gelar masternya. Furqan sangat berbunga-bunga. Rasanya ia tidak sabar menunggu satu hari saja. Ia ingin segera sampai ke Indonesia. Jumpa keluarga. Syukuran. Lalu terbang ke Jogja 359 jowo.jw.lt Collection dan berkunjung ke rumah Anna Althafunnisa di Klaten sana. Biasanya, orang yang mau pulang ke Tanah Air didatangi oleh banyak teman. Baik yang cuma sekadar menjenguk untuk memberikan sekadar doa selamat, maupun yang datang untuk menitip sesuatu. Namun suasana di rumah Furqan sangat sepi. Di rumah itu ia cuma sendiri. Rumah tiga kamar itu hanya dihuni oleh tiga orang. Masing-masing menempati satu kamar. Tiga orang itu adalah Furqan, Abduh dan Maftuh. Ketiganya orang Jakarta. Dan ketiganya anak orang kaya. Abduh sedang ke Dokki. Adapun Maftuh sedang ke Thub Ramli. Tak ada yang datang hari itu. Mungkin karena para mahasiswa sedang konsentrasi belajar. Atau mungkin karena Furqan sangat sering pulang. Tiap tahun pulang dua kali. Jadi tidak ada yang istimewa dengan kepulangannya. Mereka menganggapnya hal yang biasa. Berbeda jika mahasiswa lain yang pulang. Yang lima tahun tidak pernah pulang terus mau pulang ke Tanah Air untuk selamanya. Terasa istimewa. Maka banyak yang menjenguknya. Setelah selesai mengemasi barang-barangnya, Furqan merapikan kamarnya. Ia sangat berharap secepatnya kembali lagi ke Cairo dengan membawa Anna Althafunnisa sebagai isterinya. Ia dan kedua temannya sudah sepakat bahwa siapa yang duluan menikah berhak menempati rumah itu. Dan yang tidak menikah terpaksa harus pindah. Ia yakin ialah yang akan menempati rumah itu. Tiba-tiba ia teringat sesuatu. 360 jowo.jw.lt Collection "Masya Allah, aku belum membeli mushaf khusus untuk mahar," lirihnya pada diri sendiri. "Insya Allah nanti bakda Ashar aku akan ke Darussalam dan membeli mushaf untuk mahar yang terbaik dan termahal untuk Anna," gumamnya. Sayup-sayup ia mendengar bel rumahnya berbunyi. Ya. Benar. Ia membuka pintu kamarnya dan keluar untuk membuka pintu. Begitu pintu terbuka ia agak kaget. Seorang berpakaian polisi. Setelah memberi salam polisi itu bertanya, "Anda yang bernama Furqan?" "Ya benar. Ada apa ya?" "Saya diminta oleh Kolonel Fuad untuk membawa Anda ke kantornya sekarang. Penting!" Kata polisi itu dengan nada tegas dan terasa kurang ramah. Furqan jadi bertanya- tanya dalam hati; ada apa gerangan? Apa yang terjadi? "Sekarang?!" Furqan meminta ketegasan ulang. "Ya sekarang juga! Saya tunggu!" jawab polisi itu. "Baiklah." Furqan masuk ke kamarnya untuk ganti pakaian. Lalu keluar dan meluncur ke Abbasea bersama polisi itu. 361 jowo.jw.lt Collection Sampai di Abbasea ia disambut oleh Kolonel Fuad. "Maaf mengganggumu Furqan.Tapi ini prosedur standar dan ini penting," kata Kolonel Fuad sambil mengisyaratkan Furqan untuk duduk. "Saya tidak paham dengan yang Kolonel maksud," tukas Furqan bingung. "Aku tahu kau besok pagi mau pulang ke Indonesia. Tapi sayang rencana kepulanganmu agaknya harus tertunda." "Apa maksud Kolonel! ?" "Kau harus periksa darah dulu!" "Kenapa untuk pulang saja harus periksa darah. Kalian jangan membuat peraturan yang mengada-ada. Mentang mentang ini negara kalian ya!" Furqan emosi mendengar perintah Kolonel Fuad yang baginya sangat tidak masuk akal. "Tenanglah dulu Furqan. Akan aku jelaskan duduk persoalannya. Aku sebenarnya tak ingin merepotkan siapa saja. Atau mencegah seseorang pulang ke negaranya. Tapi untuk kebaikan bersama, kebaikan bagi kamu, teman-teman kamu, negara kamu dan negara kami, maka prosedur ini harus dijalani. Begini Furqan, penyelidikan kami menemukan hal yang sangat tidak kita inginkan bersama. Perempuan brengsek yang mengaku sebagai Miss Italiana itu memang benar-benar orangnya Mosad. Selain dikirim ke Mesir ini sebagai mata-mata, ternyata ia juga ditugaskan untuk merusak masyarakat negeri ini. 362 jowo.jw.lt Collection Korbannya ternyata sudah puluhan. Ada yang jadi korban amoralnya dalam arti yang sesungguhnya. Ada yang cuma menjadi korban intimidasinya. Lha kami tidak tahu kamu ini termasuk jenis yang mana. Kamu tergolong yang menjadi korban intimidasinya saja atau juga korban amoralnya?" Furqan diam di tempat duduknya. Mendengar penjelasan Kolonel Fuad itu tiba-tiba ada aliran kecemasan yang menyusup ke dalam dadanya. "Bisa lebih jelas lagi maksud Kolonel dengan korban amoral dan korban intimidasi?" tanyanya. Kolonel Fuad mengusap mukanya lalu menjawab. "Aku harap kau tidak kaget dengan penjelasanku ini. Perempuan bule itu nama aslinya adalah Golda Olmetz. Ia seorang pelacur profesional di Tel Aviv yang diambil Mosad sebagai tentaranya. Perempuan itu seorang pengidap AIDS. Ia ditugaskan ke Mesir memang untuk menularkan virus itu pada penduduk Mesir." Mendengar hal itu muka Furqan langsung pucat pasi. Bibirnya biru.Badannya dingin. Tulang-tulangnya seperti dilolosi. Ia diam seribu bahasa. Kolonel Fuad melanjutkan keterangannya, "Sudah puluhan orang yang menjadi korban kebejatan dan kejahatan Golda Olmetz ini. Hampir semuanya yang pernah difoto bugil bersamanya terkena AIDS. Namun kami juga menemukan ada empat orang yang tidak tertulari AIDS, hanya menjadi korban intimidasi saja. 363 jowo.jw.lt Collection Saya tidak tahu kamu masuk kriteria korban yang mana. Sebab menurut ceritamu, saat itu, kamu tidur tidak merasakan apa-apa, tiba-tiba bangun dalam keadaan nyaris tak berbusana, dan menemukan foto itu. Lha saat kamu tidur itu apa yang dilakukan perempuan itu kepadamu kan kita tidak tahu. Untuk memastikan, kamu harus periksa darah dulu." Tubuh Furqan seperti lumpuh. Dunia terasa sangat menakutkan. Langit seolah mau runtuh menimpanya. Tanpa terasa airmatanya mengalir di pipinya. Kolonel Fuad menatap wajah Furqan yang sayu kehilangan harapan hidupnya. Maka ia berusaha sedikit menenangkan, "Aku tahu berita ini sangat berat bagimu Furqan. Tapi kamu harus tegar menghadapinya. Aku percaya sepenuhnya kau orang baik. Kau hanya korban. Semoga kau tetap bersih tidak tertulari virus AIDS itu. Jika ternyata kau terkena AIDS, kau adalah orang yang beriman. Itulah takdirmu. Kau harus sabar menerimanya. Kau akan diantar Sersan Shabur ke Rumah Sakit Ains Syams untuk periksa darah. Semua biaya kami yang menanggung. Tiga hari lagi akan ketahuan hasilnya. Sekarang kau boleh berangkat." Kata Kolonel itu lalu memanggil anak buahnya. Lalu Furqan dibawa ke Rumah Sakit Ains Syams untuk diambil darahnya guna diperiksa. Tiga hari lagi ia diminta datang untuk mengambil hasilnya. Dari rumah sakit Furqan langsung diantar pulang ke flatnya. 364 jowo.jw.lt Collection Begitu ia tiba di kamarnya, Furqan tak kuasa menahan tangisnya. Ia menangis meraung-raung seperti anak kecil. Untunglah saat itu hanya ia sendiri yang ada di rumah itu. Ia merasakan kecemasan yang paling hebat. Kecemasan yang belum pernah ia alami sebelumnya. Ia juga merasakan ketakutan yang luar biasa. Ketakutan yang juga belum pernah ia alami sebelumnya. Dan ia juga mengalami kesedihan yang nyaris membinasakannya. Ia merasa menjadi manusia paling sengsara di dunia. Ia menangis sambil menyebut -nyebut nama Allah. "Ya Allah, ya Allah, ya Allah! Ya Allah kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini ya Allah!" Ia tak tahu harus berbuat apa saat itu. Dan ia tidak kuat membayangkan jika hasil test darah itu memvonisnya positif terkena HIV. Hancur sudah masa depannya. Jika itu yang terjadi, ia merasa akan menjadi bangkai yang berjalan. Ia akan dianggap lebih menjijikkan dari kotoran dan lebih busuk dari sampah yang paling busuk. Jika itu yang terjadi, ia merasa riwayatnya telah tamat sebelum ia mati. Ia terus meratap kepada Allah. Ia baru merasa betapa lemah, kerdil dan tiada berdaya dirinya. Semua rasa optimisnya lenyap. Kalkulasi-kalkulasi dan prediksi-prediksinya yang selarna ini ia agungkan sebagai pilar paling vital untuk menentukan hukumhukum takdir yang diyakininya sama sekali sirna. Tak ada lagi kalkulasi matematis. Tak ada lagi hitunghitungan strategis. Tak ada lagi prediksiprediksi logis. 365 jowo.jw.lt Collection Semua lenyap di hadapan rasa cemas, takut dan sedih tiada terkira. Semuanya lenyap di hadapan kenyataan yang dialaminya. Begitu cepat kondisi berubah. Baru saja ia merasa sangat optimis, sangat yakin akan memboyong Anna Althafunnisa sebagai isterinya ke Cairo dan menempati rumahnya, ia bahkan merencanakan akan membeli mushaf mahar paling baik dan paling mahal untuk Anna, tiba-tiba semua berubah. Rasa optimisnya tak tersisa sedikit pun. Yang ada hanya rasa takut dan sedih tiada terkira. Ia merasa begitu kecil dan kerdil. Begitu tidak ada artinya. Ia baru merasa bahwa manusia sesungguhnya tidak bisa menentukan takdirnya. Manusia sama sekali tidak bisa sombong bisa menentukan takdirnya. Kewenangan yang diberikan Tuhan untuk manusia hanyalah berikhtiar dan berusaha. Adapun takdir sepenuhnya adalah hak dan keputusan Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhanlah yang berhak memutuskan segala-galanya. Dan Dialah Yang Maha Pemberi keputusan lagi Maha Mengetahui. 68 68 QS. Saba' (Kaum Saba') [34]: 26. 366 jowo.jw.lt Collection 24 PASRAH Detik demi detik ia dicekam rasa cemas dan takut. Ia merasa seperti seorang penjahat yang menunggu giliran eksekusi hukuman mati. Ia seperti menunggu giliran untuk dihukum pancung. Ia tak bisa berbuat apa-apa kecuali pasrah. Ia terpaksa mengundurkan jadwal pulangnya. Beberapa orang yang tahu ia akan pulang kaget ia tak jadi pulang. Abduh dan Maftuh bertanya, "Kok diundur kenapa?" Furqan menjawab, "Masih ada keperluan yang harus aku selesaikan." 367 jowo.jw.lt Collection Ia masih belum bisa menerima bahwa ini semua akan menimpa dirinya. "Ya Allah jangan Engkau uji hamba dengan penyakit itu. Ya Allah rahmati hamba-Mu yang lemah ini, rintihnya berulang kali dalam hati. Setiap kali shalat ia selalu menangis. Ia merasa tidak ada lagi tempat berlabuh dan mengungsi mencari keamanan kecuali kepada Allah Yang Maha Mengatur nasib hamba hamba-Nya. Bayangan menakutkan mengidap virus HIV terus menterornya. Ia sangat sedih dan membutuhkan orang yang menghiburnya. Nam un ia tidak berani bercerita. Ia simpan sendirian di dalam dada. Ia sangat tersiksa. Jika akhirnya ia benar-benar mengidap HIV, habis sudah masa depannya. Ia merasa menjadi orang paling malang dan paling sengsara di dunia. Ia merasa menjadi manusia paling hina dan paling tiada berguna. Ia akan dipandang sebagai makhluk yang menjijikan oleh siapa saja. Bahkan juga oleh keluarganya. Ia kembali menangis meratapi nasibnya. Apa gunanya gelar M.A., jika ia mengidap penyakit paling ditakuti manusia sedunia. Apa gunanya belajar bertahuntahun di bumi para nabi, jika akhirnya pulang hanya membawa aib bagi diri dan keluarga. Ia benar-benar merasa sangat nelangsa dan tersiksa. Ia merasa, kepalanya dipenggal seribu kali lebih baik daripada disiksa dengan rasa takut yang sangat mencekik 368 jowo.jw.lt Collection seperti ini. Dalam kondisi seperti itu ia terus berusaha untuk tetap sadar, bibir dan hatinya basah oleh istighfar. Tiga hari berlalu. Hari penentuan tiba. Dengan tubuh lemah ia datang ke Rumah Sakit Ains Syam untuk mengambil hasil test darahnya. Ia berharap bahwa Allah masih melindungi dirinya. Ketika ia menanyakan hasil test darahnya pada seorang petugas dengan memberikan secarik bukti ia pernah test tiga hari yang lalu, petugas itu berkata, "Maaf Tuan, dengan sangat terpaksa Tuan harus test darah lagi." Mendengar kata-kata itu tubuhnya seakan mau hancur. Tubuhnya gemetar. Dengan terbata-bata ia bertanya, "Ke...kenapa? A...apa ada tanda-tanda saya positif. Dan untuk meyakinkan lagi saya harus test ulang?" "Tidak Tuan. Kebetulan sampel dari Tuan dan beberapa sampel yang lain hari itu belum kami bawa ke laboratorium. Kami letakkan di almari itu. Dan almari itu ambruk karena kecerobohan seorang petugas kami. Sampelsampel darah itu tumpah. Jadi tidak bisa dianalisis di laboratorium. Kami benar-benar minta maaf atas insiden yang tidak kami inginkan ini. Jadi Tuan kami minta test darah kembali. Kami akan menganalisisnya secepat mungkin, besok Tuan bisa datang melihat hasilnya. " Furqan sedikit lega. Ia merasa eksekusi hukuman pancungnya tertunda satu hari. Dengan pasrah ia kembali 369 jowo.jw.lt Collection diambil darahnya. Furqan pulang dengan pikiran kosong. Hidup ia rasakan sebagai sebuah penderitaan. * * * Kampus Al Azhar University kembali memperlihatkan wibawanya. Ujian Al-Quran secara lisan mulai dilaksanakan Mayoritas mahasiswa bergumul dengan hafalannya. Ada yang optimis, ada yang pesimis. Yang hafalannya lancar, ujian lisan terasa sangat menyenangkan. Tak ada yang perlu ditakutkan. Apa yang perlu ditakutkan oleh orang yang hafal ayat-ayat suci Al-Quran? Melantunkan ayatayat suci Al-Quran yang diminta doktor penguji dengan tartil dan tenang adalah sebuah kenikmatan yang susah dilukiskan. Sebaliknya, bagi yang tidak hafal, atau belum hafal, masuk gerbang kampus saja telah membuatnya berkeringat dingin. Wajah ramah doktor penguji terasa sangat menyeramkan. Detik-detik dilalui dengan jantung berdegup kencang. Azzam tidak perlu datang ke kampus, karena ia sudah tidak perlu lagi ujian Al-Quran. Semua mata kuliahnya sudah lulus. Tinggal satu saja yang belum; yaitu Tafsir Tahlili. Hari itu yang ujian Al-Quran adalah Ali dan Nanang. Ali berangkat dengan tenang dan senyum mengembang. Enam juz telah ia hafal sejak dua bulan yang lalu di luar kepala. Selama di dalam bus, dari rumah 370 jowo.jw.lt Collection sampai kampus, ia mengulang hafalannya dengan penuh penghayatan. Sementara Nanang berangkat dengan wajah pucat. Selain karena kurang tidur, karena semalam suntuk ia masih berjuang menghafal, ia didera rasa cemas lantaran masih ada sahu juz yang belum benar-benar ia hafal. Yaihu juz enam. Jika juz enam yang jadi perhatian utama doktor penguji, maka mata kuliah Al-Quran benar-benar terancam. Nanang benar-benar pasrah. Ia sedikit menyesal kenapa tidak sejak awal tahun ia menghafal, sehingga mendekati ujian seperti itu ia tinggal mengulang dan mengulang. Sampai di kampus, ujian lisan telah berjalan. Ali langsung menyerahkan kartu mahasiswanya begitu doktor penguji keluar dari ruangan unhuk memanggil mahasiswa yang siap. Ali masuk bersama dua orang dari Pakistan. Doktor benar-benar menguji. Setiap juz ditanyakan. Ali bisa menjawab dengan lancar dan tenang. Dua mahasiswa dari Pakistan itu menjawab dengan bacaan yang indah dan lantang. Doktor penguji tersenyum senang. Semua pertanyaan tidak ada yang tidak terjawab. Akhirnya doktor penguji berkata, "Semoga Allah memberkahi kalian!" Ali dan dua mahasiswa Pakistan keluar dengan senyum mengembang. Di ruang yang lain, Nanang baru saja masuk karena namanya dipanggil doktor penguji. Ruang ujian Nanang dan ruang Ali terpisah. Nomor induk mahasiswalah yang 371 jowo.jw.lt Collection menentukan. Nanang duduk sendirian. Ia tegang. Doktor pengujinya memilih menguji mahasiswanya satu per satu. "Namamu Nanang?" tanya Doktor itu. "Iya Doktor." "Dari Indonesia ya?" "Indonesianya di daerah mana?" "Dari Lamongan, Jawa Timur, Doktor." "Lamongan itu kalau dari Surabaya jauh?" "Tidak terlalu jauh, kurang lebih lima puluh kilo saja." "Tahun lalu saya ke Surabaya, saya diudang oleh seorang Doktor Tafsir lulusan Al Azhar ini yang mengajar di sana. Saya diundang untuk memberi prasaran tentang ‘Dunia jin dan Setan dalam Pandangan Al-Quran dan Sunnah'." Jelas Doktor berkaca mata tebal itu. "Doktor sempat ke mana saja selama di Indonesia, terutama ketika di Surabaya?" Rasa tegang Nanang telah hilang. Ia jadi berani bertanya kepada Doktor yang hendak mengujinya itu. "Selain di IAIN Sunan Ampel, saya sempat memberi ceramah di Universitas Airlangga, wawancara di Radio Delta, dan dibawa panitia ke sebuah pesantren tua di 372 jowo.jw.lt Collection Bangkalan. Oh ya, saya juga diminta memberikan kuliah umum di Universitas Muhammadiyah Malang." "Bagaimana kesan Doktor selama di Indonesia?" "Saya sangat terkesan. Saya diperlakukan laiknya seorang raja. Apalagi ketika di Malang. Saya suka dengan panorama alamnya, sejuk dan indah. Saya kira, Universitas Muhammadiyah Malang sangat beruntung bisa bertengger di tempat seindah Malang. Oh ya sudah terlalu banyak kita berbincang. Sekarang saatnya ujian Al- Quran. Dua soal saja untukmu. Coba kau lantunkan awal juz dua!" Nanang sedikit tergagap,tapi ia langsung menguasai diri. Awal juz dua sangat ia hafal. Ia langsung melantunkan ayat ke-147 dari surat Al Baqarah dengan pelan-pelan. Setelah tiga ayat ia baca, doktor menyuruhnya berhenti. "Teruskan ayat ini: Qaala Rabbii innii laa amliku illa nafsi wa akhi..!" Perintah Doktor penguji. Nanang langsung memeras otaknya, memutar memorinya. Ia tahu ayat itu ada di surat Al Maidah, ada di juz enam. Beberapa kali telah ia baca. Namun ia belum hafal. Ia berusaha mencari sambungannya, tapi sama sekali tidak bisa. Setelah beberapa kali mencoba dan tidak kisa ia akhirnya menyerah dan berterus terang, "Maaf Doktor, juz enam saya belum hafal benar." "Baiklah. Kau boleh meninggalkan ruangan. Dan tolong panggilkan mahasiswa yang bernama Mat Nazri." 373 jowo.jw.lt Collection Nanang keluar dengan perasaan tidak tenang. Ia bisa menjawab satu, dan ia gagal satu. Ia tidak yakin Al Qurannya akan lulus. Namun ia masih juga berharap Doktor itu memberikan belas kasihan padanya. *** Sore itu menjelang Maghrib, Furqan telentang di tempat tidurnya. Semangat hidupnya benar-benar redup. Ia merasa hidup matinya ditentukan oleh hasil test darahnya besok. Keterangan Kolonel Fuad membuat bulu kuduknya merinding. Begitu banyak korban perempuan jalang kiriman Mosad itu. Nyaris semuanya terkena virus HIV. Hanya empat orang yang tidak kena dan masih bersih. Artinya persentase selamatnya kecil. Airmatanya meleleh. Bagaimana nanti hancurnya ayah dan ibunya jika ia benar-benar mengidap virus itu? Akan ditaruh di mana mukanya jika hal itu menjadi berita nasional di Tanah Air. Seorang mahasiswa Indonesia di Mesir, Mantan Ketua PPMI terkena AIDS. Di bumi mana ia sanggup mengangkat kepala dengan tegak. Dan Anna Althafunnisa. Ah, jika ia terkena AIDS keinginannya menyunting Anna ibarat punguk merindukan bulan. Mustahil Anna akan mau menerimanya. Dan kalau toh Anna menerimanya, ia sendiri mana mungkin tega menulari perempuan pujaan hatinya dengan penyakit AIDS yang dideritanya. Hanya Allahlah yang bisa menyelamatkannya. Ia benar-benar mengharap dan 374 jowo.jw.lt Collection mengiba belas kasih dari Allah. Kepada siapa lagi ia melabuhkan harapam~ya selain kepada Allah? Ia teringat firman-Nya: Dan sesungguhnya kepada Tuhannmulah kesudahannya segala sesuatu. Dan sesungguhnya Dialah yang menjadikan orang ter-tawa dan nzenangis. Dan sesungguhnya Dialah yang menghidupkan dan mematikan. Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan lakilaki dan perenzpuan. 69 Kini tak ada yang bisa dilakukannya kecuali menangis memohon belas kasih-Nya, dan dengan segenap jiwa, ia pasrah dalam genggaman kekuasaanNya. Furqan menghapus airmatanya ketika ia mendengar suara seseorang masuk rumah. Temannya pulang. Bisa Abduh bisa Maftuh. Ia berusaha menghapus kesedihannya. Ia harus tampak biasa. Beberapa saat kemudian pintu kamarnya diketuk pelan. "Mas Furqan, Mas Furqan!" 69 QS. An Najm (Binatang) [53]: 42-45. 375 jowo.jw.lt Collection Itu suara Abduh. "Iya masuk saja Duh, tidak dikunci," jawab Furqan. Ia masih terlentang dan pura-pura membaca majalah Mimbratul Islam. Abduh masuk. "Saya siang ini baru tahu kenapa akhir-akhir ini Mas Furqan sedih. Siapa perempuan bule itu Mas? Mas sudah menikah diam-diam ya? Atau...? Tapi kenapa foto-foto seperti itu bisa dipajang di internet? Tolong jelaskan, Mas!" "Kau lihat foto-foto apa sih Duh?" Furqan balik bertanya. Ia sebenarnya sangat kaget mendengar pertanyaan Abduh, tapi ia harus berusaha seolah tidak terjadi apa-apa. "Tadi dari Dokki, aku singgah di sebuah warnet di Tahrir Mas, aku ingat kalau punya janji chatting dengan adikku yang kuliah di UNDIP Semarang. Di sela-sela chatting aku buka email. Aku mendapat email dari seorang teman di Amerika yang menginformasikan ada foto asusila yang disebar oleh mahasiswa Al Azhar. Temanku itu memberi alamat website-nya. Aku buka, dan ternyata itu foto-fotomu dengan seorang perempuan bule. Ada keterangannya panjang lebar di setiap foto." "Yang benar Duh!?" tukasnya dengan nada tidak jelas antara menyanggah dan kaget. "Aku tidak salah lihat Mas. Bahkan selain foto-fotomu ditampilkan juga kartu identitas pasca sarjanamu Mas. Kalau tidak percaya ayo kita lihat. Mana laptopmu Mas?" 376 jowo.jw.lt Collection Furqan menunjuk ke arah lemarinya. Kepalanya terasa mau pecah. Abduh tak mungkin bohong. Kini foto-foto itu telah menyebar ke seluruh dunia. Ia rasanya ingin mati saja. Abduh menyalakan laptop, mengambil kabel telpon dan menyambungkannya ke jaringan internet. Sepuluh menit kemudian ia sudah membuka website yang ia maksud. "Ini Mas, ada lima belas foto tidak senonoh. Mas modelnya. Dan ini foto ruangan hotelnya. Itu meja di mana ada laptop dan naskah tesis Mas. Trus terakhir lihat ini, kartu mahasiswa Mas!" Furqan tak bisa menyangkal. Sesaat lamanya ia tak bisa bicara. Hanya airmatanya yang menjawab apa yang dilihatnya. "Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi pada dirimu Mas. Tolong jujurlah padaku agar aku tidak berburuk sangka padamu!" Pinta Abduh sambil menatap orang yang selama ini dihormatinya itu dengan seksama. Furqan malah merangkul Abduh dan menangis tersedusedu. Abduh diam saja. Ia membiarkan Furqan puas menangis dalam rangkulannya. Setelah puas Furqan melepaskan rangkulannya dan menceritakan dengan terbatabata semua yang dialaminya selama ini. Ia curahkan semua kesedihan dan penderitaannya. "Kalau kau tidak memercayaiku Duh, lalu siapa yang akan percaya padaku? Kalau kau tidak menghiburku dan menguatkanku siapa yang akan menghibur dan menguat377 jowo.jw.lt Collection kanku? Besok adalah penentuan. Doakan aku Duh, aku takut sekali. Aku tak bisa membayangkan terpukulnya keluargaku jika aku terkena AIDS Duh!" Furqan kembali menangis. Abduh yang mendengar itu semua ikut terharu dan meneteskan air mata. "Ini memang berat Mas. Tapi percayalah Allah Maha lahu dan Maha Bijaksana. Semua akan baik-baik saja. Percayalah Mas. Aku akan selalu mendukung Mas, apapun yang terjadi. Aku ada di belakang Mas, ada di samping Mas. Aku percaya Mas tidak bersalah, Mas difitnah, Mas tidak kena virus itu dan Mas tetap memiliki masa depan yang baik," lirih Abduh meyakinkan Furqan. Kata-kata Abduh itu sangat berarti bagi Furqan. Ia kembali memeluk adik kelasnya itu. "Terima kasih Duh." "Mas harus yakin bahwa Mas tidak apa-apa. Semua akan baik-baik saja. Mas harus yakin, Mas tidak boleh memikirkan yang tidak-tidak. Ingat Mas, Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya kepada-Nya. Jika Mas berkeyakinan bahwa Allah Maha Pengasih dan Allah menjaga Mas, insya Allah itulah yang akan terjadi!" "Iya Duh, terima kasih atas dukunganmu. 378 jowo.jw.lt Collection 25 LANGIT SEOLAH RUNTUH Malam itu Furqan tidak tidur. Setelah shalat Tahajud, ia mengharu biru bermunajat kepada Tuhannya. Shalawat Munjiyat ia hayati dan ia baca berulang kali. Doa Nabi Yunus ia resapi maknanya dan ia baca berulang-ulang kali dengan airmata terus menetes tiada henti. Menjelang Subuh ia lelah. Ia rindu pada hadis-hadis Nabi. Ia membuka Sunan Tirmidzi. Ia membuka asal membuka. Kedua matanya membuka sebuah riwayat dari Anas: Sesungguhnya sedekah itu bisa meredam murka Tuhan dan menjaga seseorang dari kematian yang buruk. 70 Hadis 70 Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, hadis no. 658. Hadis ini juga dimuat oleh Imam Ibnu Qudamah dalam kitab Mukhtashar Minhajul Qashidin. 379 jowo.jw.lt Collection yang termaktub dalam Sunan Tirmidzi itu begitu terasa menyejukkan kalbunya. Ia tak ingin dimurka Allah. Ia tak ingin mati dalam keadaan buruk. Maka paginya setelah shalat Subuh dan itikaf sampai Dhuha tiba ia keluar masjid dan berjalan sepanjang jalan untuk membagi sedekah pada orang Mesir yang memerlukannya. Barulah setelah itu ia sarapan dan pulang. Pagi itu jiwanya lebih tenang. Ia lebih siap membaca hasil test darahnya. Jam sepuluh ia pergi ke Rumah Sakit dengan menggunakan bus. Hal yang sudah la ma tidak ia lakukan. Biasanya ia memakai mobil sendiri atau taksi. Sampai di Terminal Abbasea ia melihat seorang ibu meminta- minta. Ia turun. Ia sedekahkan uang lima puluh pound. Ibu-ibu itu terbelalak, lalu mengucapkan beriburibu terima kasih dan nyaris sujud di kakinya saking gembiranya. Ia lalu melanjutkan perjalanan dengan jalan kaki. Sepanjang jalan ia terus melafalkan doa Nabi Yunus tiada henti. Dengan harapan ia diselamatkan oleh Allah sebagaimana Nabi Yunus diselamatkan oleh Allah. Begitu sampai di Rumah Sakit, sang petugas sudah tahu kenapa dia datang. Tanpa ia bertanya petugas berkumis tipis itu langsung menyodorkan selembar kert as, sambil berkata, "Ini hasilnya Tuan!" Furqan langsung membukanya perlahan dengan tangan gemetaran. Jantungnya berdegup kencang. Ia membaca380 jowo.jw.lt Collection nya dengan seksama. Ia mengeja hasil yang tertera dalam kertas putih itu. Dan ia dinyatakan POSITIF. Jantungnya nyaris berhenti. Ia tidak percaya dengan apa yang ia baca. Ia perhatikan baik-baik. Ia eja hurufnya. Dan kata yang tertulis tetap sama: POSITIF. Ia baca keterangan lain. Mungkin inisial yang salah. Mungkin nama yang tertera di situ bukan namanya. Tapi ia tidak mendapatkan hal yang mengubah rasa tertekannya yang luar biasa. Nama yang tertera dan nomor paspornya adalah miliknya. Ia merasakan langit seolah runtuh menimpa kepalanya. Pikirannya terasa gelap. Air matanya langsung tumpah. Ia merasa telah mati. Pedang yang sangat tajam seolah telah membabat lehernya. Tombak paling tajam dan berkarat seolah menancap di dadanya. Seluruh persendiannya seolah dipaku dengan paku-paku berkarat nan runcing. Tulang-tulangnya seolah telah dilolosi satu per satu. Sesaat lamanya ia tidak bisa berbuat apa-apa. Seolah- olah bumi hendak membetot kakinya. Airmatanya terus meleleh membasahi pipinya. "Anda tidak apa-apa?" Tanya petugas berkumis tipis pelan. "A...apakah ini tidak mungkin keliru?" Kata Furqan dengan suara terbata-bata. Petugas itu menggelengkan kepalanya seraya berkata pelan, "Tidak mungkin. Bersabarlah. Ujian Allah bisa datang dalam bentuk apa saja. Bersabarlah!" 381 jowo.jw.lt Collection Tangis Furqan meledak, "Bagaimana mungkin ini terjadi? Bagaimana mungkin? Aku tidak pernah melakukan dosa besar itu. Tidak pernah!" Tangisnya menarik perhatian beberapa orang yang lewat tak jauh dari tempatnya berdiri. "Sabarlah saudaraku. Sabarlah. Tenangkan pikiranmu. Percayalah Allah Maha Pengasih dan Penyayang." "Aku tak percaya lagi Allah Maha Penyayang. Aku tak percaya lagi hi... hi...!" Hati Furqan benar-benar terguncang. Ia merasa dunianya telah kiamat. Belaiar kerasnya selama ini sia-sia. Gelar masternya sia-sia. Hidupnya siasia. Dan ibadahnya menyembah Allah selama ini ia rasakan sia-sia. "Aku tak percaya lagi Allah Maha Penyayang. Aku tak percaya lagi...!" Furqan kembali mengulang apa yang baru saja diucapkannya sambil menangis. Petugas berkumis tipis itu bangkit dari tempat duduknya lalu berdiri mendekap Furqan. Ia mendekap seperti seorang ayah mendekap anak kesayangannya. "Aku percaya kau sedih. Aku percaya kau terpukul. Tapi dinginkanlah kepalamu. Bersabarlah. Apa yang tertulis dalam kertas itu belum akhir dari hidupmu. Masih banyak yang bisa kau lakukan dalam hidupmu." Furqan memeluk petugas itu erat-erat.Ia memeluk seperti anak kecil memeluk ibunya karena takut jika ditinggal pergi. 382 jowo.jw.lt Collection "Hidupku sudah tamat. Aku sudah mati! Lebih baik aku langsung dikubur saja daripada aku harus menanggung aib yang sangat memalukan diriku, ibuku, ayahku, dan keluargaku!" "Bersabarlah. Sebagian besar orang yang terkena HIV memang akibat dari perbuatan dosa, perbuatan yang menjijikkan. Namun ada yang terkena HIV bukan karena dosanya. Hanya karena takdir telah menggariskan dia demikian, sebagai ujian. Jangan pesimis. Kenapa tidak kauanggap ini sebagai ujian yang kau harus lulus dengan hasil terbaik di sisi Allah?" "Kau bisa berkata begitu karena kau tidak mengalami apa yang aku alami. Aku tak tahu harus berbuat apa lagi. Ke mana aku harus melangkahkan kaki ini. Aku tidak tahu. Hidupku sudah tamat!" Petugas berkumis tipis itu diam. Furqan masih terisakisak. Tiba-tiba Furqan merasakan kepalanya seperti dikeluarkan isinya. Sakit sekali. Lalu semuanya terasa gelap. Furqan pingsan. Petugas ihl membawa Furqan ke ruang perawatan. Pada saat ihl Kolonel Fuad datang. Ia berbincang sebentar dengan petugas. Ia lalu melihat Furqan. Kolonel Fuad mengamankan segala sesuahmya. Ia meminta kepada pihak rumah sakit untuk menjaga kerahasiaan apa yang dialami Furqan. Dia mengatakan, "Pihak Keamanan Negara yang akan langsung menangani hal 383 jowo.jw.lt Collection ini." Kolonel Fuad lalu menunggu Furqan sampai siuman. Begitu siuman Furqan langsung ingat apa yang dialaminya. Ia langsung menangis. Kolonel Fuad menenangkannya. "Aku akan membantumu. Aku akan membantu menyelamatkan reputasimu, nama baikmu dan keluargamu. Tapi kau harus dengar kata-kataku Furqan!" Kata Kolonel Fuad tegas. Furqan diam sesaat. Kata-kata Kolonel Fuad ihu memberikan setitik cahaya dalam gelap dunia yang ia rasakan. "Aku telah minta rumah sakit merahasiakan hasil pemeriksaanmu. Aku akan minta mereka menghapus filemu. Tapi kau tetap harus meninggalkan negara ini. Dan kau harus berjanji padaku, bersumpah demi Allah bahwa kau tidak akan membahayakan orang lain. Tidak akan menularkan virusmu pada orang lain. Kalau kau mau aku akan bantu dirimu. Akan aku bantu menutup rahasiamu ini. Tak akan ada orang yang tahu bahwa kau mengidap virus HIV kecuali kau sendiri, aku, beberapa petugas rumah sakit dan tentu saja Allah Swt. Dengan begitu kau masih bisa menghirup udara dengan lebih lega. Bagaimana? Kau mau berjanji padaku dan bersumpah demi Allah?" Mata Furqan sedikit berbinar. "Mau Kolonel." 384 jowo.jw.lt Collection "Baiklah." Kolonel itu lalu mengambil mushaf Al-Quran dari saku depan jaket cokelat tuanya. "Peganglah Al- Quran ini dan bersumpahlah bahwa kau tidak akan menularkan virusmu pada orang lain." Dengan meneteskan airmata Furqan bersumpah seperti yang diminta oleh Kolonel Fuad. Ia sedikit lega. Tapi dunia sudah tidak lagi cerah baginya. Baginya hidup ini sudah tidak ada lagi gairahnya. "Terima kasih Kolonel. Bagaimana dengan KBRI? Saya sudah pernah bercerita apa yang saya alami pada orangorang KBRI? Dan bagaimana dengan temanteman satu rumah saya? Mereka sudah tahu bahwa saya periksa darah?" "Ah itu gampang!" Jawab Kolonel Fuad. "Aku akan mintakan untuk kamu agar rumah sakit membuatkan keterangan bahwa hasil kamu negatif. Itu bisa kamu tunjukkan pada teman -teman satu rumah kamu dan orangorang KBRI yang bertanya padamu. Dengan begitu nama kamu di Mesir ini tetap bersih. Sebab aku tahu sesungguhnya kamu sama sekali tidak bersalah c1alam masalah ini. Bagaimana?" "Terima kasih Kolonel." "Sebentar kalau begitu ya. Kau istirahat dulu. Akan aku mintakan surat keterangan itu saat ini juga." Kolonel itu lalu melangkah meninggalkan ruangan di mana l urqan berbaring. Ia hanya sendirian di ruangan yang berisi tiga tempat tidur itu. 385 jowo.jw.lt Collection Furqan memejamkan mata. Ia tetap merasa sebenarva ia telah mati. Ia masih tidak percaya bahwa semua i~li bisa terjadi. Dan begitu cepat semua ini terjadi. Ia menangis. Ia teringat semua rasa optimismenya dan kini semua itu sirna. Ia bertanya-tanya apa ini semua adalah akibat dari kesombongannya yang berpandangan bahwa takdir bisa dikalkulasi. Tiba-tiba hp-nya berdering. Ada SMS masuk. Ia buka. Dari Ustadz Mujab. Lalu ia baca dengan mata kerkacakaca, "Ass wr wb. Akhi, apa kabar? Ini ada kabar baik bagimu. Akhi, alhamdulillah hasiinya positif. Aku baru dpt SMS dari Anna Althafunnisa. Dia menyatakan menerima pinanganmu. Dia menunggumu di indonesia. Syukran. " Membaca SMS itu ia langsung menangis. Ia semestinva bahagia. Namun apalah gunanya kesediaan Anna Althafunnisa jika ia sendiri sudah merasa tidak lagi menjadi manusia yang pantas hidup. Apa kira-kira reaksi gadis yang ia dambakan menjadi isterinya itu jika tahu ia mengidap AIDS? Akankah ia tetap menyatakan kesediaannya menerima pinangannya? Jika Ustadz Mujab tahu ia terkena AIDS, akankah tetap mengirimkan SMS itu padanya? Ia sendiri tidak tahu apa reaksi kedua orang tuanya jika mengetah ui anaknya telah mengidap AIDS? Ia membaca kembali SMS dari Ustadz Mujab. Akhi, alhamdulillah hasilnya positif. Alangkah berbedanya kata "positif" yang tertulis dalam SMS Ustadz Mujab dengan positif yang tertulis dalam 386 jowo.jw.lt Collection kertas hasil periksa darah yang tadi ia baca Matanya berkaca-kaca. Membaca SMS Ustadz Mujab semestinya ia menjadi orang paling berbahagia saat itu. Namum saat ini SMS itu justru membuat hatinya semakin merana. "Ini. Suratnya sudah jadi." Suara Kolonel Fuad mengagetkannya. Ia sama sekali tidak mendengar langkahnya. "Dengan surat ini kau bisa meyakinkan siapa saja bahwa kau bebas AIDS. Asal kau tidak periksa darah lagi saja. Kalau kau sudah kuat segeralah kau pulang. Bersikaplah biasa saja. Anggap saja kau masih Furqan yang kemarin. Dan saya beri waktu tiga hari untuk meninggalkan Mesir." Lanjut Kolonel Fuad. "Terima kasih Kolonel." Jawab Furqan sambil menerima secarik kertas itu. Secarik kertas itulah yang ia anggap akan menyelamatkan namanya. Ia tidak bisa membayangkan jika semua orang Indonesia di Cairo tahu ia mengidap AIDS. Ia tidak bisa membayangkan jika ada satu koran nasional Indonesia yang memuat berita tentang dirinya yang mengidap AIDS. Sebab banyak mahasiswa Indonesia yang menjadi koresponden koran Tanah Air. Dan mereka bisa menulis apa saia. Hp-nya kembali berdering. Ia buka SMS dari Ustadz Mujab. SMS yang sama. Dikirim dua kali. Furqan harus menjawabnya. Dan ia belum menemukan kata-kata yang tepat unhuk menjawabnya. Hatinya ia rasakan perih bagai diiris-iris silet berkarat di semua sisinya. 26 KABAR GEMBIRA Waktu terus bergulir. Ujian Al Azhar mendekati hari akhir. Azzam sudah selesai ujian. Begitu selesai mengerjakan semua soal dengan baik, di dalam hati ia mengucapkan tahmid dan takbir. Ia merasa begitu dimudahkan oleh Allah dalam menjawab soal. Hampir tujuh puluh persen dari yang ia ringkas keluar. Ia sangat optimis Allah akan memberinya kelulusan. Selesai ujian Azzam teringat akan pesanan Eliana, Putri Pak Dubes; Soto Lamongan untuk syukuran pesta ulang tahunnya. Ia langsung bergerak mencari informasi resep terbaik. Juga mencari bahan-bahannya. Nanang memberikan nomor telpon kerabatnya yang profesinya memang jualan Soto Lamongan di Surabaya. Azzam langsung menelponnya. Ia bertanya banyak hal dan panjang lebar tentang Soto Lamongan. Setelah ia rasa cukup lengkap informasinya, ia mencoba membuatnya. Orang- 387 orang satu rumahnya yang menilainya. Hanya Ali yang mengatakan mantap. Yang lain, termasuk Nanang, yang asli Lamongan masih merasa kurang. Kurang puas ia mencoba membuat lagi. Mereka mencicipi lagi. Masih juga dianggap kurang mantap. Ia mencoba membuat lagi. Yang ketiga oleh Nanang dianggap cukup dan lumayan. Ia jadi percaya diri. Pada hari H, ia telah siap dengan Soto Lamongannya di halaman Wisma Duta, tempat di mana syukuran ulang tahun diadakan. Acara itu yang kata Putri Pak Dubes sederhana, tetap terasa mewah. Ternyata makanan yang dipesan tidak hanya Soto Lamongan, tapi ada juga Coto Makasar, Empek-empek Palembang, dan nasi minyak campur daging khas Yaman. Karena dibanding yang lain Soto Lamongan adalah makanan yang paling langka ada di Cairo, maka Azzam benar-benar dibuat sibuk oleh antrean hadirin yang menginginkan hasil masakannya. Ia melayani dengan sabar. Hampir semua orang mengatakan rasanya mantap dan memuaskan. Dengan Soto Lamongan itu Putri Pak Dubes merasa teristimewakan. Dan seperti yang telah disepakati selesai acara itu ia mendapat 3000 pound untuk 500 mangkok Soto Lamongan yang ia hidangkan. Dengan uang itu ia bisa membeli tiket pesawat untuk pulang. Sisanya bisa ia gunakan untuk membeli buku buku dan kitabkitab penting. Ia tersenyum, bahwa hari yang ia nanti-nantikan sebentar lagi juga datang. Hari ia terbang pulang, berkumpul dengan keluarga tersayang- Selesai acara Eliana mengajaknya berbicara. Eliana bertanya banyak tentang Furqan padanya. Azzam menjawab dengan jawaban seorang sahabat yang setia kepada sahabatnya. Azzam 388 menjelaskan segala yang baik tentang Furqan dan menutupi kekurangannya. Dan Azzam menjelaskan juga bahwa Furqan kemungkinan besar sudah punya seorang calon sebagai pendamping hidupnya. Namun Azzam tidak mau menyebutkan namanya. Eliana sempat kaget, tapi tidak ada perubahan rona di wajahnya. Putri Pak Dubes itu malah bertanya, ”Kalau Mas Khairul sendiri sudah punya calon?” Azzam menjawab dengan senyum saja. ”Kok cuma senyum. Jadi sudah punya?” Tanya Eliana lagi. ”Belum. Apa Mbak Eliana mau jadi calonku hehehe...? Jadi isteri pembuat tempe itu makmur lho Mbak. Gizi keluarga selalu tercukupi hehehe...” Kata Azzam sambil bergurau. ”Wah kalau begitu, aku mau. Siapa yang tidak mau gizinya tercukupi hi hi hi.” Jawab Eliana juga sambil bercanda. Eliana lalu bercerita dua atau tiga bulan ke depan akan pulang ke Indonesia. Ia akan membintangi sebuah film layar lebar garapan sutradara nomor satu di Indonesia. Dan Solo adalah salah satu lokasi yang diambil dalam setting film layar lebar itu. Wah kalau saya sudah pulang asyik bisa lihat Mbak Eliana akting.” Sahut Azzam santai. ”O ya, rumah Mas Khairul di Solo ya?” ”Iya. Tepatnya di Kartasura-nya.” ”Kalau begitu minta alamatnya. Siapa tahu saya ada kesempatan mampir nanti.” ”Boleh. Ibu dan adik-adik saya pasti senang jika kedatangan tamu artis cantik seperti Mbak.” 389 Eliana merasa tersanjung mendengar perkataan Azzam yang pada akhirnya memuji kecantikannya. Selama ini ia belum pernah mendengar pemuda satu ini memuji kecantikannya. Dan kali ini ia mendengarnya. ”Dan ibu saya pasti akan lebih senang lagi jika Mbak Eliana misalnya jadi mampir nanti memakai busana Muslimah. Wah ibu saya bisa tidak bisa tidur berhari hari. Beliau pasti akan mengatakan, ’Wualah-wualah ini kok ada bidadari datang kemari, wualah-wualah.’ Begitu. Ibu saya akan merasa seperti kedatangan tamu paling agung.” Azzam melanjutkan perkataannya dengan santai. Ia sudah menganggap Eliana bukan siapa-siapa. Bukan gadis istimewa yang sempat memesonanya ketika awal kali bertemu dengannya. Eliana sudah ia anggap seperti orang lain pada umumnya. Apalagi, saat itu, dalam diri Eliana tak menunjukkan adanya tanda-tanda perubahan ke arah yang lebih baik dari tata caranya berbusana. Masih suka memakai kaos ketat dan cekak yang jika jongkok maka sebagian kulit tubuh belakangnya kelihatan. Bagi Azzam, gadis seperti itu bukanlah impiannya. Baginya, gadis cantik, kaya dan cerdas seperti Eliana belumlah cukup. Tapi ia harus berbalut perangai mulia. Yaitu perangai yang ditunjukkan oleh Ummul Mukminiin, Sayyida Khadijah. ”Baiklah’ kalau sempat mampir aku akan pakai busana Muslimah. Menyenangkan orang katanya dapat pahala. Iya kan?” Kata Eliana sambil tersenyum. ”lya benar.” ”O ya Mas Khairul. Mulai awal bulan depan sinetron perdana saya mulai tayang. Judulnya, ’Dewi-dewi Cinta’. Tayang 390 seminggu sekali tiap malam minggu jam delapan malam. Prime time lho, Mas. Beritahu ibunda Mas Khairul. Kalau perlu, beritahukan kepada ibunda Mas Khairul bahwa yang jadi pemain utamanya adalah teman baik Mas Khairul.” ”Baik. Nanti kalau saya kirim kabar ke Indonesia saya beritahu mereka.” ”O ya aku dengar Furqan baru pulang ke Indonesia. Mas Khairul ikut mengantar ke Bandara?” ”Wah aku malah tidak tahu Mbak. Kok tidak bilang bilang ya? Biasanya dia memberitahuku.” Pengumuman ujian biasanya keluar bulan Juli. Azzam mentargetkan awal bulan Agustus sudah pulang. Masih ada waktu kira-kira satu bulan. Ia harus memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya. Ia ingin mengkhatamkanbelajar Al-Qurannya setiap Subuh pada imam Masjid di dekat apartemennya. Untuk itu, bisnis tempenya sementara ia percayakan pada Rio. Ia hanya mengontrol dan mengarahkan saja. Namun ia tetap meemerlukan tambahan dana. Sebab, ketika ia pulang ke Indonesia nanti, awal-awal hidup di Tanah Air, ia jelas perlu dana. Perlu modal. Ia tidak mungkin minta ibunya atau adikadiknya. Maka bisnis tempe dan bakso tetap harus jalan sampai hari H ia pulang. * * * Kepada Nasri, yang menjadi broker tiket Malaysian Air Lines, Azzam telah memesan tiket untuk awal Agustus. Sekali jalan, dari Cairo ke Jakarta. Ia telah membayarnya lunas. Itu ia lakukan agar ia mendapatkan seat. Bulan Agustus adalah bulan 391 mahasiswa banyak pulang. Jika tidak memesan seat sejak awal bisa tidak mendapatkan dan akibatnya pulang pun tertunda. Orang satu rumah sudah tahu kalau Azzam memang berniat pulang. Dan kemungkinan besar adalah pulang ke Tanah Air untuk selama-lamanya. Artinya tidak akan kembali ke Mesir lagi untuk melanjutkan studi. Beberapa orang dari Jawa Tengah dan Jawa Timur sudah ada yang nitip. Azzam menerima dengan lapang dada. Ia sediakan satu tas ransel. Ia katakan pada yang mau nitip, ”Tas itu yang untuk membawa titipan, selama barang kalian masih bisa masuk dalam tas itu silakan. Jika sudah penuh berarti kuota untuk barang titipan sudah penuh.” Jika tidak begitu ia akan sangat kerepotan. Sebab ia sendiri juga akan membawa barang yang tidak sedikit. Sore itu Azzam menyempatkan bermain bola di Nadi Kahruba. Sudah sangat jarang ia bermain bola. Ia merasa perlu bermain bola untuk kenangan hari-hari terakhir di Mesir. Meskipun lama tidak main, kemampuannya sebagai bek andal tenyata tidak hilang. Dulu waktu tingkat dua ia pernah membela Tim KSW71 dan rai Indonesian Game. Ia dinobatkan sebagai bek terbaik dalam turnamen antar kekeluargaan seluruh mahasiswa Indonesia di Mesir. Ia oleh teman-temannya dijuluki ”Maldini from Java.” Sore itu kemampuannya bermain bola ia perlihatkan di lapangan. Ia mencetak satu gol di awal pertandingan. Ketika sedang asyik-asyiknya main bola, ada suara yang memanggil-manggil namanya dari jauh. Ternyata Hafez. Ia berlari mendekati Hafez. ”Ada apa Fez?” 392 ”Aku baru dari rumah Miftah Kang. Ini Kang ada surat dari Indonesia.” Wajah Azzam langsung berbinar-binar bahagia. Ia menerima sepucuk surat dengan amplop berwarna cokelat muda. Ia langsung membuka dan membacanya. Ia tak sabar untuk menunggu pulang dulu ke apartementnya. Hafez berangsut duduk di trotoar sambil mengawasi orang-orang yang bermain bola di atas aspal. ”Membacanya sambil duduk Kang, lebih enak,” seru Hafez. Azzam pun duduk dan menekuri huruf demi huruf surat yang ditulis oleh adiknya itu. Sementara keringatnya masih terus keluar membasahi kaosnya. Adiknya itu menulis: Menemui Kakakku Tercinta Abdullah Khairul Azzam Di Kota Seribu Menara Assalamu’alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh. Kak, bagaimana kabarmu? Sudah selesai ujiannya. Ketika kakak membaca surat ini, kami yang di Indonesia berharap dalam sehat, baik tak kurang suatu apa dan selalu dalam. dekapan kaslh sayang Allah Swt. Amin. Kami juga berdoa semoga kakak lulus ujian, dan meraih gelar Lc. dengan predikat memuaskan. Amin. Kami yang di Tanah Air alhamdulillah baik. Aku, Lia dan Ibu pertengahan Juli ini mau menjenguk Sarah ke Kudus. Adik bungsu kita itu hebat Kak. Saat liburan sekolah datang, ia tidak mau pulang, ia tetap ingin di pondok. Katanya di pondok 71 Kelompok Studi Walisongo, adalah organisasi kekeluargaan Mahasiswa Indonesia dari Jawa Tengah di Mesir. 393 menambah hafalan AlQuran. Ah, aku jadi ingat kakak. Kata ibu, si Sarah itu sangat mirip kakak. Lebih suka di pondok daripada di rumah. Semangat menuntut ilmunya luar biasa. Otaknya pun cerdas. Doakan kami semua ya Kak. Kak Azzam terkasih, Persisnya kapan kakak berencana pulang? Kami benar-benar sudah kangen. Apalagi ibu, beberapa kali aku mendengar ibu malam-malam tidur mengigau dengan menyebut nama kakak berulang-ulang. Kami harap kakak pulang secepatnya. Begitu ada kesempatan pulang , langsung pulang. Oh ya Kak, sedikit kabar gembira. Buku kumpulan cerpenku yang berjudul ”Menari Bersama Ombak” mendapatkan penghargaan dari Diknas sebagai buku kumpulan cerpen terbaik tahun ini. Aku diundang ke Jakarta untuk menerima hadiah awal bulan Agustus. Jika kakak bisa pulang sebelum itu, atau pas aku di Jakarta sangat baik. Kita bisa bertemu di Jakarta dan kakak bisa melihat adikmu menerima penghargaan itu. Kak Azzam yang kami nanti, ini dulu ya. Kami menunggumu setiap hari. Kami juga mendoakanmu tiada henti. Dan seperti biasa, seperti yang sudah-sudah Lia titip salam. Salam rindu dan kangen tiada tara katanya. Sarah titip kecupan cinta katanya. Ibu titip setetes airmata cinta dan bangga untukmu kakakku tercinta. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan taufikNya kepada kakak. Amin ya Rabbal ’alamin. Wassalam, Ta’zhim adikmu, Ayatul Husna 394 Ps: Husna merasa sudah saatnya menikah. Kakak sebagai wali Husna bisa mulai memikirkan hal ini. Husna sepenuhnya patuh pada kakak. Tak ada satu huruf pun yang terlewat. Niat Azzam untuk segera pulang semakin kuat. Dan tiba-tiba ia tersenyum sendiri. Ya, Husna sudah dewasa. Sudah saatnya menikah. Pesan di akhir suratnya sungguh menyentuh kalbunya. Memang dialah sekarang yang iadi wali adik-adiknya. Ia berkewajiban mencarikan calon untuk mereka. Namun ia sendiri belum menikah. Ia sungguh takjub atas kecerdasan adiknya mengingatkannya. Husna jelas menginginkan kakaknya segera menikah baru menikahkan dirinya. Dalam hati ia berkata, ”Insya Allah, Dik, kakak akan segera pulang. Begitu pulang kakak akan menikah secepatnya. Umur kakak toh sudah hampir kepala tiga. Setelah itu kakak akan menikahkan kalian dengan pemuda yang saleh, hi idznillah.”72 ”Kang sudah selesai membaca suratnya?” tanya Hafez. ”Sudah” jawab Azzam sambil memandang Hafez. ”Kang.” ”Iya Fez, ada apa?” ”Aku ingin menagih janji Sampeyan.” ”Janji apa Fez?” ”Itu, janji Sampeyan untuk membicarakan pada Fadhil tentang keinginanku menyunting Cut Mala. Aku sudah tidak sabar Kang.” 395 Azzam jadi ingat, ia punya janji dan punya tugas tambahan sebelum pulang; yaitu menjelaskan masalah Hafez pada Fadhil, kakak kandung Cut Mala. ”Insya Allah, akan aku bilangkan pada Fadhil secepatnya. Tapi aku minta kamu bersikap dewasa jika seandainya rasa cintamu itu bertepuk sebelah tangan lho Fez,” jawab Azzam. ”Aku sudah siap menerima apa pun yang terjadi. Tapi tolong Kang, diusahakan jangan sampai bertepuk sebelah tangan lah.” ”Wah lha ini yang sulit. Cinta itu tidak bisa dipaksakan Fez. Kau harus tahu itu. Aku sih berharap Cut Mala dan kakaknya menerimamu dengan tangan terbuka. Tapi kau harus dewasa rnenghadapi sesuatu yang di luar harapan kita. Dan sebelum aku memberitahu kamu apa hasilnya kamu jangan banyak tanya ya.’ ”BaikKang.’ 72 Dengan ijin Allah. 396 27 RESEP CINTA IBNU ATHAILLAH Pulang dari main bola Azzam langsung mencari Fadhil untuk membicarakan masalah Hafez, Ia kuatir jika tidak dibicarakan segera nanti terlupa. Ternyata Fadhil tidak ada. Kata Nanang sedang menghadiri rapat di KMA. Azzam langsung membersihkan badan. Maghrib tak lama lagi akan datang. Ia berharap bisa berbicara dengan Fadhil nanti malam. Maghrib sampai Isya, Azzam tidak pulang. Ia belajar tartil Al- Quran pada Imam Adil Ramadhan. Imam masjid yang masih perjaka itu sebenarnya adalah kakak kelasnya di Fakultas Ushuluddin, dan usianya sama dengannya. Adil Ramadhan lulus S.I dengan predikat terbaik di angkatannya. Dan sekarang sudah diangkat sebagai asisten dosen di Al Azhar. 397 Azzam tidak malu untuk belajar pada orang yang seusia dengannya. Ia sudah dua tahun belajar pada imam masjid yang berasal dari pelosok desa di Mesir utara itu. Tinggal satu juz lagi. Ia memang minta waktu khusus. Biasanya hanya setelah Subuh. Ia menjelaskan kepada Adil satu bulan lagi pulang. Adil Ramadhan siap mengajarnya secara intensif. Beliau berharap sebelum Azzam pulang, belajarnya membaca Al- Quran dengan disiplin qira’ah riwayat Imam Hafs bisa khatam. Qira’ah riwayat Imam Hafs adalah qira’ah yang lazim dipakai di dunia Islam termasuk di Indonesia. Azzam belajar dengan penuh semangat. Ia ingin khatam. Ia merasa prestasi akademisnya yang tidak cemerlang harus ditutup dengan menuntaskan ilmu paling pokok dalam Islam. Yaitu ilmu membaca AlQuran dengan baik dan benar. Dengan ilmu itu ia bisa mengajarkan cara membaca Al-Quran dengan benar, tidak asal-asalan. Adapun ilmu untuk memahami Al- Quran, ia telah mendapatkannya dari kampus Al Azhar. Ba’da shalat Isya ia tetap di masjid untuk mengaji kitab Al Hikam karya Ibnu Athaillah As Sakandari dengan Adil Ramadhan. Malam itu ia mendapat pencerahan sangat berharga dari kitab Al Hikam tentang hal yang sangat penting baginya sebagai seorang penuntut ilmu. Ibnu Athaillah mengatakan, ”Khairul ilmi ma kaanatil khasyyah ma’ahu. Ilmu yang paling baik adalah yang disertai khasyyah.” Adil Ramadhan menjelaskan bahwa khasyyah adalah rasa takut kepada Allah yang disertai mengagungkan Allah. Maka segala jenis ilmu yang tidak mendatangkan rasa takut kepada Allah dan juga tidak mendatangkan pengagungan kepada Allah tiada kebaikannya sama sekali. Adil Ramadhan berpesan pada Azzam, 398 ”Untuk mengetahui ilmumu bermanfaat atau tidak cukuplah kau lihat bekasnya. Jika dengan itu kau semakin takut kepada Allah dan semakin baik ibadahmu kepada-Nya, maka itulah tanda ilmumu benar-benar bermanfaat. Jika sebaliknya maka berhati-hatilah, Saudaraku!” Pulang dari masjid Azzam langsung mencari Fadhil. Ternyata anak itu belum juga pulang. Ia langsung beranjak ke kamarnya. Malam itu kegiatan membuat tempe di rumah libur. Rio dan teman-temannya sedang ikut mukhayyam73 yang diadakan oleh Universitas Al Azhar di Alexandria. Azzam kembali membaca ulang surat dari adiknya. Ia tersenyum. Pesan terakhir Husna yang membuatnya tersenyum. Ia jadi memikirkan dirinya sendiri. Jika ia hendak menikah dengan siapa sebaiknya ia menikah ya? Ia tidak punya bayangan sama sekali. Dan ia sendiri merasa tidak perlu untuk mencari bayangan itu saat itu. Sebentar lagi ia akan pulang. Biarlah masalah itu ia pikirkan setelah ia pulang. Bukankah Allah telah menjelaskan bahwa Allah menciptakan makhlukNya di alam semesta ini berpasang-pasangan? Ia yakin pasangan hidupnya telah ada, telah tersedia. Jadi ia tak perlu mengkuatirkannya. Malam itu untuk pertama kalinya setelah sekian tahun lamanya ia tidur benar-benar di awal malam Dalam tidurnya ia kembali bermimpi bertemu ibu dan adik-adiknya. * * * Dalam perjalanan dari sekretariat Keluarga Mahasiswa Aceh di Makram Abied sampai Mutsallats, Fadhil tak kuasa menahan sesak didadanya. Airmata terus meleleh tanpa bisa ditahannya. 73 perkemahan. 399 Ia baru saja menghadiri rapat pembentukan panitia pernikahan Tiara dengan Zulkifli. Seperti yang ia duga, ia pasti diminta terlibat jadi panitia. Ia bahkan sempat diminta untuk jadi ketua panitianya. Dengan berat hati ia menolaknya. Namun akhirnya ia tidak bisa menolak untuk jadi penanggung jawab acara akad nikah dan walimah. Fadhil benar-benar tersiksa. Ia akan melihat orang yang dicintainya diam-diam dengan sangat mendalam akan menikah dengan orang lain. Menikah di depan matanya, dan ia jadi panitianya. Yang membuat dadanya sangat sesak, ia juga harus memimpin tim nasyid yang dipimpinnya untuk meramaikan pesta pernikahan itu. Selain pemimpin, ia adalah vokal utama di tim nasyid itu. Ia akan menjadi penghibur dalam pesta pernikahan itu. Ia tidak bisa membayangkan seperti apa penampilan dirinya nanti. Sanggupkah ia melaksanakan ini semua. Saat ini, belum apa-apa dirinya sudah terbakar oleh api cemburu, api penyesalan dan kesedihan yang luar biasa panas baranya. Ia meratapi nasibnya. Alangkah ruginya dirinya, tidak mendapaKan orang yang dicintainya. Tidak mendapatkan gadis sebaik Tiara yang sudah lama ia damba. Dan alangkah bahagia temannya itu, Zulkifli yang akan menyunting gadis selembut Tiara. Yang membuatnya semakin tersiksa ialah, Tiara dalam rapat tadi tampak murung. Ia jadi teringat kata kata adiknya, Cut Mala, beberapa waktu yang lalu, ”Namun entah kenapa ia sepertinya murung saja Kak. Kayaknya ia kecewa pada Kakak. Maua tau persis kalau Kak Tiara itu memang menaruh hati pada Kakak.” 400 Ia yakin Tiara juga mengalami kesedihan yang sama. Seperti yang dialaminya. Kesedihan seorang pencinta yang dipisahkan dengan orang yang dicintainya. Kesedihan seorang pencinta yang diputus harapannya untuk bisa bersanding dan hidup bersama dengan orang yang dicintainya. Tiba-tiba entah kenapa, ia merasa memang benar benar sangat mencintai gadis yang pernah menjadi muridnya itu. Ia merasa akan kehilangan seuatu yang paling berharga untuk selamanya. Ia kembali meratapi nestapanya. Ia adalah juga manusia biasa dengan segaIa kelemahannya. Sampai di rumah Fadhil langsung meerebahkan tubuhnya di atas tempat tidurnya. Matanya sedikitpun tak mau terpejam. Airmatanya terus meleleh. Hatinya perih. Tubuhnya seperti remuk redam. Di Masakin Utsman Tiara juga didera nestapa yang sama. Bahkan lebih dalam sakitnya. Gadis itu seperti kehilangan daya hidupnya. Ia merasa menjadi makhluk paling malang di jagad raya. Ia benar-benar tersiksa oleh perasaan hatinya. Ia belum bisa menerima kenyataan bahwa ia telah menerima lamaran orang yang tidak diharapkannya. Ia belum bisa menerima kenyataan bahwa ia akan menikah tidak dengan orang yang selama ini dikaguminya, dihormatinya dan dicintainya. Yaitu Fadhil, kakak Cut Mala. Orang yang ia kagumi sejak di pesantren dulu. Ia belum bisa menerima kenyataan bahwa ia pada akhirnya akan hidup bersama dengan orang yang sama sekali asing baginya. Ia harus melayani dan mengabdi dengan jiwa terpaksa. Ia menahan perih di dadanya. Hatinya menjerit sekeras-kerasnya. 401 Ooo alangkah bahagianya perempuan yang mendapatkan cintanya. Ooo alangkah bahagianya perempuan yang melayani suami yang dicintainya dan mencintainya. Ooo alangkah bahagianya membangun rumah tangga dengan sepenuh cinta. Cinta dari sang isteri dan cinta dari sang suami. Kedua cinta itu bertemu jadi satu dan menjelma menjadi kekuatan cinta yang berselimutkan ibadah kepada Tuhan Yang Maha Memberi Cinta. Itulah sepenuh cinta yang didamba-damba Tiara. Menikah dengan orang yang dicintainya, dan orang yang dicintainya itu juga mencintainya. Menikah dengan perasaan bahagia. Mengabdi pada suami dengan perasaan bahagia dan melahirkan buah cinta dengan perasaan berbahagia dan bangga. Hati Tiara perih luar biasa mendapati kenyataan bahwa kebahagiaan seperti itu tidak ia dapat. Ia sudah mendapat keterangan banyak tentang calon suaminya. Namun belum juga ada api cinta terpercik di dalam jiwanya. Hatinya masih diisi rasa cinta pada Fadhil, orang yang ia rasakan pernah mengajarnya dengan penuh kelembutan dan cinta. Sekaligus orang yang selama ini begitu baik padanya. Yang lebih menyiksanya adalah, ia sadar bahwa perasaan sseperti itu dilarang dalam agama. Ia tahu persis akan hal itu. Ia seorang mahasiswi Al Azhar. Ia sangat tersiksa. Seharusnya ketika ia menerima pinangan seseorang dalam hatinya, hanya ada nama orang yang meminangnya dan bukan orang lain. Ia sudah mati matian umtuk membersihkan hatinya dari yang tidak pantas dan dicela. Ia sudah mati-matian melupakan Fadhil. Namun entah kenapa ia tidak bisa. 402 Ia ber-usaha mencari-cari alasan untuk membenci Fadhil, tapi tidak berhasil. Yang ada justru sebaliknya, setiap kali ia menekan hatinya untuk membuang Fadhil, tiba-tiba muncul rasa kehilangan yang menyakitkan dan menyiksanya. Sebagai seorang Muslimah yang tahu adab dan akhlak, seharusnya ia tidak merasa demikian. Seharusnya ia bisa menerima kenyataan yang dihadapinya. Akal sehatnya menyadarkannya akan hal itu. Namun betapa susah menghapus rasa cinta yang terlanjur menghujam ke dalam jiwa. Jam tiga, Fadhil belum juga memejamkan mata. Dunia ini sangat tidak nyaman ia rasa. Ia masih memikirkan nasibnya. Apakah ia masih kuat bertahan di Cairo untuk melanjutkan S.2 seperti yang ia rencana, jika setelah menikah Tiara dan Zulkifli tinggal satu kota dengannya, dan ia pasti akan sering bertemu mereka di KMA dan di mana-mana? Jika mereka memerlukan bantuan pastilah ia yang akan diminta. Minta siapa lagi? Bukankah ia yang paling dekat dengan mereka. Dialah teman satu pesantren Zulkifli, dan dialah yang selama ini minta Tiara membimbing Cut Mala adiknya? Di Cairo tak ada yang lebih dekat dengan mereka selain dia. Sanggupkah ia menunaikan kewajibannya sebagai seorang sahabat, seorang saudara seiman, sebangsa, sedaerah, bahkan sealumni dengan penuh keikhlasan? Hanya airmatanya yang menjawab. Kalau ia jauh dari mereka atau mereka jauh darinya tak akan terasa berat. Namun mereka akan sangat dekat dengannya, dan ia akan terus diminta dekat dengan mereka. Di negeri orang, kawan satu bangsa beda pulau ibarat saudara. Apalagi kawan satu daerah dan satu alumni. Fadhil merasa, jika ia tetap bertahan di Cairo, hidupnya akan terasa berat. 403 Kecuali jika ia menemukan pengganti Tiara, pengganti yang lebih ia cintai dan ia sayangi. Dan di Cairo ini adakah yang bisa melebihi Tiara dalam menawan hati dan jiwanya? Ia sama sekali belum bisa menemukannya. Fadhil menghela nafas. Ia merasa benar-benar tidak berdaya. Ia tak tahu lagi harus berbuat apa. Hidup terasa hampa. Terasa ada sesuatu bagian paling berharga yang terenggut darinya. Jam beker di kamar Azzam berdering-dering, Fadhil mendengarnya. Ia melihat jam di dinding kamarnya. Jam tiga lebih dua puluh lima. Sejurus kemudian Fadhil jnendengar suara beker itu mati, pintu berderit dibuka, dan gemericik suara air di kamar mandi. Tiba-tiba Fadhil merasa iri dengan Azzam. Azzam yang di matanya begitu tegar menghadapi hidupnya. Azzam yang selalu ia lihat bekerja dan bekerja. Ia tak pernah mendengar Azzam berbincang-bincang tentang perempuan. Setahunya, Azzam tak mengenal perempuan kecuali ketiga adik dan ibunya. Merekalah yang menjadi segala galanya baginya. Ia ingin seperti Azzam, tapi ternyata ia tidak bisa mengingkari bahwa selain ibunya dan Cut MaIa adiknya, ternyata ada Tiara di dalam hatinya. Fadhil bangkit mengambil air wudhu lalu shalat. Hatinya tidak bisa khusyuk, tapi ia tetap shalat. Selesai shalat ia ke kamar Azzam. Azzam sedang membaca kitab Al Hikam. ”Ee kau Dhil, sudah bangun?” ”Bukan sudah bangun Kang, tapi aku memang tidak bisa tidur!” ”Kenapa tidak bisa tidur?” 404 Aku mau cerita, tapi tolong ini jadi rahasia di antara kita berdua saja ya.” ”Baik.” Begini Kang. Aku sedang menghadapi masalah Psikologis yang pelik Kang.” ”Pelik bagaimana Dhil?” Fadhil lalu menceritakan semuanya. Tentang Tiara yang meminta pendapatnya karena dilamar Zulkifli yang tak lain adalah temannya sendiri di Indonesia. Tentang saran yang ia berikan. Tentang segala perasaan cintanya pada Tiara. Tentang kekecewaan Tiara. Tentang pernikahan Tiara yang akan segera diadakan. Tentang hasil rapat di KMA yang memintanya jadi penanggung jawab acara. Tentang dirinya yang harus mendendangkan nasyid di hadapan mempelai berdua. Tentang segala rasa cinta pada Tiara yang membuatnya tersiksa. Tentang kesedihan dan nestapanya yang menyesak dada. Fadhil menceritakan itu semua dengan mata berkaca-kaca. ”Bayangkan Kang, kalau boleh jujur, aku sudah bersimpati padanya sejak mengajarnya di Madrasah Aliyah. Dulu aku tidak merasakannya. Tapi sejak dia tiba di Cairo ini, aku diamdiam sudah merencanakan hendak mengkhitbahnya begitu aku lulus. Aku sangat mencintainya. Namun herannya ketika dia minta saran kenapa aku bisa memberi saran demikian. Kenapa aku sok jadi pahlawan dengan mengutamakan orang lain? Sekarang aku seperti terpanggang oleh api cemburu dan penyesalan yang sangat menyakitkan. Aku harus bagaimana Kang?” Azzam tersenyum. Entah kenapa mendengar kisah Fadhil ia ingin tertawa, tapi tidak dilakukannya. Ia takut membuat Fadhil semakin tersiksa. Dengan tenang, ia berniat menghibur dan 405 memberikan jalan yang lebih terang kepada Fadhil. Ia menanggapi, ”Dhil Fadhil, masalah yang kau hadapi itu masalah kecil. Tak usah kau besar-besarkan. Nanti semuanya akan baik-baik saja. Ini kebetulan aku baru saja menemukan perkataan Imam Ibnu Athaillah yang sangat dilhif tentang cinta. Dan perkataan beliau ini bisa jadi obat yang tepat untuk penyakit cintamu. Ya, aku katakan cinta yang kausimpan di hatimu itu adalah penyakit. Cinta sejati itu menyembuhkan tidak menyakitkan. ”Dengar baik-baik ya perkataan Ibnu Athaillah, aku bacakan langsung dari kitab aslinya. Beliau mengatakan yukhriju asy syahwata ilia khaufun muz’ijun aw sfzuln muqliqunl. Artinya tidak ada yang bisa mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi selain rasa cinta kepada Allah yang menggetarkan hati, atau rasa rindu kepada Allah yang membuat hati merana! ”Coba resapi baik-baik kata-kata ulama besar Iskandaria ini. Kecintaanmu pada Tiara itu syahwat ” Hampir semua orang yang jatuh cinta itu merasakan apa yang kaurasakan. Dan perasaan seperti itu tidal akan bisa kau keluarkan, kau usir dari hatimu kecuali jika kau memiliki dua hal. ”Pertama, rasa cinta kepada Allah yang luar biasa yang menggetarkan hatimu. Sehingga ketika yang ada di hatimu adalah Allah, yang lain dengan sendirinya menjadi kecil dan terusir. Kedua, rasa rindu kepada Allah yang dahsyat sampai hatimu merasa merana. Jika kau merasa merana karena rindu kepada Allah, kau tidak mungkin merana karena rindu pada yang lain. Jika kau sudah sibuk memikirkan Allah, kau tidak terbersit memikirkan yang lain. 406 Karena hatimu miskin cinta dan rindu kepada Allah jadinya kau dijajah oleh cinta dan rindu pada yang lain Saat ini yang menjajah hatimu adalah rasa cinta dan rindumu pada Tiara. Itulah yang membuatmu tersiksa Padahal kau sudah tahu kalau dia sudah dilamar dan dikhitbah saudaramu sendiri. Kau harus tahu perasaan seseorang tidak bisa mengubah hukum syariat. Seberapa besar rasa cintamu kepada Tiara dan seberapa besar perasaan cintanya kepadamu, tidak akan mengubah hukum dan status Tiara, bahwa ia telah dikhitbah oleh saudaramu. Apalagi Tiara telah menerimanya. ”Panitia pernikahan telah ditata. Kau sama sekali tidak boleh merusaknya. Kalau kau mau jadi pahlawan jangan setengah - setengah. Jadilah pahlawan yang benar benar pahlawan, meskipun harus mengorbankan sesuatu yang kau anggap paling berharga. Tidak ada pahlawan yang tidak berkorban apa-apa!” Kedua mata Fadhil basah mendengar kata-kata Azzam yang membukakan jalan lebih terang baginya. Tapi Tiara masih juga tertulis dengan jelas di hatinya. ”Terima kasih Kang. Cinta memang bukan segala galanya, tapi kehilangan cinta seperti kehilangan segala galanya.” Azzam tersenyum dan berkata dengan suara pelan, ”Benar. Mencintai makhluk itu sangat berpeluang menemui kehilangan. Kebersamaan dengan makhluk juga berpeluang mengalami perpisahan. Hanya cinta kepada Allah yang tidak. Jika kau mencintai seseorang ada dua kemungkinan diterima dan ditolak. Jika ditolak pasti sakit rasanya. Namun jika kau mencintai Allah pasti diterima. Jika kau mencintai Allah, engkau tidak akan pernah merasa kehilangan. Tak akan ada yang merebut Allah yang kaucintai itu dari hatimu. Tak akan ada yang merampas Allah. Jika kau bermesraan dengan Allah, 407 hidup bersama Allah, kau tidak akan pernah berpisah dengannya. Allah akan setia menyertaimu. Allah tidak akan berpisah darimu. Kecuali kamu sendiri yang berpisah dari-Nya. Cinta yang paling membahagiakan dan menyembuhkan adalah cinta kepada Allah ’Azza waJalla.” Mendengar hal itu ada kesejukan yang mengaliri jiwanya. Kesejukan yang membuat hatinya sedikit terhibur dan lega. Jiwanya perlahan mulai menemukan ketenangan. 408 28 SEPUCUK SURAT DI HARI PENGHABISAN Tiara belum juga bisa menerima kenyataan yang dihadapinya. Dua hari lagi rombongan pengantin putra dari Aceh akan datang. Ia masih tidak percaya bahwa bukan Fadhil Mutahar yang akan menjadi suaminya. Ia merasa dua hari masih bisa digunakan untuk mengubah segalanya. Pagi itu setelah shalat Subuh ia menulis sepucuk surat untuk Fadhil. Itulah usahanya yang paling penghabisan untuk mendapatkan cintanya. Cut Mala ia paksa untuk mengantarkan surat itu kepada orang yang ia damba. 409 Fadhil sudah menyiapkan diri untuk menghadapi hari yang sangat berat baginya. Kata-kata Azzam menyitir sepenggal kalimat Ibnu Athaillah terus tergiang giang di kepala. ”Tidak ada yang bisa mengusir syahwat atau kecintaan pada kesenangan duniawi, selain rasa takut kepada Allah yang menggetarkan hati, atau rasa rindu kepada Allah yang membuat hati merana” Ia telah menyadari sepenuhnya, bahwa cintanya kepada Tiara yang sedemikian dahsyat menjajah hatinya hanya bisa diusir dengan menghadirkan rasa cinta, rindu, dan takut kepada Allah yang memenuhi seluruh hati dan jiwa. Dengan sekuat tenaga ia mulai menata hati dan jiwanya. Ia telah berusaha sebisa mungkin menghadirkan Allah dalam hatinya, dan membuang yang selain Dia. Meskipun itu adalah hal yang sangat berat ia rasa. Namun ia terus berusaha dan berusaha. Hari itu Fadhil puasa, saat teman-temannya tidak puasa. Ia memilih di rumah saja saat teman-temannya, rekreasi menelusuri sungai Nil ke Qanathir El Khairiyyah. Hanya ia dan Azzam yang di rumah. Azzam asyik dengan membaca kitab Al Hikam-nya. Sementara dirinya berusaha menenteramkan jiwanya dengan membaca sejarah hidup para tabi’in75 yang mulia. Pagi itu Cut Mala datang menemui kakaknya. Datang mengantarkan surat yang diamanahkan kepadanya. ”Kak, ini ada surat dari Kak Tiara. Katanya sangat penting. Kakak diminta langsung membacanya dan langsung menjawabnya. Saya diminta membawanya.’ 75 Tabi’in adalah orang-orang saleh yang bertemu para sahabat Rasulullah Saw. 410 Fadhil agak kaget mendengar apa yang dikatakan adiknya Kaget bercampur penasaran, gembira, dan kecewa. Ia penasaran apa gerangan isi surat itu. Gembira karena yang menulis adalah Tiara. Itulah untuk pertama kalinya ia menerima surat dari orang yang sesungguhnya ia damba. Dan kecewa karena ia merasa tidak berhak lagi mendambakannya. Dengan tangan sedikit gemetar ia terima surat itu. Ia agak ragu. Ia menatap Mala. ”Bacalah Kak sekarang juga,” ucap Mala meyakinkannya. Perlahan ia ambil surat dari amplopnya dan ia baca. Kepada Kakakku sekaligus ustadzku, Ustadz Fadhil Mutahar Yang sangat aku hormati dan yang, aku harus mengakuinya secara tertulis, SANGAT AKU CINTAI. Assalamulaikum wa Rahmatullah wa Barakaatuh. Doaku mengawali Isi surat ini, semoga yang menulis surat ini dan yang membaca surat ini diampuni dosa-dosanya oleh Allah ’Azza wa Jalla. Jika mengharapkan cinta seseorang adalah berdosa semoga diampuni oleh Allah ’Azza wa Jalla. Jika menulis surat demi cinta adalah dosa maka semoga Allah ’Azza wa JalIa mengampuni orang yang menulisnya. Kak Fadhil tercinta, Surat ini adalah usaha penghabisanku untuk mewujudkan harapanku, dan untuk meyakinkan diriku bahwa cinta bisa mengubah nasib seorang gadis malang yang kini berada di ujung pedang. 411 Kak Fadhil tercinta, Aku harus berbuat apa Kak agar bisa hidup dengan orang yang aku damba? Dan orang itu adalah kakak. Perasaanku terhadap kakak sesungguhnya sangat jelas, sejelas matahari di siang hari, dan purnama raya di malam hari. Begitu ada yang datang melamarku aku minta pertimbangan kakak dengan harapan kakak menunjukkan rasa cinta dan cemburu. Tapi yang aku dapatkan adalah sikap tinggi hati, kakak menyarankan agar aku terima saja lamaran itu. Mendengar saran kakak itu terus terang hatiku geram dan marah, maka seketika itu tanpa pikir panjang aku terima lamaran itu. Saat itu aku tidak berpikir bahwa sesungguhnya aku belum bisa menerimanya. Kak Fadhil tercinta, Aku tahu kalau kakak juga mencintai saya. Aku bisa membacanya dari sikap kakak selama ini. Sejak kakak pertama kali bertemu dengan diriku. Dan saat itu aku menjadi murid kakak. Sampai saat aku menginjakkan kaki di Mesir dan kakak termasuk tim yang menjemput diriku dan teman-temanku. Sampai ketika aku sudah tinggal di Mesir. Selama ini tanpa bicara sepatah kata kakak sudah menunjukkan dan mengisyaratkan rasa cinta kepadaku. Aku memang diam, karena seorang gadis memang sebaiknya diam dan menunggu. Aku menunggu keberanian kakak untuk meminangku. Sungguh, Kak, aku menunggu. Aku sempat berpikir, mungkin kakak akan menunggu sampai kakak selesai kuliah. Dan aku siap menunggu. Sampai lamaran itu datang. Aku beritahukan kepada kakak, dengan harapan kakak memberikan ketegasan. Memberikan harapan yang lebih bisa dipertanggungjawabkan. 412 Namun apa salahku Kak? Apa? Sampai kau begitu tega membabat semua harapanku. Apa salahku sampai kau begitu tega melukaiku? Dan juga melukai dirimu sendiri. Kak Fadhil tercinta, Dengan surat ini, aku mengajak kakak untuk rendah hati. Dan aku mengajak kakak untuk berani. Berani bertindak, berani melangkah agar kita tidak lebih sakit lagi. Aku bisa merasakan betapa sakitnya kakak menjadi penanggung jawab acara pernikahan nanti (jika itu terjadi). Betapa sakitnya kakak harus mendendangkan nasyid di hadapan kami? Aku sendiri merasakan sakit berlipat-lipat saat merasakan betapa akan sakitnya diri kakak saat itu. Aku sendiri akan sangat sakit, dan entah apakah aku nanti bisa menahannya, ketika mengetahui yang mengakad diriku benarbenar orang lain, bukan kakak. Yang berbahagia di pelaminan adalah orang lain dan bukan kakak. Sementara kakak hanya menjadi penghibur para tamu yang sedang menikmati hidangan. Kak Fadhil tercinta, Masih ada waktu. Ini memang sudah terlambat. Namun masih bisa diperbaiki selama akad nikah itu belum terjadi. Kak, dua hari lagi mereka akan datang. Hari berikutnya akad nikah. Dan hari berikutnya pesta walimah. Kalau kakak mau, aku akan katakan supaya mereka membatalkan semuanya. Dan aku akan jelaskan semuanya. Biarlah kerugian di pihak calon pengantin lelaki nanti aku yang merampungkannya. Jika kakak mau dan jika kakak berani. Sebab risiko selanjutnya adalah aku dan kakak yang akan menghadapi. Memang kita akan menantang badai. Tapi bukankah pencinta sejati selalu siap menantang badai. Aku yakin kakak adalah seorang 413 pencinta sejati. Ya, kakak adalah seorang pencinta sejati yang gagah berani, yang siap mengarungi penjalanan panjang hidup dengan gagah berani pula: demi orang-orang yang dicintai. Dan dengan menulis surat ini aku telah memulai. Karena aku juga ingin menjadi pencinta sejati. Selanjutnya tinggal kakak, apakah kakak punya nyali? Kak Fadhil tercinta, Aku berharap kakak tidak lagi tinggi hati. Aku berharap kakak menyambut baik maksud surat ini. Inilah harapan terakhirku. Juga harapan terakhir bagi kakak jika kakak memang memiliki rasa cinta yang sama denganku. Jika kakak tidak menyambutnya, maka ketahuilah sesungguhnya yang menghujamkan pedang ke jantung gadis malang penulis surat ini adalah dua tangan kakak yang sangat jahat. Sesungguhnya yang memenggal leher gadis penulis surat ini adalah tangan algojo kakak yang kejam. Aku berharap itu tidak terjadl. Kak Fadhil tercinta, Aku tunggu jawabannya. Segera. Langsung jawab seketika surat ini telah kakak baca. Sebab tak ada lagi waktu yang tersisa. Maafkan jika hal ini kakak anggap menambah dosa. Wassalam, Yang sungguh mencintaimu Tiara KemaIa Putri Tubuh Fadhil bergetar hebat. Rasa cinta dan damba pada Tiara yang nyaris pupus kembali bertunas. Wajah Tiara yang memohon penuh iba kepadanya terbayang di pelupuk mata. Kata-kata Tiara dalam suratnya terngiang-ngiang kembali, 414 Kak Fadhil tercinta, Aku berharap kakak tidak lagi tinggi hati. Aku berharap kakak menyambut baik maksud surat ini. Inilah harapan terakhirku. Juga harapan terakhir bagi kakak jika kakak menang memiliki rasa cinta yang sama denganku. Fadhil goyah. Hatinya oleng. Ia kembali terbayang dengan kata-kata Tiara selanjutnya, Jika kakak tidak menyambutnya, maka ketahuilah sesungguhnya yang menghujamkan pedang ke jantung gadis malang penulis surat ini adalah dua tangan kakak yang sangat jahat. Sesungguhnya yang memenggal leher gadis penulis surat ini adalah tangan algojo kakak yang kejam. Aku berharap itu tidak terjadi. Atas ajakan tawaran dan ancaman itu perasaannya mengiyakan. Namun akal sehatnya menentang habis habisan. Ada pertarungan dahsyat dalam batinnya. Ia tidak bisa memutuskan. Hatinya pilu. Wajahnya jadi biru. Seluruh otot-ototnya terasa kaku. ”Ada apa Kak? Apa yang terjadi?” tanya Mala melihat perubahan muka kakaknya. Fadhil menarik nafas. Terasa nyeri. Dadanya terasa sakit sekali. Tapi ia berusaha menahan dan menguatkan diri. Ia tak mau lagi masuk rumah sakit, meskipun cuma sehari. ”Bacalah surat ini. Dan tolong bantu kakak untuk mengambil keputusan’ ujar Fadhil dengan suara parau. Cut MaIa mengulurkan tangan mengambil surat itu dan membacanya kata demi kata. Fadhil memperhatikan wajah adiknya dengan seksama. Perlahan-lahan mata adiknya itu berkaca-kaca. Tak 415 selang berapa lama Cut Mala telah selesai membaca dengan muka yang sama pucatnya dengan kakaknya. ”Aku bisa merasakan harapan yang dirasa Kak Tiara. Namun setelah urusan pernikahan itu sedemikian matangnya, panitia telah terbentuk, dan dua hari lagi mereka akan datang, Mala rasa menerima surat ini kakak benar-benar bagai makan buah simalakama.” ”Lalu apa yang sebaiknya kakak lakukan Dik. Tolong kakak kasih saran?” ”Kak, Mala tidak bisa kasih saran. Sebab perasaan Mala tidak jernih lagi. Perasaan Mala sangat terlibat di sini. Terus terang Mala juga sangat ingin Kak Fadhil bersanding dengan Kak Tiara. Aku sendiri jika jadi Kak Tiara mungkin akan lebih nekat lagi. Lebih baik kakak minta saran segera pada orang yang pikirannya masih jernih dan bisa menjaga rahasia ini.” ”Tidak ada siapa-siapa di rumah ini kecuali Kang Azzam yang sejak pagi belum keluar dari kamarnya.” ”Minta saran dia saja.” Fadhil ragu. Ia sudah bisa meraba. Azzam pasti akan memberi jawaban yang tidak jauh berbeda dengan yang pernah diberikan kepadanya. Fadhil sebenarnya mencari saran yang lebih mendukung ajakan Tiara. ”Cepat sana Kak, minta saran pada Kang Azzam. Sebab kakak harus segera menjawab hari ini juga!” Cut Mala mendesak. Dengan berat hati Fadhil bangkit menuju kamar Azzam. Azzam ternyata masih duduk di meja belajarnya. Di hadapannya bukan lagi kitab Al Hikam tapi kitab Tafsir Ayatul 416 Ahkam. Tanpa basa basi lagi Fadhil menjelaskan kesulitan yang dihadapinya. Ia minta Azzam membaca surat yang diterimanya. Azzam langsung membacanya dengan seksama. ”Bagaimana Kang? Apa yang harus saya lakukan Kang?” tanya Fadhil melihat Azzam selesai membaca. Azzam menatap wajah Fadhil dengan tatapan serius, lalu berkata tegas, ”Jika kau memang berani menantang badai. Badai yang tidak hanya di dunia, tapi juga badai di akhirat kelak, maka kau bisa ikuti ajakan Tiara! Dan dengar baik baik kata-kataku ini Fadhil, jika kau mengiyakan ajakan Tiara, maka kau akan merusak tatanan. Kau bukan seorang lelaki sejati tapi kau seorang munafik, pengkhianat yang menikam saudaranya sendiri. Coba bayangkan berapa banyak yang akan sakit jika ide gila Tiara itu kau dukung dan kau turuti. ”Dhil, percayalah padaku, jika Tiara itu jadi menikah dengan Zulkifli setelah akad dan menemui malam pertama dan bulan madu, seluruh kenangannya denganmu akan hilang. Ia hanya akan mencintai suaminya, orang yang pertama menyentuhnya. Dan kau kelak, begitu menikah dan punya isteri juga sama. Jika Tiara memang benar-benar tidak bisa menerima Zulkifli tentu sejak pertama dia akan langsung menolaknya, tanpa harus meminta pertimbanganmu. Tanpa harus mencari dulu kepastian atau isyarat atau ketegasan, atau apalah namanya darimu. ”Pesanku hanya satu, kau jangan jadi pecundang, jangan jadi pengkhianat! Jadilah kau lelaki sejati. Kau jangan kalah oleh perasaan. Sebagian perasaan itu datangnya dari nafsu yang mengajak dosa. Tapi ikutilah petunjuk Nabi. Demi menjaga rahmat dan kasih sayang sesama manusia dan khususnya 417 sesama Muslim, Baginda Nabi sudah memberikan petunjuk yang indah bagi kita. Petunjuk dan tata krama berkaitan dengan melamar wanita. Beliau dengan tegas mengatakan, ’Haram hukumnya bagi seorang Muslim melamar di atas lamaran saudaranya!’ Kita dilarang melamar wanita yang telah duluan dilamar orang lain. Kecuali kalau wanita itu memang telah menolak, dan artinya masih kosong, tidak ada yang melamarnya, maka kita boleh melamarnya. ”Apa yang kau lakukan jika kau turuti ajakan gila Tiara. Kau kelak akan berhadapan dengan Baginda Nabi di depan pengadilan Allah. Kau akan berhadapan dengan Zulkifli yang harga dirinya kau injak-injak. Kau juga akan berhadapan dengan keluarga Zulkifli yang kau rendahkan. Kau juga akan berhadapan dengan seluruh teman-temanmu dari Aceh karena kau telah menorehkan sejarah buram di tengah-tengah mereka. ”Dalam pandanganku yang paling tepat kaulakukan adalah beristighfar. Dan mintalah Tiara untuk sadar. Tetaplah berjalan di jalan yang lurus, jalan yang telah digariskan oleh Rasulullah Saw. Dan tetaplah kau jadi lelaki sejati. Tak usah kau sesali apa yang terjadi. Ini mungkin yang terbaik bagi kalian berdua. Jika ternyata takdirnya kalian memang akan bersatu dan bertemu, maka Allahlah yang akan mengatur semuanya. Apa bangganya kita mendapatkan cinta dari orang yang kita damba, namun kita kehilangan cinta Allah ’Azza wa Jalla. Apa bangganya? ”Dan terakhir ingat Dhil, pencinta sejati bukanlah seperti yang ditulis Tiara dalam tulisannya. Pencinta sejati adalah orang yang mencintai karena Allah dan rasulNya. Kukira ketika menulis surat itu, perasaan dan pikiran Tiara sedang oleng. Tidak jernih dan tenang. Dan dalam kondisi seperti itu, setan 418 dengan gampan merasuki perasaan dan pikirannya. Hati-hatilah Dhil” Fadhil mendengarkan dengan wajah terpekur. Katakata yang ditulis Tiara yang mengharu biru dalam suratnya seolah hangus terbakar oleh kata demi kata yang disampaikan Azzam dengan tegas dan berwibawa. ”Jazakallah Kang. Aku sudah tahu apa yang harus kuputuskan!” ”Semoga keputusan yang tepat dan terbaik.” ”Semoga Kang.” ”Amin.” 419 29 TANGIS SANG PENGANTIN Tiara membaca surat pendek yang ditulis oleh Fadhil itu berulang-ulang. Dadanya seperti tertusuk puluhan paku berkarat. Ia sangat sedih dan kecewa berat. Adikku, bukannya aku tidak mencintaimu. Sungguh aku sangat mencintaimu. Dan bukannya aku tidak mendamba hidup bersamamu. Sungguh. aku sangat ingin hidup bersamamu. Namun tidak semua yang didamba manusia pasti diraihnya. Aku sangat mencintaimu, tapi aku tidak mau kehilangan cinta- Nya. Aku mendamba hidup bersamamu, tapi aku lebih mendamba hidup bersama ridha-Nya. 420 Jangan paksa aku menikam saudaraku sendiri. Jangan paksa aku melakukan tindakan yang melanggar aturan Ilahi. Mari kita sama-sama insyaf. Cinta sejati itu tidak menzalimi.Cinta sejati berorientasi ridha Ilahi. Adikku, kita adalah orang Aceh. Dan kita sudah diajari untuk tegar, berbesar hati, dan setia pada teman sendiri. Maafkan aku. Doaku selalu menyertaimu semoga engkau bahagia selalu. Amin. Kakakmu, Fadhil. Harapan telah tertutup. Tak ada pilihan lagi baginya kecuali menghapus airmatanya dan menghadapi hidup yang sesungguhnya. Hidup yang tidak lagi hanya haru biru rasa cinta pada pujaan jiwa. Ia merasa bahwa Fadhil benar. Kata-katanya benar. Seorang Muslim tidak boleh menzalimi Muslim yang lain. Apapun alasannya dalam Islam kezaliman tidak dibenarkan. Termasuk kezaliman dengan alasan cinta. Sungguh naif, cinta macam apa yang mendatangkan kezaliman? Tiara akhirnya mengoreksi dirinya sendiri. Dialah sesungguhnya yang salah menentukan langkah. Semuanya, sebenarnya ada di tangannya. Kenapa ketika lamaran Zulkifli datang dan ia tidak suka lantas meminta pertimbangan Fadhil. Ia baru sadar betapa sulit posisi Fadhil saat itu. Zulkifli adalah temannya, dan ia harus setia pada temannya. Maka wajarlah jika Fadhil memberikan saran seperti itu. Meskipun ia mendapatkan saran itu, saran untuk tidak menolak lamaran Zulkifli dari Fadhil. Namun sesungguhnya kalau dia memang tidak suka dia boleh dan tidak ada salahnya menolaknya. Kenapa saat itu ia emosi dan langsung menelpon ayahnya di 421 Indonesia, menerima lamaran Zulkifli. Ia merasa memperoleh pelajaran berharga, keputusan yang diambil dengan penuh emosi, hanya mendatangkan penyesalan tiada henti. Kini setelah semua tertata rapi, ia menulis surat untuk merusak semuanya dengan alasan cinta. Tinggal hitungan jam saja, Zulkifli dan kedua orangtuanya akan datang. Ayahnya juga akan datang. Ia bukannya mempersiapkan menyambut mereka dengan penuh kehangatan, namun malah mengajak Fadhil mempersiapkan pedang paling tajam guna menikam mereka dari belakang. Tiara menghela nafas panjang. Matanya terpejam. Ia merasa dirinya benar-benar sangat malang. * * * Fadhil terus berjuang untuk tabah dan berbesar jiwa. Tak ada pilihan lain baginya. Siang itu ia dan beberapa mahasiswa Aceh ke Bandara untuk menjemput Zulkifli dan rombongannya. Saat bertemu Zulkifli ia berusaha sekuat tenaga untuk ikhlas dan berbahagia. Ia rangkul kawan lamanya itu dengan muka ceria. Ia ucapkan kalimat: Selamat datang di negeri Nabi Musa wahai sahabat tercinta. Ia tempatkan Zulkifli dan rombongannya di Wisma Nusantara. Ia sendiri yang mengantarkan Zulkifli dan rombongannya ke kamarnya. Ia berikan nomor telpon flatnya, jika ada apa-apa minta bantuan apa saja, ia minta untuk menghubungi dirinya. Fadhil ingat betul kata-kata Azzam, ”Pesanku hanya satu kau jangan jadi pecundang, jangan jadi pengkhianat! Jadilah kau lelaki sejati. Kau jangan kalah oleh perasaan. Sebagian perasaan itu datangnya dari nafsu yang mengajak dosa. Tapi ikutilah petunjuk Nabi!” 422 Fadhil berusaha keras memberikan yang terbaik untuk sahabat lama dan rombongannya. Termasuk di dalamnya adalah ayah Tiara, orang yang pernah ia harapkan akan jadi mertuanya. Apa yang dilakukan Fadhil bukannya tidak diketahui oleh Tiara. Tiara tahu semuanya dari ayahnya yang banyak bercerita tentang kebaikan Fadhil sejak bertemu di Bandara. Juga cerita dari ayah dan ibu Zulkifli yang beberapa kali memuji-muji Fadhil. ”Fadhil itu kan temannya Zulkifli sejak dulu. Saya beberapa kali bertemu dengan dia di pesantren dulu. Dia itu baik, ramah dan sangat perhatian. Saya masih ingat saat saya ke pesantren dulu sandal saya hilang di-ghosob76 oleh para santri, saat itu Fadhil-lah yang bingung ke sana kemari mencari sandal saya. Zulkifli ini malah santai santai saja.” Cerita ayah Zulkifli dengan santai di hadapan Tiara. Cerita yang secara tidak sengaja sangat menyanjung Fadhil luar biasa. Cerita itu semakin membuat ulu hatinya ngilu bagai ditusuk-tusuk sembilu. Pada hari akad nikah yang dilaksanakan di KBRI, Fadhil adalah orang yang paling sibuk. Dialah yang mencarikan mushaf ke toko buku Darussalam, karena saat itu Tiara minta maharnya ada mushaf. Dan Zulkifli belum mempersiapkan itu. Fadhil langsung lari dengan taksi. Ia mencarikan mushaf mahar yang terbaik. Tiara tahu bahwa yang mencarikan mahar adalah Fadhil. Matanya berkaca-kaca saat itu juga. Ia berusaha sekuat tenaga agar airmatanya tidak meleleh, apalagi tumpah. Dalam hati ia berkata, ”Seharusnya memang dia yang mencarikan mahar untukku dan dia pula yang akad nikah denganku.” Kalimat itu hadir dalam hatinya tanpa ia bisa menolaknya. Sungguh tidak mudah menikah dengan orang yang tidak 76 Ghosob, dipinjam tanpa ijin yang punya. 423 dicintai, sementara orang yang dicintai ada di depan mata dengan segala kemuliaan akhlak dan pengorbanannya. Ia beristighfar ketika sadar akan apa yang baru saja ia ucapkan di dalam hatinya. Akad nikah berlangsung. Fadhil duduk menundukkan muka dengan hati gemuruh luar biasa. Tiara duduk dengan penuh rasa pasrah. Zulkifli menjawab akad dengan mantap dan lantang. Akad nikah telah terjadi. Pipi Fadhil basah. Tiara tak kuasa menahan tangisnya. Fadhil memeluk Zulkifli dengan hangat sambil mengucap, ”Baarakallahu laka wa baaraka ’alaika wa jama’a bainakutna fi khair!” Zulkifli berulang kali mengucapkan rasa terima kasihnya yang tiada terhingga. Saat Fadhil rnelangkah meninggalkan ruangan, Tiara sempat melihat mata Fadhil yang sembab, ia juga sempat melihat Fadhil mengusap airmatanya dengan punggung tangannya. Hati Tiara bagai diiris-iris. Ia memandangi pemuda yang dikaguminya itu melangkah keluar. Usai akad Fadhil langsung minta pada teman temannya dari Aceh untuk membereskan semuanya. Ia minta diri untuk pulang. Ia bilang ada urusan penting. Namun sebenarnya, ia tiada kuasa untuk menumpahkan tangisnya. Keluar dari KBRI ia mencegat taksi, dan saat taksi itu berjalan ia menangis dengan sepuas-puasnya. Ia sendiri tidak tahu menangis karena apa? Apakah ia menangis karena sedih bahwa gadis yang dicintainya telah jadi milik orang lain? Ataukah menangis bahagia karena temannya, yaitu Zulkifli telah mendapatkan pasangan hidupnya? Ataukah 424 menangis karena bangga pada dirinya sendiri yang telah berhasil melalui ujian paling berat dalam hidupnya? Taksi sampai di Mutsallats. Sampai di rumahnya ia langsung mengunci kamarnya dan menangis sepuas puasnya. Semua yang pernah ia alami bersama Tiara seperti diputar dalam ingatannya. Sejak pertama kali bertemu di pesantren sampai surat terakhir Tiara dan bagaimana ia menjawabnya. Dan paling akhir adalah saat dirinya menyaksikan Tiara diakad dan diperisteri orang lain di depan matanya. Dan dialah yang mencarikan maharnya. Ujian bagi Fadhil belum selesai. Ia masih harus menghadapi satu ujian lagi. Mendendangkan nasyid dalam pesta walimatul ursy. Fadhil nyaris tidak kuat. Ia nyaris tidak datang. Tapi ia kembali teringat dengan kata kata Azzam, ”Pesanku hanya satu kau jangan jadi pecundang...!” Akhirnya ia menetapkan hati untuk berangkat. Tim Nasyid yang ia pimpin adalah Tim Nasyid khas Aceh. Tim Nasyid yang mengangkat etnik musik khas Aceh. Tim Nasyidnya sama sekali tidak menggunakan perangkat musik modern. Namun menggunakan perangkat musik tradisional khas Aceh, yaitu Geundeurang, Rapa’i, dan Seurune Kale. Geundeurang, adalah alat musik tabuh berbentuk panjang terbuat dari kulit kambing dan kayu nangka dan menggunakan stik letter L sebagai penabuhnya. Sedangkan Rapa’i adalah alat musik tabuh khas Aceh yang menyerupai rebana dengan berbagai ukuran dan memakai tamborin. Dan Seurune Kale adalah alat musik tiup yang terbuat dari kayu nangka dan diujungnya menggunakan daun lontar sebagai penyaring suara. 425 Anggota Tim Nasyidnya itu delapan orang. Dua vokalis, salah satunya adalah dirinya. Bahkan dirinya adalah vokalis utama. Dua penabuh Geundeurang. Empat penabuh Rapa’i dengan berbagai ukuran. Dan dua peniup Seurune Kale. Sebelum tampil ia memberi semangat kepada timnya untuk tampil yang sebaik baiknya. Acara walimatul ursy diadakan di Daarul Munasabat Masjid Musa bin Nushair Hay El Sabe’. Ayah Zulkifli adalah seorang pedagang sukses yang kaya raya di Aceh. Pesta pernikahan itu diadakan besar-besaran. Seluruh orang Aceh di Mesir diundang. Seluruh pejabat dan staf KBRI, pengurus PPMI, pengurus WIHDAH, dan seluruh ketua kekeluargaan diundang. Untuk menata hatinya Fadhil minta agar Ramzi Muda, vokalis yang satunya tampil lebih dulu. Tim Nasyid Nangroe Voice muncul dengan diiringi tepuk tangan yang membahana dari hadirin. Hati Tiara sudah lebat. Badai bagai bergulung-gulung di dalam dadanya. Ia merasa tidak adil Fadhil harus jadi penghibur dalam acara itu. Tidak adil. Walau bagaimana pun Fadhil pernah menjadi ustadznya. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Nangroe Voice menata posisinya. Hadirin diam. Suasana hening. Fadhil tidak kelihatan. Seurune Kale ditiup perlahan. Diikuti hentakan tabuh Rapa’i. Iramanya mengalun, menggema, menyihir siapa saja yang mendengarnya. Keindahan semakin menjadi-jadi ketika Geundeurang ditabuh menyempurnakan irama. Hadirin bertepuk tangan. Musik khas tradisional Aceh itu sesaat lamanya memainkan sihirnya. Tidak ada hati yang tidak condong untuk mengikuti iramanya. Lalu sihir itu 426 disempurnakan oleh suara indah Ramzi Muda yang melantunkan lagu berjudul, ”Saleuem”: Assalamo’alaikum wa rahmatullah. Jaroe dua blah ateuh jeumala. Karena saleum nabi kheun sunnah. Jaroe taumat tanda mulia. Iseulam tauhid mu’arifat. Watee meusapat geukheun agama77 Hadirin benar-benar terpesona. Lagu itu selesai Ramzi Muda masuk barisan untuk jadi backing vokal. Irama musik berubah jadi lebih dahsyat. Menghentak, menggelegar, mengambil hati, dan menyihir pikiran. Dan muncullah Fadhil. Seluruh hadirin bertepuk tangan. Fadhil tersenyum dan mengangguk kepala dengan santun. Ia seperti seorang artis dan seniman besar. Fadhil mengangkat tangannya memberi isyarat pada para pemusik. Irama perlahan berubah menyayat hati. Hadirin larut. Tiara tiada kuasa menahan airmatanya. Fadhil mengumandangkan suaranya dan semua yang mendengarnya tersihir di tempatnya, Allah Allah Allahu Rabbi. Beek dilee Neubri Kiamat donya. Lhe tat bueut salah ka dengon keuji. Sayang Ion Robbi asoe neuraka.78 Fadhil larut dengan penghayatannya. Musik mengiringi keindahan cengkok Acehnya.Tiara terpaku ditempatnya dengan 77 Dipetik dari lagu berjudul Saleum ciptaan Yakop S/lmam J, dalam Album Etnik Atjeh Saleum Group. 78 Dipetik dari lagu berjudul Troh Bak Watee, karya Komunitas Nyabung Aceh aa|am album World Music from Aceh. 427 berurai airmata. Tiba-tiba Fadhil memasukkan kalimat yang meremas-remas jantung Tiara. Masih dalam irama yang sama Fadhil dengan kehebatannya memasukkan isi surat yang pernah ditulisnya ke dalam lagu yang dibawakannya, Mari kita sama-sama insyaf. Cinta sejati itu tidak menzalimi. Cinta sejati berorientasi ridha Ilahi. Allah Allah Allahu Rabbi. Aku cinta dirimu duhai bidadari. Tapi aku lebih cinta Tuhanku, Ilahi, Rabbi. Mendengar lagu itu, jiwa Tiara bagai dibetot dari jasadnya. Sekuat tenaga ia bertahan agar tetap bisa duduk dengan tegap di tempatnya. Ingin rasanya saat itu ia berlari dan menangis sejadi-jadinya di kamarnya. Ia benar-benar didera kesedihan yang mencekik leher. Ulu hatinya bagai ditusuk-tusuk belati berulang kali. Hadirin tersihir. Empat Rapa’i terus ditabuh menggedor-gedor jiwa, Seurune Kale terus bersuara naik turun menyayat jiwa. Dan Geundeurang menyempurnakan keindahan. Suara Fadhil bagai bermantra penuh kekuatan. Ia menyanyikan lagunya dengan segenap kekuatan jiwa. Ia tidak mewakili siapa-siapa. Ia menyuarakan suara hatinya sendiri, ia tunjukan sepenuh hati kepada Tiara dan kepada dirinya sendiri. Ia tak kuasa membendung air matanya yang merembes perlahan. Hadirin tersihir oleh mimik dan penampilannya yang total. Hanya dia yang tahu kenapa airmatanya mengalir. Airmata itu tidak sekadar penghayatan, tapi perasan jiwa yang keluar begitu saja karena tiada mampu membendung berkecamuknya rasa haru, rasa sedih, rasa kecewa, rasa tidak berdaya, rasa bahagia dan rasa setia pada cinta, kesudan dan kemuliaan. 428 Allah Allah Allahu Rabbi. Aku cinta dirimu duhai bidadari. Tapi aku lebih cinta Tuhanku, Ilahi, Rabbi. 429 30 BUNGA-BUNGA HARAPAN Fadhil merasa dirinya tak bisa lagi bertahan di Cairo. Setelah Tiara menikah, hidup di Cairo sama sekali tidak indah. Apalagi Zulkifli telah memutuskan untuk hidup beberapa tahun di Cairo. Ia yang telah menyelesaikan S.1 di IAIN Ar Raniry hendak mencoba S.2 di Institut LigaArab. Fadhil menceritakan rencananya kepada Cut Mala adiknya. Bahwa jika dia lulus. Yang berarti selesai sudah S.l-nya ia akan pulang. Pulang ke Indonesia. Ke Aceh untuk menemani ibunya. Atau ke kota lain untuk mencari pengalaman kerja. Jika belum lulus ia akan meninggalkan Cairo dan akan memilih tinggal di Tanta. Yang penting jauh dari Tiara dan suaminya. Ke Cairo hanya untuk hal-hal penting dan jika ujian tiba. 430 ”Kalau pulang dari mana kakak akan dapatkan uang? Beli tiket itu perlu uang Kak. Trus uang yang pinjam Kang Azzam untuk biaya rumah sakit kakak juga belum dikembalikan. Bagaimana Kak?” tanggap Cut Mala ”Entahlah semoga nanti ada jalan. Yang jelas, sangat berat untuk tetap bertahan di Cairo.” Cut Mala hanya diam. Ia bisa merasakan apa yang dirasakan kakaknya. Cut MaIa masih ingin, kakaknya itu tetap di Cairo menemaninya. Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya bahwa kakaknya akan bisa bertahan jika kakaknya itu menemukan pengganti yang lebih baik dari Tiara. Entah kenapa tiba-tiba ia merasa seperti menemukan cahaya. Ia teringat dua orang yang menurutnya, pesonanya jauh mengalahkan Tiara. Dua orang itu adalah Anna Althafunnisa dan Masyithah. Ia berniat mempertemukan, atau lebih tepatnya menjodohkan kakaknya tercinta dengan salah satu dari keduanya. Dalam pandangannya mereka berdua sangat istimewa. Baik secara fisik, intelektual maupun akhlaknya. Dan ia merasa kakaknya berhak mendapatkan salah satu di antara mereka berdua. Ia tiba-tiba tersadar, Anna Althafunnisa sedang pulang di Indonesia. Umurnya lebih tua dari kakaknya. Dan sudah S.2. Rasanya agak susah mempertemukannya dengan kakaknya. Meskipun bukan hal yang mustahil. Namun ia rasa yang paling pas adalah Masyithah. Umurnya sama dengan Tiara. Dan dalam banyak hal sebenarnya Masyithah lebih unggul. Hanya saja Masyithah memang tidak pernah membuka dirinya ke publik. Ia bercadar. Hanya orang-orang tertentu yang tahu segaa kelebihannya. Termasuk wajahnya yang jelita khas 431 perpaduan Ivlesir-Pakistan. Ia ingin mempertemukan kakaknya dengan gadis kelahiran Banda Aceh itu. ”Lebih baik tunggu pengumuman saja dulu Kak. Setelah itu nanti kembali kita pikirkan,” kata Cut MaIa berusaha menenangkan. * * * Pengumuman hasil ujian itu akhirnya datang. Kampus Al Azhar kembali menunjukkan wibawanya. Ribuan mahasiswa menangis bahagia karena lulus. Tidak sedikit yang menangis sedih karena tidak lulus, dan karenanya harus mengulang di tingkat yang sama satu tahun. Azzam datang ke kampus dengan hati diliputi rasa takut dan harap. Sepanjang jalan menuju kampus ia berdoa semoga lulus. Di gerbang kampus ia bertemu Ali dan Miftah. ”Gimana Li, Mif? Lulus?” ”Alhamdulillah, saya lulus, jayyid Kang. Nanti malam kita syukuran. Miftah juga lulus tapi masih ninggal dua mata kuliah,” jelas Ali dengan muka berseri-seri. ”Alhamdulillah. Lha aku bagaimana? Kalian tahu nggak aku lulus atau tidak?” ”Lihat saja sendiri Kang. Lebih mantap!” tukas Miftah. Azzam bergegas menuju papan pengumuman. Ratusan mahasiswa berdesakan melihat papan pengumuman. Sesaat lamanya Azzam mencari-cari namanya tidak juga ketemu. Akhirnya setelah seperempat jam mencan ia menemukan 432 namanya. Dan dengan hati berdebar ia baca. Ia dinyatakan lulus dengan predikat: ”JAYYID” Azzam langsung sujud syukur. Berkali-kali Azzam mengumandangkan takbir. Sebuah senyum tersungging di bibir. Pikirannya langsung melayang ke Indonesia. Ke wajah ibunya, dan adik-adiknya tercinta. Sudah sembilan tahun ia berpisah dengan mereka. Rencananya sangat jelas dan tidak perlu ditunda lagi. Yaitu pulang. Ia tak ingin berlama-lama. Dua hari lagi adalah awal Agustus. Ia teringat pesan Husna, agar pulang awal Agustus jika bisa. Sebab saat itu Husna ada di Jakarta untuk menerima penghargaannya sebagai salah satu penulis cerpen terbaik di Nusantara. ”Ya, insya Allah, kita bertemu di Jakarta, Husna.” Azzam langsung cepat-cepat mencari telpon. Ia harus segera menghubungi Nasir meminta tiketnya di-conform untuk penerbangan dua hari yang akan datang. Tak ada lagi alasan untuk menunda pulang. * * * Sampai di Mutsallats Azzam langsung ke tempat Adil Ramadhan memberitahukan bahwa dua hari lagi ia akan meninggalkan Cairo. Mungkin untuk selama lamanya. Imam Muda itu langsung menjabat tangannya erat dan berkata, ”Selamat berjuang dan mengamalkan ilmu. Baik, nanti malam Al-Quranmu kita khatamkan!” Azzam sangat bergembira mendengar hal itu. Tidak lupa Azzam juga memberitahukan dan berpamitan kepada bapak-bapak KBRI yang selama ini menjadi langganannya. Mereka semua mengucapkan selamat jalan. Ketika ia memberitahu Pak Amrun mengenai ihwal kepulangannya, Atase Perdagangan itu memintanya datang menemuinya. Tanpa pikir panjang Azzam datang menemuinya. 433 ”Ada apa Pak?” Azzam langsung mengajukan pertanyaan begitu ia duduk di hadapan Pak Atase ”Jadi kau benar mau pulang?” Yang ditanya malah balik bertanya. ”Ya. Dua hari lagi, insya Allah.” ”Kebetulan sekali. Kau mau tidak saya ajak bisnis. ”Bisnis apa Pak?” ”Bisnis pengiriman buku-buku teman teman mahasiswa. Begini Zam, seperti yang kau tanyakan ini aku dapat jatah mengirim satu container, aku gunakan untuk memfasilitasi teman – teman mahasiswa yang mgin mengirimkan kitab-kitab dan buku-buku mereka. Seperti biasa hitungannya. Kontainer akan tiba di Jakarta. Untuk wilayah Jakarta dan Jawa Barat sudah kutunjuk si Aan Zaidan sebagai penanggung jawab pengiriman ke alamat masing masing. Jadi jasa kita meliputi pengirimannya di Indonesia sekalian. Lha untuk wilayah Jateng, Jogja dan Jatim aku belum ketemu orang yang tepat. Kebetulan kau mau pulang bagaimana kalau kau saja penanggung jawabnya?” Setuju?” Azzam langsung paham. Baginya itu adalah tawaran yang sangat menarik. Paling tidak bisa jadi kerjaan setiba di Tanah Air. ”Boleh Pak. Dan langsung saja. Kita profesional saja Pak. Untuk bisnis ini insentif untuk saya berapa? Biar saya semangat gitu lho Pak?” 434 ”Saya samakan dengan Aan saja ya?” ”Luas Jawa Tengah dan Jawa Timur itu tidak bisa dibandingkan dengan luas Jawa Barat lho Pak. Apalagi misalnya ada yang rumah mahasiswa itu Banyuwangi, ada yang Cilacap, ada yang Brebes. Dari ujung ke ujung. Bisa lebih profesional Pak?” Pak Amrun langsung paham dengan siapa ia berhadapan. Azzam sudah cukup kenyang berbisnis. Meskipun tempe dan bakso. Tapi pengalaman itu sangat membedakan Azzam dengan Aan. Azzam bisa tegas dalam negosiasi dan terasa begitu lincah. Sementara Aan saat itu begitu ditawari angka nominal langsung mengiyakan. Pak Amrun tidak mau mempermalukan dirinya sendiri dengan mendapat stigma tidak profesional di mata Azzam. ”Baik, dua kali lipatnya Aan. Bagaimana Zam?” ”Berapa insentif Aan?” ”Tiga ratus lima puluh dollar. Jadi insentifmu setelah seluruh tugasmu selesai adalah tujuh ratus dollar. Bagaimana?” Azzam berpikir sebentar. Lalu menjawab, ”Baik. Setuju Pak.” Azzam keluar dari ruangan Pak Amrun dengan penuh kemenangan dan bahagia. Ia semakin cepat ingin pulang. Ia tidak akan menganggur. Pekerjaan pertama setelah pulang adalah mengantarkan kitab-kitab yang dibawa kontainer Pak Amrun. Ia akan keliling Jawa Tengah, Jogja dan Jawa Timur. Pekerjaan lapangan yang mengasyikkan. Dari tempat Pak Amrun, Azzam menyempatkan untuk menemui Pak Ali. Kepada Pak Ali ia memberitahukan kepulangannya ke Indonesia yang tinggal dua hari lagi. Azzam 435 minta untuk didoakan agar diberi keselamatan dan kemudahan segala urusan. ”Yang paling penting, saat kamu bermasyarakat jagalah akhlak muliamu agar kamu dimuliakan oleh orang lain. Ingat pesanku ini baik-baik ya Mas.” Kata Pak Ali sambil menepuk-nepuk pundak Azzam. ”Oh ya kau pulang naik apa?” Tanya Pak Ali. ”Naik MAS. Nanti transit di KuaIa Lumpur.” Jawab Azzam. ”Wah berarti nanti kau satu pesawat dengan Eliana. Aku dengar dia mau ke Jakarta dua hari lagi. Juga pakai MAS. Katanya dia ada pertemuan dengan sutradara di Jakarta. Nanti saya beritahu Eliana. Dia pasti senang. Sebab katanya dia mau mengajak ibunya untuk menemaninya ke Jakarta. Katanya tidak enak pergi sendirian, tidak ada yang diajak bicara. Tapi Bu Dubes tidak ada waktu. Bu Dubes harus menemani Pak Dubes berkunjung ke Manshurah, memenuhi undangan Rektor Universitas Manshurah.” Azzam hanya diam mendengar kabar Pak Ali itu. Ia berpikir kenapa harus sering bertemu Eliana. Kenapa Pulang ke Indonesia saja juga bersama Eliana. Kalau nanti Eliana tahu, pasti gadis itu akan minta tempat duduk di sampingnya. Perjalanan selama sebelas jam. Ia akan bersama gadis itu selama sebelas jam. Ia merasa harus memikirkan sesuatu untuk sedikit memberi perubahan pada gadis itu. Ia merasa, jika selama sebelas jam bersama ia tidak memberi pencerahan pada gadis itu alangkah mubazirnya. Ia berpikir pencerahan apa yang harus ia sampaikan pada gadis itu, yang tak lama lagi mungkin akan menjadi artis paling terkenal di Indonesia? ”Oleh-olehnya sudah dibeli semua?” Pertanyaan Pak Ali membuyarkan otaknya yang sedang berpikir. 436 ”E..alhamdulillah sudah Pak.” ”O ya, bisa tidak saya nitip surat dan oleh-oleh kecil buat anak saya yang kuliah di Fakultas Kedokteran UNS?” ”Boleh Pak. Tapi oleh-olehnya jangan besar-besar ya Pak. Sebab yang nitip sudah banyak, tempatnya terbatas.” ”Saya tahu.” ”Nama anak bapak itu siapa?” ”Elfira Agustina.” ”Saya tunggu paling lambat satu jam sebelum saya berangkat ke bandara ya Pak. Semakin cepat semakin baik.” ”Baik Mas. Terima kasih sebelumnya.” * * * Malam itu Azzam khataman. Ia telah selesai belajar tiga puluh juz. Oleh Adil Ramadhania diberi sanad qira’ah Hafs sampai ke Rasulullah Saw. Ia sangat bangga memiliki sanad itu. ”Sanad ini aku dapat dari guruku Syaikh Farhat Abdul Majid, beliau mendapatkannya dari Syaikh Mahmud Hushari, dan seterusnya sampai ke Rasulullah Saw.” Jelas Adil pada Azzam. Selesai khataman Azzam pulang. Dan rumahnya telah penuh dengan orang yang hendak mengucapkan salam perpisahan. Malam itu memang ada acara perpisahan. Semua anggota rumahnya ada. Nasir, Ali, Nanang, Hafez dan Fadhil malam itu di rumah tidak ke mana-mana. Acaranya santai. Hanya makan makan. 437 Masih juga ada yang mencoba menitip barang pada Azzam. Namun ia dengan sangat berat menolaknya. Ia tunjukkan ranselnya yang khusus untuk membawa barang-barang titipannya. Sudah penuh dan padat. Bahkan saking padatnya semut pun nyaris tak bisa menyusup ke dalamnya. Sementara tas kopernya dan tas jinjingnya juga penuh. Memang sudah sejak satu bulan sebelumnya ia ancang-ancang. Malam itu Azzam membagi warisan. Barang barangnya yang tidak mungkin ia bawa, ia wariskan pada teman-temannya. Untuk alat-alat membuat bakso dan tempe serta jaringannya, tidak ia wariskan, tapi ia jual kepada Rio dengan harga yang sangat murah. Rio pun senang, bahkan meskipun membayar, Rio tetap merasa mendapatkan warisan yang luar biasa berharganya. Dan dalam akad jual beli itu ada satu syarat, yaitu jika ternyata dalam satu tahun berikutnya Azzam kembali ke Cairo, meskipun kemungkinan itu kecil, maka Azzam akan kembali membayar harga yang sama dan semuanya kembali ke tangan Azzam.79 Pagi hari menjelang keberangkatan, Hafez mengetuk kamar Azzam. Begitu Hafez yang muncul, Azzam langsung paham. ”Bagaimana Kang? Sudah dibicarakan pada Fadhil atau Cut Mala?” tanya Hafez dengan nada cemas. ”Belum Fez. Afwan. Fadhil dan Cut Mala saat itu sedang menghadapi masalah psikologis yang cukup pelik. Aku tak mau menambah pelik. Jadi aku tunda. Rencanaku nanti akan aku bicarakan padanya dari Indonesia lewat telpon. Bagaimana?” Mendengar jawaban itu wajah Hafez berubah. Ia terlihat kecewa. 438 ”Sungguh Fez. Aku sudah berusaha beberapa kali. Tapi kesempatan itu belum terbuka. Maafkan aku kalau mengecewakanmu. Kalau kau tidak bisa bersabar, maka kau bisa langsung bicara empat mata dengan Fadhil. Atau enam mata dengan Cut Mala sekalian.” Hafez terdiam. ”Baiklah Kang. Aku tetap percayakan pada Samipeyan. Tapi tolong jangan ditunda lagi. Begitu sampai di Indonesia sambil memberi kabar pada Fadhil sampaikan keinginanku mengkhitbah Cut Mala, adiknya. Tolong jangan lupa dan jangan ditunda-tunda Kang.” ”Baik Fez, Insya Allah.” Mendengar jawaban itu bunga-bunga harapan bermekaran di hati Hafez. Ia merasa betapa bergairahnya hidup memiliki bunga-bunga harapan. Dan bunga harapan paling indah adalah harapan mendapat cinta dari orang yang dicinta. Bunga harapan paling menggairahkan dan paling menghidupkan adalah harapan mereguk cinta sambil bertasbih dan bertahmid memuji dan menyucikan asma Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Detik-detik mengharukan tiba. Rumah Azzam kembali penuh orang. Menjelang berangkat ada acara kecil pelepasan ke Bandara. Ada kesan-kesan dari teman teman yang ditinggalkan terutama teman satu rumah. Yang paling terbata-bata karena terharu akan ditinggalkan adalah Fadhil. Ia merasa Azzam 79 Akad jual beli dengan syarat seperti yang diminta Azzam ini, tidak diperbolehkan oleh mayaritas ulama fiqh, kecuali dari kalangan Syiah Imamiyyah. Penjelasan lebih detilnya insya Allah ada di novel DARI SUJUD KE SUJUD (Ketika Cinta Bertasbih 3). 439 adalah sosok yang sangat berarti baginya selama ini. Yang lebih terbata bata bahkan sampai menangis saat menyampaikan kalimatnya adalah Azzam. Ia tidak kuasa menahan sedihnya meninggalkan Bumi Para Nabi yang sudah menjadi Tanah Air keduanya. ”Semoga benar kata orang Mesir, bahwa yang telah minum air Nil ia akan kembali lagi berulang kali ke Mesir.” Ucap Azzam di akhir sambutan. Koper, tas dan ransel diturunkan. Tiga mobil Eltramco telah datang. Sebagian mahasiswa ikut mengantar ke Bandara sebagian lagi tidak. Tiga mobil Eltramco itu penuh. Azzam satu mobil dengan Nasir,Hafez, Fadhil, Ali dan beberapa teman yang selama ini akrab dengannya. ”Kang, nanti kalau menikah kasih kabar ya.” Nasir membuka percakapan. ”Pasti Sir. Tapi sampai sekarang aku belum punya calon Sir. Kau ada pandangan Sir?” Tanya Azzam. ”Siapa Kang ya?” Jawab Nasir. ”Alah Sir, kau kan punya adik perempuan si Laila. Kenapa tidak kasih aja si Laila. Kang Azzam mau kan dengan si Laila?” Celetuk Ali membuat suasana hangat. ”Iya Sir. Kayaknya si LaiIa sama Kang Azzam itu memiliki mental yang sama. Mental bisnis. Itu klop Sir. Bagaimana Sir?” Tambah Hafez. 440 Nasir diam tak bisa berkata-kata. Ia tidak menyangka kalau perkataan isengnya akan menyerang dirinya. Azzam yang dalam mobil itu paling dewasa senyam senyum saja. ’Aku tahu, ya Nasir gengsi lah menjodohkan adiknya dengan penjual tempe dan penjual bakso yang terkenal sering tidak naik tingkat. Sampai-sampai S.1 saja sembilan tahun. Ya nggak Sir?” Santai Azzam membuat Nasir semakin terpojok. Tapi tiba-tiba Nasir punya ide mengalihkan perhatian sekaligus memanaskan suasana. ”Bukan begitu Kang. Aku sih tidak keberatan. Yang paling penting kan Sampeyan. Apa Sampeyan berminat dengan adik saya, Laila. Dia itu aktivis habis. Tak betah diam di rumah. Aku lihat sih untuk Sampeyan, biar kehidupan rumah tangga balance ada sosok yang lebih tepat.” Jawab Nasir membuat yang mendengar penasaran. ”Siapa Sir?” Tanya Ali ”Jangan kaget ya....” Sahut Nasir sambil menaik turunkan alisnya. ”Udah cepat, siapa yang lebih tepat untuk Kang Azzam?” Desak Hafez. ”Dia adalah orang yang halus budi bahasanya, selama ini juga dikenal baik oleh Kang Azzam. Dia adalah Cut Mala, adik Fadhil Mutahar.” Fadhil tersentak, Azzam tersentak, dan yang paling tersentak adalah Hafez. Hatinya langsung didera rasa cemburu luar biasa mendengar pujaan hatinya disebut namanya dan disandingkan dengan orang lain dan bukan dirinya. 441 Fadhil segera menguasai dirinya. Ia mengerti maksud Nasir. Jelas Nasir ingin menggojlog dirinya. Ia tak mau jadi tempat gojlogan. ”Di atas segalanya adalah cinta. Jika Kang Azzam bisa mencintai adik saya dan adik saya mendntainya maka kenapa tidak?” Ujar Fadhil tegas. Mobil Eltramco terus melaju. Membelah Hayyu Tsamin. Azzam tersenyum sendiri mendengar hal itu. ”Kenapa tersenyum sendiri Kang?” Tanya Ali yang melihat ekspresinya. ”Wah ini menarik. Lha siapa yang tidak suka sama Cut Mala? Jangan-jangan yang ada di mobil ini selain Fadhil semuanya pada naksir Cut Mala. Wah ini perlu gerak cepat. Siapa cepat dia dapat! Ayo siapa yang berani saat ini melamar Cut MaIa pada kakaknya, paling tidak menyatakan rasa cinta. Siapa berani?” Tukas Azzam santai. Semua diam. Hening. Azzam tersenyum penuh kemenangan. Ia geli melihat anak-anak itu besar di omongan kecil di nyali. Ia berkata begitu sebenarnya ingin memberi peluang pada Hafez untuk bicara. Tapi Hafez malah mematung dengan bibir kaku terkunci rapat. ”Baik, pada diam semua. Tidak ada yang berani? Saya tawari satu per satu. Hafez bagaimana Fez? Tertarik sama Cut Mala? Ingin menyunting Cut Mala? Ayo angkat suara. Bicara pada kakaknya, mumpung dia sudah mengumumkan yang penting cinta. Di atas segalanya adalah cinta?” Hafez diam. 442 ”Kau Sir, bagaimana? Berani?” Nasir diam juga. ”Kau Li, Mif, Kim, Bur, Dul, Wur, dan kau Man, Gilman. Bagaimana ada yang berani menyampaikan isi hatinya? Ada yang berani?” Semua diam. ”Bagaimana ini Dhil, semua nggak ada yang berani. Aku yakin mereka semua sama naksir pada adikmu itu, tapi entah kenapa mereka diam seribu bahasa.” Kata Azzam tenang. Ia yang sejak awal mau dijadikan bahan gojlokan sudah menang sepuluh kosong. ”Yang akan menyunting adikku memang hanya orang yang punya nyali Kang. Cut Malahayati tidak akan bersanding kecuali dengan lelaki sejati.” Sahut Fadhil bangga. ”Karena semua diam dan tidak ada yang berani. Aku tidak ingin dikatakan dalam mobil ini tidak ada lelaki sejati. Okey Dhil, sampaikan pada adikmu itu aku melamarnya. Aku mencintainya!” Kata Azzam yang dengan nada seolah-olah serius, padahal dalam hati ia hanya ingin memancing cemburu pada orang-orang yang ada di dalam mobil itu. Terutama Hafez. Semua yang mendengar perkataan itu tersentak. Terutama Hafez. Ia bagai disambar petir. Ulu hatinya seperti ditusuk tombak berkarat. ”Kau serius, Kang?” Tanya Ali. ”Kenapa kau gusar, Li?” Sambut Azzam. 443 ”Ah tidak Kang. Tapi benar kata Nasir, Cut Mala memang cocok untuk Sampeyan.” ”Pokoknya kalian jangan iri ya kalau penjual tempe ini nanti menyunting gadis Aceh itu he he he....” Hafez merasakan tubuhnya seperti mau hangus. Ia sangat marah dan jengkel tapi ia tidak bisa berbuat apa apa. Tak lama mobil sampai di Bandara. Barang-barang diturunkan dan diletakkan di troli. Semua yang mengantar ikut masuk ke dalam Bandara. Masih ada waktu satu jam setengah. Hafez mendekati Azzam dan berbisik. ”Tega benar kau Kang!” Kata Hafez dengan wajah geram. Azzam tersenyum. ”Wualah Fez. Jadi kau menganggap serius guyonan di mobil tadi. Kau kan lihat dari awal tadi itu guyonan. Gojlog-gojlogan. Tenanglah aku tak akan berbuat jahat padamu. Nanti akan aku sampaikan yang sebenarnya pada Fadhil. Jangan kuatir. Toh aku sudah mau pulang. Kau masih di Cairo. Apa yang kau kuatirkan?” ”Maafkan aku Kang. Aku sangat cemburu tadi.” ”Aku tahu.” Azzam sampai di Bandara dan bertemu dengan Pak Ali. ”Mas Irul langsung saja masuk. Eliana sudah di dalam. Sepuluh menit lagi chek in tutup!” Kata Pak Ali seketika itu 444 juga mengingatkan. Azzam merangkul dan meminta doa pada Pak Ali. ”Aku doakan semoga ilmumu bermanfaat, kau sukses dan hidupmu barakah dan bahagia. Semoga selamat sampai Indonesia. Sampaikan salam saya pada keluargamu dan pada Pak Kiai Lutfi ya. Jangan lupa.” Lirih Pak Ali di telinga Azzam. Azzam mengangguk. Dan detik-detik yang sangat berat baginya itu pun datang. Detik-detik berpisah dengan teman-teman. Detik detik meninggalkan bumi tempat ia belajar bertahun-tahun. Ia harus masuk ke dalam Bandara untuk mengambil boarding pass. Satu per satu teman yang mengantarnya ia peluk dengan hati basah dan mata berkaca-kaca. Di telinga mereka ia bisikkan permintaan maaf jika ada khilaf, juga permohonan doa agar selamat selama dalam perjalanan. Saat memeluk Fadhil, ia meminta untuk tabah. Ia juga meminta agar omongannya di mobil tadi jangan diperhatikan. Jangan dimasukkan dalam hati. Dianggap angin lalu saja. Ia hanya bercanda. Ia juga menjelaskan ada seseorang yang sebenarnya menginginkan Cut Mala, adiknya. Dan orang itu bukan dia. ”Siapa orangnya Kang?” Tanya Fadhil penasaran. ”Yang jelas dia termasuk sangat dekat denganmu dan sangat mencintai adikmu itu. Dan sekali lagi yang jelas orang itu bukan aku. Nanti lebih jelasnya aku telpon dari Indonesia saja ya.” jawab Azzam lirih. 445 Setelah semua ia peluk, satu per satu koper dan barang-barang bawaannya ia masukkan ke dalam alat detektor. Ia lalu masuk ke kawasan yang hanya boleh dimasuki para penumpang. Ia melambaikan tangan perpisahan. Azzam langsung ke meja pengambilan boarding pass. Kopornya ditimbang. Tak ada masalah. Ranselnya tetap ia cangklong dan tas jinjingnya ia bawa dengan tangan kanan. Setelah mengambil boarding pass, Azzam berjalan menuju ruang tunggu pemberangkatan. Tas ransel dan tas jinjingnya harus melewati detektor terakhir untuk dilihat isinya. Tak ada masalah. Ia lalu berjalan melewati free duty. Ia melihat sekilas, tak ada barang yang menarik untuk dibeli. Ia melewati stand penjual majalah dan koran. Ia teringat Husna yang suka menulis. Mungkin beberapa koran dan majalah asli Mesir dan Timur Tengah akan membuat adiknya itu senang. Ia beli koran Ahram, Gomhoriya, dan Syarq El Ausath. Untuk majalah ia memilih majalah El Adab, El Arabi dan El Manar El Jadid. Harganya dua kali lipat dari biasanya. Tak apa. Tetap ia bayar demi adik yang dicintainya. Ia lalu mengambil tempat duduk tak jauh dari papan informasi jadwal kedatangan dan pemberangkatan. Ia melihat ke jadwal, seperempat jam lagi ia akan boarding. Ia melihat sekeliling. Mencari-cari Eliana. Tidak ia temukan. Ia lihat ratusan penumpang sudah siap berangkat. Sepertiga lebih adalah mahasiswa dari Malaysia. Tak ada yang ia kenal. Jika ia melihat mahasiswa Malaysia itu dan mereka melihatnya, ia tersenyum dan menganggukkan kepala. Mereka juga akan melakukan hal yang sama. Sebuah penghormatan untuk saudara. Merasa seolah sudah kenal lama. 446 Ia membuka koran Ahram, yang pertama ia baca adalah tulisan Prof. Dr. Muhammad Imarah. Tulisan yang sangat menyentuhnya tentang pentingnya ijtihad. Di jaman global yang sedemikan cepat berubah, ijtihad adalah sebuah kemestian yang tidak bisa diabaikan. Mengebiri ijtihad sama saja menginginkan umat ini mati pelan-pelan. Itu kesimpulan yang ia dapat dari esai yang ditulis pemikir yang sangat disegani di Mesir dewasa ini. Tiba-tiba ia merasa benar-benar tidak merasa rugi membeli koran-koran dan majalah itu. Ilmu dan informasi yang baru saja ia dapat sangat mahal harganya. Ia terus membaca sampai ia mendengar pengumuman agar penumpang pesawat MAS segera masuk pesawat. Ia bangkit dan berjalan ikut antrean masuk pesawat. Seorang petugas dari MAS memeriksa lembar boarding pass satu per satu dan menyobeknya. Hatinya bergetar hebat saat ia menginjakkan kakinya di dalam pesawat. Ia nyaris tidak percaya bahwa sebentar lagi ia akan pulang ke Indonesia. Ia tidak peduli lagi pada Eliana. Ia berjalan dan mencari tempat duduknya, 9C Ketemu. Ia meletakkan barang-barangnya di bagasi yang ada di atas kepalanya. Ia melihat ke deretan tempat duduknya. 9A ditempati oleh lelaki bule, 9B seorang gadis Mesir memakai jilbab modis model Turki sampai di leher saja. Gadis itu tersenyum padanya sambil mengangguk. Ia merasa senyum gadis Mesir itu begitu alami dan manis ”Ya Allah jagalah aku dari fitnah wanita.” Doanya lirih dalam hati sambil duduk di samping gadis itu. Memang, di samping gadis Mesir itulah ia harus duduk. Seluruh penumpang sibuk dengan meletakkan barang bawaan dan mencari tempat duduknya. Ia mencium bau wangi dari parfum gadis itu. Ia lihat lelaki bule yang duduk di dekat jendeIa telah mulai asyik membaca sebuah buku. Ia jadi teringat bahwa perjalanan ke Jakarta cukup panjang dan lama. Ia ingat koran-koran dan majalahnya. 447 Bisa untuk dibaca-baca. Ia bangkit mengambil Ahram dan El Arabi dari tas jinjingnya. Ia duduk dan memasukkan koran dan majalahnya itu di kantung tempat majalah yang ada di depannya. Ia melihat-lihat ke depan ke arah pintu pesawat. Ia tidak menemukan sosok Eliana. Ia merasa tak perlu lagi mencari Putri Pak Dubes itu. ”Dia toh bisa ngurus dirinya sendiri.” Katanya pada dirinya sendiri. Ia memasang sabuk pengamannya lalu mengambil koran Ahram dan mulai membaca. Kali ini opini yang ditulis sejarawan terkemuka Prof. Dr. Sa’duddin Zifzaf. Baru membaca satu alenia ia mendengar gadis yang ada di sampingnya bertanya padanya, ”Maaf, Anda dari Indonesia atau Malaysia?” Ia menghentikan bacaannya. ”Saya dari Indonesia.” Jawabnya pelan. ”Dari Jakarta?” ”Tidak, saya dari Surakarta.” ”Oh Surakarta. Surakarta itu dari Solo dekat ya?” Azzam tersenyum mendengar pertanyaan gadis Mesir itu. ”Surakarta itu nama lain Solo, Nona.” ”O ya. Maaf, saya kira Surakarta itu bersebelahan dengan Solo. Saya memang sedikit bingung. Ternyata nama lainnya ya.” 448 ”Nona pernah ke Indonesia?” ”Pernah. Dan ini saya kebetulan mau ke Indonesia lagi. Ke Jakarta. Anda nanti turun di Jakarta kan?” ”Ya, nanti saya turun di Jakarta.. Kalau boleh tahu Nona ke Jakarta dalam rangka apa?” ”Menyusul ayah saya.” ”O.” ”Ayah saya tugas di Jakarta. Di Kedutaan Mesir di Jakarta.” ”O. Di bagian apa?” ”Atase Politik.” ”Kalau boleh tahu siapa nama beliau?” ”Namanya baru saja Anda baca. Tertulis di koran yang ada di tangan Anda.” Azzam mengerutkan dahi ”Prof. Sa’duddin Zifzaf maksud Nona?” Tanyanya untuk memastikan. ”Ya.” ”Benarkah?” ”Ya. Benar.” 449 ”Ini. Yang nulis di Ahram ini?” Tanya Azzam sambil memperlihatkan opini yang tertulis di koran itu. Di bawah judul tertulis nama Prof. Dr. Sa’duddin Zifzaf.” Gadis itu mengangguk dan tersenyum. ”Ya itu yang menulis ayahku.” ”Kalau begitu salam ya untuk beliau. Saya penggemar berat tulisan-tulisan beliau. Kalau boleh tahu siapa nama Nona?” ”Sara. Lengkapnya Sara Sa’duddin Zifzaf.” Azzam tiba-tiba merasa sangat beruntung. Jika ia bisa berkenalan dengan Prof. Dr. Sa’duddin Zifzaf tentu ia merasa lebih beruntung lagi. Pramugari mengumumkan pesawat akan segera terbang. Para penumpang diminta memasang sabuk pengaman. Tak lama kemudian pesawat itu mulai berjalan. Sara memejamkan mata, kedua tangannya menengadah. Ia berdoa. Azzam memperhatikan sekilas. Ia mendengar suara anak Prof. Sa’duddin itu membaca doa safar. Azzam tersadar, ia juga harus berdoa, sebentar lagi ia akan melakukan perjalanan panjang. Pulang ke Indonesia. Bertemu dengan Husna, Lia, Sarah dan ibundanya tersayang. Tiba-tiba ia didera rasa rindu dan haru teramat dalam. Setelah sembilan tahun lebih di perantauan ia akhirnya akan segera pulang. ”Kalau Anda mau, nanti di Jakarta aku kenalkan dengan ayahku.” Ucap Sara usai berdoa. Azzam masih menunduk dan memejamkan mata. Ia masih larut dalam doanya. Pesawat 450 berjalan semakin kencang. Dan akhirnya terbang meninggalkan tanah Mesir. Azzam merasakan hatinya bergetar. Ketika pesawat telah mengangkasa beberapa saat lamanya awak pesawat mengumumkan sabuk pengaman boleh dilepas. Pesawat berjalan dengan stabil dan tenang. Azzam kembali melanjutkan membaca koran. Para pramugari mulai sibuk membagi makanan dan minuman. Di antara deru mesin pesawat Azzam mendengar seseorang memanggilnya pelan. ”Mas lrul.” Ia menoleh ke samping kanan. Eliana. Eliana berdiri di samping kanannya. ”E...ya.” ”Mas Irul. Mas Irul pindah ke kursi di samping saya ya. Nomor 15 F. Saya sudah bilang pada orang samping saya itu untuk bisa tukar kursi dengan Mas Irul. Saya ingin banyak bercerita pada Mas Irul. Bagaimana Mas?” Azzam tidak langsung menjawab, ya. Ia menoleh ke gadis Mesir di sampingnya. Gadis itu sedang membaca majalah yang disediakan pesawat. Saat Azzam ragu Eliana terus mendesak. Akhirnya Azzam mengangguk dengan hati berdebar. Ia tak kuasa menolak permintaan Putri Pak Dubes itu. Ia tidak menemukan alasan kuat untuk menolaknya. Saat berjalan ke arah 15 F mengikuti Eliana, Azzam sempat berdoa dalam hati, ”Ya Allah jagalah hamba-Mu yang lemah ini.” 451 Bersambung ke... ’KETIKA CINTA BERTASBIH 2” Buku pertama dari dwilogi Ketika Cinta Bertasbih ini mulai ditulis di Singopuran Kartasura, Rabu 20 Juli 2005, tengah malam. Alhamdulillah selesai ditulis di Candiwesi Salatiga, Jumat, 22 September 2006, waktu Dhuha. 452 PROFIL PENULIS HABIBURRRAHMAN EL SHIRAZY, lahir di Semarang, pada hari Kamis, 30 September 1976. Sastrawan muda yang oleh wartawan majalah Matabaca dijuluki ”Si Tangan Emas” karena karya-karya yang lahir dari tangannya dinilai selalu fenomenal dan best seller ini, memulai pendidikan menengahnya di MTs Futuhiyyah 1 Mranggen sambil belajar kitab kuning di Pondok Pesantren Al Anwar, Mranggen, Demak di bawah asuhan KH. Abdul Bashir Hamzah. Pada tahun 1992 ia merantau ke Kota Budaya Surakarta untuk belajar di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) Surakarta, lulus pada tahun 1995. Setelah itu melanjutkan pengembaraan intelektualnya ke Fak. Ushuluddin, Jurusan Hadis, Universitas Al-Azhar, Cairo dan selesai pada tahun 1999. Telah merampungkan Postgraduate Diploma (Pg.D) S2 di The Institute for Islamic Studies in Cairo yang didirikan oleh Imam Al-Baiquri (2001). Profil diri dan karyanya pernah menghiasi beberapa koran dan majalah, baik lokal maupun nasional, seperti Jawa Pos, Koran Tempo, Solopos, Republika, Suara Merdeka, Annida, Saksi, Sabili, Muslimah, Tempo, Majalah Swa dll. Kang Abik — demikian novelis muda ini biasa dipanggil adikadiknya— semasa di SLTA pernah menulis naskah teatrikal puisi berjudul ”Dzikir Dajjal”sekaligus menyutradai pementasannya bersama Teater Mbamburtg di Gedung Seni Wayang Orang Sriwedari Surakarta (1994). Pernah meraih Juara II lomba menulis artikel seMAN I Surakarta (1994). Pernah menjadi pemenang I dalam lomba baca puisi relijius tingkat SLTA se-Jateng (diadakan oleh panitia Book Fair’94 dan ICMI Orwil Jateng di Semarang, 1994). Pemenang I lomba pidato tingkat remaja se-eks Karesidenan Surakarta (diadakan oleh Jamaah Masjid Nurul Huda, UNS Surakarta, 1994). Kang 453 Abik juga pemenang I lomba pidato bahasa Arab se-Jateng dan DIY yang diadakan oleh UMS Surakarta (1994). Ia juga peraih Juara I lomba baca puisi Arab tingkat Nasional yang diadakan EVLABA UGM Jogjakarta (1994). Pernah mengudara di radio JPI Surakarta selama satu tahun (1994-1995) mengisi acara Syarhil Quran setiap Jumat pagi. Pernah menjadi pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-Jateng yang diadakan oleh Kanwil P dan K Jateng (1995) dengan judul tulisan, Analisis Dampak Film Laga Terhadap Kepribadian Remaja. Ketika menempuh studi di Cairo, Mesir, Kang Abik pernah memimpin kelompok kajian MISYKATI (Majelis Intensif Studi Yurisprudens dan Kajian Pengetahuan Islam) di Cairo (1996-1997). Pernah terpilih menjadi duta Indonesia untuk mengikuti ”Perkemahan Pemuda Islam Internasional Kedua” yang diadakan oleh WAMY (The World Assembly of Moslem Youth) selama sepuluh hari di kota Ismailia, Mesir (Juli 1996). Dalam perkemahan itu, ia berkesempatan memberikan orasi berjudul ”Tahqiqul Amni Was Salam Fil ^Alam Bil Islam ” (Realisasi Keamanan dan Perdamaian di Dunia dengan Islam). Orasi tersebut terpilih sebagai orasi terbaik kedua dari semua orasi yang disampaikan peserta perkemahan berskaIa internasional tersebut. Pernah aktif di Majelis Sinergi Kalam (Masika) ICMI Orsat Cairo (1998-2000). Dan pernah menjadi koordinator sastra Islam ICMI Orsat Cairo selama dua periode (1998-2000 dan 2000-2002). Sastarawan muda ini juga pernah dipercaya untuk duduk dalam Dewan Asaatidz Pesantren Virtual Nahdhatul Ulama yang berpusat di Cairo. Dan sempat memprakarsai berdirinya Forum Lingkar Pena (FLP) dan Komunitas Sastra Indonesia (KSI)di Cairo. Selain itu, Kang Abik, telah menghasilkan beberapa naskah drama dan menyutradarai pementasannya di Cairo, di 454 antaranya: Wa Mama (1999), Sang Kyai dan Sang Durjana (gubahan atas karya Dr. Yusuf Qardhawi yang berjudul ’Alim Wa Thaghiyyah, 2000), Darah Syuhada (2000). Tulisannya berjudul, Membaca Insaniyyah al Islam terkodifikasi dalam buku Wacana Islam Universal (diterbitkan oleh Kelompok Kajian MISYKATI Cairo, 1998). Berkesempatan menjadi Ketua Tim Kodifikasi dan Editor Antologi Puisi Negeri Seribu menara ”NAFAS PERADABAN” (diterbitkan oleh ICMI Orsat Cairo, 2000). Kang Abik, telah menghasilkan beberapa karya terjemahan, seperti Ar-Rasul (GIP, 2001), Biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP, 2002), Menyucikan Jiwa (GIP, 2005), Rihlah Ilallah (Era Intermedia, 2004), dll. Cerpen cerpennya termuat dalam antologi Ketika Duka Tersenyum (FBA, 2001), Merah di Jenin (FBA, 2002), Ketika Cinta Menemukanmu (GIP, 2004) dll. Sebelum pulang ke Indonesia, di tahun 2002, Kang Abik diundang oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia selama lima hari (1-5 Oktober) untuk membacakan puisipuisinya berkeliling Malaysia dalam momen KuaIa Lumpur World Poetry Reading Ke-9, bersama penyairpenyair dunia lainnya. Puisinya juga termuat dalam Antologi Puisi Dunia PPDKL (2002) dan Majalah Dewan Sastera (2002) yang diterbitkan Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia dalam dua bahasa, Inggris dan Melayu. Bersama penyair dunia yang lain, puisi Kang Abik juga dimuat kembali dalam Imbauan PPDKL (1986-2002) yang diterbitkan oleh Dewan Bahasa dan Pustaka Malaysia (2004). Pada medio pertengahan Oktober 2002, Kang Abik tiba di Tanah Air, saat itu juga, ia langsung diminta menjadi kontributor penyusunan Ensiklopedi Intelektualisme Pesantren; Potret Tokoh dan Pemikirannya, (terdiri atas tiga jilid dan 455 diterbitkan oleh Diva Pustaka Jakarta, 2003). Mengikuti panggilan jiwa, antara tahun 2003 hingga 2004, Kang Abik memilih mendedikasikan ilmunya di MAN I Jogjakarta. Selanjutnya, sejak tahun 2004 hingga tahun 2006 ini, Kang Abik tercatat sebagai dosen di Lembaga Pengajaran Bahasa Arab dan Islam Abu Bakar Ash Shiddiq UMS Surakarta. Selain menjadi pernah dosen di UMS Surakarta, kini Kang Abik sepenuhnya mendedikasikan dirinya di dunia dakwah dan pendidikan lewat karya-karyanya, lewat Pesantren Karya dan Wirausaha BASMAIA INDONESIA, yang sedang dirintisnya bersama sang adik tercinta, Anif Sirsaeba dan budayawan kondang Prie GS di Semarang, dan lewat wajihah dakwah lainnya. Berikut ini adalah beberapa karya Kang Abik, yang telah terbit di Indonesia dan Malaysia dan menjadi karya fenomenal, bahkan megabestseller di Asia Tenggara, antara lain: Ayat Ayat Cinta, Pudarnya Pesona Cleopatra, Di Atas Sajadah Cinta, Ketika Cinta Bertasbih dan Dalam Mihrab Cinta. Kini sedang merampungkan Dari Sujud ke Sujud, Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening dan Bulan Madu di Yerussalem. Sastrawan muda yang kini sering diundang di forumforum nasional maupun internasional ini masih duduk di Pengurus Pusat Forum Lingkar Pena. Dan untuk mendulang manfaat sastrawan yang dinobatkan oleh INSANI UNDIP sebagai Novelis No. 1 Indonesia ini, membuka komunikasi dan silaturrahim kepada sidang pembaca lewat e-mail: kangabik@yahoo.com. 456 mjbookmaker by: http://jowo.jw.lt