Sebuah Biografi Dan Studi Analisis tentang Permulaan Sejarah Islam Sepeninggal Nabi Oleh Muhammad Husain Haekal Diterjemahkan dari bahasa Arab oleh Ali Audah Cetakan ketiga eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. nurulkariem@yahoo.com mjbookmaker by: http://jowo.jw.lt Dr. Muhammad Husain Haekal, Ph.D., dengan izin Penerbit Dar al- Maaref, 119 Corniche, Cairo, Egypt, dan atas persetujuan ahli waris, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal, kepada penerjemah. Diterjemahkan oleh Ali Audah. Cetakan pertama, 1995. Cetakan kedua, 2001. Cetakan ketiga, 2003. Diterbitkan oleh PT. Pustako Utera AntarNusa, Jl. Arzimar III, blok B/7A, tel. (0251) 370505, fax. (0251) 380505, Bogor 16152. Jl. STM Kapin no. 11, tel. (021) 86905252, (021) 86902033, fax. (021) 86902032, Kalimalang-Pondok Kelapa, Jakarta 13450. Hak Cipta Dilindungi Undang-undang Nomor 7/1987. ISBN 979-8100-29-8 Anggota IKAPI. Setting: Litera AntarNusa. Perancang cover: Ummi Vision, Jakarta. Dicetak dan binding oleh PT. Mitra Kerjaya Indonesia, Jl. STM Kapin no. 11, tel. (021) 86905253, 86905254, 86902033, fax. (021) 86902032, Kalimalang-Pondok Kelapa, Jakarta 13450. Judul asli (As-Siddiq Abu Bakr), cetakan ke-8, oleh Selesai menerjemahkan buku Dr. Haekal Sejarah Hidup Muhammad terpikir akan saya teruskan dengan menerjemahkan As-Siddiq Abu Bakr oleh pengarang yang sama sebagai lanjutannya. Bahkan sudah saya rencanakan juga untuk melanjutkan dengan biografi-biografi khulafa rasyidun yang lain: Al-Faruq 'Umar dan 'Usman bin 'Affan. Tampaknya sebelum Dr. Haekal scmpat menulis biografi Khalifah keempat, Ali bin Abi Talib, bahkan belum sempat menyelesaikan biografi Usman ini, ajal sudah mendahuluinya, seperti disebutkan dalam pengantar 'Usman bin Affan yang ditulis oleh putra almarhum, Dr. Ahmad Muhammad Husain Haekal. Tetapi karena kesibukan yang saya hadapi waktu itu, rencana ini selalu tertunda. Selang beberapa tahun kemudian, saya berusaha hendak menyisihkan waktu untuk menerjemahkan As-Siddiq Abu Bakr, tetapi setelah pekerjaan itu saya mulai, dan sudah hampir setengahnya selesai, tak kurang pula kesibukan lain datang silih berganti. Dalam waktu hampir bersamaan ketika itu saya sering pula mengadakan perjalanan ke luar, di samping ada "utang" lama yang harus saya selesaikan, yakni penerjemahan tafsir The Holy Qur'an, Text, Translation and Commentary oleh Abdullah Yusuf Ali. Karena desakan yang terus-menerus, tak dapat tidak pekerjaan ini pun harus saya selesaikan terlebih dulu. Alhamdulillah, setelah tafsir ini selesai — yang juga memakan waktu cukup lama — saya mendapat kesempatan melanjutkan terjemahan buku ini. Jika Allah memberi umur panjang dan kesempatan, niat dan rencana saya semula menerjemahkan Al-Faruq 'Umar dan 'Usman bin 'Affan insya Allah akan saya teruskan. Seperti halnya dalam menulis sejarah hidup Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam, dalam biografi Abu Bakr, begitu juga biografi Umar dan Usman, Dr. Haekal membuat studi analisis yang cukup mendalam, sekaligus memperkenalkan tokoh-tokoh penting lainnya yang berhubungan Catatan Penerjemah v vi erat dengan Abu Bakr. Membaca buku-buku biografi yang ditulis Dr. Haekal, kita seperti membaca sebuah novel, dengan pelukisan watak, kejiwaan dan gerak gerik para pelakunya yang cukup plastis. Penulisan biografi memang banyak dilakukan sastrawan dunia, karena biografi pada dasarnya dipandang sebagai karya sastra nyata. Demikian juga dengan Dr. Haekal sebagai sastrawan terkemuka dunia Arab, terkenal juga sebagai biografer yang punya wawasan, cermat dan punya kesabaran meneliti, kadang sampai ke soal yang sekecil-kecilnya. Dalam buku ini misalnya, seperti yang akan kita lihat, ia tidak sekadar mcnulis biografi, tetapi juga peranan dan jasa Abu Bakr dalam pengumpulan Qur'an dan konsepnya tentang negara dan pemerintahan Islam masa itu, sangat menarik. Kadang ia merasa curiga terhadap pendapat-pcndapat yang sudah mapan, lalu membongkarnya dan menyajikannya kembali dalam hasil yang baru samasekali. Banyak pelajaran yang dapat kita peroleh; bagaimana kader-kader yang dibentuk Rasulullah itu dengan hasil yang begitu cemerlang; bagaimana disiplin yang diajarkan Nabi merasuk ke hati sahabat-sahabatnya; bagaimana Abu Bakr, Umar, Khalid sebagai jenderal yang berjaya dan yang lain, tunduk penuh disiplin kepada Nabi, dan kemudian kepada pcnggantinya. Setelah Nabi wafat ajaran itu melckat pada Abu Bakr dan sahabat-sahabat yang lain, dengan disiplin yang tinggi dalam segala hal, yang kemudian menjadi teladan yang sangat indah. Ini antara lain yang juga diungkapkan dalam buku-buku Haekal. Alangkah besarnya Abu Bakr sebagai pengganti Nabi dan pemimpin umat, alangkah beratnya tanggung jawab yang haras dipikulnya! Itulah semua yang telah dengan baik diperlihatkan pengarang kepada kita. Dr. Haekal dengan gaya bahasanya yang khas sebagai novelis, penulis cerita pendek dan kritikus sastra terkemuka, lalu sebagai biografer, punya daya tarik tersendiri yang banyak memikat pembaca, dan ini pula yang ingin saya usahakan sedapat mungkin "menerjemahkannya" dengan pendekatan terjemahan harfiah, tanpa mengurangi syarat-syarat yang berlaku dalam sistem penerjemahan umumnya, kendati saya menyadari juga bahwa gaya bahasa seseorang memang tak mungkin ditcrjemahkan. Semoga usaha ini ada manfaatnya, dan hanya kepada Allah juga kita memohonkan taufik dan hidayah-Nya. ALI AUDAH Catatan Penerjemah v Daftar Isi vii PRAKATA xvii Nabi memilih Abu Bakr dalam hijrah dan salat — xvii; Sebuah studi tentang kedaulatan Islam — xviii; Kenapa dimulai dari biografi Abu Bakr — xix; Kebesarannya — xx; Pandangan yang jauh dan tepat — xxi; Ciri khas masa Abu Bakr — xxii; Mengatasi kesulitan — xxii; Pemberontakan dan Perang Riddah — xxiii; Pengaruh kemenangan Perang Riddah — xxiv; Hubungan kebesarannya sebagai Khalifah dengan kebesarannya sebagai Sahabat — xxv; Teladan yang telah mengilhaminya — xxvi; Kekuatan rohani pada iman — xxvii; Suatu kenyataan sosial setelah kenyataan rohani — xxviii; la sadar dan yakin, Islam agama persamaan — xxviii; Pada dasamya Islam kedaulatan sejagat — xxx; Apa penyebab jatuhnya kedaulatan Islam? — xxx; Saya tertarik menulis sejarah Abu Bakr — xxxi; Kacaunya sumber para ahli sejarah dapat dimaklumi — xxxii; Contoh kacaunya referensi — xxxiii; Sulit mengikuti peristiwa dalam urutan waktu — xxxiii; Juga dalam urutan geografi — xxxiv; Hanya sedikit sumber yang menyinggung peranan Abu Bakr — xxxiv; Tugas kekhalifahannya tidak kurang dari persahabatannya — xxxvi; Pengaruh kacaunya sumber pada para sejarawan — xxxvi; Usaha Orientalis dan sejarawan Islam — xxxvii; Harapan — xxxviii. 1. ABU BAKR PADA MASA NABI 1 Masa kecil dan terbatasnya berita—1; Kabilahnya dan kepemimpinannya — 1; Nama dan julukannya — 2; Masa mudanya — 3; Perawakan dan perangainya — 3; Kecintaannya pada Mekah dan hubungannya dengan Muhammad — 4; Menerima dakwah tanpa ragu dan sebabnya— 5; Keberaniannya menerima Islam dan menyiarkannya — 6; Abu Bakr orang pertama yang memperkuat Daftar Isi viii viii agama — 7; Melindungi golongan lemah dengan hartanya — 8; Peranan sebagai semenda Nabi — 8; Sikapnya mengenai kisah Isra — 9; Tugasnya sesudah Isra— 11; Usaha mencegah gangguan Kuraisy—12; Bersiap-siap, kemudian hijrah—13; Apa penyebab ketakutan Abu Bakr ketika dalam gua?—14; Apa artinya pengorbanan raja-raja dan para pemimpin dibandingkan dengan pengorbanan Rasulullah— 15; Abu Bakr di Medinah — 16; Terserang demam— 16; Kemarahan Abu Bakr— 17; Kekuasaan iman pada Abu Bakr— 18; Ketika Rasulullah di Badr — 19; Abu Bakr di Badr— 19; Kebenaran dan kasih sayang menyatu dalam dirinya — 20; Sikapnya terhadap tawanan Badr — 20; Arah hidupnya sesudah Badr — 21; Abu Bakr dan Umar, pembantu Rasulullah — 22; Dalam perang Uhud — 22; Sikapnya di Hudaibiyah — 23; Kekuatan Muslimin dan mengalirnya para utusan — 24; Bersinarnya cahaya Islam — 24; Abu Bakr memimpin jamaah haji — 25; Haji Perpisahan dan keberangkatan Usamah — 25; Abu Bakr memimpin salat — 25. 2. PELANTIKAN ABU BAKR Muslimin terkejut karena kematian Rasulullah — 28; Peranan Abu Bakr ketika Nabi wafat—28; Satu segi dari kejivvaannya — 29; Kekuatan jiwa dan pandangannya yang jauh ke hari depan — 30; Sesudah Rasulullah, di tangan siapakah pimpinan umat — 30; Kemarahan Ansar kepada Muhajirin — 31; Ansar dan pembebasan Mekah — 32; Ansar di Saqifah Banu Sa'idah — 32; Pidato Sa'd di hadapan kaum Ansar — 33; Kelemahan pertama — 34; Umar dan Abu Ubaidah tentang kekbalifahan — 35; Pertemuan Saqifah dan bahaya yang mengancam — 37; Abu Bakr mulai dengan serangan damainya — 38; Pidato Abu Bakr yang pertama kepada Ansar — 38; Jawaban Ansar kepada Abu Bakr — 40; Memasuki situasi yang serba sulit — 41; Abu Ubaidah turun tangan— 42; Suara Basyir bin Sa'd — 42; Umar dan Abu Ubaidah melantik Abu Bakr — 43; Baiat Saqifah oleh Aus dan Khazraj — 44; Sa'd menolak — 44; Sesudah baiat Saqifah — 45; Baiat Umum dan pidato Abu Bakr yang pertama — 47; Masih adakah yang belum memberikan ikrar dari Muhajirin? — 47; Menurut sumber Ya'qubi — 47; Pertemuan di rumah Fatimah putri Rasulullah— 48; Sebab-sebabnya Ali terlambat membaiat — 49; Abu Bakr dikukuhkan secara aklamasi — 50; Sumber jalan tengah — 51; Pendapat sekitar sikap Banu Umayyab — 51; Abbas dan Fatimah menuntut warisan — 52; Alasan mereka yang berpendapat tentang tertundanya baiat—53; Tak ada yang menentang Abu Bakr sebagai Khalifah — 54; Kekhalifahan pada masa-masa kekuasaan Arab — 55; Sistem pemerintahan dalam Islam — 55. 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 57 Perbedaan pendapat Muhajirin dengan Ansar di Medinah — 57; Penduduk Mekah bersiap-siap murtad — 57; Sikap Saqif di Ta'if—58; Kabilah-kabilah yang lain — 58; Faktpr-faktor yang mendorong pergolakan — 59; Faktor-faktor penyebab murtadnya masyarakat Arab — 60; Faktor-faktor asing — 60; Logika kaum murtad dan mereka yang menolak menunaikan zakat —61; Nabinabi palsu bermunculan — 62; Aswad yang mendakwakan diri nabi — 62; Yaman sebelum pergolakan Ansi — 63; Beberapa faktor penyebab pergolakan— 65; Sikap Rasulullah menghadapi ulah Aswad—66; Panglima, menteri dan istri Aswad — 66; Berkomplot hendak menghancurkan Aswad — 67; Istrinya terlibat dalam komplotan dan terbunuhnya Aswad — 68; Terbunuhnya Aswad — 68; Seluruh daerah selatan dibakar api pemberontakan — 69; Musailimah bin Habib di Yamamah — 70; Siasat Rasulullah menghadapi pergolakan — 70; Menunggu kesempatan — 71; Membangkitkan semangat atas nama agama — 72; Faktor regional salah satu penyebabnya — 72; Pengaruh pergolakan Aswad di negeri-negeri sekitar Yaman — 73; Pendapat kalangan Orientalis dan sebabnya — 74; Pengaruh unsur asing dalam menyulut pergolakan — 74. 4. PENGIRIMAN PASUKAN USAMAH 76 Perintah pertama oleh Khalifah Pertama—76; Pesan Rasulullah kepada Usamah — 77; Kecintaan Nabi kepada Usamah — 77; Abu Bakr bertekad meneruskan pengiriman pasukan Usamah — 78; "Apa pun yang dikerjakan oleh Rasulullah akan kukerjakan" — 79; Abu Bakr melepas pasukan Usamah — 81; Pesan Abu Bakr kepada pasukan Usamah — 81; Perjalanan pasukan menuju Balqa' — 82; Abu Bakr menyambut Usamah di luar kota Medinah — 84; Pengaruh gerakan Usamah terhadap pihak Arab dan Rumawi — 85. 5. MEMBERANTAS PEMBANGKANG ZAKAT 87 Tanda-tanda pembangkangan — 87; Para kabilah yang enggan menunaikan zakat—88; Saran Umar dan sebagian sahabat tak setuju — 88; Perintah Abu Bakr kepada penduduk Medinah — 90; Pertempuran pertama di masa Abu Bakr — 90; Muslimin berbalik ke Medinah — 91; Kemenangan gemilang pagi itu juga — ix x 91; Kabilah-kabilah menunaikan zakat kepada Abu Bakr — 93; Usamah kembali dari kawasan Rumawi — 94; Sekali lagi Abu Bakr memerangi para pembangkang zakat — 95; Yang kalah bergabung dengan Tulaihah — 96; Sikap para kabilah terhadap Abu Bakr dan sebaliknya — 97. 6. PERSIAPAN PERANG RIDDAH 98 Membagi brigade untuk memerangi kaum murtad — 98; Abu Bakr di Medinah, markas komando tertinggi — 99; Memilih komandan brigade dari kalangan Muhajirin—100; Abu Bakr tak dapat diragukan— 100; Brigade Khalid bin Walid— 101; Khalid bin Walid panglima genius dan Pedang Allah — 102; Gerakan damai sebelum Perang Riddah—103; Surat Abu Bakr kepada kaum murtad— 104; Kesungguhan Abu Bakr dalam gerakan damainya— 105; Politik Abu Bakr: sebuah analisis tentang keteguhan hatinya— 105; Perang Riddah sangat menentukan hidupnya Islam— 106. 7. TULAIHAH DAN EKSPEDISI BUZAKHAH 108 Tulaihah mendakwakan diri nabi— 108; Dugaan Tulaihah menerima wahyu—109; Perintah Muhammad memerangi kaum murtad— 110; Politik Abu Bakr memecah-belah Tayyi' dengan sekutu-sekutunya— 112; Tayyi' melepaskan diri dari Tulaihah dan kembali kepada Islam—112; Tulaihah gigih mengadakan perlawanan—113; Tayyi' memerangi Qais—115; Hancurnya Tulaihah dan pasukannya. Lari ke Syam dan kembali kepada Islam— 116; Khalid terus menumpas kaum murtad dan pembangkang— 116; Sebabnya sisa-sisa kaum murtad bertahan — 117; Sikap keras Khalid terhadap para pembunuh Muslimin — 119; Abu Bakr membenarkan tindakan Khalid— 119; Abu Bakr melindungi para tawanan yang dibawa ke Medinah— 120; Kisah tentang Qurrah bin Hubairah dan Alqamah bin Ulasah — 120; Sisa-sisa pasukan yang bergabung kepada Umm Ziml — 122; Siapa Umm Ziml— 123; Khalid memerangi Umm Ziml — 123; Kaum murtad setelah hancurnya Tulaihah dan pengikutpengikutnya— 124. 8. SAJAH DAN MALIK BIN NUWAIRAH 126 Banu Tamim dan perkampungannya— 126; Keberatan menunaikan zakat pada masa Nabi— 126; Kedatangan Sajah kepada Tamim— 127; Sebab kedatangan Sajah dari utara Irak— 128; Sikap Banu Tamim terhadap Islam setelah kedatangan Sajah — 128; Sajah dan Malik bin Nuwairah— 129; Hancurnya Sajah di xi Nibaj — 130; Berangkat ke Yamamah— 131; Perkawinan Musailimah dengan Sajah— 131; Dua sembahyang dicabut untuk kaumnya sebagai maskawin— 131; Tentang Sajah yang aneh — 132; Malik setelah hancurnya Tulaihah— 133; Khalid memutuskan akan ke Butah dan sikap Ansar— 133; Malik bin Nuwairah menasihati kaumnya agar kembali kepada Islam — 134; Pasukan Khalid membawa Malik— 134; Terbunuhnya Malik dan ceritacerita di sekitar ini—135; Terbunuhnya Malik dan kaumnya karena salah paham— 135; Dialog Malik dengan Khalid— 136; Mempertalikan pembunuhan Malik dengan Khalid yang mengawini istrinya— 137; Sikap Laila tentang dialog Malik dengan Khalid— 137; Kemarahan Abu Qatadah al-Ansari— 138; Percakapan Abu Qatadah dengan Abu Bakr— 138; Umar bin Khattab mendukung Abu Qatadah di depan Khalifah— 139; Kemarahan Umar atas perbuatan Khalid— 139; Sikap Umar terhadap Khalid setelah menjadi Khalifah— 140; Mutammam setelah pembunuhan saudaranya— 141; Perbedaan pendapat Abu Bakr dengan Umar — 142; Pendapat Umar dan alasannya— 142; Pendapat Abu Bakr dan alasannya— 142; Perintah Abu Bakr kepada Khalid— 143. 9. EKSPEDISI YAMAMAH 145 Pasukan yang diperbantukan kepada Khalid— 145; Kekuatan Musailimah dan sebab-sebabnya— 146; Bagaimana Musailimah jadi makin kuat?— 147; Nahar dan tipu dayanya— 148; Tulaihah an-Nimari menjadi pengikut Musailimah— 149; Khalid berangkat ke Yamamah—149; Satuan Mujja'ah dihabisi oleh Khalid—150; Mujja'ah sebagai sandera—150; Pasukan Musailimah di Aqraba' — 151; Peristiwa yang menentukan dalam sejarah Islam— 151; Anak Musailimah membakar semangat Banu Hanifah— 151; Muslimin mundur dan pasukan Musailimah memasuki kemah Khalid— 152; Semangat agama bangkit dalam kalbu pasukan Muslimin—153; Yang ingin mati syahid— 154; Pasukan Musailimah putus asa— 154; Khalid membuat muslihat untuk membunuh Musailimah— 155; Berlindung dalam kebun—156; Bara' memanjat tembok— 156; Muslimin menyerbu kebun—157; Kematian Musailimah— 157; Mujja'ah menunjukkan mayat Musailimah— 158; Khalid meneruskan perjuangan— 158; Perdamaian Khalid-Mujja'ah— 159; Surat Abu Bakr kepada Khalid— 160; Jumlah korban di pihak Banu Hanifah— 161; Jumlah korban di pihak Muslimin— 161; Kesedihan Muslimin di Mekah dan di Medinah— 162; Kemarahan Abu Bakr—163. xii 10. BEKAS PERANG RIDDAH 165 Daerah-daerah yang kembali kepada Islam—165; Pembangkangan di selatan Semenanjung— 166; Pengaruh Persia di negeri- negeri yang bergolak— 167; Menghadapi kaum murtad di Bahrain— 168; Permulaan murtad di Bahrain— 169; Abu Bakr mengutus kembali Ala' bin Hadrami— 169; Kisah tentang Dahna' dan mukjizat Allah—170; Serangan Muslimin dan kaum murtad silih berganti — 171; Menyeberang lautan dan menumpas pembangkang— 172; Memerangi kaum murtad di Oman — 173; Muslimin mendapat kemenangan di Oman — 174; Memerangi kaum murtad di Mahrah — 175; Memerangi kaum murtad di Yaman— 176; Pergolakan bertambah karena beberapa faktor — 176; Para pemberontak Yaman setelah matinya Aswad— 177; Faktor kedua pertentangan ras— 178; Qais menghendaki Yaman untuk bangsa Yaman — 178; Dazuweh dibunuh— 179; Qais terusir dari San'a— 180; Faktor ketiga, permusuhan lama Hijaz- Yaman — 180; Perjalanan Ikrimah dan Mujahid ke Yaman— 181; Abu Bakr memaafkan Qais dan Amr— 182; Kenapa Abu Bakr membela orang Persia daripada orang Arab— 183; Memerangi kaum murtad di Kindah dan Hadramaut— 183; Bagaimana Muhajir memerintah Kindah?— 184; Siasat Ziyad dan ketegasannya— 184; Ikrimah dan Muhajir bertemu di Ma'rib—185; Benteng Nujair dikepung dan diduduki—186; Pengkhianatan Asy'as— 186; Abu Bakr memaafkan Asy'as— 187; Menumpas pemberontakan di negeri Arab— 188; Cerita perkawinan Ikrimah dengan putri Nu'man— 189. 13. PERSIAPAN KE ARAH PERLUASAN DAN KEDAULATAN ISLAM 191 Perbatasan utara negeri-negeri Arab— 191; Kerajaan Banu Gassan dan kerajaan Hirah— 192; Kabilah-kabilah di selatan berpindah ke pedalaman Syam—194; Hubungan orang Arab yang merantau ke Syam dengan Persia dan Rumawi—195; Mempertahankan ciri-cirinya sendiri— 195; Jazimah al-Abrasy menguasai Furat bagian barat — 197; Uzainah bin as-Samaiza' — 197; Persiapan Arab di Irak dan Syam ke arah perluasan Islam— 198; Pemerintahan otonomi raja-raja Hirah di bawah Persia—199; An-Nu'man Agung—199; Sikap Arab terhadap agama-agama Majusi dan Nasrani — 201; Mengapa Arab cenderung beragama Nasrani? — 202; Keterikatan orang Arab dengan kebebasan — 203; Banu Lakhm dan Banu Gassan berada di puncak kejayaannya — 203; Raja Hirah yang terakhir — 205; Banu Gassan, samxiii pai akhir kekuasaannya — 206; Persia dan Rumawi setelah hancurnya kekuasaan Barat — 207; Sikap Abu Bakr tentang Persia dan Rumawi — 208; Pikiran Abu Bakr setelah perang Riddah — 209; Serangan kepada Rumawi suatu risiko besar — 210; Al- Musanna bin Harisah maju ke Irak — 211; Kekacauan di Persia— 212; Kedatangan Musanna ke Medinah — 213; Irak tak kurang indahnya dari Syam — 213; Pendapat Khalid bin Walid untuk memasuki Irak — 215; Sumber lain mengenai pembebasan Irak —216. 12. PEMBEBASAN IRAK 218 Perintah-perintah Abu Bakr mengenai penduduk Irak — 219; Persiapan pasukan Khalid ke Irak — 219; Ormizd penguasa kota pelabuhan — 220; Khalid membagi pasukannya menjadi tiga satuan — 221; Ekspedisi Kazimah dan kemenangan Khalid — 221; Ekspedisi Kazimah dan kemenangan Khalid melawan Persia— 222; Benteng perempuan — 223; Dampaknya dalam hati pasukan Muslimin — 223; Persia bersiap-siap menyerang al-Mazar — 224; Khalid dalam ekspedisi Mazar — 225; Khalid dalam perang Mazar — 225; Persiapan Persia untuk menyerang Walajah — 227; Kemenangan pasukan Muslimin di Walajah — 228; Persiapan menyerbu Ullais — 228; Sungai Darah — 230; Pengaruh perang Ullais terhadap Persia — 232; Persiapan memasuki Hirah — 234; Khalid di istana Khawarnaq — 234; Penduduk Hirah setuju dengan jizyah — 236; Khalid menjadikan Hirah markas komandonya — 238; Persetujuan dengan daerah-daerah di dekat Hirah — 239; Kegelisahan raja Persia — 239; Menantang raja Persia dan para gubernurnya — 240; Khalid bergerak dan menguasai Anbar — 241; Ketegasan Khalid menghadapi perlawanan — 242; Khalid, cepat-cepat bertolak ke Dumat al-Jandal —244; Khalid mengepung benteng Dumat — 246; Orang Irak menggunakan kesempatan memberontak saat Khalid tak ada—247; Khalid kembali ke Irak — 248; Khalid mencapai perbatasan Irak dan Syam — 249; Diam-diam Khalid menunaikan ibadah haji — 252. 13. ANTARA IRAK DENGAN SYAM 254 Rumawi berjaga-jaga terhadap pasukan Muslimin — 254; Terpikir hendak menyerang Syam — 255; Rumawi dan Arab di perbatasan Syam — 255; Surat pertama kepada Abu Bakr — 256; Abu Bakr meminta pendapat beberapa tokoh — 257; Pendapat Abdur-Rahman bin Auf—257; Sikap Muslimin atas seruan menyerang Syam — 258; Sikap Abu Bakr mengenai keadaan sekitarnya — 259; Kebijaksanaannya setelah Perang Riddah dan kexiv menangan di Irak — 260; Mengabdi sepenuhnya untuk kepentingan negara — 262; Faktor-faktor kemenangan dalam penilaian Abu Bakr—263; Surat Abu Bakr kepada Yaman — 264; Perjalanan tentara ke Syam — 265; Panglima pasukan Muslimin pertama ke Syam — 266; Permulaan pembebasan Syam — 268. 14. PEMBEBASAN SYAM 269 Khalid bin Sa'id memasuki perbatasan Rumawi — 269; Bala bantuan untuk Khalid — 270; Muslihat pihak Rumawi — 271; Muhajirin dan Ansar berangkat ke Syam — 274; Pasukan Muslimin di Syam — 275; Heraklius memperkuat diri di Hims — 276; Surat Abu Bakr kepada para panglimanya — 277; Abu Bakr merasa kesal dengan situasi demikian — 278; Khalid dipanggil dari Irak untuk dikirim ke Syam — 279; Khalid merasa kesal dengan adanya panggilan itu — 279; Mengapa Abu Bakr menyerahkan tugas ini kepada Khalid — 280; Pasukan Khalid untuk Syam —281; Jalan mana yang ditempuh Khalid? — 282; Khalid menyeberangi Sahara ke Syam — 283; Khalid sampai di Syam — 286; Jumlah pasukan yang berangkat bersama Khalid dari Irak — 287; Keadaan stagnasi dan bagaimana jalan keluarnya?— 289; Pidato Khalid menghadapi situasi — 290; Pertempuran hari pertama di bawah pimpinan Khalid — 291; Besarnya pasukan karena pertolongan — 292; Perang Yarmuk — 293; Pihak Rumawi bertempur mati-matian — 294; Ikrimah dan anaknya di antara para syuhada yang gugur di Yarmuk — 296; Heraklius keluar dari Hims — 296; Umar memecat Khalid sebagai panglima angkatan bersenjata — 296; Sumber lain tentang pembebasan Syam — 297; Abu Bakr mengirim Khalid ke Irak — 300; Surat Khalid kepada Abu Ubaidah — 301; Pasukan Muslimin berkumpul semua di Ajnadain — 303; Pengepungan kota Damsyik — 304; Damsyik berdamai dengan pasukan Muslimin — 304; Abu Bakr dan Khalid dalam membebaskan Irak dan Syam — 305; Sulitnya mengecek peristiwa pembebasan Syam dari segi sejarah — 305; Kedudukan Khalid setelah pemecatannya — 308; Kisah tentang Georgius dan keislamannya — 309. 15. MUSANNA DI IRAK 311 Surat-menyurat Shahriran dengan Musanna — 312; Istana Persia kembali gelisah — 313; Wasiat Abu Bakr kepada Umar mengenai Irak — 314. 16. PENGUMPULAN QUR'AN , 316 Pengaruh ekspedisi Yamamah dalam kehidupan Muslimin — 316; Umar menyarankan pengumpulan Qur'an kepada Abu Bakr — xv 317; Dialog antara Abu Bakr, Umar dan Zaid bin Sabit — 318; Sudahkah ayat-ayat yang- dikumpulkan pada masa Rasulullah dalam bentuk surah? — 320; Pendapat beberapa sejarawan didukung kaum Orientalis — 321; Yang menghimpun Qur'an di bawah bimbingan Nabi — 322; Nas-nas Qur'an memperkuat pengumpulannya berupa surah-surah pada masa Rasulullah — 324; AH bin Abi Talib dan pengumpulan Qur'an — 326; Yang menyebabkan Abu Bakr ragu — 326; Argumentasi Umar telah membuka hati Abu Bakr — 327; Beberapa pendapat tentang Qur'an dalam tujuh huruf—327; Bacaan para sahabat dibacakan di depan Nabi — 328; Kaum murtad yang diduga memalsukan Qur'an — 331; Pengumpulan Qur'an masa Usman dan sebab-sebabnya — 332; Pandangan Umar yang jujur mengenai pengumpulan Qur'an — 333; Abu Bakr lebih mengutamakan Zaid daripada Abdullah — 335; Bagaimana Zaid mencatatkan Qur'an dalam mushafnya — 336; Cara Zaid menyusun sesuai dengan cara-cara ilmiah yang berlaku sekarang — 337; Susunan surahsurah dalam mushaf yang berurutan — 338; Mengapa Usman menggabungkan Surah Anfal dengan Surah Bara'ah — 339; Abu Bakr yang paling berjasa dalam pengumpulan Qur'an —341; Pengumpulan Qur'an pekerjaan terbesar di masa Abu Bakr — 341. 17. PEMERINTAHAN ABU BAKR 343 Khalifah menurat gambaran Abu Bakr — 343; Khalifah Rasulullah dalam memimpin Muslimin dan politiknya saja—344; Khalifah terpilih — 345; Mengapa Umar memakai gelar Amirulmukminin — 345; Hubungan politik antar negeri-negeri Arab di masa Rasulullah — 346; Kesatuan agama adalah perkembangan awal dalam sistem politik — 347; Pelantikan Abu Bakr dan perkembangan sistem politik — 348; Abu Bakr berbeda pendapat dengan Umar — 349; Sistem pemerintahan dalam Islam bukan teokrasi — 351; Pemerintahan Islam terikat oleh kehendak rakyat dan oleh perintah dan larangan Allah — 351; Pemerintahan Islam berada di bawah pengawasan umat Islam — 352; Pemerintahan Islam bukan aristokrasi — 353; Pemerintahan Abu Bakr adalah pemerintahan Syura — 353; Pemerintah Abu Bakr merintis kesatuan politik — 354; Kedaulatan Islam dan dasar yang menjadi landasannya — 355; Dasarnya kebebasan berkeyakinan — 356; Perbedaan kedaulatan Islam dengan kedaulatan lain — 357; Sebabnya membiarkan pemerintahan tanpa beraturan pada masa Abu Bakr — 358; Masih dalam pengaruh keadaan perang — 359; xvi Berkembangnya pemerintahan Islam demikian di masa Abu Bakr — 360; Perkembangannya selama berabad-abad kemudian — 361; Pengaruh orang-orang asing dalam menyusun pemerintahan di dunia Islam — 361. 18. DARI SAKIT SAMPAI WAFATNYA 363 Prestasi Abu Bakr —363; Tuduhan bahwa ia mati diracun — 364; Mengenai sakit dan wafatnya. menurut Aisyah — 364; Mengapa Abu Bakr menunjuk pengganti padahal Rasulullah tidak melakukannya—365; Banyak yang menentang pencalonan Umar — 367; Abu Bakr mengembaUkan harta baitiilmal yang dipakainya — 371; Sebuah eulogi (pujian duka) oleh Ali bin Abi Talib — 375; Eulogi oleh Aisyah Ummulmukminin — 376; Pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan Islam — 377; Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Abu Bakr — 379. PENUTUP. 380 Transisi budaya, suatu keharusan — 380; Kebangkitan suatu umat, kemenangannya terhadap Persia dan Rumawi — 382; Faktorfaktor yang merusak dalam sejarah Persia — 383; Dalam sejarah Rumawi — 384; Apa yang diharapkan dunia ketika itu — 385; Tugas Nabi di Semenanjung Arab — 387; Islam memikat perhatian orang — 389; Mengapa Allah memilih Nabi-Nya dari Semenanjung Arab? — 389; Abu Bakr dan kematangan rohaninya — 391; Islam mengajak kepada cita-cita luhur dan perdamaian — 393; Mengapa Abu Bakr mendorong Muslimin berperang? — 393; Menilai kenyataan dari naluri manusia — 395; Perkembangan kesadaran rohani manusia menuju kematangan — 395; Pengaruh Islam terhadap majunya kesadaran rohani — 396. Sebuah Penghargaan dan Terima Kasih 401 Kepustakaan 403 Transliterasi 405 Indeks 407 PRAKATA Semua peristiwa sejarah dunia Islam catatannya didasarkan pada hijrah Nabi dari Mekah ke Medinah. Rahasia diambilnya peristiwa besar ini sebagai permulaan sejarah Islam, karena waktu itulah permulaan Allah memberikan kemenangan kepada Rasul-Nya dalam menghadapi mereka yang mcmerangi risalahnya di tanah suci itu. Kemudian mereka melakukan perbuatan-perbuatan makar hendak membunuhnya. Dalam hijrah itu hanya Abu Bakr sendiri saja yang menemani Rasulullah. Dalam sakitnya yang terakhir dan ketika sudah tidak kuat lagi mengimami salat, Rasulullah meminta Abu Bakr bertindak memimpin salat itu menggantikannya. la tidak ingin tempat ini dipegang oleh Umar bin Khattab. Nabi memilih Abu Bakr dalam hijrah dan salat Dipilihnya Abu Bakr menemaninya ketika hijrah dan mengimami salat menggantikannya, karena Abu Bakr Muslim pertama yang beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah, dan demi imannya itu pula dialah yang paling banyak berkorban. Sejak masuk Islam besar sekali hasratnya hendak membantu Nabi dalam berdakwah demi agama Allah dan membela kaum Muslimin. la lebih mencintai Rasulullah daripada dirinya sendiri, mendampinginya selalu dalam setiap peristiwa. Di samping itu, di samping iman yang begitu teguh akhlaknya pun sudah mendekati kesempurnaan, cintanya begitu besar kepada orang lain, paling dekat dan akrab kepada mereka. Jika demikian halnya, tidak heran bila Muslimin kemudian mengangkatnya sebagai pengganti Rasulullah. Memang, tidak heranlah dengan sikapnya itu ia membela Islam dan menyebarkan agama Allah di muka bumi ini. Dialah yang telah memulai sejarah lahirnya kedaulatan1 Islam, 1 Pengertian kedaulatan di sini dan di bagian-bagian lain dalam buku ini merupakan terjemahan kata bahasa Arab imbaraturiyah, 'sebuah kedaulatan besar, luas dan banyak jumlahnya, dengan kekuatan yang besar meliputi bcrbagai macam bangsa, golongan, ras xvii xviii ABU BAKR AS-SIDDIQ yang kemudian menyebar di timur dan di barat, ke India dan Tiongkok di Asia, ke Maroko dan Andalusia di Afrika dan Eropa, dan yang kemudian mengarahkan kebudayaan umat manusia ke suatu tujuan, yang pengaruhnya di seluruh dunia masih terasa sampai sekarang. Sebuah studi tentang kedaulatan Islam Selesai menulis kedua buku saya, Sejarah Hidup Muhammad dan Fi Manzilil-Wahy ("Di Lembah Wahyu,") terlintas dalam pikiran saya hendak mengadakan beberapa studi lagi mengenai sejarah kedaulatan Islam sejagat ini, serta sebab-sebab kebesaran dan kemundurannya. Tetapi dalam hal ini saya tergoda oleh suatu pemikiran bahwa kedaulatan Islam ini adalah hasil ajaran-ajaran dan tuntunan Nabi juga. Dalam melakukan studi sejarah Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam dan melihat hasil studi ini yang memang indah, yang sudah sepatutnya akan mcngantarkan langkah umat manusia ke arah kebudayaan yang selama ini didambakan, maka dalam mengadakan studi kedaulatan ini serta perkembangannya, lebih besar lagi hasrat kita hendak mengambil teladan dan ajaran-ajaran Rasulullah sebagai pangkal bertolak. Hal ini akan mempermudah kita memperolch pengetahuan baru mengenai kehidupan yang begitu cemcrlang dan agung. Para ahli rasanya akan lebih puas dengan apa yang pernah saya imbau agar kita lebih mendalami kenyataankenyataan psikologis di samping rohani yang terkandung di dalamnya. Ilmu pengetahuan dengan segala sarananya, dengan segala dalil yang pernah dikemukakan, belum dapat membuktikan, juga tak dapat menafikan. Padahal itu merupakan dasar kebahagiaan hidup umat manusia dan sekaligus menjadi juru kemudinya. Terdorong oleh pemikiran semacam itu, saya yakin bahwa pengenalan kita pada masa lampau dengan sendirinya akan memberikan gambaran masa depan, dan sekaligus membimbing upaya kita ke arah tujuan yang sesuai dengan kodrat kita sebagai manusia. Masa lampau, masa sekarang dan masa depan merupakan satu kesatuan yang tak tcrpisahkan. Mengenai masa lampau adalah suatu langkah untuk mencntukan diagnosis yang tepat masa sekarang serta mengatur masa yang akan datang. Sama halnya dengan pengetahuan seorang dokter mengenai masa lampau penyakit penderitanya, yakni langkah paling baik untuk membuat diagnosis serta cara pengobatannya. dan kebudayaan yang beraneka warna', (al-Mu'jam al-Kabir); imperium (Latin) atau empire (Inggris), di Rumawi kuno, kedaulatan di tangan seorang pemimpin militer tertinggi; kekuasaan tertinggi, kedaulatan mutlak, absolut, kedaulatan kekaisaran' Webster's New Twentienth Century Dictionary. — Pnj. PRAKATA xix Masa sekarang yang telah dilahirkan oleh kedaulatan Islam, dalam arti khusus meliputi semua bangsa berbahasa Arab, dan mereka yakin pula bahasa mereka mempunyai hubungan atau nasab dengan penduduk jazirah itu, dan Mesir merupakan pusat lingkaran bangsa-bangsa itu: dikelilingi oleh Palestina, Suria dan Irak di sebelah timur; Tripoli, Tunis, Aljazair dan Maroko di sebelah barat. Dalam arti umum, sekarang meliputi semua bangsa yang beragama Islam di Asia, Afrika dan Eropa. Sudah tentu studi tentang masa lampau kedaulatan Islam yang selalu mempersatukan bangsa-bangsa itu semua akan menjadi pusat perhatian bersama dan masing-masing yang melihat wajahnya ke masa empat belas abad silam itu akan tampak dalam studi ini. Dengan demikian akan kita ketahui pula faktor-faktor yang telah menyebabkan wajah itu ternoda sampai menjadi rusak, dan dengan pengetahuan itu kita akan mencarikan jalan bagaimana wajah itu hams kita kembalikan kepada keagungannya semula, kepada keindahannya yang memang begitu cemerlang. Sementara saya sedang memikirkan hal ini dan segala sesuatunya yang berhubungan dengan itu, beberapa pihak yang pernah memperlihatkan rasa simpatinya terhadap buku Hayat Muhammad (Sejarah Hidup Muhammad) mendorong saya untuk membuat juga studi mengenai biografi pengganti-penggantinya yang mula-mula, dan secara khusus menulis biografi yang menyeluruh mengenai beberapa pahlawan Islam masa itu, untuk setiap orang ditulis sebuah biografi tersendiri. Kalaupun keinginan teman-teman itu memang mcnyenangkan saya dan juga berkenan di hati, saya sungguh prihatin atas apa yang mereka harapkan itu; suatu hal yang tak akan cukup upaya untuk menyelesaikannya, dan hanya akan menjadi beban yang berat bagi mereka yang sama-sama membantu. Kenapa dimulai dari biografi Abu Bakr Biografi Umar bin Khattab misalnya, yang banyak dibicarakan orang, karena mereka melihat bahwa sejarah Umar itu adalah titik gemilang dalam wajah sejarah Islam. Dalam hal ini saya berkata dalam hati: kalau begitu kenapa tidak saya mulai dengan sejarah Abu Bakr saja, dengan membuat studi dan mengemukakannya seperti yang sudah saya lakukan dengan Sejarah Hidup Muhammad? Abu Bakr, sahabat dekat Muhammad, orang yang paling banyak berhubungan dengan dia, di samping memang orang yang paling setia dan paling banyak mengikuti ajaranajarannya. Di samping itu ia memang orang yang sangat ramah dan lembut hati, dan karena dia jugalah puluhan dan ratusan ribu Muslimin tersebar ke segenap penjuru, Juga, dengan segala kelembutannya itu dia xx ABU BAKR AS-SIDDIQ adalah Khalifah pertama. Dialah yang telah memperkuat Islam kcmbali tatkala orang-orang Arab yang murtad mencoba mau menggoyahkan sendi-sendi Islam, di samping juga dialah yang telah merintis penyebaran Islam ke luar dan merintis pula kedaulatannya. Jika terlaksana maksud saya menulis sejarah hidupnya seperti yang saya harapkan, kiranya saya sudah juga membuka jalan ke arah penulisan sejarah kedaulatan ini seluruhnya atau sebagiannya. Dengan demikian, apa yang dikehendaki Allah agar tujuan yang agung ini disampaikan, kiranya sudah saya penuhi, dan sekaligus memperlancar jalan buat mereka yang ingin meneruskan atau memulai dari pertama ke arah yang lebih sempurna. Kebesarannya Sekiranya usaha saya ini terhenti hanya pada sejarah hidup Abu Bakr saja, rasanya itu pun sudah cukup memadai dan dengan itu hati saya merasa senang juga. Untuk meyakinkan, cukup kiranya kita mengikuti apa yang terjadi pada masa Khalifah pertama itu. Apa yang diceritakan oleh para ahli sejarah mengenai kejadian-kejadian masa itu, dengan segala kebcsaran jiwanya yang kita lihat, sungguh mengejutkan kita, bahkan mengagumkan sekali, atau lebih dari itu, menimbulkan rasa hormat. Malah saya khawatir kalau sampai hal itu dapat menjurus pada pemujaan. Kita memang tidak melihat jelas-jclas pcngertian scmacam itu dalam buku-buku lama mana pun. Tetapi jalannya segala peristiwa dalam sumbcr-sumber itu, kalaupun tidak sampai menerjemahkannya bulat-bulat, setidak-tidaknya sudah memperlihatkan semua kcnyataan itu dengan jelas sekali. Laki-laki yang begitu rendah hati itu, begitu mudah tcrharu, begitu halus perasaannya, bergaul dengan ofang-orang papa, dengan mereka yang lemah — dalam dirinya terpendam suatu kekuatan yang dahsyat sekali. Dengan kemampuan yang luar biasa dalam membina tokoh-tokoh serta dalam menampilkan posisi dan bakat mereka, ia tak kenal ragu, pantang mundur. Ia mendorong mereka terjun ke dalam lapangan yang bcrmanfaat untuk kepentingan umum, menyalurkan segala kekuatan dengan kemampuan yang telah dikaruniakan Allah kepada mereka. Di manakah terpendamnya sifat genius dalam diri Abu Bakr itu selama masa Rasulullah dulu? Kcmbali ingatan saya pada sejarah Abu Bakr sebelum menjadi Khalifah. Bila saya tampilkan kembali peranannya di samping Rasulullah, maka tampak ia dengan keagungannya itu dalam warna baru sebagai lingkaran cahaya kebesaran yang seimbang ketika ia bcrada di samping PRAKATA xxi kebesaran dan keagungan Rasulullah. Tctapi semua itu baru tampak jelas di depan mata saya tatkala saya bandingkan dengan sahabat-sahabat Rasulullah yang lain serta pengikut-pengikutnya dari kalangan Muslimin. Betapa pula peranan mereka itu — di sisi kebesaran dan keagungannya — dengan peranannya pada masa risalah, dan ketika orang-orang Kuraisy begitu hebat memusuhi dan mengganggu Rasulullah, ketika tcrjadi peristiwa Isra, kemudian waktu hijrah, lalu dalam mcnghadapi intrikintrik orang-orang Yahudi di Yasrib (Medinah)?! Peristiwa-peristiwa itu saja rasanya cukup sudah untuk dijadikan dasar penulisan sejarah hidupnya, untuk dicatatkan namanya dalam sebuah catatan yang abadi. Sungguhpun begitu, kebesaran Abu Bakr adalah kebesaran yang tanpa suara, kebesaran yang tak mau berbicara tentang dirinya, sebab, itu adalah kebesaran jiwa, kebesaran iman yang sungguh-sungguh kepada Allah dan kepada wahyu yang disampaikan kepada. Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam. Pandangan yang jauh dan tepat Kemudian apa lagi! Kemudian jalamrya peristiwa demi peristiwa pada masa Abu Bakr itu sudah menjadi saksi pula buat dia akan pendapatnya yang tepat serta pandangannya yang jauh. Ketika terpikir akan memasuki Persia dan Rumawi, setelah merasa lega melihat keadaan kaum Muslimin sudah lepas dari Perang Riddah di kawasan Arab, ia melihat prinsip persamaan dalam ajaran Islam itu sebagai kekuatan baru yang tak akan dapat dilawan baik oleh Persia maupun oleh Rumawi. Prinsip ini tentu akan menarik hati semua orang dalam kedua imperium itu, yang selama ini berjalan atas dasar kekuasaan pribadi atau menurut sistem raja-raja kecil dan atas perbedaan-perbedaan kelas. Betapapun besarnya persediaan dan perlengkapan manusia dan kekuatan pada kedua imperium itu, namun konsep persamaan dan keadilan akan lebih kuat dari segala kekuatan. Kedaulatan yang bcrlaku, yang didasarkan atas konsep ini, dengan asas keadilan, akan lebih menarik hati rakyat. Meskipun antara dia dengan sementara sahabat-sahabat terkemuka ada perbedaan pcndapat, tetapi tidak sampai menghalangi maksudnya hendak menyerbu Irak dan Syam.1 Perintah untuk menyerbu itu dikeluarkan dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan bantuan dan pertolongan selalu. Oleh karena itu ia berpesan kepada sctiap pimpinan pa- 1 Meliputi Suria, Libanon, Palestina dan Yordania sekarang. — Pnj. xxii ABU BAKR AS-SIDDIQ sukan agar tetap berpegang teguh pada prinsip persamaan dan keadilan dan jangan menyimpang sedikit pun. Dari celah-celah peristiwa yang telah diungkapkan oleh para ahli sejarah dahulu itu perangai demikian ini tampak jelas sekali, walaupun pemerintahan Abu Bakr itu waktunya sangat pendek. Ditambah lagi dengan apa yang ditulis oleh kalangan Orientalis, tampak lcbih jelas lagi, seperti beberapa ulasan yang dapat kita baca dalam buku-buku mereka serta usahanya hendak menafsirkan beberapa peristiwa itu. Perangai inilah, yang dalam waktu begitu pendek itu ia memikul tanggung jawab Muslimin, patut mendapat catatan tersendiri, dengan jati dirinya serta pembentukan pribadinya yang dapat dilukiskan secara lebih khas dan lengkap. Ciri khas masa Abu Bakr Memang saya sederhanakan tatkala saya sebutkan bahwa masa (periode) pemerintahan Abu Bakr punya jati diri dan bentuknya sendiri yang sempurna, yaitu dalam hubungannya dengan masa Rasulullah sebelum itu dan dengan masa Umar sesudahnya, yang ditandai dengan suatu ciri khas. Masa Rasulullah adalah masa wahyu dari Allah. Allah telah menyempurnakan agama itu untuk umat manusia, telah mclengkapinya dengan karunia-Nya dan dengan Islam sebagai agama yang dipilihkan-Nya untuk mereka. Sedang masa Umar ialah masa pembentukan hukum yang dasardasarnya sudah ditertibkan dengan kedaulatan yang sudah mulai berjalan lancar. Sebaliknya masa Abu Bakr adalah masa pcralihan yang sungguh sulit dan rumit, yang bcrtalian dengan kedua masa itu; namun berbeda dengan kedua masa itu. Bahkan berbeda dari setiap masa yang pernah dikcnal orang dalam sejarah hukum dan ketertibannya serta dalam sejarah agama-agama dan penyebarannya. Mengatasi kesulitan Dalam masa transisi yang sangat kritis ini Abu Bakr dihadapkan pada kesulitan-kcsulitan yang begitu besar sehingga pada saat-saat permulaan itu timbul kekhawatiran yang dirasakan oleh seluruh umat Muslimin. Setelah semua itu dapat diatasi berkat kekuatan imannya, dan untuk waktu berikutnya Allah telah memberikan sukses dan kemenangan, datang Umar memegang tampuk pimpinan umat Islam. Ia memimpin mereka dengan berpegang pada keadilan yang sangat ketat serta memperkuat pemerintahannya sehingga negara-negara lain tunduk setia kepada kekuasaannya. PRAKATA xxiii Memang, telah timbul kekhawatiran di kalangan umat melihat kesulitan yang dihadapi Abu Bakr itu. Sebabnya ialah wilayah Arab yang pada masa Rasulullah sudah tuntas kesatuannya, tiba-tiba jadi goncang begitu RasuluUah wafat. Bahkan gejala-gejala kegoncangan itu memang sudah mulai mengancam sebelum RasuluUah berpulang. Musailimah bin Habib di Yamamah mendakwakan diri nabi dan mengirim delegasi kepada Nabi di Medinah dengan menyatakan bahwa Musailimah juga nabi seperti Muhammad dan bahwa "Bumi ini separuh buat kami dan separuh buat Kuraisy; tetapi Kuraisy adalah golongan yang tidak suka berlaku adil." Juga Aswad Ansi di Yaman mendakwakan diri nabi dan tukang sihir, mengajak orang dengan sembunyi-sembunyi. Setelah merasa dirinya kuat ia pergi ke dacrah selatan lalu mengusir wakil-wakil Muhammad, lalu terus ke Najran. Ia hendak menyebarkan pengaruhnya di kawasan ini. Muhammad mengutus orang kepada wakilnya di Yaman dengan perintah supaya mengepung Aswad atau membunuhnya. Soalnya karena orang Arab yang sudah beriman dengan ajaran tauhid dan sudah meninggalkan penyembahan berhala, tak pernah membayangkan bahwa kesatuan agama mereka telah disusul oleh kesatuan politik. Malah banyak di antara mereka yang masih rindu ingin kembali kepada kepercayaan lamanya. Itu sebabnya, begitu mereka mendengar RasuluUah wafat mereka menjadi murtad, dan banyak di antara kabilah itu yang menyatakan tidak lagi tunduk pada kekuasaan Medinah. Mereka menganggap membayar zakat itu sama dengan keharusan pajak. Oleh karena itu mereka menolak. Pemberontakan dan Perang Riddah Seperti jilatan api, cepat sekali pemberontakan itu menjalar ke seluruh jazirah Arab begitu RasuluUah wafat. Berita pemberontakan ini sampai juga kepada penduduk Medinah, kepada mereka yang berada di sekeliling Abu Bakr setelah mereka mcmbaiatnya. Mereka sangat terkejut. Berselisih pendapat mereka apa yang hams diperbuat. Satu golongan berpendapat, termasuk Umar bin Khattab, untuk tidak mcnindak mereka yang menolak membayar zakat selama mereka tetap mcngakui, bahwa tak ada tuhan selain Allah dan Muhammad RasuluUah. Dengan begitu barangkali mereka menghendaki agar tidak banyak musuh yang akan dapat mengalahkan mereka. Allah tidak memberikan janji kemenangan kepada mereka seperti yang diberikan kepada RasuluUah. Juga vvahyu sudah tidak diturunkan kepada siapa pun lagi setelah Nabi dan Rasul penutup itu berpulang ke rahmatullah. Tetapi Abu Bakr tetap berxxiv ABU BAKR AS-SIDDIQ sikeras, mereka yang menolak merabayar zakat dan murtad dari agamanya harus diperangi. Dan itulah Perang Riddah1 yang telah menelan waktu sctahun lebih. Perang Riddah itu tidak hanya melibatkan ratusan orang dari pasukan Khalifah dan ratusan lagi dari pihak lawan, bahkan di antaranya sampai puluhan ribu dari masing-masing pihak yang terlibat langsung dalam pertempuran yang cukup scngit itu. Ratusan, bahkan ribuan di antara kedua belah pihak terbunuh. Pengaruhnya dalam sejarah Islam cukup menentukan. Andaikata Abu Bakr ketika itu tunduk pada pihak yang tidak menyetujui perang, sebagai akibatnya niscaya kekacauan akan lebih meluas ke seluruh kawasan Arab, dan kedaulatan Islam tentu tidak akan ada. Juga jika pasukan Abu Bakr bukan pihak yang menang dalam perang itu, niscaya akibatnya akan lebih parah lagi. Jalannya sejarah dunia pun akan sangat berlainan. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan ketika orang mengatakan, bahwa dcngan posisinya dalam menghadapi pihak Arab yang murtad discrtai kemenangannya dalam menghadapi mereka itu, Abu Bakr telah mengubah arah sejarah dunia. Tangan Tuhan jugalah yang telah melahirkan kebudayaan umat manusia itu dalam bentuknya yang baru. Pengaruh kemenangan Perang Riddah Kalau tidak karena kemenangan Abu Bakr dalam Perang Riddah, penyerbuan ke Irak dan ke Syam tentu tidak akan dimulai, dan pasukan Muslimin pun tak akan berangkat dengan kemenangan memasuki kedua imperium besar itu, Rumawi dan Persia, untuk kemudian digantikan oleh kedaulatan Islam — di atas puing itu juga! Kebudayaan Islam telah menggantikan kedua pola kebudayaan itu. Lagi, kalau tidak karena Perang Riddah, dengan gugurnya sahabat-sahabat sebagai syahid yang memastikan kemenangan itu, niscaya tidak akan ccpat-cepat Umar menyarankan kepada Abu Bakr agar Qur'an segera dikumpulkan. Karena pengumpulan inilah pula yang menyebabkan adanya penyatuan bacaan menurut dialek Mudar pada masa Usman. Dengan demikian, Qur'an adalah dasar yang kukuh dalam menegakkan kebenaran, merupakan tonggak yang tak tergoyahkan bagi kebudayaan Islam. Selanjutnya, kalau tidak karena kemenangan yang diberikan Allah kepada kaum Muslimin 1 Riddah sebuah istilah dalam sejarah Islam, dari akar kata radda, irtadda, "bcrbalik ke bclakang", dalam istilah fikih "meninggalkan keyakinan, agama dsb." (Bd. Qur'an 3. 86-91; 16. 106 sqq). Orang yang melakukannya disebut murtadd seperti yang dikcnal dalam bahasa Indonesia. Perang riddah berarti perang melawan kaum murtad.' —Pnj. PRAKATA xxv dalam Perang Riddah itu, jangan-jangan Abu Bakr belum dapat menyusun suatu sistem pemerintahan di Medinah, yang di atas sendi itu pula kemudian Umar menggunakan asas musyawarah. Polanya keadilan dan kasih sayang, intinya kebajikan dan ketakwaan. Inilah peristiwa-peristiwa agung yang telah dapat diselesaikan dalam vvaktu singkat, tak sampai dua puluh tujuh bulan. Barangkali karena waktu yang sesingkat itu pula yang menyebabkan sebagian orang sampai merentang jarak begitu panjang hingga pada masa Umar, dengan anggapan bahwa jika hanya dalam beberapa bulan saja tidak akan cukup waktu orang melakukan pekerjaan-pekerjaan besar yang sampai mengubah jalannya sejarah dunia itu. Kalau saja mereka ingat, bahwa beberapa revolusi yang telah membawa umat manusia dari suatu kcadaan kepada keadaan yang lain selesai dalam waktu seperti itu, dan bahwa hukum alam sedikit demi scdikit tunduk pada prinsip-prinsip revolusi untuk meningkatkan umat manusia mencapai kesempurnaannya, tidaklah akan cepat-cepat mereka beralih dari masa revolusi rohani seperti yang dicetuskan olch Rasulullah ke seluruh dunia itu, ke kedaulatan Islam yang sudah tersebar ke scgenap penjuru dunia dan sudah juga menganut revolusi itu. Mereka tidak akan lama-lama berhcnti hanya sampai di situ, ketika orang-orang Arab itu mencoba hendak mengadakan pcrlawanan sebagai reaksi atas ajaran yang dibawa oleh Muhammad. Hal ini sudah menjadi bawaan manusia di mana dan kapan pun tatkala mereka hendak melawan setiap prinsip baru. Mereka mencoba memadamkannya, tetapi Allah akan tetap menyempurnakan cahayanya walaupun orang-orang kafir tidak menyukainya. Hubungan kebesarannya sebagai Khalifah dengan kebesarannya sebagai Sahabat Bagaimana Abu Bakr dapat menghadapi scgala kcsulitan itu pada permulaan ia memegang pimpinan dan dia tetap bertahan, kemudian dapat mcngatasinya? Sesudah itu pula mulai ia merintis jalan menyebarkan agama dan membuat sebuah kedaulatan sementara kesulitan-kesulitan itu masih ada? Sudah tentu sifat pribadinya bcsar sekali pcngaruhnya. Tetapi sifat-sifat itu saja tidak akan sampai ke tingkat yang sudah dicapainya itu kalau tidak karena persahabatannya dengan Rasulullah selama dua puluh tahun penuh itu. Oleh karena itu para ahli sejarah sepakat bahwa kebesaran Abu Bakr selama masa menjadi Khalifah itu erat sekali hubungannya dengan persahabatannya dengan Rasulullah. Selama dalam persahabatan itu ia telah menghirup jiwa agama yang dibawa oleh Muhammad, ia sepenuhnya mengerti maksud dan tujuannya, mexxvi ABU BAKR AS-SIDDIQ ngerti secara naluri, tidak dikacaukan oleh adanya kesalahan atau kcraguan. Apa yang telah dihirupkan dan dipaharainya dengan nalurinya itu ialah bahwa iman adalah suatu kekuatan yang tak akan dapat dikalahkan oleh siapa pun selama seorang mukmin dapat menjauhkan diri dari maksudmaksud tertentu selain untuk mencari kebenaran demi kebcnaran semata. Banyak memang orang yang dapat memahami kebenaran rohani demikian ini pada setiap zaman, tetapi mereka menangkapnya dengan akal, sedang Abu Bakr menangkap semua itu dengan kalbunya, dengan matanya ia melihat bulat-bulat hidup dalam diri Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dan dalam perbuatannya Teladan yang telah mengilhaminya Iman yang sungguh-sungguh demi kebenaran itulah yang membuatnya menentang sahabat-sahabatnya dalam soal menghadapi golongan murtad waktu itu, dan bersikeras hendak memerangi mereka meskipun harus pergi seorang diri. Bctapa ia tak akan melakukan itu padahal ia sudah menyaksikan sendiri Nabi berdiri seorang diri mengajak orangorang di Mekah ke jalan Allah, tapi mereka ramai-ramai menentangnya. Lalu ia di bujuk dengan harta, dengan kerajaan dan kedudukan tinggi. Kemudian ia pun diperangi dengan maksud hendak membendungnya dari kebenaran yang dibawanya itu. Tidak, malah ia menjawab: "Demi Allah, kalaupun mereka meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, dengan maksud supaya aku meninggalkan tugas ini, sungguh tidak akan kutinggalkan, biar nanti Allah akan membuktikan kemenangan itu: di tanganku, atau aku binasa karenanya, tidak akan kutinggalkan!" Kenapa ia tidak juga berbuat demikian padahal ia sudah menyaksikan Nabi akibat Perang Uhud, dan setelah kemenangan pihak Kuraisy atas pasukan Muslimin? Nabi kembali bersama-sama kaum Muslimin yang masih ada, yang pernah mcngalami Perang Uhud, dan sambil menunggu kedatangan Kuraisy ia bcrmarkas di Hamra'ul Asad dan tinggal di sana tiga hari, memasang api unggun sepanjang malam, sehingga semangat Kuraisy menjadi goyah dan mereka kembali ke Mekah. Dengan demikian kaum Muslimin telah dapat mcngembalikan kedudukannya sesudah mengalami kegoncangan di Uhud. Kenapa ia tidak berbuat serupa itu juga padahal ia pernah menyaksikan sendiri pagi itu Nabi di Hunain, dengan jumlah sahabat yang sedikit ia memanggil-manggil anggota-anggota pasukan Muslimin yang berlarian: "Hai orang-orang! Kamu mau ke mana!? Mau ke mana?!" Dan orang yang beribu-ribu itu sedang diliputi ketakutan. Setelah mereka PRAKATA mengetahui posisi Nabi dan mendengar pula panggilan Abbas: "Saudarasaudara dari Ansar, yang tclah memberikan tempat dan pertolongan! Saudara-saudara dari Muhajirin yang telah membaiat di bawah pohon, Muhammad masih hidup, mari ke mari!" Dari scgenap penjuru terdengar jawaban yang menyerukan: "Ya, kami siap, kami siap!" Kini mereka semua kembali, dan bertempur lagi secara heroik sekali. Alangkah indahnya teladan itu, teladan yang telah mengilhami orang, bahwa iman adalah suatu kekuatan yang tak akan dapat dikalahkan oleh siapa pun selama seorang mukmin itu dapat menjauhkan diri dari maksudmaksud tertentu selain untuk mencari kebenaran demi kebenaran scmata! Siapakah orang yang memiliki iman seperti pada Abu Bakr itu, yang mengambil teladan dari Rasulullah, schingga ia menjadi salah satu unsur kehidupan yang sangat menentukan!? Inilah kekuatan rohani, yang dalam hidup ini tak ada yang dapat menguasainya, tiada kenal lemah atau ragu, dan tak ada yang akan dapat mengalahkannya. Kekuatan rohani pada iman Kekuatan rohani yang diperoleh Abu Bakr pada diri Rasulullah itu dan yang telah membuat kaum Muslimin dapat mengalahkan orang-orang Arab murtad, telah memberikan semangat kepada scgenap kaum Muslimin yang mengangkat mereka kepada keimanan, bahwa mereka tak akan mendapat kemenangan tanpa pertolongan Allah. Mereka mendambakan mati syahid, gugur demi kebenaran. Bagi mereka mati syahid itu suatu kemenangan yang tak ada taranya. Kita akan membaca dalam buku ini bukti-bukti demikian itu, yang dalam sejarah scdikit sekali bandingannya. Kaum Muslimin pada masa Rasulullah yakin sekali, bahwa mereka akan mendapat kemenangan, scbab Allah sudah menjanjikan kepada Rasul-Nya akan memberi bala bantuan dengan para malaikat. Tuhan telah mewahyukan kepadanya untuk membuktikan janji-Nya. Tetapi pada masa Abu Bakr, dengan berpulangnya Rasulullah ke sisi Allah, wahyu sudah tak ada lagi. Hanya tinggal iman saja lagi, hanya tinggal berteladan saja lagi kepada Rasulullah dan kepada penggantinya dalam meningkatkan iman ke taraf yang lebih tinggi selama hidup di dunia ini. Mati syahid demi membela iman telah menjadi sumber dan rahasia kekuatan, rahasia kemenangan. Itulah rahasia keluhuran budi kita dalam arti kcmanusiaan dengan segala martabatnya untuk mencapai kesempurnaan hidup insani yang terdapat dalam diri kita. Kenyataan rohani inilah yang telah memberi kekuatan batin kepada Abu Bakr dengan berteladan kepada Rasulullah. Ini diterjemahkan kepada kita dalam perbuatan Muslimin pada masa kepemimpinannya sexxvii ABU BAKR AS-SIDDIQ bagai Khalifah serta bimbingannya yang begitu jelas sehingga dapat kita raba seolah semua itu benda nyata yang dapat ditangkap dengan indera. Kenyataan rohani ini dapat kita rasakan dalam Perang Riddah dan kemudian pada waktu memasuki Irak dan Syam. Kalau bukan karena keimanan ini, dengan jumlah kaum Muslimin yang masih kecil pada masa Khalifah yang pertama itu, niscaya mereka tak akan mampu menyelesaikan segala pekerjaan dan tugas raksasa itu dengan begitu baik, yang selanjutnya telah membukakan jalan ke sebuah kedaulatan Islam yang besar. Suatu kenyataan sosial setelah kenyataan rohani Abu Bakr memperoleh kekuatan batinnya itu dengan berteladan kepada Rasulullah. Di samping kenyataan rohani ini, kenyataan sosial juga besar pengaruhnya dalam kehidupan setiap umat atau bangsa, dan setiap umat merasa bangga terhadap dirinya, dengan percaya kepada kekuatan sendiri. Mereka merasa, bahwa mereka mempunyai kewajiban menyimpan suatu risalah, suatu pesan kepada dunia, dan dunia pun wajib menyambut risalahnya itu. Seperti halnya dengan umat ini, tak ada suatu kekuasaan dan kekuatan betapapun besarnya yang boleh merintangi jalannya. Kedua kenyataan ini, rohani dan sosial, saling mengisi. Pada setiap zaman dan umat ada suatu dasar untuk mengambil hati bangsa-bangsa lain yang dengan penuh semangat menyambut kedua kenyataan itu dan demi berhasilnya risalah yang mengajak bangsa-bangsa itu. Lebih-lebih yang demikian ini apabila dasar risalahnya bertujuan memberantas kezaliman, memelihara keadilan yang didasarkan pada persamaan antara sesama manusia. Berapa sering sudah sebuah kedaulatan berdiri atas dasar itu juga dalam berbagai kurun sejarah dan berapa sering pula imperium demikian itu mengalami kehancuran karena ia sudah menyimpang dari jalur yang sebenarnya. Oleh karena itu penyimpangan demikian ini oleh pihak lawan dijadikan senjata untuk mengadakan perlawanan. Ia sadar dan yakin, Islam agama persamaan Persamaan adalah pola Islam dan olch karenanya ia merupakan inti kedaulatannya. Kenyataan ini sekarang kita pahami dengan pikiran kita seperti yang banyak dipahami orang dulu juga. Kemudian mereka tidak dapat mempertahankan kedaulatan itu seperti juga kita sekarang, karena hal-hal tertentu atau karena di luar kehendak kita. Tetapi Abu Bakr, dengan nalurinya ia sudah dapat memahami dan benar-benar yakin ia xxviii PRAKATA xxix akan hal itu. Maka didorongnya umat Islam agar melaksanakan, dan mereka pun dapat membuktikan dan tetap berlangsung selama beberapa abad dan generasi. Dengan nalurinya Abu Bakr memahami benar bahwa pada intinya yang paling dalam Islam adalah agama persamaan antar sesama umat manusia. Dakwah atau seruan itu tidak hanya ditujukan kepada golongan tertentu saja, tetapi kepada umat manusia seluruhnya. Pada masa hidupnya Rasulullah telah mengangkat bekas-bekas budak kc suatu kedudukan yang tinggi. Begitu juga orang-orang yang bukan Arab untuk memerintah di kalangan Arab. Salman orang Persia adalah sahabat dekatnya, Zaid bin Harisah, bekas budak yang pernah dibeli oleh Khadijah lalu diberikan kepada Nabi yang kemudian oleh Nabi dimerdekakan dan dijadikan anak angkat. Dia jugalah yang di angkat menjadi panglima dalam Perang Mu'tah, dan sebelum itu pun banyak pekerjaan lain yang berada di bawah pimpinannya. Sesudah itu, sebelum Rasulullah menderita sakit yang terakhir, Usamah anak Zaid itu diserahi pimpinan pasukan, yang anggota-anggotanya terdiri dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar, di antaranya Abu Bakr dan Umar. Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam telah mengangkat Bazan orang Persia itu memegang pimpinan di Yaman. Rasulullah tidak membeda-bedakan kedudukan orang karena kearabannya atau karena posisinya dalam kabilah. Yang membedakan orang hanyalah amal perbuatannya. Sahabat-sahabat Rasulullah yang diajaknya bermusyawarah dan pendapatnya dihargai di kalangan Muslimin adalah pemuda-pemuda, yang karena keimanannya yang sungguh serta pengorbanannya di jalan Allah, mereka berada di barisan pertama. Sikap Rasulullah ini sesuai dengan perintah Allah di dalam Qur'an, bahwa tak ada perbedaan pada manusia itu selain takwanya, dan balasan yang akan diperoleh sesuai dengan amal perbuatannya. Perbedaan derajat yang satu dengan yang lain, hanya oleh perbuatan dan ketakwaan itu juga. Sudah tentu, cara yang dilakukan oleh Rasulullah itu banyak sekali mengurangi kecongkakan orang-orang Arab karena fanatisma rasialnya, kalaupun mereka hendak membangga-banggakannya juga, apalagi karena Allah telah memilih Nabi-Nya dari kalangan mereka sendiri, yang akan mereka jadikan alasan akan tingginya kedudukan mereka. Juga Abu Bakr, sudah tentu yang dijadikan pegangannya ialah persamaan dalam Islam antara sesama manusia dan bangsa itu. Inilah yang telah menjadi kekuatannya, sehingga pasukan Persia dan pasukan Rumawi bertekuk lutut. ABU BAKR AS-SIDDIQ Pada dasarnya Islam kedaulatan sejagat Abu Bakr dengan nalurinya sudah menyadari benar bahwa dasar Islam adalah kedaulatan sejagat. Seruannya tidak tcrbatas hanya pada golongan Arab, tetapi ajakan kepada kebenaran itu ditujukan kepada seluruh umat manusia. Karena memang sudah demikian keadaannya, Nabi telah mengirimkan para utusannya kepada raja-raja dan pcnguasa, mengajak mereka sama-sama menerima agama Allah. Sudah menjadi kewajiban setiap orang yang beriman kepada agama ini untuk berdakwah, menyampaikan ajaran-Nya sebagai petunjuk dan rahmat. Dalam diri Rasulullah sudah ada teladan yang baik bagi setiap Muslim. Rasulullah telah menyerukan dakwahnya kepada segenap umat manusia yang terdiri dari berbagai warna kulit. Para penggantinya hendaknya juga menyebarkan seruan itu ke segenap belahan bumi ini. Biarlah mereka berjuang demi kebebasan berdakwah. Jangan memaksa siapa pun dan jangan juga mau dirintangi dalam menyampaikan kebenaran yang sudah mereka peroleh itu. Hendaklah seluruh jagat ini menjadi arena dakwah kepada kebenaran, apa pun risiko yang akan menimpa diri mereka demi perjuangan di jalan Allah itu. Bila sampai mereka mati syahid, Allah jugalah yang akan memberi balasan. Prinsip-prinsip inilah yang menjadi dasar dakwah Rasulullah, yang telah dipahami benar oleh Abu Bakr dengan nalurinya, berkat persahabatannya selama itu serta pelajaran-pelajaran yang diterimanya dari Rasulullah. Itulah yang menyebabkan Abu Bakr begitu menerima tugas, segala kesulitan itu buat dia tidak berarti lagi dan ia tetap berusaha mengatasinya, dan itu juga yang membuat kedaulatan Islam cepat berkembang ke segenap penjuru dunia dan kemudian banyak bangsa yang bernaung di bawah panji Islam. Generasi demi generasi kebudayaan bangsa-bangsa itu terus menyebar di dunia. Kemudian menjadi tua, seperti biasanya semua bangsa dan imperium itu harus berangsur tua. Kemudian jatuh tertidur, nyenyak, lama sekali tidurnya, yang selanjutnya disambung oleh kematian seorang demi seorang. Apa penyebab jatuhnya kedaulatan Islam? Adakah yang menyebabkan ketuaan dan kemudian tidur nyenyak yang panjang itu karena prinsip dasar tadi yang terbukti rapuh, ataukah karena bangsa-bangsa yang sudah lepas dari kedaulatan Islam karena sudah menolak prinsip-prinsip itu, lalu menganut yang sebaliknya lalu menjadi lumpuh dan akhirnya lenyap karena perbuatannya sendiri? Begitulah sejarah semua kedaulatan Islam itu, sejak berdirinya, kebesarannya xxx PRAKATA xxxi dan kemudian keruntuhannya. Itulah sejarah yang patut dicatat dengan metoda serta studi yang benar-benar ilmiah dan dapat di percaya, lepas dari segala sikap fanatisma. Peristiwa demi peristiwa itu dianalisis dan dicari sebab-sebabnya yang dapat diterima akal serta sesuai dengan kecenderungan rohani yang ingin mencapai kesempurnaan. Namun begitu suatu hal yang sudah menjadi kodrat manusia ialah kita masih terkungkung oleh nafsu kita pada kehidupan dunia. Dengan demikian kita makin jauh dari tujuan hendak mencapai kesempurnaan itu. Rasanya tak perlu lagi saya menyebutkan bahwa kelumpuhan dan tidur nyenyak ini disebabkan oleh bangsa-bangsa yang lepas dari kedaulatan Islam itu sudah meninggalkan prinsip-prinsip dasar yang sebenarnya sudah menjadi pegangan kedaulatan Islam, prinsip-prinsip Islam yang dasarnya masih murni. Seorang peneliti sejarah kedaulatan Islam yang adil dan obyektif akan dapat meraba dan melihatnya dengan jelas rentetan perkembangannya sejak mula timbulnya perselisihan di kalangan umat Islam penduduk jazirah itu, sampai terjadinya perpecahan antara yang Arab dengan yang bukan-Arab, yang kemudian menjelma menjadi jurang yang mcnganga lebar-lebar menjurus pada kehancuran. Saya tertarik menulis sejarah Abu Bakr Baik secara terinci atau dengan ringkas sudah tentu pengantar ini tidak akan memadai untuk menguraikan semua persoalan itu. Kiranya cukup dengan isyarat ini saja. Saya hanya akan membatasi pada masa yang pendek ini tapi sungguh agung — yakni masa Abu Bakr as-Siddiq. Saya akan mencatat apa yang saya rasa sangat menggairahkan selama saya menulis biografi ini. Besar sekali harapan saya, apa yang akan saya tulis tentang orang ini sudah akan memenuhi hasrat hati akan kebenaran, serta mencapai apa yang saya inginkan dalam melukiskan bentuk yang hendak saya coba secermat mungkin: sebuah kehidupan yang mengantarkan masa lampau tampak jelas dalam wajah masa sekarang. Saya akan mcngatakan apa yang saya inginkan, sebab saya selalu merasa bahwa wajah ini masih mengandung kekurangan yang tidak sedikit, yang karena beberapa sebab, saya sendiri pun belum sampai ke sana. Rasanya saya akan bertambah gembira jika buku ini dapat menerjemahkan ke dalam hati pembaca wajah yang jelas mengcnai masa (periode) Abu Bakr, teman kcsayangan (al-khalil) dan teman dekat Rasulullah. Keinginan saya ini mungkin terasa agak bcrlebihan. Masa Abu Bakr — seperti saya sebutkan di atas — merupakan gambaran tersendiri dalam bentuknya yang lengkap. Orang dapat melihatnya dari sela-sela buku sejarah tentang dirinya yang pernah dilukiskan orang begitu xxxii ABU BAKR AS-SIDDIQ gemilang, sempurna dan integral. Tetapi untuk sampai ke batas wajah yang integral itu diperlukan suatu upaya yang terus-menerus dari generasi ke generasi. Juga perlu penelitian dari pelbagai seginya. Belum ada lagi suatu upaya mengenai Abu Bakr dan masanya yang agak integral. Suatu studi baru masih tetap diperlukan dengan pembahasan yang lebih mendalam, memperbandingkan zaman masa Abu Bakr itu dcngan masa kehidupan bangsa-bangsa yang punya pengaruh pada zaman itu. Saya yakin usaha semacam ini dalam waktu dekat akan dilanjutkan orang dan akan ada kerja sama dalam mengungkapkan wajah masa itu dengan lebih terinci, jelas dan selengkap mungkin. Untuk masa Abu Bakr upaya demikian sangat diperlukan melebihi masa-masa yang lain. Sumber-sumber lama dalam bahasa Arab yang bicara tentang Abu Bakr dan masanya masih sering kacau, sehingga rangkaian peristiwa demi peristiwa yang diceritakan itu sukar diikuti. Di sisi lain, tidak sedikit pula catatan-catatan peristiwa itu yang lebih dekat pada dongeng daripada sejarah. Dalam memperbandingkan sumbersumber itu diharapkan orang akan dapat memperoleh bahan-bahan yang dapat membantunya dalam meneliti peristiwa-peristiwa itu, tetapi sumbersumber yang datang berturut-turut untuk beberapa peristiwa itu sering membuat orang jadi bingung. Mau tak mau ia harus menelitinya kembali dengan membuat catatan bahwa pekerjaan itu masih patut diragukan. Kacaunya sumber para ahli sejarah dapat dimaklumi Saya berpendapat kckacauan sumber-sumber para ahli sejarah dahulu itu yang akibatnya berlanjut sampai pada upaya mereka yang datang kemudian, bahkan sampai masa kita sekarang ini, dapat dimaklumi. Masa itu, ketika Abu Bakr memegang pimpinan umat Islam adalah masa yang benar-benar penuh perjuangan. Mereka yang beriman kepada Allah dan kepada Rasulullah sedang memikul beban yang amat berat untuk mendukung dakwah agama Allah serta ajaran-ajaran Rasulullah. Mereka semua serentak terjun ke medan perjuangan, berjuang di jalan Allah. Mereka terjun langsung ke kancah peperangan, membunuh atau dibunuh. Buat mereka kehidupan dunia dengan segala kenikmatannya itu tak ada artinya. Tidak apa memilih hidup menderita, tabah menghadapi segala cobaan. Mereka sudah menyerahkan hidup mereka untuk Allah, dan untuk semua itu tanpa mengharapkan balasan selain pahala Yang Mahakuasa. Buat mereka sudah tak ada lagi waktu senggang atau saat-saat santai. Tak ada di antara mereka yang memikirkan apa yang terjadi kemarin karena untuk hari esok memerlukan pekerjaan yang lebih banyak dari kemarin. PRAKATA xxxiii Itulah sebabnya tak ada waktu buat mereka mencatat sccara teratur scgala peristiwa besar yang terjadi masa itu. Baru kemudian beritaberita itu disampaikan orang secara berantai. Sesudah itu mcreka tak dapat lagi menyampaikan dan meneruskan berita itu seperti keagungan yang terjadi pada masa Rasulullah. Ya, bagaimana akan dapat mereka lakukan dalam kesibukan mcreka yang terus-menerus dalam menyiarkan agama serta menyusun kedaulatan Islam yang makin hari bertambah luas itu. Oleh karena itu, bagi penulis sejarah masa itu mau tak mau harus menguji dan memperbandingkan sumber-sumber itu sambil mencari kebenaran yang terdapat di dalamnya. Pekerjaan dengan cara seperti yang telah diusahakan mereka dahulu itu bukan main beratnya. Dengan tidak mengurangi penghargaan serta penghormatan kita atas usaha itu, namun mereka belum dapat mengungkapkan kekuatan yang ada pada masa Abu Bakr dan pemcrintahannya dalam bentuk yang begitu jelas, memesonakan sekaligus mengagumkan dan luar biasa. Contoh kacaunya referensi Kita lihat misalnya buku-buku acuan yang kita pergunakan dalam buku ini. Bab demi bab dapat kita baca untuk mengetahui sampai berapa jauh kecermatan seperti yang kita sebutkan itu. Bcberapa buku acuan itu hanya sclintas saja menyinggung masalah-masalah yang begitu penting, yang oleh sumber-sumber lain diuraikan dengan terinci. Sampai-sampai para ahli sejarah semacam Tabari, Ibn Kasir dan Balazuri misalnya, samasekali tidak menyinggung soal pengumpulan Qur'an. Padahal peristiwa pengumpulan Qur'an itu pekerjaan besar dan penting yang harus menghiasi masa Abu Bakr, meskipun bukan yang terbesar. Mengenai peristiwa-peristiwa yang berhubungan dengan Perang Riddah, pembebasan Irak dan Syam, para sejarawan itu masih saling berbeda pendapat. Bahkan berita-bcrita yang saling bertentangan itu terdapat dalam satu kitab yang sama, sehingga orang akan menjadi bingung mana berita yang boleh dipercaya dan mana yang tidak. Sulit mengikuti peristiwa dalam urutan waktu Perbedaan waktu ketika peristiwa-peristiwa itu terjadi tidak pula kurang pentingnya dengan perbedaan penggambaran peristiwa-peristiwa itu. Mengenai waktu terjadinya peristiwa itu sering pula masih bersifat untung-untungan, tidak didasarkan pada suatu patokan yang sccara cermat boleh dijadikan pegangan. Juga perbandingan suatu peristiwa dengan peristiwa yang lain masih sangat membingungkan. Tabari misalxxxiv ABU BAKR AS-SIDDIQ nya, ia menyebutkan bahwa Perang Riddah itu terjadi pada tahun sebelas Hijri dan masuk ke Irak pada tahun dua belas sedang kc Syam dilakukan dalam tahun tiga belas. Membaca rentetan waktu yang berturut- turut itu orang akan menduga bahwa perang Irak baru dimulai setelah Perang Riddah usai dan masuk ke Syam setelah keadaan di Irak stabil. Tetapi bila peristiwa demi peristiwa serta kejadian-kejadian itu diperiksa agak teliti orang akan jadi ragu mengenai terjadinya rentetan demikian itu. Tetapi bila kita teliti lebih dalam lagi akan tcrnyata bahwa peristiwa Irak itu terjadi sementara Perang Riddah masih berlangsung, sedang terjadinya penaklukan Syam scusai Perang Riddah. Sementara itu pasukan Khalid bin Walid masih giat mengatur keamanan dan ketertiban di Irak dan sedang bcrsiap-siap menghadapi peperangan baru. Juga dalam urutan geografi Tidak hanya sampai di situ saja yang dapat menimbulkan kebingungan. Dalam arti urutan geografi ketika mengikuti peristiwa demi peristiwa orang sering terbentur. Bahkan masih ada bebcrapa sumber yang saling bertentangan schubungan dengan urutan itu, untuk tidak menyebut adanya nama-nama tempat yang berubah-ubah dan ada pula yang hampir sama, yang juga dapat menimbulkan kebingungan baru. Beberapa Orientalis pernah menerbitkan peta-peta Idrisi yang lama seperti apa adanya, lalu dilampiri dengan peta-peta buatan mereka sendiri seperti yang biasa kita kenal. Hal ini membuat kita lebih mudah mengenali tempat-tempat dan peristiwa-peristiwa itu masing-masing. Kalaupun hal ini dapat memudahkan kita mengadakan penelitian, yang tadinya memang cukup sulit, namun keraguan tetap ada sehubungan dengan beberapa sumber, yang sebenarnya memang sukar dapat dipercaya. Oleh karena itu beberapa sejarawan masih maju mundur menghadapi masa Abu Bakr itu, karena apa yang mereka baca hampir tak dapat mereka percayai. Mereka yang menulis sejarah Islam itu seolah mau menghindari hal-hal semacam itu semua, atau cukup dengan isyarat saja scdikit mengenai masa Abu Bakr itu, tak sampai memberikan suatu gambaran yang lengkap, yang akan dapat mengungkapkan kejayaan masa itu dan dampak yang sangat menentukan dalam sejarah Islam serta lahirnya sebuah kedaulatan Islam. Hanya sedikit sumber yang menyinggung peranan Abu Bakr Sumber-sumber demikian terasa makin kacau karena tidak bicara tentang Abu Bakr masa pemerintahannya seperti ketika bicara tentang Khalid bin Walid serta panglima-panglima lain yang memasuki Syam dan tinggal di sana menunggu kedatangan Khalid dari Irak, kcmudian bersama-sama menaklukkan Damsyik dan dengan bakat perangnya ia menghancurkan semua kekuatan moral pihak Rumawi. Mcmbaca kitabkitab acuan semacam ini orang akan membayangkan seolah Abu Bakr hanya tinggal di Medinah, tak bekerja apa-apa selain beribadah. Inilah kesalahan yang sungguh fatal. Padahal semua yang terjadi pada masa Abu Bakr, Abu Bakr-lah jiwa dan penggcraknya. Di atas sudah kita singgung apa yang terjadi dengan Abu Bakr di satu pihak, dan Umar serta sebagian kaum Muslimin di pihak lain mengenai perbedaan pendapat dalam menghadapi golongan murtad dan mereka yang menolak melaksanakan zakat. Betapa ia begitu gigih hcndak menghadapi mcrcka walaupun seorang diri. Dalam buku ini akan kita lihat, bahwa sebenarnya dialah yang telah mendorong Khalid bin Walid untuk pergi ke Irak memperkuat pasukan Musanna bin Harisah asy-Syaibani dan dia juga yang berseru kepada semua penduduk Arab di seluruh Semenanjung itu agar membebaskan Syam. Setelah Abu Ubaidah serta pasukannya mengalami kelambatan untuk memasuki Syam, dia jugalah yang mengerahkan Khalid bin Walid untuk membantu mereka. Dalam pada itu dia juga yang mcngorganisasi pembentukan baitulmal serta mengatur distribusi harta rampasan perang di kalangan umat Islam, melakukan pengangkatan para gubernur serta mengawasi pckerjaan mereka. Begitu besar perhatiannya dicurahkan pada masalah-masalah negara dan administrasinya, sehingga semua pikiran di luar itu, baik mengenai pribadinya ataupun soal keluarga, dikesampingkan. Dalam mcncurahkan perhatian untuk kepentingan negara, dari soal yang kecil sampai ke soal yang besar, dialah yang berhasil menyelesaikan dalam waktu relatif pendek, suatu pekerjaan yang tidak akan dapat diselesaikan orang dalam waktu bertahun-tahun. Malah sedikit sekali orang yang akan mampu menyelesaikan. Barangkali masih ada sebab lain yang cukup berpengaruh di samping yang kita kemukakan di atas mengenai sikap para sejarawan itu terhadap Abu Bakr dan zamannya. Mereka mengira, bahwa persahabatannya dengan Rasulullah selama dua puluh tahun itu, dan yang menjadi pilihan Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam sehingga Rasul berkata: Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah "khalil-ku" — mereka mengira bahwa semua itu lebih penting daripada prestasinya selama masa kekhalifahannya. Mcmang sudah tak perlu disangsikan lagi bahwa kedudukan Abu Bakr di samping Rasulullah dalam penilaian kita merupakan dampak yang amat tinggi dan cemerlang; tetapi kekhalifahan Abu Bakr adalah PRAKATA xxxv xxxvi ABU BAKR AS-SIDDIQ sebuah lingkaran yang telah melengkapi dan menjadi mahkotanya sejarah yang agung itu. Tugas kekhalifahannya tidak kurang dari persahabatannya Pekerjaan Abu Bakr dalam kekhalifahannya tak kurang besarnya dari persahabatannya dengan Rasulullah. Bahkan pada masa kerasulannya dia adalah salah seorang dari dua orang itu (ketika keduanya berada dalam gua). Pertama, Allah telah memilihnya dalam kenabian dan mengutamakannya dalam menyampaikan risalah serta mewahyukan Qur'an kepadanya sebagai penjelasan dan petunjuk serta pemisah antara yang benar dengan yang batil. Beban yang dipikul oleh Abu Bakr pada waktu kerasulan itu adalah beban seorang pengikut yang penuh iman, yang kekuatan imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah tak pernah goyah. Bahkan beban yang dipikulnya setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah, adalah beban yang dipikulnya sendiri sebagai manusia pertama di kalangan Muslimin dan sebagai pengganti (Khalifah) Rasulullah. Bukan lagi ia seorang pengikut yang ikut bicara dalam musyawarah, melainkan sebagai seorang pemimpin yang diikuti sahabatsahabatnya dengan memberikan pendapat kepadanya seperti halnya ia sendiri dulu bersama-sama sahabat-sahabat yang lain memberikan pendapat kepada Rasulullah. Beban itu dipikulnya dengan penuh iman, penuh amanah dan kejujuran. Allah telah memberikan balasan kepadanya dan kepada kaum Muslimin dengan sebaik-baikriya. Jika kejujuran Abu Bakr dalam bersahabat dengan Rasulullah merupakan suatu manifestasi kebesaran insani yang didasarkan pada keimanan yang murni sebagai sandarannya yang kukuh, maka pengabdian Abu Bakr selama dalam kekhalifahannya untuk membela agama, untuk melakukan dakwah serta membangun kedaulatan Islam, tidak pula kurang agungnya dari persahabatannya dengan Rasulullah, disertai keimanan yang sungguh-sungguh kepadanya dan kepada segala yang diwahyukan Allah kepadanya. Oleh karena itu sejarah kekhilafahan (pemerintahan) Abu Bakr patut sekali dibahas secara lebih terinci. Pengaruh kacaunya sumber pada para sejarawan Kekacauan bahan acuan atau sumber-sumber, terpengaruhnya penggambaran masa Khalifah pertama oleh unsur-unsur yang kebanyakan tak dapat diterima oleh kritik sejarah yang sebenarnya, itulah pula yang kita lihat pengaruhnya dalam buku-buku para penulis dulu. Kemudian pengaruh itu berpindah kepada mereka yang datang kemudian, yang PRAKATA xxxvii mengambil bahan dari sana dan berusaha hendak menyimpulkan wajah yang sebenarnya itu bulat-bulat. dalam buku-buku mereka. Begitu besar pengaruh itu pada beberapa penulis yang datang kemudian, sehingga membuat mereka hanya sepintas lalu saja melihat masa Abu Bakr, lalu cepat-cepat melangkah ke masa Umar. Di sini mereka lama berbicara berpanjang-panjang. Bahkan sampai ada di antara mereka yang membuat perbandingan antara masa Abu Bakr dengan masa Umar itu untuk melihat mana yang lebih besar jasanya. Perbandingan demikian ini tidak pada tempatnya untuk kedua tokoh tersebut, yang masing-masing menyandang kebesarannya sendiri, kebesaran yang jarang sekali dicapai oleh seorang politikus atau penguasa dalam sejarah dunia secara kescluruhan. Bahwa masa Umar adalah masa yang paling besar dalam sejarah Islam, sudah jelas. Pada masa itu dasar kedaulatan negara sudah stabil, sistem pemerintahan sudah teratur, panjipanji Islam sudah berkibar di Mesir dan di luar Mesir yang dibanggakan oleh Rumawi dan Persia. Tetapi masa Umar yang agung itu berutang budi kepada masa Abu Bakr dan sebagai penerusnya. Sama halnya dengan kekhalifahan Abu Bakr yang berutang budi kepada masa Rasulullah dan sebagai penerusnya pula. Usaha Orientalis dan sejarawan Islam Studi-studi yang sudah pernah diadakan serta buku-buku yang ditulis orang mengcnai Abu Bakr dan masanya pada saat-saat terakhir sudah lebih teliti dan jujur tampaknya. Sudah menjadi kewajiban saya juga jika saya memuji inisiatif kalangan Orientalis dengan ketelitian dan kejujurannya itu, di samping adanya sebagian mereka yang masih penuh prasangka, terdorong oleh rasa fanatisma agama. Abbe de Marigny dalam abad kedelapan belas misalnya, sudah menulis buku mengenai pengganti-pengganti Muhammad ini, dan Caussin de Perceval pada awal abad kesembilan belas menulis Essai sur I'Histoire des Arabes dan dalam tahun 1883 buku Sir William Muir Annals of the Early Caliphate sudah pula terbit. Sejak masa itu sampai waktu kita sekarang kalangan Orientalis di Jerman, di Inggris, di Itali dan di Prancis serta di negara-negara lain tetap mempelajari dengan saksama masa-masa tertentu dalam sejarah Islam di pelbagai tempat di seluruh dunia. Kalau saya sudah menyebutkan usaha para Orientalis, maka sudah menjadi kewajiban saya pula menyebutkan upaya para sejarawan Islam dan Arab, dengan sikap mereka yang jujur mengenai masa Abu Bakr di samping kecermatan yang mereka lakukan. xxxviii ABU BAKR AS-SIDDIQ Sejak beberapa tahun yang lalu Rafiq al-Azm telah menulis sejarah masa itu dalam jilid satu bukunya Asyhar Masyahiril-Islam. Dalam beberapa kejadian ia banyak terpengaruh oleh cara-cara para penulis lama. Almarhum Syaikh Muhammad al-Khudari pada penutup ceramahnya mengatakan: "Dalam hal ini kita ingin mengatakan tegas-tegas: Kalau bukan Abu Bakr dengan kemauannya yang keras, dengan inayat dan bantuan Allah juga, sejarah umat Islam tidak akan berjalan seperti yang kita kenal sekarang ini. Ia menghadapi semua itu saat pikiran dan perasaan semua kaum Muslimin — yang kuat dan yang paling tabah sekalipun — sedang didera oleh rasa kebingungan yang luar biasa." Dalam jilid satu bukunya Khulafa' Muhammad ("Pengganti-pengganti Muhammad"), Umar Abun-Nasr mengkhususkan pembicaraan mengenai Abu Bakr dan masanya. Begitu juga almarhum Syaikh Abdul Wahhab an-Najjar dan yang lain dari kalangan sejarawan mengadakan pembahasan mengenai masa ini, yang sebenarnya patut sekali kita hargai. Harapan Sekarang setelah Tuhan mcluluskan saya menulis buku ini, masihkah akan ditakdirkan juga saya meneruskan dengan yang kedua, mengenai masa Umar, ketiga dan keempat, sehingga dapat saya selesaikan apa yang selama ini tersimpan dalam pikiran saya hendak melakukan studi mengenai sejarah kedaulatan Islam itu? Hanya Allah juga yang tahu. Tetapi sudah saya putuskan bahwa saya akan meneruskan penulisan mengenai masa Umar. Hanya saja antara keputusan dengan pelaksanaan ada jarak, yang saya harapkan Allah akan memberikan kemudahan kepada saya, dengan penuh kepercayaan pada firman-Nya ini: "Dan janganlah sekali-kali engkau mengatakan lentang sesuatu: "Aku akan melakukannya besok. " Kecuali (dengan menambahkan) "Insya Allah —jika Allah menghendaki. " Dan ingatlah Tuhanmu bila engkau lupa, dan berkatalah: Semoga Tuhanku membimbingku lebih dekat daripada ini ke jalan yang benar. " (Qur'an, 18. 23-24). Saya sudahi pengantar ini dengan permohonan kepada Allah semoga para ulama, para sarjana dan para peneliti dalam mengikuti kehidupm PRAKATA Abu Bakr serta masa kekhalifahannya itu diluluskan, sehingga dengan hasil penelitian mereka itu wajah yang hendak saya lukiskan dalam buku ini dapat terlaksana. Saya bersyukur kepada Allah atas taufik yang telah dikaruniakan-Nya kepada saya dalam usaha ini. Segala petunjuk dan taufik hanya dari Allah dan segalanya akan kembali kepada-Nya. MUHAMMAD HUSAIN HAEKAL xxxix Masa kecil dan terbatasnya berita Sumber-sumber yang sampai kepada kita mengenai masa kecil Abu Bakr tidak banyak membantu untuk mengenai pribadinya dalam situasi kehidupan saat itu. Cerita sekitar masa anak-anak dan remajanya tidak juga memuaskan. Apa yang diceritakan tentang kedua orangtuanya tidak lebih daripada sekedar menyebut nama saja. Setelah Abu Bakr menjadi tokoh sebagai Muslim yang penting, baru nama ayahnya disebut-sebut. Ada pengaruh Abu Bakr dalam kehidupan ayahnya, namun pengaruh ayahnya dalam kehidupan Abu Bakr tidak ada. Tetapi yang menjadi perhatian kalangan sejarawan waktu itu justru yang menyangkut kabilahnya serta kedudukannya di tengah-tengah masyarakat Kuraisy. Tak bedanya mereka itu dalam hal ini dengan sejarah Arab umumnya. Dengan melihat pertaliannya kepada salah satu kabilah,1 sudah cukup untuk mengetahui watak dan akhlak mereka. Adakalanya yang demikian ini baik, dan kadang juga mereka yang percaya pada prinsip keturunan itu berguna untuk menentukan kecenderungan mereka, kendati yang lain menganggap penilaian demikian sudah berlebihan, dan ini yang membuat mereka tidak cermat dalarn meneliti. Kabilahnya dan kepemimpinannya Abu Bakr dari kabilah Taim bin Murrah bin Ka'b. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada Adnan. Setiap kabilah yang tinggal di Mekah punya keistimewaan tersendiri, yakni ada tidaknya hubungannya dengan sesuatu jabatan di Ka'bah. Untuk Banu Abd Manaf tugasnya siqayah 1 Kabilah atau suku merupakan susunan masyarakat Arab yang berasal dari satu moyang, lebih kecil dari sya'b dan lebih besar dari 'imarah, kemudian berturut-turut batn, 'imarah dan fakhz. — Pnj. ABU BAKR PADA MASA NABI 1 1 eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. 2 ABU BAKR AS-SIDDIQ dan rifadah, untuk Banu Abdid-Dar, liwa', hijabah dan nadwah, yang sudah berjalan sejak sebelum Hasyim kakek Nabi lahir. Sedang pimpinan tentara di pegang oleh Banu Makhzum, nenek moyang Khalid bin Walid, dan Banu Taim bin Murrah menyusun masalah diat (tebusan darah) dan segala macam ganti rugi. Pada zaman jahiliah masalah penebusan darah ini di tangan Abu Bakr tatkala posisinya cukup kuat, dan dia juga yang memegang pimpinan kabilahnya. Oleh karena itu bila ia harus menanggung sesuatu tebusan dan ia meminta bantuan Kuraisy, mereka pun percaya dan mau memberikan tebusan itu, yang tak akan dipenuhi sekiranya orang lain yang memintanya. Banyak buku yang ditulis orang kemudian menceritakan adanya pujian ketika menyinggung Banu Taim ini serta kedudukannya di tengahtengah kabilah-kabilah Arab. Diceritakan bahwa ketika Munzir bin Ma'as-Sama' menuntut Imru'ul-Qais bin Hujr al-Kindi, ia mendapat perlindungan Mu'alla at-Taimi (dari Banu Taim), sehingga dalam hal ini penyair Imru'ul-Qais berkata: Imru'ul-Qais bin Hujr Telah didudukkan oleh Banu Taim, "Masabihuz-Zalami" Karena bait tersebut, Banu Taim dijuluki "Masabihuz-Zalami" (pelita- pelita di waktu gelap). Tetapi sumber-sumber yang beraneka ragam yang melukiskan sifatsifat Banu Taim itu tidak berbeda dengan yang biasa dilukiskan untuk kabilah-kabilah lain. Juga tidak ada suatu ciri khas yang bisa dibedakan dan dapat digunakan oleh penulis sejarah atau menunjukkan suatu sifat tertentu kepada kabilah mana ia dapat digolongkan. Sumber-sumber itu melukiskan Banu Taim dengan sifat-sifat terpuji: pemberani, pemurah, kesatria, suka menolong dan melindungi tetangga dan sebagainya yang biasa dipunyai oleh kabilah-kabilah Arab yang hidup dalam iklim jazirah Arab. Nama dan julukannya Para penulis biografi Abu Bakr itu tidak terbatas hanya pada kabilahnya saja seperti yang sudah saya sebutkan, tetapi mereka memulai juga dengan menyebut namanya dan nama kedua orangtuanya. Lalu melangkah ke masa anak-anak, masa muda dan masa remaja, sampai pada apa yang dikerjakannya. Disebutkan bahwa namanya Abdullah bin Abi Quhafah, dan Abu Quhafah ini pun nama sebenarnya Usman bin Amir, dan ibunya, Ummul-Khair, sebenarnya bernama Salma bint Sakhr 1. ABU BAKR PADA MASA NABI bin Amir. Disebutkan juga, bahwa sebelum Islam ia bernama Abdul Ka'bah. Setelah masuk Islam oleh Rasulullah ia dipanggil Abdullah. Ada juga yang mengatakan bahwa tadinya ia bernama Atiq, karena dari pihak ibunya tak pernah ada anak laki-laki yang hidup. Lalu ibunya bernazar jika ia melahirkan anak laki-laki akan diberi nama Abdul Ka'bah dan akan disedekahkan kepada Ka'bah. Sesudah Abu Bakr hidup dan menjadi besar, ia diberi nama Atiq, seolah ia telah dibebaskan dari maut. Tetapi sumber-sumber itu lebih jauh menyebutkan bahwa Atiq itu bukan namanya, melainkan suatu julukan karena warna kulitnya yang putih. Sumber yang lain lagi malah menyebutkan, bahwa ketika Aisyah putrinya ditanyai: mengapa Abu Bakr diberi nama Atiq ia menjawab: Rasulullah memandang kepadanya lalu katanya: Ini yang dibebaskan Allah dari neraka; atau karena suatu hari Abu Bakr datang bersama sahabat-sahabatnya lalu Rasulullah berkata: Barang siapa ingin melihat orang yang dibebaskan dari neraka lihatlah ini. Mengenai gelar Abu Bakr yang dibawanya dalam hidup sehari-hari sumber-sumber itu tidak menyebutkan alasannya, meskipun penulis-penulis kemudian ada yang menyimpulkan bahwa dijuluki begitu karena ia orang paling dini2 dalam Islam dibanding dengan yang lain. Masa mudanya Semasa kecil Abu Bakr hidup seperti umumnya anak-anak di Mekah. Lepas masa anak-anak ke masa usia remaja ia bekerja sebagai pedagang pakaian. Usahanya ini mendapat sukses. Dalam usia muda itu ia kawin dengan Qutailah bint Abdul Uzza. Dari perkawinan ini lahir Abdullah dan Asma'. Asma' inilah yang kemudian dijuluki Zatun-Nitaqain. Sesudah dengan Qutailah ia kawin lagi dengan Umm Rauman bint Amir bin Uwaimir. Dari perkawinan ini lahir pula Abdur-Rahman dan Aisyah. Kemudian di Medinah ia kawin dengan Habibah bint Kharijah, setelah itu dengan Asma' bint Umais yang melahirkan Muhammad. Sementara itu usaha dagangnya berkembang pesat dan dengan sendirinya ia memperoleh laba yang cukup besar. Perawakan dan perangainya Keberhasilannya dalam perdagangan itu mungkin saja disebabkan oleh pribadi dan wataknya. Berperawakan kurus, putih, dengan sepa- 1 Mungkin juga dinisbahkan pada nama Ka'bah yang lain, yakni al-Baitul-'Atiq atau "Rumah Purba". Kata 'Atiq berarti juga "yang dibebaskan". —Pnj. 2 Bakr berarti dini (A). — Pnj. 3 4 ABU BAKR AS-SIDDIQ sang bahu yang kecil dan muka lancip dengan mata yang cekung disertai dahi yang agak menonjol dan urat-urat tangan yang tampak jelas — begitulah dilukiskan oleh putrinya, Aisyah Ummulmukminin. Begitu damai perangainya, sangat lemah lembut dan sikapnya tenang sekali. Tak mudah ia terdorong oleh hawa nafsu. Dibawa oleh sikapnya yang selalu tenang, pandangannya yang jernih serta pikiran yang tajam, banyak kepercayaan dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang tidak diikutinya. Aisyah menyebutkan bahwa ia tak pernah minum minuman keras, di zaman jahiliah atau Islam, meskipun penduduk Mekah umumnya sudah begitu hanyut ke dalam khamar dan mabuk-mabukan. Ia seorang ahli genealogi — ahli silsilah — bicaranya sedap dan pandai bergaul. Seperti dilukiskan oleh Ibn Hisyam, penulis kitab Sirah: "Abu Bakr adalah laki-laki yang akrab di kalangan masyarakatnya, disukai karena ia serba mudah. Ia dari keluarga Kuraisy yang paling dekat dan paling banyak mengetahui seluk-beluk kabilah itu, yang baik dan yang jahat. Ia seorang pedagang dengan perangai yang sudah cukup terkenal. Karena suatu masalah, pemuka-pemuka masyarakatnya sering datang menemuinya, mungkin karena pengetahuannya, karena perdagangannya atau mungkin juga karena cara bergaulnya yang enak." Kecintaannya pada Mekah dan hubungannya dengan Muhammad Ia tinggal di Mekah, di kampung yang sama dengan Khadijah bint Khuwailid, tempat saudagar-saudagar terkemuka yang membawa perdagangan dalam perjalanan musim dingin dan musim panas ke Syam1 dan ke Yaman. Karena bertempat tinggal di kampung itu, itulah yang membuat hubungannya dengan Muhammad begitu akrab setelah Muhammad kawin dengan Khadijah dan kemudian tinggal serumah. Hanya dua tahun beberapa bulan saja Abu Bakr lebih muda dari Muhammad. Besar sekali kemungkinannya, usia yang tidak berjauhan itu, persamaan bidang usaha serta ketenangan jiwa dan perangainya, di samping ketidaksenangannya pada kebiasaan-kebiasaan Kuraisy — dalam kepercayaan dan adat — mungkin sekali itulah semua yang berpengaruh dalam persahabatan Muhammad dengan Abu Bakr. Beberapa sumber berbeda pendapat, sampai berapa jauh eratnya persahabatan itu sebelum Muhammad menjadi Rasul. Di antara mereka ada yang menyebutkan bahwa persahabatan itu sudah begitu akrab sejak sebelum kerasulan, dan bahwa keakraban itu pula yang membuat Abu Bakr cepat-cepat menerima Islam. 1 Meliputi Suria, Ubanon, Palestina dan Yordan sekarang. — Pnj. 1. ABU BAKR PADA MASA NABI 5 Ada pula yang lain menyebutkan, bahwa akrabnya hubungan itu baru kemudian dan bahwa keakraban pertama itu tidak lebih hanya karena bertetangga dan adanya kecenderungan yang sama. Mereka yang mendukung pendapat ini barangkali karena kecenderungan Muhammad yang suka menyendiri dan selama bertahun-tahun sebelum kerasulannya menjauhi orang banyak. Setelah Allah mengangkatnya sebagai Rasul teringat ia pada Abu Bakr dan kecerdasan otaknya. Lalu diajaknya ia bicara dan diajaknya menganut ajaran tauhid. Tanpa ragu Abu Bakr pun menerima ajakan itu. Sejak itu terjadilah hubungan yang lebih akrab antara kedua orang itu. Kemudian keimanan Abu Bakr makin mendalam dan kepercayaannya kepada Muhammad dan risalahnya pun bertambah kuat. Seperti dikatakan oleh Aisyah: "Yang kuketahui kedua orangtuaku sudah memeluk agama ini, dan setiap kali lewat di depan rumah kami, Rasulullah selalu singgah ke tempat kami, pagi atau sore." Menerima dakwah tanpa ragu dan sebabnya Sejak hari pertama Abu Bakr sudah bersama-sama dengan Muhammad melakukan dakwah demi agama Allah. Keakraban masyarakatnya dengan dia, kesenangannya bergaul dan mendengarkan pembicaraannya, besar pengaruhnya terhadap Muslimin yang mula-mula itu dalam masuk Islam itu. Yang mengikuti jejak Abu Bakr menerima Islam ialah Usman bin Affan, Abdur-Rahman bin Auf, Talhah bin Ubaidillah, Sa'd bin Abi Waqqas dan Zubair bin Awwam. Sesudah mereka yang kemudian menyusul masuk Islam — atas ajakan Abu Bakr — ialah Abu Ubaidah bin larrah dan banyak lagi yang lain dari penduduk Mekah. Adakalanya orang akan merasa heran betapa Abu Bakr. tidak merasa ragu menerima Islam ketika pertama kali disampaikan Muhammad kepadanya itu. Dan karena menerimanya tanpa ragu itu kemudiaYi Rasulullah berkata: "Tak seorang pun yang pernah kuajak memeluk Islam yang tidak tersendat-sendat dengan begitu berhati-hati dan ragu, kecuali Abu Bakr bin Abi Quhafah. la tidak menunggu-nunggu dan tidak ragu ketika kusampaikan kepadanya." 6 ABU BAKR AS-SIDDIQ Sebenarnya tak perlu heran tatkala Muhammad menerangkan kepadanya tentang tauhid dan dia diajaknya lalu menerimanya. Bahkan yang lebih mengherankan lagi bila Muhammad menceritakan kepadanya mengenai gua Hira dan wahyu yang diterimanya, ia mempercayainya tanpa ragu. Malah keheranan kita bisa hilang, atau berkurang, bila kita ketahui bahwa Abu Bakr adalah salah seorang pemikir Mekah yang memandang penyembahan berhala itu suatu kebodohan dan kepalsuan belaka. Ia sudah mengenai benar Muhammad — kejujurannya, kelurusan hatinya serta kejernihan pikirannya. Semua itu tidak memberi peluang dalam hatinya untuk merasa ragu, apa yang telah diceritakan kepadanya, dilihatnya dan didengarnya. Apalagi karena apa yang diceritakan Rasulullah kepadanya itu dilihatnya memang sudah sesuai dengan pikiran yang sehat. Pikirannya tidak merasa ragu lagi, ia sudah mempercayainya dan menerima semua itu. Keberaniannya menerima Islam dan menyiarkannya Tetapi apa yang menghilangkan kekaguman kita tidak mengubah penghargaan kita atas keberaniannya tampil ke depan umum dalam situasi ketika orang masih serba menunggu, ragu dan sangat berhati-hati. Keberanian Abu Bakr ini patut sekali kita hargai, mengingat dia pedagang, yang demi perdagangannya diperlukan perhitungan guna menjaga hubungan baik dengan orang lain serta menghindari konfrontasi dengan mereka, yang akibatnya berarti menentang pandangan dan kepercayaan mereka. Ini dikhawatirkan kelak akan berpengaruh buruk terhadap hubungan dengan para relasi itu. Berapa banyak orang yang memang tidak percaya pada pandangan itu dan dianggapnya suatu kepalsuan, suatu cakap kosong yang tak mengandung arti apa-apa, lalu dengan sembunyi-sembunyi atau berpura-pura berlaku sebaliknya hanya untuk mencari selamat, mencari keuntungan di balik semua itu, menjaga hubungan dagangnya dengan mereka. Sikap munafik begini kita jumpai bukan di kalangan awamnya, tapi di kalangan tertentu dan kalangan terpelajarnya juga. Bahkan akan kita jumpai di kalangan mereka yang menamakan diri pemimpin dan katanya hendak membela kebenaran. Kedudukan Abu Bakr yang sejak semula sudah dikatakan oleh Rasulullah itu, patut sekali ia mendapat penghargaan, patut dikagumi. Usaha Abu Bakr melakukan dakwah Islam itulah yang patut dikagumi. Barangkali ada juga orang yang berpandangan semacam dia, merasa sudah cukup puas dengan mempercayainya secara diam-diam dan tak perlu berterang-terang di depan umum agar perdagangannya 1. ABU BAKR PADA MASA NABI selamat, berjalan lancar. Dan barangkali Muhammad pun merasa cukup puas dengan sikap demikian itu dan sudah boleh dipuji. Tetapi Abu Bakr dengan menyatakan terang-terangan keislamannya itu, lalu mengajak orang kepada ajaran Allah dan Rasulullah dan meneruskan dakwahnya untuk meyakinkan kaum Muslimin yang mula-mula untuk mempercayai Muhammad dan mengikuti ajaran agamanya, inilah yang belum pernah dilakukan orang; kecuali mereka yang sudah begitu tinggi jiwanya, yang sudah sampai pada tingkat membela kebenaran demi kebenaran. Orang demikian ini sudah berada di atas kepentingan hidup pribadinya sehari hari. Kita lihat, dalam membela agama, dalam berdakwah untuk agama, segala kebesaran dan kemewahan hidup duniawinya dianggapnya kecil belaka. Demikianlah keadaan Abu Bakr dalam persahabatannya dengan Muhammad, sejak ia memeluk Islam, hingga Rasulullah berpulang ke sisi Allah dan Abu Bakr pun kemudian kembali ke sisi-Nya. Abu Bakr orang pertama yang memperkuat agama Teringat saya tatkala Hamzah bin Abdul Muttalib dan Umar bin Khattab masuk Islam, betapa besar pengaruh mereka itu dalam memperkuat Islam, dan bagaimana pula Allah memperkuat Islam dengan kedua mereka itu. Keduanya terkenal garang dan berpendirian teguh, kuat, ditakuti oleh lawan. Juga saya ingat, betapa Abu Bakr ketika ia masuk Islam. Tidak ragu kalau saya mengatakan, bahwa dialah orang pertama yang ditempatkan Allah untuk memperkuat agama-Nya. Orang yang begitu damai jiwanya, tenang, sangat lemah lembut dan perkasa. Matanya mudah berlinang begitu melihat kesedihan menimpa orang lain. Ternyata orang ini menyimpan iman yang begitu kuat terhadap agama baru ini, terhadap Rasul utusan Allah. Ternyata ia tak dapat ditaklukkan. Adakah suatu kekuatan di dunia ini yang dapat melebihi kekuatan iman! Adakah suatu kemampuan seperti kemampuan iman dalam hidup ini! Orang yang mengira, bahwa kekuatan despotisma dan kekuasaan punya pengaruh besar di dunia ini, ia sudah terjerumus ke dalam jurang kesalahan. Jiwa yang begitu damai, begitu yakin dengan keimanannya akan kebenaran, yang mengajak orang berdakwah dengan cara yang bijaksana dan nasihat yang baik, dengan cara yang lemah lembut, yang bersumber dari akhlak yang mulia dan perangai yang lembut, bergaul dengan orang-orang lemah, orang-orang papa dan kaum duafa, yang dalam penderitaannya sebagai salah satu sarana dakwahnya — jiwa inilah yang sepantasnya mencapai sasaran sebagaimana dikehendaki, karena ia mudah diacu dan keluar sesuai dengan pola yang ada padanya. 7 8 ABU BAKR AS-SIDDIQ Itulah jejak Abu Bakr r.a. pada tahun-tahun pertama dakwah Islam, dan terus berjalan sampai pada waktu ia memangku jabatan selaku Khalifah, dan berlangsung terus sampai akhir hayatnya. Melindungi golongan lemah dengan hartanya Dalam menjalankan dakwah itu tidak hanya berbicara saja dengan kawan-kawannya dan meyakinkan mereka, dan dalam menghibur kaum duafa dan orang-orang miskin yang disiksa dan dianiaya oleh musuhmusuh dakwah, tidak hanya dengan kedamaian jiwanya, dengan sifatnya yang lemah lembut, tetapi ia menyantuni mereka dengan hartanya. Digunakannya hartanya itu untuk membela golongan lemah dan orangorang tak punya, yang telah mendapat petunjuk Allah ke jalan yang benar, tetapi lalu dianiaya oleh musuh-musuh kebenaran itu. Sudah cukup diketahui, bahwa ketika ia masuk Islam, hartanya tak kurang dari empat puluh ribu dirham yang disimpannya dari hasil perdagangan. Dan selama dalam Islam ia terus berdagang dan mendapat laba yang cukup besar. Tetapi setelah hijrah ke Medinah sepuluh tahun kemudian, hartanya itu hanya tinggal lima ribu dirham. Sedang semua harta yang ada padanya dan yang disimpannya, kemudian habis untuk kepentingan dakwah, mengajak orang ke jalan Allah dan demi agama dan Rasul-Nya. Kekayaannya itu digunakan untuk menebus orang-orang lemah dan budak-budak yang masuk Islam, yang oleh majikannya disiksa dengan pelbagai cara, tak lain hanya karena mereka masuk Islam. Suatu hari Abu Bakr melihat Bilal yang negro itu oleh tuannya dicampakkan ke ladang yang sedang membara oleh panas matahari, dengan menindihkan batu di dadanya lalu dibiarkannya agar ia mati dengan begitu, karena ia masuk Islam. Dalam keadaan semacam itu tidak lebih Bilal hanya mengulang-ulang kata-kata: Ahad, Ahad. Ketika itulah ia dibeli oleh Abu Bakr kemudian dibebaskan! Begitu juga Amir bin Fuhairah oleh Abu Bakr ditebus dan ditugaskan menggembalakan kambingnya. Tidak sedikit budak-budak itu yang disiksa, laki-laki dan perempuan, oleh Abu Bakr dibeli lalu dibebaskan. Peranan sebagai semenda Nabi Tetapi Abu Bakr sendiri pun tidak bebas dari gangguan Kuraisy. Sama halnya dengan Muhammad sendiri yang juga tidak lepas dari gangguan itu dengan kedudukannya yang sudah demikian rupa di kalangan kaumnya serta perlindungan Banu Hasyim kepadanya. Setiap Abu Bakr melihat Muhammad diganggu oleh Kuraisy ia selalu siap membelanya dan mempertaruhkan nyawanya untuk melindunginya. Ibn Hisyam mencerita1. ABU B AKR PADA MASA NABI kan, bahwa perlakuan yang paling jahat dilakukan Kuraisy terhadap Rasulullah ialah setelah agama dan dewa-dewa mereka dicela. Suatu hari mereka berkumpul di Hijr, dan satu sama lain mereka berkata: "Kalian mengatakan apa yang didengarnya dari kalian dan apa yang kalian dengar tentang dia. Dia memperlihatkan kepadamu apa yang tak kamu sukai lalu kamu tinggalkan dia." Sementara mereka dalam keadaan serupa itu tiba-tiba datang Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam. Sekaligus ia diserbu bersama-sama oleh mereka dan mengepungnya seraya berkata: Engkau yang berkata begini dan begini? Maksudnya yang mencela berhala-berhala dan kepercayaan mereka. Maka Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam pun menjawab: Ya, memang aku yang mengatakan. Salah seorang di antara mereka langsung menarik bajunya. Abu Bakr sambil menangis menghalanginya seraya katanya: Kamu mau membunuh orang yang mengatakan hanya Allah Tuhanku! Mereka kemudian bubar. Itulah yang kita lihat perbuatan Kuraisy yang luar biasa kepadanya. Tetapi peristiwa ini belum seberapa dibandingkan dengan peristiwaperistiwa lain yang benar-benar memperlihatkan keteguhan iman Abu Bakr kepada Muhammad dan risalahnya itu. Sedikit pun tak pernah goyah. Dan iman itu jugalah yang membuat tidak sedikit kalangan Orientalis tidak jadi melemparkan tuduhan kepada Nabi, seperti yang biasa dilakukan oleh mereka yang suka berlebih-lebihan. Dengan ketenangan dan kedamaian hatinya yang demikian rupa, keimanan Abu Bakr tidak akan sedemikian tinggi, kalau ia tidak melihat segala perbuatan Rasulullah yang memang jauh dari segala yang meragukan, terutama pada waktu Rasulullah sedang menjadi sasaran penindasan masyarakatnya. Iman yang mengisi jiwa Abu Bakr ini jugalah yang telah mempertahankan Islam, sementara yang lain banyak yang meninggalkannya tatkala Rasulullah berbicara kepada mereka mengenai peristiwa Isra. Sikapnya mengenai kisah Isra Muhammad berbicara kepada penduduk Mekah bahwa Allah telah memperjalankannya malam hari dari Masjidilharam ke Masjidilaksa dan bahwa ia bersembahyang di sana. Oleh orang-orang musyrik kisah itu diperolok, malah ada sebagian yang sudah Islam pun merasa ragu. Tidak sedikit orang yang berkata ketika itu: Soalnya sudah jelas. Perjalanan kafilah Mekah-Syam yang terus-menerus pun memakan waktu sebulan pergi dan sebulan pulang. Mana mungkin hanya satu malam saja Muhammad pergi pulang ke Mekah! 9 10 ABU BAKR AS-SIDDIQ Tidak sedikit mereka yang sudah Islam kemudian berbalik murtad, dan tidak sedikit pula yang masih merasa sangsi. Mereka pergi menemui Abu Bakr, karena mereka mengetahui keimanannya dan persahabatannya dengan Muhammad. Mereka menceritakan apa yang telah dikatakannya kepada mereka itu mengenai Isra. Terkejut mendengar apa yang mereka katakan itu Abu Bakr berkata: "Kalian berdusta." "Sungguh," kata mereka. "Dia di mesjid sedang berbicara dengan orang banyak." "Dan kalaupun itu yang dikatakannya," kata Abu Bakr lagi, "tentu ia mengatakan yang sebenarnya. Dia mengatakan kepadaku, bahwa ada berita dari Tuhan, dari langit ke bumi, pada waktu malam atau siang, aku percaya. Ini lebih lagi dari yang kamu herankan." Abu Bakr lalu pergi ke mesjid dan mendengarkan Nabi yang sedang melukiskan keadaan Baitulmukadas. Abu Bakr sudah pernah mengunjungi kota itu. Selesai Nabi melukiskan keadaan mesjidnya, Abu Bakr berkata: "Rasulullah, saya percaya." Sejak itu Muhammad memanggil Abu Bakr dengan "as-Siddlq".1 Pernahkah suatu kali orang bertanya dalam hati: Sekiranya Abu Bakr juga sangsi seperti yang lain mengenai apa yang diceritakan Rasulullah tentang Isra itu, maka apa pula kiranya yang akan terjadi dengan agama yang baru tumbuh ini, akibat kesangsian itu? Dapatkah orang memperkirakan berapa banyak jumlah orang yang akan jadi murtad, dan goyahnya keyakinan dalam hati kaum Muslimin yang lain? Pernahkah kita ingat, betapa jawaban Abu Bakr ini memperkuat keyakinan orang banyak, dan betapa pula ketika itu ia telah memperkuat kedudukan Islam? Kalau dalam hati orang sudah bertanya-tanya, sudah memperkirakan dan sudah pula ingat, niscaya ia tak akan ragu lagi memberikan penilaian, bahwa iman yang sungguh-sungguh adalah kekuatan yang paling besar dalam hidup kita ini, lebih besar daripada kekuatan kekuasaan dan despotisma sekaligus. Kata-kata Abu Bakr itu sebenarnya merupakan salah satu inayah Ilahi demi agama yang benar ini. Katakata itulah sebenarnya yang merupakan pertolongan dan dukungan yang besar, melebihi dukungan yang diberikan oleh kekuatan Hamzah dan 1 Siddiq, orang yang selalu membenarkan, percaya, yang menerapkan kata dengan perbuatan, yang kemudian menjadi gelar Abu Bakr (al-Mu'jam al-Wasit); orang yang mencintai kebenaran, yakni Nabi Ibrahim dan Nabi Idris (Qur'an, 19. 41, 56). — Pnj. 1. ABU BAKR PADA MASA NABI Umar sebelumnya. Ini memang suatu kenyataan apabila di dalam sejarah Islam Abu Bakr mempunyai tempat tersendiri sehingga Rasulullah berkata: "Kalau ada di antara hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman kesayangan), maka Abu Bakr-lah khalil-ku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ialah dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita." Kata-kata Abu Bakr mengenai Isra itu menunjukkan pemahamannya yang dalam tentang wahyu dan risalah, yang tidak dapat ditangkap oleh kebanyakan orang. Di sinilah pula Allah telah memperlihatkan kebijakan- Nya tatkala Rasulullah memilih seorang teman dekatnya saat ia dipilih oleh Allah menjadi Rasul-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya kepada umat manusia. Itulah pula bukti yang kuat, bahwa kata yang baik seperti pohon yang baik, akarnya tertanam kukuh dan cabangnya (menjulang) ke langit, dengan jejak yang abadi sepanjang zaman, dengan karunia Allah. Ia tak akan dikalahkan oleh waktu, tak akan dilupakan. Tugasnya sesudah Isra Sesudah peristiwa Isra itu, sebagai orang yang cukup berpengalaman akan seluk-beluk perbatasan, Abu Bakr tetap menjalankan usaha dagangnya. Sebagian besar waktunya ia gunakan menemani Rasulullah dan untuk menjaga orang-orang lemah yang sudah masuk Islam, melindungi mereka dari gangguan Kuraisy di samping mengajak mereka yang mulai tergugah hatinya kepada Islam. Sementara Kuraisy begitu keras mengganggu Nabi dan Abu Bakr serta kaum Muslimin yang lain, belum terlintas dalam pikiran Abu Bakr akan hijrah ke Abisinia bersama-sama kaum Muslimin yang lain yang mau tetap bertahan dengan agama mereka.1 Malah ia tetap tinggal di Mekah bersama Muhammad, berjuang mati-matian demi dakwah di jalan Allah sambil belajar tentang segala yang diwahyukan Allah kepada Nabi untuk disiarkan kepada umat manusia. Dan dengan segala senang 1 Ada juga sumber yang menyebutkan, bahwa Abu Bakr bermaksud pergi bersama-sama mereka yang hijrah ke Abisinia; tetapi ia bertemu dengan Rabiah bin ad-Dugunnah yang berkata kepadanya: "Wah, jangan ikut hijrah. Engkau penghubung tali kekeluargaan, engkau yang membenarkan peristiwa Isra, membantu orang tak punya dan engkau yang mengatur pasang surutnya keadaan." Ia lalu diberi perlindungan keamanan oleh Kuraisy. Abu Bakr tetap tinggal di Mekah dan di serambi rumahnya ia membangun sebuah mesjid. Di tempat itu ia sembahyang dan membaca Qur'an. Sekarang Kuraisy merasa khawatir, perempuan-perempuan dan pemuda-pemuda mereka akan tergoda. Mereka mengadu kepada Ibn ad-Dugunnah. Abu Bakr mengembalikan jaminan perlindungan itu dan ia tetap tinggal di Mekah menghadapi segala gangguan. 11 12 ABU BAKR AS-SIDDIQ hati disertai sifatnya yang lemah lembut, semua harta pribadinya dikorbankannya demi kebaikan mereka yang sudah masuk Islam dan demi mereka yang diharapkan mendapat petunjuk Allah bagi yang belum masuk Islam. Kaum Muslimin di Mekah ketika itu memang sangat memerlukan perjuangan serupa itu, memerlukan sekali perhatian Abu Bakr. Dalam pada itu Muhammad masih menerima wahyu dari Allah dan ia sudah tidak lagi mengharapkan penduduk Mekah akan menyambut ajakannya itu. Maka ia mengalihkan perhatian kepada kabilah-kabilah. Ia menawarkan diri dan mengajak mereka kepada agama Allah. Ia telah pergi ke Ta'if, meminta pengertian penduduk kota itu. Tetapi ia ditolak dengan cara yang tidak wajar. Dalam hubungannya dengan Tuhan selalu ia memikirkan risalahnya itu dan untuk berdakwah ke arah itu serta caracaranya untuk menyukseskan dakwahnya itu. Dalam pada itu Kuraisy juga tak pernah tinggal diam dan tak pernah berhenti mengadakan perlawanan. Di samping semua itu, Abu Bakr juga selalu memikirkan nasib kaum Muslimin yang tinggal di Mekah, mengatur segala cara untuk ketenteraman dan keamanan hidup mereka. Usaha mencegah gangguan Kuraisy Kalaupun buku-buku sejarah dan mereka yang menulis biografi Abu Bakr tidak menyebutkan usahanya, apa yang disebutkan itu sudah memadai juga. Tetapi sungguhpun begitu dalam hati saya terbayang jelas segala perhatiannya itu, serta hubungannya yang terus-menerus dengan Hamzah, dengan Umar, dengan Usman serta dengan pemukapemuka Muslimin yang lain untuk melindungi golongan lemah yang sudah masuk Islam dari gangguan Kuraisy. Bahkan saya membayangkan hubungannya dulu dengan kalangan luar Islam, dengan mereka yang tetap berpegang pada kepercayaan mereka, tetapi berpendapat bahwa Kuraisy tidak berhak memusuhi orang yang tidak sejalan dengan kepercayaan mereka dalam menyembah berhala-berhala itu. Dalam sejarah hidup Rasulullah kita sudah melihat, di antara mereka banyak juga yang membela kaum Muslimin dari gangguan Kuraisy itu. Juga kita melihat mereka yang telah bertindak membatalkan piagam pemboikotan tatkala orang-orang Kuraisy sepakat hendak memboikot Muhammad dan sahabat-sahabatnya serta memblokade mereka selama tiga tahun terus-menerus di celah-celah gunung di pinggiran kota Mekah, supaya tak dapat berhubungan dan berbicara dengan orang di luar selain pada bulan-bulan suci. Saya yakin, bahwa Abu Bakr, dalam menggerakkan mereka yang bukan pengikut-pengikut agama Muhammad, 1. ABU BAKR PADA MASA NABI 13 namun turut marah melihat tindakan-tindakan Kuraisy terhadapnya itu, punya pengaruh besar, karena sifatnya yang lemah lembut, tutur katanya yang ramah serta pergaulannya yang menarik. Tindakan Abu Bakr dalam melindungi kaum Muslimin ketika agama ini baru tumbuh, itu pula yang menyebabkan Muhammad lebih dekat kepadanya. Inilah yang telah mempertalikan kedua orang itu dengan tali persaudaraan dalam iman, sehingga Muhammad memilihnya sebagai teman dekatnya (khalilnya). Setelah dengan izin Allah agama ini mendapat kemenangan dengan kekuatan penduduk Yasrib (Medinah) sesudah kedua ikrar Aqabah, Muhammad pun mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke kota itu. Sama halnya dengan sebelum itu, ia mengizinkan sahabat-sahabatnya hijrah ke Abisinia. Orang-orang Kuraisy tidak tahu, Muhammad ikut hijrah atau tetap tinggal di Mekah seperti tatkala kaum Muslimin dulu hijrah ke Abisinia. Tahukah Abu Bakr maksud Muhammad, yang oleh Kuraisy tidak diketahui? Segala yang disebutkan mengenai ini hanyalah, bahwa Abu Bakr meminta izin kepada Muhammad akan pergi hijrah, dan dijawab: "Jangan tergesa-gesa, kalau-kalau Allah nanti memberikan seorang teman kepadamu." Dan tidak lebih dari itu. Bersiap-siap, kemudian hijrah Di sini dimulai lagi sebuah lembaran baru, lembaran iman yang begitu kuat kepada Allah dan kepada Rasulullah. Abu Bakr sudah mengetahui benar, bahwa sejak kaum Muslimin hijrah ke Yasrib, pihak Kuraisy memaksa mereka yang dapat dikembalikan ke Mekah harus dikembalikan, dipaksa meninggalkan agama itu. Kemudian mereka disiksa, dianiaya. Juga ia mengetahui, bahwa orang-orang musyrik itu berkumpul di Darun- Nadwah, berkomplot hendak membunuh Muhammad. Kalau ia menemani Muhammad dalam hijrahnya itu lalu Kuraisy bertindak membunuh Muhammad, tidak bisa tidak Abu Bakr juga pasti dibunuhnya. Sungguhpun begitu, ketika ia oleh Muhammad diminta menunda, ia pun tidak ragu. Bahkan ia merasa sangat gembira, dan yakin benar ia bahwa kalau ia hijrah bersama Rasulullah, Allah akan memberikan pahala dan ini suatu kebanggaan yang tiada taranya. Kalau sampai ia mati terbunuh bersama dia, itu adalah mati syahid yang akan mendapat surga. Sejak itu Abu Bakr sudah menyiapkan dua ekor unta sambil menunggu perkembangan lebih lanjut bersama kawannya itu. Sementara sore itu ia di rumah tiba-tiba datang Muhammad seperti biasa tiap sore. Ia memberitahukan bahwa Allah telah mengizinkan ia 14 ABU BAKR AS-SIDDIQ hijrah ke Yasrib. Abu Bakr menyampaikan keinginannya kepada Rasulullah sekiranya dapat menemaninya dalam hijrahnya itu; dan permintaannya itu pun dikabulkan. Khawatir Muhammad akan melarikan diri sesudah kembali ke rumahnya, pemuda-pemuda Kuraisy segera mengepungnya. Muhammad membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya ia mengenakan mantel Hadramautnya yang hijau dan berbaring di tempat tidurnya. Hal itu dilakukan oleh Ali. Lewat tengah malam, dengan tidak setahu pemudapemuda Kuraisy ia keluar pergi ke rumah Abu Bakr. Ternyata Abu Bakr memang sedang jaga menunggunya. Kedua orang itu kemudian keluar dari celah pintu belakang dan bertolak ke arah selatan menuju Gua Saur. Di dalam gua itulah mereka bersembunyi. Pemuda-pemuda Kuraisy itu segera bergegas ke setiap lembah dan gunung mencari Muhammad untuk dibunuh. Sampai di Gua Saur salah seorang dari mereka naik ke atas gua itu kalau-kalau dapat menemukan jejaknya. Saat itu Abu Bakr sudah mandi keringat ketika terdengar suara mereka memanggil-manggil. Ia menahan nafas, tidak bergerak dan hanya menyerahkan nasib kepada Allah. Tetapi Muhammad masih tetap berzikir dan berdoa kepada Allah. Abu Bakr makin merapatkan diri ke dekat di telinganya: kita." kawannya itu, dan Muhammad berbisik "Jangan bersedih hati. Tuhan bersama Pemuda-pemuda Kuraisy itu melihat ke sekeliling gua dan yang dilihatnya hanya laba-laba yang sedang menganyam sarangnya di mulut gua itu. la kembali ke tempat teman-temannya dan mereka bertanya kenapa ia tidak masuk. "Ada laba-laba di tempat itu, yang memang sudah ada sejak sebelum Muhammad lahir." Dengan perasaan dongkol pemuda-pemuda itu pergi meninggalkan tempat tersebut. Setelah mereka menjauh Muhammad berseru: "Alhamdulillah, Allahu Akbar!" Apa yang disaksikan Abu Bakr itu sungguh makin menambah kekuatan imannya. Apa penyebab ketakutan Abu Bakr ketlka dalam gua? Adakah rasa takut pada Abu Bakr itu sampai ia bermandi keringat dan merapatkan diri kepada Rasulullah karena ia sangat mendambakan kehidupan dunia, takut nasibnya ditimpa bencana? Atau karena ia tidak memikirkan dirinya lagi tapi yang dipikirkannya hanya Rasulullah dan jika mungkin ia akan mengorbankan diri demi Rasulullah? Bersumber dari Hasan bin Abil-Hasan al-Basri, Ibn Hisyam menuturkan: "Ketika malam itu Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dan Abu Bakr memasuki gua, Abu Bakr radiallahu 'anhu masuk lebih dulu sebelum 1. ABU BAKR PADA MASA NABI 15 Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam sambil meraba-raba gua itu untuk mengetahui kalau-kalau di tempat itu ada binatang buas atau ular. Ia mau melindungi Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dengan dirinya." Begitu juga sikapnya ketika dalam keadaan begitu genting demikian terdengar suara pemuda-pemuda Kuraisy, ia berbisik di telinga Nabi: "Kalau saja mereka ada yang menjenguk ke bawah, pasti mereka melihat kita." Pikirannya bukan apa yang akan menimpa dirinya, tetapi yang dipikirkannya Rasulullah dan perkembangan agama, yang untuk itu ia berdakwah atas perintah Allah, kalau sampai pemuda-pemuda itu berhasil membunuhnya. Bahkan barangkali pada saat itu tiada lain yang dipikirkannya, seperti seorang ibu yang khawatir akan keselamatan anaknya. Ia gemetar ketakutan, ia gelisah. Tak lagi ia dapat berpikir. Bila ada bahaya mengancam, ia akan terjun melemparkan diri ke dalam bahaya itu, sebab ia ingin melindungi atau mati demi anaknya itu. Ataukah Abu Bakr memang lebih gelisah dari ibu itu, lebih menganggap enteng segala bahaya yang datang, karena imannya kepada Allah dan kepada Rasulullah memang sudah lebih kuat dari cintanya kepada kehidupan dunia, dari naluri seorang ibu dan dari segala yang dapat dirasakan oleh perasaan kita dan apa yang terlintas dalam pikiran kita?! Coba kita bayangkan, betapa iman itu menjelma di depannya, dalam diri Rasulullah, dan dengan itu segala makna yang kudus menjelma pula dalam bentuk kekudusan dan kerohaniannya yang agung dan cemerlang! Saat ini saya membayangkan Abu Bakr sedang duduk dan Rasulullah di sampingnya. Juga saya membayangkan bahaya yang sedang mengancam kedua orang itu. Imajinasi saya tak dapat membantu mengungkapkan segala yang terkandung dalam lukisan hidup yang luar biasa ini, tak ada bandingannya dalam bentuk yang bagaimanapun. Apa artinya pengorbanan raja-raja dan para pemimpin dibandingkan dengan pengorbanan Rasulullah Sejarah menceritakan kepada kita kisah orang-orang yang telah mengorbankan diri demi seorang pemimpin atau raja. Dan pada zaman kita ini pun banyak pemimpin yang dikultuskan orang. Mereka lebih dicintai daripada diri mereka sendiri. Tetapi keadaan Abu Bakr dalam gua jauh berbeda. Para pakar psikologi perlu sekali membuat analisis yang cermat tentang dia, dan yang benar-benar dapat melukiskan keadaannya itu. Apa artinya keyakinan orang kepada seorang pemimpin dan raja dibandingkan dengan keyakinan Abu Bakr kepada Rasulullah yang telah menjadi pilihan Allah dan mewahyukannya dengan agama yang benar!? Dan apa pula artinya pengorbanan orang untuk pemimpin16 ABU BAKR AS-SIDDIQ pemimpin dan raja-raja itu dibandingkan dengan apa yang berkecamuk dalam pikiran Abu Bakr saat itu, yang begitu khawatir terjadi bahaya menimpa keselamatan Rasulullah. Lebih-lebih lagi jika tak sampai dapat menolak bahaya itu. Inilah keagungan yang sungguh cemerlang, yang rasanya sudah tak mungkin dapat dilukiskan lagi. Itulah sebabnya penulis- penulis biografi tak ada yang menyinggung soal ini. Setelah putus asa mereka mencari dua orang itu, keduanya keluar dari tempat persembunyian dan meneruskan perjalanan. Dalam perjalanan itu pun bahaya yang mereka hadapi tidak kurang pula dari bahaya yang mengancam mereka selama di dalam gua. Abu Bakr masih dapat membawa sisa laba perdagangannya sebanyak lima ribu dirham. Setiba di Medinah dan orang menyambut Rasulullah begitu meriah, Abu Bakr memulai hidupnya di kota itu seperti halnya dengan kaum Muhajirin yang lain, meskipun kedudukannya tetap di samping Rasulullah, kedudukan sebagai khalil, sebagai as- Siddlq dan sebagai menteri penasehat. Abu Bakr di Medinah Abu Bakr tinggal di Sunh di pinggiran kota Medinah, pada keluarga Kharijah bin Zaid dari Banu al-Haris dari suku Khazraj. Ketika Nabi mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Ansar Abu Bakr dipersaudarakan dengan Kharijah. Abu Bakr kemudian disusul oleh keluarganya dan anaknya yang tinggal di Mekah. la mengurus keperluan hidup mereka. Keluarganya mengerjakan pertanian — seperti juga keluarga Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Talib — di tanah orang-orang Ansar bersama-sama dengan pemiliknya. Bolehjadi Kharijah bin Zaid ini salah seorang pemiliknya. Hubungan orang ini lambat laun makin dekat dengan Abu Bakr. Abu Bakr kawin dengan putrinya — Habibah — dan dari perkawinan ini kemudian lahir Umm Kulsum, yang ditinggalkan wafat oleh Abu Bakr ketika ia sedang dalam kandungan Habibah. Keluarga Abu Bakr tidak tinggal bersamanya di rumah Kharijah bin Zaid di Sunh, tetapi Umm Ruman dan putrinya Aisyah serta keluarga Abu Bakr yang lain tinggal di Medinah, di sebuah rumah berdekatan dengan rumah Abu Ayyub al-Ansari, tempat Nabi tinggal. Ia mundarmandir ke tempat mereka, tetapi lebih banyak di tinggal di Sunh, tempat istrinya yang baru. Terserang demam Tak lama tinggal di Medinah ia mendapat serangan demam, yang juga banyak menyerang penduduk Mekah yang baru hijrah ke Medinah, disebabkan oleh perbedaan iklim udara tempat kelahiran mereka dengan 1. ABU BAKR PADA MASA NABI 17 udara tempat tinggal yang sekarang. Udara Mekah adalah udara Sahara, kering, sedang udara Medinah lembab, karena cukup air dan pepohonan. Menurut sumber dari Aisyah disebutkan bahwa demam yang menimpa ayahnya cukup berat, sehingga ia mengigau. Setelah puas dengan tempat tinggal yang baru ini, dan setelah bekerja keras sehingga keluarganya sudah tidak memerlukan lagi bantuan Ansar, seluruh perhatiannya sekarang dicurahkan untuk membantu Rasulullah dalam memperkuat Muslimin, tak peduli betapa beratnya pekerjaan itu dan besarnya pengorbanan. Kemarahan Abu Bakr Orang yang begitu damai dan tenang ini tak pernah mengenal marah, kecuali ketika melihat musuh-musuh dakwah yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan kaum Munafik itu mulai berolok-olok dan main tipu muslihat. Rasulullah dan kaum Muslimin dengan pihak Yahudi sudah membuat perjanjian, masing-masing menjamin kebebasan menjalankan dakwah agamanya serta bebas melaksanakan upacara-upacara keagamaannya masing-masing. Orang-orang Yahudi itu pada mulanya mengira bahwa mereka mampu mengambil keuntungan dari kaum Muslimin yang datang dari Mekah dalam menghadapi Aus dan Khazraj. Tetapi setelah ternyata tak berhasil mereka memecah belah kaum Muhajirin dengan kaum Ansar, mulailah mereka menjalankan tipu muslihat dan memperolok agama. Beberapa orang Yahudi berkumpul mengerumuni salah seorang dari mereka yang bernama Finhas. Dia adalah pendeta dan pemuka agama mereka. Ketika Abu Bakr datang dan melihat mereka, ia berkata kepada Finhas ini: "Finhas, takutlah engkau kepada Allah dan terimalah Islam. Engkau tahu bukan bahwa Muhammad Rasulullah. Dia telah datang kepada kita dengan sebenarnya sebagai utusan Allah. Kalian akan melihat itu dalam Taurat dan Injil." Dengan berolok dan senyum mengejek di bibir Finhas berkata: "Abu Bakr, bukan kita yang memerlukan Tuhan, tapi Dia yang memerlukan kita. Bukan kita yang meminta-minta kepada-Nya, tetapi Dia yang meminta-minta kepada kita. Kita tidak memerlukan-Nya, tapi Dialah yang memerlukan kita. Kalau Dia kaya, tentu tidak akan minta dipinjami harta kita, seperti yang didakwakan oleh pemimpinmu itu. Ia melarang kalian menjalankan riba, tapi kita akan diberi jasa. Kalau Ia kaya, tentu Ia tidak akan menjalankan ini." Yang dimaksud oleh kata-kata Finhas itu firman Allah: 18 ABU BAKR AS-SIDDIQ "Siapakah yang hendak meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, yang akan Ia lipatgandakan dengan sebanyak-banyaknya." (Qur'an, 2. 245). Setelah Abu Bakr melihat orang ini memperolok firman Allah serta wahyu-Nya kepada Nabi, ia tak dapat menahan diri, dipukulnya muka Finhas itu keras-keras seraya katanya: "Demi Allah, kalau tidak karena adanya perjanjian antara kami dengan kamu sekalian, kupukul kepalamu. Engkaulah musuh Tuhan!" Bukanlah aneh juga Abu Bakr menjadi begitu keras, orang yang begitu tenang, damai dan rendah hati itu. Ia menjadi sedemikian rupa padahal usianya sudah melampaui lima puluh tahun! Kemarahannya kepada Finhas ini mengingatkan kita kepada kemarahan yang sama lebih sepuluh tahun yang silam, yaitu ketika Persia mengalahkan Rumawi, Persia Majusi dan Rumawi Ahli Kitab. Kaum Muslimin ketika itu merasa sedih karena diejek kaum musyrik yang menduga bahwa pihak Rumawi kalah karena juga Ahli Kitab seperti mereka. Ada seorang musyrik menyinggung soal ini di depan Abu Bakr dengan begitu bersemangat bicaranya, sehingga Abu Bakr naik pitam. Diajaknya orang itu bertaruh dengan sepuluh ekor unta bahwa kelak Rumawi yang akan mengalahkan pihak Majusi sebelum habis tahun itu. Hal ini menunjukkan bahwa Abu Bakr akan sangat marah jika sudah mengenai akidah dan keimanannya yang begitu tulus kepada Allah dan Rasul-Nya. Itulah sikapnya tatkala ia berusia empat puluh, dan tetap itu juga setelah sekarang usianya lima puluh tahun sampai kemudian ketika ia sudah menjadi Khalifah dan memegang pimpinan kaum Muslimin. Kekuasaan iman pada Abu Bakr Keimanan yang tulus inilah yang menguasai Abu Bakr, menguasai segala perasaannya, sepanjang hidupnya, sejak ia menjadi pengikut Rasulullah. Orang akan dapat menganalisis segala peristiwa kejiwaannya dan perbuatannya serta segala tingkah lakunya itu kalau orang mau melihatnya dari segi moral. Sebaliknya, semua yang di luar itu, tak ada pengaruhnya dan segala keinginan yang biasa mempengaruhi hidup manusia, dan banyak juga kaum Muslimin ketika itu yang terpengaruh, buat dia tak ada artinya. Yang berkuasa terhadap dirinya — hati nuraninya, pikiran dan jiwanya — semua hanyalah demi Allah dan Rasul-Nya. Semua itu adalah iman, iman yang sudah mencapai tingkat tertinggi, tingkat siddiqin, yang sudah begitu baik tempatnya. 1. ABU BAKR PADA MASA NABI 19 Ketika Rasulullah di Badr Kemudian kita lihat apa yang terjadi dalam perang Badr. Pihak Mekah sudah menyusun barisan, Nabi pun sudah pula mengatur kaum Muslimin siap menghadapi perang. Seperti diusulkan oleh Sa'd bin Mu'az, ketika itu pihak Muslimin membangun sebuah dangau di barisan belakang, sehingga jika nanti kemenangan berada di pihak mereka, Rasulullah dapat kembali ke Medinah. Abu Bakr dan Nabi tinggal dalam dangau itu sambil mengawasi jalannya pertempuran. Dan bila pertempuran dimulai dan Muhammad melihat jumlah pihak musuh yang begitu besar sedang anak buahnya hanya sedikit, ia berpaling ke arah kiblat, menghadapkan diri dengan seluruh hati sanubarinya kepada Allah. Ia mengimbau Tuhan akan segala apa yang telah dijanjikan-Nya. Ia membisikkan permohonan dalam hatinya agar Allah memberikan pertolongan, sambil katanya: "Allahumma ya Allah! Inilah Kuraisy sekarang datang dengan segala kecongkakannya, berusaha hendak mendustakan Rasul-Mu. Ya Allah, pertolongan-Mu juga yang Kaujanjikan kepadaku. Ya Allah, jika pasukan ini sekarang binasa tidak lagi ada ibadah kepada-Mu." Sementara ia masih hanyut dalam doa kepada Tuhan sambil merentangkan tangan menghadap kiblat itu, mantelnya terjatuh. Dalam keadaan serupa itu ia terangguk sejenak terbawa kantuk, dan ketika itu juga tampak olehnya pertolongan Allah itu datang. Ia sadar kembali, kemudian ia bangun dengan penuh rasa gembira. Ia keluar menemui sahabat-sahabatnya sambil berkata kepada mereka: "Demi Dia yang memegang hidup Muhammad. Setiap seorang yang sekarang bertempur dengan tabah, bertahan mati-matian, terus maju dan pantang mundur, lalu ia tewas, maka Allah akan menempatkannya di dalam surga." Abu Bakr di Badr Demikianlah keadaan Rasulullah. Tidak yakin akan kemenangan anak buahnya yang hanya sedikit itu dalam menghadapi lawan yang iauh lebih banyak, dengan diam-diam jiwanya mengadakan hubungan dengan Allah memohon pertolongan. Kemudian terbuka di hadapannya tabir hari yang amat menentukan itu dalam sejarah Islam. Abu Bakr, ia tetap di samping Rasulullah. Dengan penuh iman ia percaya bahwa Allah pasti akan menolong agama-Nya, dan dengan hati penuh kepercayaan akan datangnya pertolongan itu, dengan penuh kekaguman akan Rasulullah dalam imbauannya kepada Allah, dengan perasaan terharu kepada Rasulullah karena kekhawatiran yang begitu 20 ABU BAKR AS-SIDDIQ besar menghadapi nasib yang akan terjadi hari itu, ketika itulah Rasulullah berdoa, mengimbau, bermohon dan meminta kepada Allah akan memenuhi janji-Nya. Itulah yang diulangnya, diulang sekali lagi, hingga mantelnya terjatuh, Itulah yang membuatnya mengimbau sambil ia mengembalikan mantel itu ke bahu Nabi: "Rasulullah, dengan doamu Allah akan memenuhi apa yang telah dijanjikan-Nya kepadamu." Kebenaran dan kasih sayang menyatu dalam dirinya Banyak orang yang sudah biasa dengan suatu kepercayaan sudah tak ragu lagi, sampai-sampai ia jadi fanatik dan kaku dengan kepercayaannya itu. Bahkan ada yang sudah tidak tahan lagi melihat muka orang yang berbeda kepercayaan. Mereka menganggap bahwa iman yang sebenarnya harus fanatik, keras, dan tegar. Sebaliknya Abu Bakr, dengan keimanannya yang begitu agung dan begitu teguh, tak pernah ia goyah dan ragu, jauh dari sikap kasar. Sikapnya lebih lunak, penuh pemaaf, penuh kasih bila iman itu sudah mendapat kemenangan. Dengan begitu, dalam hatinya terpadu dua prinsip kemanusiaan yang paling mendasari: mencintai kebenaran, dan penuh kasih sayang. Demi kebenaran itu segalanya bukan apa-apa baginya, terutama masalah hidup duniawi.» Apabila kebenaran itu sudah dijunjung tinggi, maka lahir pula rasa kasih sayang, dan ia akan berpegang teguh pada prinsip ini seperti pada yang pertama. Terasa lemah ia menghadapi semua itu sehingga matanya basah oleh air mata yang deras mengalir. Sikapnya terhadap tawanan Badr Setelah mendapat kemenangan di Badr, kaum Muslimin kembali ke Medinah dengan membawa tawanan perang Kuraisy. Mereka ini masih ingin hidup, ingin kembali ke Mekah, meskipun dengan tebusan yang mahal. Tetapi mereka masih khawatir Muhammad akan bersikap keras kepada mereka mengingat gangguan mereka terhadap sahabat-sahabatnya selama beberapa tahun dahulu yang berada di tengah-tengah mereka. Mereka berkata satu sama lain: "Sebaiknya kita mengutus orang kepada Abu Bakr. Ia paling menyukai silaturahmi dengan Kuraisy, paling punya rasa belas kasihan, dan kita tidak melihat Muhammad menyukai yang lain lebih dari dia." Mereka lalu mengirim delegasi kepada Abu Bakr. "Abu Bakr," kata mereka kemudian, "di antara kita ada yang masih pernah orangtua, saudara, paman atau mamak kita serta saudara sepupu kita. Orang yang jauh dari kita pun masih kerabat kita. Bicarakanlah dengan sahabatmu itu supaya ia bermurah hati kepada kami atau menerima tebusan kami." 1. ABU BAKR PADA MASA NABI 21 Dalam hal ini Abu Bakr berjanji akan berusaha. Tetapi mereka masih khawatir Umar bin Khattab akan mempersulit urusan mereka ini. Lalu mereka juga bicara dengan Umar seperti pcmbicaraannya dengan Abu Bakr. Tetapi Umar menatap muka mereka dengan mata penuh curiga tanpa memberi jawaban. Kemudian Abu Bakr sendiri yang bertindak sebagai perantara kepada Rasulullah mewakili orang-orang Kuraisy musyrik itu. la mcngharapkan belas kasihannya dan sikap yang lebih lunak terhadap mereka. la menolak alasan-alasan Umar yang mau main keras terhadap mereka. Diingatkannya pertalian kerabat antara mereka dengan Nabi. Apa yang dilakukannya itu sebenarnya karena memang sudah bawaannya sebagai orang yang lembut hati, dan kasih sayang baginya sama dengan keimanannya pada kebenaran dan keadilan. Barangkali dengan mata hati nuraninya ia melihat peranan kasih sayang itu juga yang akhirnya akan menang. Manusia akan menuruti kodrat yang ada dalam dirinya dan dalam keyakinannya sclama ia melihat sifat kasih sayang itu adalah peri kemanusiaan yang agung, jauh daii segala sifat lcmah dan hawa nafsu. Yang menggerakkan hatinya hanyalah kekuatan dan kemampuan. Atau, kekuasaan manusia terhadap dirinya ialah kckuasaan yang dapat meredam bengisnya kekuatan, dapat melunakkan kejamnya kekuasaan. Arah hidupnya sesudah Badr Sebenarnya Perang Badr itu merupakan permulaan hidup baru buat kaum Muslimin, juga merupakan permulaan arah baru dalam hidup Abu Bakr. Kaum Muslimin mulai mengatur siasat dalam menghadapi Kuraisy dan kabilah-kabilah sekitarnya yang melawan mereka. Abu Bakr mulai bekerja dengan Nabi dalam mengatur siasat itu berlipat ganda ketika masih tinggal di Mckah dulu dalam melindungi kaum Muslimin. Pihak Muslimin semua sudah tahu, bahwa Kuraisy tidak akan tinggal diam sebelum mereka dapat membalas dendam kejadian di Badr itu. Juga mereka mengetahui bahwa dakwah yang baru tumbuh ini perlu sekali mendapat perlindungan dan perlu mempertahankan diri dari >egala scrangan terhadap mereka itu. Jadi harus ada perhitungan, hams ada pengaturan siasat. Dengan posisinya di samping Rasulullah seperti yang sudah kita lihat, Abu Bakr tak akan dapat bekerja tanpa adanya perhitungaji dan pengaturan serupa itu, supaya jangan timbul kekacauan di dalam kota Medinah atas hasutan pihak Yahudi dan golongan munafik, dan supaya jangan ada serangan pihak luar ke Medinah. Abu Bakr dan Umar; pembantu Rasulullah Kemenangan Muslimin di Badr itu juga sebenarnya telah mengangkat martabat mereka. Inilah yang telah menimbulkan kedengkian di pihak lawan. Pada pihak Yahudi timbul rasa sakit hati yang tadinya biasa-biasa saja. Dalam hati kabilah-kabilah di sekitar Medinah yang tadinya merasa aman kini timbul rasa khawatir. Tidak bisa lain, untuk mencegah apa yang mungkin timbul dari mereka itu, diperlukan suatu siasat yang mantap, suatu perhitungan yang saksama. Musyawarah yang terus-menerus antara Nabi dengan sahabat-sahabat telah diadakan. Abu Bakr dan Umar oleh Nabi diambil sebagai pembantu dekat (wazir) guna mengatur siasat baru, yang sekaligus merupakan batu penguji mengingat adanya perbedaan watak pada kedua orang itu, meskipun mereka sama-sama jujur dan ikhlas dalam bermusyawarah. Di samping dengan mereka ia juga bermusyawarah dengan kaum Muslimin yang lain. Musyawarah ini memberi pengaruh besar dalam arti persatuan dan pembagian tanggung jawab demikian, sehingga masing-masing mereka merasa turut memberikan saham. Sebagai penangkal akibat dendam kesumat pihak Yahudi itu kaum Muslimin sekarang mengepung Banu Qainuqa' dan mengeluarkan mereka dari Medinah. Begitu juga akibat rasa kekhawatiran kabilah-kabilah yang berada di sekeliling Medinah, mereka berkumpul hendak mengadakan serangan ke dalam kota. Tetapi begitu mendengar Muhammad keluar hendak menyongsong mereka, mereka sudah lari ketakutan. Dalam perang Uhud Berita-berita demikian itu tentu sampai juga ke Mekah, dan ini tidak menutup pikiran Kuraisy hendak membalas dendam atas kekalahan mereka di Badr itu. Dalam upaya mereka hendak menuntut balas itu mereka akan berhadapan dengan pihak Muslimin di Uhud. Di sinilah terjadi pertempuran hebat. Tetapi hari itu kaum Muslimin mengalami bencana tatkala pasukan pemanah melanggar perintah Nabi. Mereka meninggalkan posnya, pergi memperebutkan harta rampasan perang. Saat itu Khalid bin Walid mengambil kesempatan, Kuraisy segera mengadakan serangan dan kaum Muslimin mengalami kekacauan. Waktu itulah Nabi terkena lemparan batu yang dilakukan oleh kaum musyrik. Lemparan itu mengenai pipi dan wajahnya, sehingga Kuraisy berteriakteriak mengatakan Nabi sudah meninggal. Kalau tidak karena pahlawanpahlawan Islam ketika itu segera mengelilinginya, dengan mengorbankan diri dan nyawa mereka, tentu Allah waktu itu sudah akan menentukan nasib lain terhadap mereka. ABU BAKR 22 AS-SIDDIQ 1. ABU BAKR PADA MASA NABI 23 Sejak itu Abu Bakr lebih sering lagi mendampingi Nabi, baik dalam peperangan maupun ketika di dalam kota di Medinah. Orang masih ingat sejarah Muslimin — sampai keadaan jadi stabil sesudah pembebasan Mekah dan masuknya Banu Saqif di Ta'if ke dalam pangkuan Islam — penuh tantangan berupa peristiwa-peristiwa perang, atau dalam usaha mencegah perang atau untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Belum lagi peristiwa-peristiwa kecil lainnya dalam bentuk ekspedisi-ekspedisi atau patroli. Waktu itu orang-orang Yahudi — dipimpin oleh Huyai bin Akhtab — tak henti-hentinya menghasut kaum Muslimin. Begitu juga Kuraisy, mereka berusaha matimatian mau melemahkan dan menghancurkan kekuatan Islam. Terjadinya perang Banu Nadir, Khandaq dan Banu Quraizah dan diselang seling dengan bentrokan-bentrokan lain, semua itu akibat politik Yahudi dan kedengkian Kuraisy. Dalam semua peristiwa dan kegiatan itu Abu Bakr lebih banyak mendampingi Nabi. Dialah yang paling kuat kepercayaannya pada ajaran Nabi. Setelah Rasulullah merasa aman melihat ketahanan Medinah, dan tiba waktunya untuk mengarahkan langkah ke arah yang baru — semoga Allah membukakan jalannya untuk menyempurnakan agama-Nya — maka peranan yang dipegang Abu Bakr itu telah menambah keyakinan kaum Muslimin bahwa sesudah Rasulullah, dialah orang yang punya tempat dalam hati mereka, orang yang sangat mereka hargai. Sikapnya di Hudaibiyah Enam tahun setelah hijrah kaum Muslimin ke Medinah Muhammad mengumumkan kepada orang banyak untuk mengerjakan ibadah haji ke Mekah. Berita perjalanan jemaah ini sampai juga kepada Kuraisy. Mereka bersumpah tidak akan membiarkan Muhammad memasuki Mekah secara paksa. Maka Muhammad dan para sahabat pun tinggal di Hudaibiyah, di pinggiran kota Mekah. Ia berpegang teguh pada perdamaian dan ia menolak setiap usaha yang akan menimbulkan bentrokan dengan Kuraisy. Diumumkannya bahwa kedatangannya adalah akan menunaikan ibadah haji, bukan untuk berperang. Kemudian dilakukan tukar-menukar delegasi dengan pihak Kuraisy, yang berakhir dengan persetujuan, bahwa tahun ini ia harus pulang dan boleh kembali lagi tahun depan. Kaum Muslimin banyak yang marah, termasuk Umar bin Khattab, karena harus mengalah dan harus pulang. Mereka berpendapat, isi perjanjian ini merendahkan martabat agama mereka. Tetapi Abu Bakr langsung percaya dan yakin akan kebijaksanaan Rasulullah. Setelah 24 ABU BAKR AS-SIDDIQ kemudian turun Surah Fath (48) bahwa persetujuan Hudaibiyah itu adalah suatu kemenangan yang nyata, dan Abu Bakr dalam hal ini, seperti juga dalam peristiwa-peristiwa lain, ialah as-Siddiq, yang tulus hati, yang segera percaya. Kekuatan Muslimin dan mengalirnya para utusan Integritas dakwah Islam makin hari makin kuat. Kedudukan Muslimin di Medinah juga makin kuat. Salah satu manifestasi kekuatan mereka, mereka telah mampu mengepung pihak Yahudi di Khaibar, Fadak dan Taima', dan mereka menyerah pada kekuasaan Muslimin, sebagai pendahuluan untuk kemudian mereka dikeluarkan dari tanah Arab. Di samping itu, manifestasi lain kuatnya Muslimin waktu itu serta tanda kukuhnya dakwah Islam ialah dengan dikirimnya surat-surat oleh Muhammad kepada raja-raja dan para amir (penguasa) di Persia, Bizantium, Mesir, Hira, Yaman dan negeri-negeri Arab di sekitarnya atau yang termasuk amirat-nya.. Adapun gejala yang paling menonjol tentang sempurna dan kuatnya dakwah itu ialah bebasnya Mekah dan pengepungan Ta'if. Dengan itu cahaya agama yang baru ini sekarang sudah bersinar ke seluruh Semenanjung, sampai ke perbatasan kedua imperium besar yang memegang tampuk pimpinan dunia ketika itu: Rumawi dan Persia. Dengan demikian Rasulullah dan kaum Muslimin sudah merasa lega atas pertolongan Allah itu, meskipun tetap harus waspada terhadap kemungkinan adanya serangan dari pihak-pihak yang ingin memadamkan cahaya agama yang baru ini. Bersinarnya cahaya Islam Setelah orang-orang Arab melihat adanya kekuatan ini delegasi mereka datang berturut-turut dari segenap Semenanjung, menyatakan keimanannya pada agama baru ini. Bukankah pembawa dakwah ini pada mulanya hanya seorang diri?! Sekarang ia sudah dapat mengalahkan Yahudi, Nasrani, Majusi dan kaum musyrik. Bukankah hanya kebenaran yang akan mendapat kemenangan? Adakah tanda yang lebih jelas bahwa memang dakwahnya itulah yang benar, yang mutlak mendapat kemenangan atas mereka semua itu? Ia tidak bermaksud menguasai mereka. Yang dimintanya hanyalah beriman kepada Allah, dan berbuat segala yang baik. Inilah logika yang amat manusiawi, diakui oleh umat manusia pada setiap zaman dan mereka beriman di mana pun mereka berada. Ini juga logika yang diakui oleh akal pikiran manusia. Kekuatan argumentasinya yang tak dapat dikalahkan itu sudah dibuktikan oleh sejarah. 1. ABU BAKR PADA MASA NABI 25 Abu Bakr memimpin jamaah haji Allah telah mengizinkan kaum Muslimin melengkapi kewajiban agamanya, dan ibadah haji itulah kelengkapannya. Oleh karena itu dengan adanya delegasi yang berturut-turut itu tidak memungkinkan Rasulullah meninggalkan Medinah pergi ke Baitullah. Maka dimintanya Abu Bakr memimpin jamaah pergi menunaikan ibadah haji. la berangkat bersama tiga ratus orang. Mereka melaksanakan ibadah itu, melaksanakan tawaf dan sai. Dalam musim haji inilah Ali bin Abi Talib mengumumkan — sumber lain menyebutkan Abu Bakr yang mengumumkan — bahwa sesudah tahun itu tak boleh lagi kaum musyrik ikut berhaji. Kemudian orang menunda empat bulan lagi supaya setiap golongan dapat kembali ke tempat tinggal dan negeri masing-masing. Sejak hari itu, sampai sekarang, dan sampai waktu yang dikehendaki Allah, tak akan ada lagi orang musyrik pergi berhaji ke Baitullah, dan tidak akan ada. Haji Perpisahan dan keberangkatan Usamah Tahun kesepuluh Hijri Rasulullah melaksanakan ibadah haji perpisahan. Abu Bakr juga ikut serta. Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam berangkat bersama semua istrinya, yang juga diikuti oleh seratus ribu orang Arab atau lebih. Sepulang dari melaksanakan ibadah haji, Nabi tidak lama lagi tinggal di Medinah. Ketika itu dikeluarkannya perintah supaya satu pasukan besar disiapkan berangkat ke Syam, terdiri dari kaum Muhajirin yang mula-mula, termasuk Abu Bakr dan Umar. Pasukan itu sudah bermarkas di Jurf (tidak jauh dari Medinah) tatkala tersiar berita, bahwa Rasulullah jatuh sakit. Perjalanan itu tidak diteruskan dan karena sakit Rasulullah bertambah keras, orang makin cemas. Abu Bakr memimpin salat Karena sakit bertambah berat juga maka Nabi meminta Abu Bakr memimpin sembahyang. Disebutkan bahwa Aisyah pernah mengatakan: "Setelah sakit Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam semakin berat Bilal datang mengajak bersembayang: 'Suruh Abu Bakr memimpin salat!' Kataku: Rasulullah, Abu Bakr cepat terharu dan mudah menangis. Kalau dia menggantikanmu suaranya tak akan terdengar. Bagaimana kalau perintahkan kepada Umar saja! Katanya: 'Suruh Abu Bakr memimpin sembahyang!' Lalu kataku kepada Hafsah: Beritahukanlah kepadanya bahwa Abu Bakr orang yang cepat terharu dan kalau dia menggantikanmu suaranya tak akan terdengar. Bagaimana kalau perintahkan kepada Umar saja! Usul itu disampaikan oleh Hafsah. Tetapi 26 ABU BAKR AS-SIDDIQ kata Nabi lagi: Kamu seperti perempuan-perempuan yang di sekeliling Yusuf. Suruhlah Abu Bakr memimpin sembahyang. Kemudian kata Hafsah kepada Aisyah: Usahaku tidak lebih baik dari yang kaulakukan." Sekarang Abu Bakr bertindak memimpin salat sesuai dengan perintah Nabi. Suatu hari, karena Abu Bakr tidak ada di tempat ketika oleh Bilal dipanggil hendak bersembahyang, maka Umar yang diminta mengimami salat. Suara Umar cukup lantang, sehingga ketika mengucapkan takbir di mesjid terdengar oleh Muhammad dari rumah Aisyah, maka katanya: "Mana Abu Bakr? Allah dan kaum Muslimin tidak menghendaki yang demikian." Dengan itu orang menduga, bahwa Nabi menghendaki Abu Bakr sebagai penggantinya kelak, karena memimpin orang-orang salat merupakan tanda pertama untuk menggantikan kedudukan Rasulullah. Sementara masih dalam sakitnya itu suatu hari Muhammad keluar ke tengah-tengah kaum Muslimin di mesjid, dan antara lain ia berkata: "Seorang hamba oleh Allah disuruh memilih tinggal di dunia ini atau di sisi-Nya, maka ia memilih berada di sisi Allah." Kemudian diam. Abu Bakr segera mengerti, bahwa yang dimaksud oleh Nabi dirinya. Ia tak dapat menahan air mata dan ia menangis, seraya katanya: "Kami akan menebus Tuan dengan jiwa kami dan anak-anak kami." Setelah itu Muhammad minta semua pintu mesjid ditutup kecuali pintu yang ke tempat Abu Bakr. Kemudian katanya sambil menunjuk kepada Abu Bakr: "Aku belum tahu ada orang yang lebih bermurah hati dalam bersahabat dengan aku seperti dia. Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalil (teman) maka Abu Bakr-lah khalil-ku. Tetapi persahabatan dan persaudaraan ini dalam iman, sampai tiba saatnya Allah mempertemukan kita di sisi-Nya." Pada hari ketika ajal Nabi tiba ia keluar waktu subuh ke mesjid sambil bertopang kepada Ali bin Abi Talib dan Fadl bin al-Abbas. Abu Bakr waktu itu sedang mengimami orang-orang bersembahyang. Ketika kaum Muslimin melihat kehadiran Nabi, mereka bergembira luar biasa. Tetapi Nabi memberi isyarat supaya mereka meneruskan salat. Abu Bakr merasa bahwa mereka berlaku demikian karena ada Rasulullah. Abu Bakr surut dari tempatnya. Tetapi Nabi memberi isyarat agar diteruskan. Lalu Rasulullah duduk di sebelah Abu Bakr, salat sambil duduk. Lepas salat Nabi kembali ke rumah Aisyah. Tetapi tak lama kemudian demamnya kambuh lagi. Ia minta dibawakan sebuah bejana berisi air dingin. Diletakkannya tangannya ke dalam bejana itu dan dengan ABU BAKR PADA MASA NABI 27 begini ia mengusap air ke wajahnya. Tak lama kemudian ia telah kembali kepada Zat Maha Tinggi, kembali ke sisi Allah. Rasulullah telah meninggalkan dunia kita setelah Allah menyempurnakan agama ini bagi umat manusia, dan melengkapi kenikmatan hidup bagi mereka. Apa pulakah yang dilakukan orang-orang Arab itu kemudian? Ia tidak meninggalkan seorang pengganti, juga tidak membuat suatu sistem hukum negara yang terinci. Hendaklah mereka berusaha (berijtihad) sendiri. Setiap orang yang berijtihad akan mendapat bagian. Muslimin terkejut karena kematian Rasulullah Rasulullah telah berpulang ke sisi Tuhannya pada 12 Rabiulawal tahun 11 Hijri (3 Juni 632 M.). Subuh hari itu Rasulullah Sallallahn 'alaihi wasallam merasa sudah sembuh dari sakitnya. la keluar dari rumah Aisyah ke mesjid dan ia sempat berbicara dengan kaum Muslimin. Dipanggilnya Usamah bin Zaid dan diperintahkannya berangkat untuk menghadapi Rumawi. Setelah tersiar berita bahwa Rasulullah telah wafat tak lama setelah duduk-duduk dan berbicara dengan mereka, mereka sangat terkejut sekali. Umar bin Khattab yang berada di tengah-tengah mereka berdiri dan berpidato, membantah berita itu. Ia mengatakan bahwa Rasulullah tidak meninggal, melainkan sedang pergi menghadap Tuhan seperti halnya dengan Musa bin Imran, yang menghilang dari masyarakatnya selama empat puluh malam, kemudian kembali lagi setelah tadinya dikatakan meninggal. Umar terus mengancam orang-orang yang mengatakan bahwa Rasulullah telah wafat. Dikatakannya bahwa Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam akan kembali kepada mereka dan akan memotong tangan dan kaki mereka. • Peranan Abu Bakr ketika Nabi wafat Abu Bakr sudah pulang ke rumahnya di Sunh di pinggiran kota Medinah setelah Nabi 'alaihis-salam kembali dari mesjid ke rumah Aisyah. Sesudah tersiar berita kematian Nabi orang menyusul Abu Bakr 1 Dalam terjemahan ini dipakai kata-kata "pelantikan", "sumpah atau ikrar setia" atau "baiat" dalam pengertian yang sama, yakni: bai'ah, atau mubaya'ah yang di dalam Qur'an berarti 'saling berjanji' (Mu'jam Alfazil Qur'anil Karim). Dalam kamus-kamus bahasa: 'pcngangkatan, pelantikan, sumpah atau ikrar setia'. —Pnj. PELANTIKAN1 ABU BAKR 2 28 eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. nurulkariem@yahoo.com 2. PELANTIKAN ABU BAKR menyampaikan berita sedih itu. Abu Bakr segera kembali. la melihat Muslimin dan Umar yang sedang berpidato. la tidak berhenti tetapi terus menuju ke rumah Aisyah. Dilihatnya Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam di salah satu bagian dalam rumah itu, sudah diselubungi kain. la maju menyingkap kain itu dari wajah Nabi lalu menciumnya dan katanya: "Alangkah sedapnya sewaktu engkau hidup, dan alangkah sedapnya sewaktu engkau wafat." la keluar lagi menemui orang banyak lalu berkata kepada mereka: "Saudara-saudara! Barang siapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal. Tetapi barang siapa menyembah Allah, Allah hidup selalu, tak pernah mati." Selanjutnya ia membacakan firman Allah: "Muhammad hanyalah seorang Rasul; sebelumnya pun telah berlalu rasul-rasul. Apabila dia mati atau terbunuh kamu akan berbalik belakang? Barang siapa berbalik belakang samasekali tak akan merugikan Allah tetapi Allah akan memberi pahala kepada orang-orang yang bersyukur." (Qur'an, 3. 144). Setelah didengarnya Abu Bakr membacakan ayat itu, Umar jatuh tersungkur ke tanah. Kedua kakinya sudah tak dapat menahan lagi, setelah dia yakin bahwa Rasulullah memang sudah wafat. Orang semua terdiam setelah mendengar dan melihat kenyataan itu. Setelah sadar dari rasa kebingungan demikian, mereka tidak tahu apa yang hendak mereka perbuat. Satu segi dari kejiwaannya Di sini kita berhenti pula sejenak untuk melukiskan Abu Bakr dari segi psikologi dan di sini akan kita lihat pula peranannya dengan lebih jelas. Kalaupun ada di kalangan Muslimin yang akan merasa tercekam perasaannya karena meninggalnya Rasulullah seperti yang dialami Umar itu. maka Abu Bakr-lah orangnya. Dia teman dekat dan pilihan Nabi, dia yang diminta oleh Nabi berada di dekatnya dalam setiap kesempatan. Dia yang menangis ketika Nabi mengatakan: "Seorang hamba oleh Allah disuruh memilih tinggal di dunia ini atau di sisi-Nya, maka ia akan memilih di sisi Allah," dan dia pula yang mengatakan ketika 29 30 ABU BAKR AS-SIDDIQ mendengar kata-kata itu dengan air mata yang sudah tak tertahankan: "Kami akan menebus Tuan dengan jiwa kami dan anak-anak kami." Tetapi keterharuannya dengan berpulangnya Rasulullah itu tidak sampai membuatnya kebingungan seperti yang terjadi pada Umar. Begitu ia yakin bahwa Rasulullah sudah berpulang, ia keluar dan berpidato di depan orang banyak seperti sudah kita baca tadi. Kekuatan jiwa dan pandangannya yang jauh ke hari depan Kata-kata yang diucapkannya serta ayat Qur'an yang dibacakannya untuk meyakinkan orang, menunjukkan adanya suatu kekuatan dalam dirinya dalam menghadapi kenyataan. Ini yang menyebabkannya tidak sampai jatuh kebingungan dalam menerima berita yang menyedihkan seperti berpulangnya Rasulullah itu. Kekuatan jiwanya itu ditambah lagi oleh suatu sifat lain yang lebih lagi memperlihatkan keagungan dan kehebatannya, yaitu pandangannya yang jauh ke hari depan. Kedua sifat ini sungguh mengagumkan, sebab adanya justru pada orang yang begitu lemah lembut, begitu menjunjung tinggi dan begitu besar kecintaannya kepada Muhammad, melebihi cintanya pada kehidupan dunia ini dengan segala isinya. Kekuatan jiwa yang besar inilah yang menjadi pegangan Abu Bakr pada detik-detik yang sangat menentukan dan pelik. Saat kesedihan dan duka yang sedang menimpa kaum Muslimin karena kematian Rasulullah, itu jugalah sandarannya pada saat-saat genting berikutnya yang harus dialaminya dan dialami kaum Muslimin. Pada saat itulah Islam dan umat Islam terhindar dari bencana besar, yang kalau tidak karenanya mereka akan terjerurnus ke dalam bahaya. Sebagai akibatnya, hanya Allah yang tahu, apa yang akan menimpa mereka dan menimpa generasi berikutnya. Sesudah Rasulullah, di tangan siapakah pimpinan umat Baik Umar maupun kaum Muslimin yang ada di sekelilingnya dan yang merasa puas dengan apa yang dikatakannya bahwa Nabi sudah wafat, kecuali mereka yang tak dapat berpikir apa yang ada di balik itu, karena mereka dalam kebingungan setelah berita tersebut. Tetapi mereka yang sudah yakin akan kenyataan berita itu begitu pertama kali mereka mengetahui, tidak sampai kesedihan itu membuat mereka kehilangan akal. Keadaan Medinah sudah stabil di tangan Rasulullah dan agama pun sudah merata ke seluruh daerah. Tetapi setelah Nabi tiada, ke tangan siapakah semua itu harus berpindah, sementara pengaruh Rasulullah sudah meluas ke kawasan Arab yang lain setelah mereka 2. PELANTIKAN ABU BAKR 31 menganut Islam dan sesudah Ahli Kitab yang tetap pada agama masingmasing bersedia membayar jizyah? Masih akan berlanjutkah pengaruh Medinah itu? Kalau ya, siapakah dari penduduk kota itu yang akan memegang tanggung jawab? Kemarahan Ansar kepada Muhajirin Golongan Ansar penduduk Medinah pernah marah kepada kaum Muhajirin, karena pertama kali mereka datang sebagai tamu bersama Rasulullah, kaum Ansar jugalah yang memberi tempat perlindungan dan membela mereka. Setelah sekarang mereka dalam keadaan aman mereka mau menguasai sendiri keadaan. Demikian perasaan mereka pada masa Nabi, dan sudah wajar apabila setelah Nabi wafat hal ini akan jelas naik ke permukaan. Bahkan pada masa Nabi pun pernah terasa juga, yakni setelah Mekah dibebaskan dan sesudah perang Hunain dan Ta'if. Tindakan Muhammad memberikan rampasan perang yang cukup banyak kepada golongan "mualaf' penduduk Mekah telah menjadi bahan pembicaraan kalangan Ansar: "Rasulullah telah bertemu dengan masyarakatnya sendiri," kata mereka. Setelah hal ini disampaikan kepada Nabi, dimintanya Sa'd bin Ubadah — pemimpin Khazraj — mengumpulkan mereka. Sesudah mereka berkumpul kata Nabi kepada mereka: "Saudara-saudara kaum Ansar. Ada desas-desus disampaikan kepadaku, yang merupakan perasaan yang ada dalam hati kamu terhadap diriku, bukan? Bukankah kamu dalam kesesatan ketika aku datang lalu Allah membimbing kamu? Kamu dalam kesengsaraan lalu Allah memberikan kecukupan kepada kamu, kamu dalam permusuhan, Allah raempersatukan kamu?" Mendengar itu Ansar hanya menekur, dan jawaban mereka hanyalah: "Ya benar. Allah dan Rasulullah juga yang lebih bermurah hati." Nabi bertanya lagi: "Saudara-saudara Ansar, kamu tidak menjawab kata-kataku!" Mereka masih menekur, dan tak lebih hanya mengatakan: "Dengan apa harus kami jawab, ya Rasulullah? Segala kemurahan hati dan kebaikan ada pada Allah dan Rasul-Nya juga." Mendengar jawaban itu Rasulullah berkata lagi: "Ya, sungguh, demi Allah. Kalau kamu mau, tentu kamu masih dapat mengatakan — kamu benar dan pasti dibenarkan — "Engkau datang kepada kami didustakan orang, kamilah yang mempercayaimu; engkau ditinggalkan orang, kamilah yang menolongmu; engkau diusir, ABU BAKR AS-SIDDIQ kamilah yang memberimu tempat; engkau dalam sengsara, kami yang menghiburmu." Kata-kata itu diucapkan oleh Nabi dengan jelas sekali dan penuh keharuan. Kemudian katanya lagi. "Kamu marah, Saudara-saudara Ansar, hanya karena sekelumit harta dunia yang hendak kuberikan kepada orang-orang yang perlu diambil hatinya agar mereka sudi masuk Islam, sedang keislamanmu sudah dapat dipercaya. Tidakkah kamu rela Saudara-saudara Ansar, apabila orang-orang itu pergi membawa kambing, membawa unta, sedang kamu pulang membawa Rasulullah ke tempat kamu? Demi Dia Yang memegang hidup Muhammad! Kalau tidak karena hijrah, tentu aku termasuk orang Ansar. Jika orang menempuh suatu jalan di celah gunung, dan Ansar menempuh jalan yang lain, niscaya aku akan menempuh jalan Ansar. Allahumma ya Allah, rahmatilah orang-orang Ansar, anak-anak Ansar dan cucu-cucu Ansar." Begitu terharu orang-orang Ansar mendengar kata-kata Nabi yang keluar dari lubuk hati yang ikhlas diucapkan dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang, terutama kepada mereka yang dulu pernah memberikan ikrar, pernah memberikan pertolongan dengan satu sama saling memberikan kekuatan — sehingga orang-orang Ansar itu menangis seraya berkata: "Kami rela dengan Rasulullah sebagai bagian kami." Ansar dan pembebasan Mekah Pemberian harta rampasan perang Hunain kepada golongan mualaf bukan yang pertama kali menimbulkan kegelisahan dalam hati orangorang Ansar. Kegelisahan demikian sudah pernah timbul tatkala Mekah dibebaskan. Mereka melihat Rasulullah berdiri di Safa sambil berdoa, dan ketika mereka melihatnya sedang menghancurkan berhala-berhala, yang dalam suatu hari berhasil diselesaikannya apa yang diserukannya selama dua puluh tahun. Sekarang terbayang oleh mereka bahwa ia pasti meninggalkan Medinah, kembali ke tempat tumpah darah semula. Mereka berkata satu sama lain: "Bagaimana pendapatmu, setelah Allah memberi kemenangan, akan menetapkah Rasulullah di negerinya sendiri?" Setelah Muhammad mengetahui rasa kekhawatiran itu, ia langsung berkata: "Berlindunglah kita kepada Allah! Hidup dan matiku akan bersama kamu." Ansar di Saqifah Banu Sa 'idah Wajar sekali dengan perasaan yang demikian itu kaum Ansar akan cepat-cepat berpikir mengenai kota mereka begitu mereka mengetahui Rasulullah sudah wafat. Adakah orang-orang Medinah dan orang-orang 32 2. PELANTIKAN ABU BAKR 33 Arab itu akan diurus oleh kaum Muhajirin, yang ketika tinggal di Mekah dulu mereka masih lemah, tak ada tempat berlindung, tak ada pembelaan sebelum mereka diangkat oleh Medinah, ataukah akan diurus oleh penduduk Medinah sendiri, yang seperti kata Rasulullah ia datang kepada mereka didustakan orang, lalu mereka yang mempercayainya, ia ditinggalkan orang, mereka yang menolongnya, ia diusir mereka yang memberi tempat dan ia sengsara mereka yang menghiburnya. Beberapa orang dari kalangan Ansar membicarakan masalah ini. Mereka lalu berkumpul di Saqifah Banu Sa'idah. Ketika itu Sa'd sedang sakit di rumahnya. Oleh mereka diminta keluar sebagai orang yang akan menentukan pendapat di kalangan Ansar. Setelah mendengar laporan itu ia berkata kepada anaknya atau kepada salah seorang sepupunya: "Karena sakitku ini kata-kataku tak akan terdengar oleh khalayak itu semua. Tetapi teruskanlah kata-kataku biar terdengar oleh mereka." Pidato Sa 'd di hadapan kaum Ansar Kemudian ia mulai berbicara. Salah seorang meneruskan kata-katanya itu kepada hadirin. Sesudah mengucapkan syukur dan puji kepada Allah ia berkata: "Saudara-saudara Ansar, kamu adalah orang-orang terkemuka dalam agama dan yang mulia dalam Islam, yang tak ada pada kabilah-kabilah Arab yang lain. Muhammad 'alaihis-salam selama sekitar sepuluh tahun di tengah-tengah masyarakatnya itu mengajak mereka beribadah kepada Allah, dan menjauhi penyembahan berhala, tetapi hanya sedikit saja dari mereka yang beriman. Mereka tidak mampu melindungi Rasulullah atau mengangkat kedudukan agama, juga mereka tak dapat membela diri mereka sendiri dari kezaliman lawan yang sudah begitu merajalela. Karena Allah menghendaki kamu menjadi orang yang bermartabat, maka kamu telah diberi kehormatan dan kenikmatan. Karunia Allah kepada kamu ialah kamu telah beriman kepada-Nya dan kepada Rasul-Nya, dapat memberikan perlindungan kepadanya dan kepada sahabat-sahabatnya, sama-sama mendukungnya dalam mengangkat martabat serta memperkuat agamanya, berjuang menghadapi musuh-musuhnya. Kamu adalah orang-orang yang paling keras menghadapi musuhnya itu, baik yang datang dari dalam kalangan kamu ataupun dari luar. Sampai akhirnya kawasan Arab itu mau tak mau tunduk kepada perintah Allah, sampai ke tempat yang jauh semua tunduk menyerah, sehingga Allah memberikan kemenangan kepada Rasulullah. Dengan pedang kamu orang-orang Arab itu tunduk kepadanya. Dengan kehendak Allah Rasulullah sekarang telah berpulang ke sisi-Nya, dengan senang hati terhadap kamu ABU BAKR AS-SIDDIQ sekalian, Oleh karena itu Saudara-saudara, pertahankanlah kekuasaan ini di luar orang lain, karena itu memang hak kamu, bukan hak orang lain." Mendengar kata-kata Sa'd itu, serentak mereka menjawab: "Tepat sekali pendapatmu, dan kami tak akan beranjak dari pendapat itu. Kami serahkan persoalan ini ke tanganmu. Demi kepentingan kaum Muslimin engkaulah pemimpin kami." Adakah kebulatan suara ini suatu keputusan yang sudah mantap, keluar dari kehendak hati yang benar-benar sudah tak tergoyahkan lagi? Kalau memang demikian halnya tentu cepat mereka akan memberi ikrar dan dengan ikrar atau baiat itu orang-orang akan ramai-ramai pula mendukungnya. Tetapi ternyata mereka masih berdiskusi sebelum ada yang tampil membaiat Sa'd. Di antara mereka masih ada yang berkata: "Kalau kaum Muhajirin Kuraisy itu menolak lalu mereka berkata "Kami adalah kaum Muhajirin, sahabat-sahabat Rasulullah yang mulamula, kami masih sesuku dari keluarga dekatnya, lalu dengan apa harus kita hadapi mereka dalam hal ini?" Kata-kata ini mendapat perhatian hadirin. Mereka berpendapat ini benar juga. Tadinya menurut anggapan sebagian mereka sudah tak dapat dibantah. Ketika itulah ada sekelompok orang berkata: "Kalau begitu, kita bisa mengatakan, dari kita seorang amir dan dari kamu seorang amir. Di luar ini kami samasekali tidak setuju." Kelemahan pertama Sa'd bin Ubadah bukan tidak tahu adanya sikap ragu-ragu yang akhirnya akan membuat orang menyimpang dari tujuan semula, seperti yang tersirat dalam kata-kata itu. Karenanya, ketika mendengar hal itu ia berkata: "Ini adalah kelemahan pertama." Barangkali ia melihat adanya kelemahan pertama itu ketika mereka yang berpendapat demikian datang dari kalangan Aus. Sebaliknya pihak Khazraj tidak mungkin akan mengatakan demikian mengingat Sa'd bin Ubadah adalah pemimpin mereka yang memang sudah mereka calonkan untuk memegang pimpinan Muslimin sesudah Rasulullah. Antara Banu Aus dengan Banu Khazraj ini sejak dahulu selalu dalam sengketa selalu, yaitu sejak kedatangan nenek moyang mereka ke Medinah dari Yaman — tatkala kabilah Azd berimigrasi ke utara. Nenek moyang mereka di Medinah bertemu dengan orang-orang Yahudi dan sarnpai sekian lama mereka berada di bawah kekuasaannya. Kemudian mereka berontak dan berhasil melepaskan diri dari kekuasaan itu. Sejak itu, antara kedua kabilah ini terjadi permusuhan sengit. Dalam pada itu kekuasaan itu 34 2. PELANTIKAN ABU BAKR 35 kembali lagi ke tangan orang Yahudi. Kedua kabilah ini kemudian melihat bahwa apa yang terjadi itu akan membawa kelemahan kepada mereka sendiri. Maka mereka bermaksud hendak mengangkat Abdullah bin Muhammad sebagai pemimpin mereka, sesudah tidak sedikit menelan korban di pihak mereka akibat perang Bu'as. Di sinilah pihak Israil memang lebih unggul dari mereka. Sementara itu ada beberapa orang yang datang ke Mekah hendak berziarah. Ketika itulah mereka bertemu dengan Nabi yang kemudian mengajak mereka kepada agama Tauhid. Mereka saling berkata satu sama lain: "Sungguh inilah Nabi yang pernah dijanjikan orang-orang Yahudi kepada kita. Jangan sampailah mereka mendahului kita." Kemudian setelah menerima ajakan itu mereka pun masuk Islam. "Kami telah meninggalkan golongan kami," kata mereka — yakni Aus dan Khazraj — dan tidak ada lagi golongan yang akan saling bermusuhan dan saling mengancam. Mudah-mudahan Allah mempertemukan Tuan dengan mereka. Kalau Allah mempertemukan mereka dengan Tuan, tak ada orang yang lebih mulia dari Tuan." Sesudah itu mereka kembali ke Medinah. Pengalaman mereka itu mereka sampaikan kepada kabilah mereka. Inilah pendahuluan Ikrar Akabah (Bai'atul 'Aqabah al-Kubra) dan pendahuluan hijrah Rasulullah ke Medinah serta permulaan tersebarnya Islam di sana. Agama baru ini telah mempersatukan orang-orang beriman dan mempererat rasa persaudaraan dan kasih sayang mereka yang ada di sekeliling Nabi. Dengan demikian kedudukan Yahudi makin lemah, dan ini yang membuka jalan keluarnya mereka dari Medinah dan dari seluruh kawasan Arab. Tetapi bekas permusuhan lama dalam hati Aus dan Khazraj itu masih belum hilang. Hal itu timbul bila orang-orang Yahudi dan orangorang munafik yang pura-pura masuk Islam menghasut mereka. Inilah yang menimbulkan dugaan, bahwa ketika melihat orang yang berkumpul di Saqifah1 Banu Sa'idah mengatakan "Dari kami seorang amir dan dari Kuraisy seorang amir" Sa'd bin Ubadah tidak akan mengatakan "Ini adalah kelemahan pertama," kalau bukan golongan Aus yang mengatakan itu. Umar dan Abu Ubaidah tentang kekhalifahan Sementara Ansar masih di Saqifah Banu Sa'idah bertukar pikiran antara sesama mereka yang ingin memegang kekuasaan di kawasan 1 Saqifah, 'serambi bcratap' (A) (LA) atau 'ruangan besar beratap' (LA), semacam balairung. — Pnj. 36 ABU BAKR AS-SIDDIQ Arab itu, Umar bin Khattab, Abu Ubaidah bin Jarrah dan beberapa kalangan terkemuka Muslimin lainnya dan yang awam, sedang sibuk membicarakan kematian Rasulullah. Ketika itu Abu Bakr, Ali bin Abi Talib dan keluarga Nabi yang lain sedang berada di sekeliling jenazah, menyiapkan segala sesuatunya untuk pemakaman. Umar, setelah yakin benar bahwa Nabi memang sudah wafat, mulai berpikir apa yang akan terjadi sesudah itu. Tak terlintas dalam pikirannya bahwa pihak Ansar sudah lebih dulu berpikir ke arah itu, atau mereka ingin menguasai keadaan di luar yang lain. Dalam at-Tabaqat Ibn Sa'd mengatakan: "Umar mendatangi Abu Ubaidah bin Jarrah dengan mengatakan: 'Bentangkan tanganmu akan kubaiat engkau. Engkaulah orang kepercayaan umat ini atas dasar ucapan Rasulullah. Abu Ubaidah segera menjawab: "Sejak engkau masuk Islam tak pernah kau tergelincir. Engkau akan memberikan sumpah setia kepadaku padahal masih ada Abu Bakr?'" Sementara mereka sedang berdialog demikian itu, berita tentang Ansar serta pertemuan mereka di Saqifah Banu Sa'idah sampai kepada Umar dan kawan-kawan. Umar mengutus orang menyusul Abu Bakr di rumah Aisyah dan memintanya segera datang. Abu Bakr mengatakan kepada utusan itu: Saya sedang sibuk. Tetapi Umar menyuruh kembali lagi utusan itu dengan pesan kepada Abu Bakr: "Ada suatu kejadian penting memerlukan kedatanganmu." Dengan penuh keheranan Abu Bakr datang menemui Umar. Ada persoalan apa meminta ia datang sampai harus meninggalkan persiapan jenazah Rasulullah. "Engkau tidak tahu," kata Umar kemudian, "bahwa Ansar sudah berkumpul di Saqifah Banu Sa'idah. Mereka ingin menyerahkan pimpinan ini ke tangan Sa'd bin Ubadah. Ucapan yang paling baik ketika ada yang mengatakan: Dari kami seorang amir dan dari Kuraisy seorang amir." Mendengar itu, tanpa ragu lagi Abu Bakr bersama Umar berangkat cepat-cepat ke Saqifah disertai juga oleh Abu Ubaidah bin Jarrah. Bagaimana ia akan ragu sedang masalah yang dihadapinya kini masalah Muslimin dan hari depannya, bahkan masalah agama yang telah diwahyukan kepada Muhammad serta masa depannya juga. Dalam- mengurus jenazah Rasulullah sudah ada keluarganya, mereka yang akan mempersiapkan pemakaman. Maka sebaliknya ia dan kedua sahabatnya itu pergi ke Saqifah. Ini sudah menjadi kewajiban; suatu hal yang tak dapat dipikulkan kepada orang lain. Tak boleh sehari pun dibiarkan tanpa suatu tanggung jawab serta memikul beban yang betapapun beratnya, meskipun harus dengan pengorbanan harta dan nyawa. 2. PELANTIKAN ABU BAKR 37 Dalam perjalanan ketiga orang itu bertemu dengan Asim bin Adi dan Uwaim bin Sa'idah yang lalu berkata kepada mereka: "Kembalilah, tak akan tercapai apa yang kamu inginkan." Dan setelah mereka berkata: "Jangan mendatangi mereka, selesaikan saja urusanmu." "Tidak! Akan kami datangi mereka!" jawab Umar. Pertemuan Saqifah dan bahaya yang mengancam Tatkala ketiga orang itu tiba, pihak Ansar masih berdiskusi, belum mengangkat Sa'd, juga belum mengambil suatu keputusan mengenai kekuasaan itu. Seperti menyesali keadaan, orang-orang Ansar itu terkejut melihat kedatangan mereka bertiga. Orang-orang Ansar berhenti bicara. Di tengah-tengah mereka ada seorang laki-laki berselimut, yang oleh Umar bin Khattab ditanya siapa orang itu. "Ini Sa'd bin Ubadah, sedang sakit," jawab mereka. Abu Bakr dan kedua kawannya itu juga duduk di tengah-tengah mereka dengan pikiran masing-masing sudah ditimbuni oleh pelbagai pertanyaan, apa yang akan dihasilkan oleh pertemuan itu. Sebenarnya pertemuan ini sangat penting dalam sejarah Islam yang baru tumbuh itu. Dalam pertemuan serupa ini, kalau Abu Bakr tidak memperlihatkan sikap tegas dan kemauan yang keras — seperti juga di kawasan Arab yang lain —justru di kandang sendiri hampir saja agama baru ini menimbulkan perselisihan, sementara jenazah pembawa risalah itu masih berada di dalam rumah, belum lagi dikebumikan. Andaikata pihak Ansar tetap bersikeras akan memegang tampuk pimpinan sesuai dengan seruan Sa'd bin Ubadah, sedang pihak Kuraisy sebaliknya tidak mau menyerahkannya kepada pihak lain, maka dapat kita bayangkan, betapa jadinya Medinah Rasulullah ini akjbat tragedi pemberontakan itu kelak! Betapa hebatnya ledakan pemberontakan bersenjata itu sementara pasukan Usamah masih berada di tengah-tengah mereka, terdiri dari kaum Muhajirin dan Ansar, masing-masing sudah bersenjata lengkap, sudah dengan baju besi dan sudah sama-sama siap tempur! Andaikata kaum Muhajirin yang hadir di Saqifah itu bukan Abu Bakr, bukan Umar dan bukan Abu Ubaidah, melainkan orang-orang yang belum punya tempat dalam hati segenap kaum Muslimin seperti pada kedua wazir (pendamping) Rasulullah dan orang-orang kepercayaan umat ini, niscaya timbul perselisihan hebat antara mereka dengan Ansar, niscaya berkecamuk pertentangan.antara kaum Muslimin dengan segala akibatnya — yang sampai sekarang belum terpikirkan oleh para 38 ABU BAKR AS-SIDDIQ sejarawan — dan niscaya sebagian besar yang hadir dalam pertemuan Saqifah itu tak akan berhenti hanya pada peristiwa dan pertukarpikiran yang berakhir dengan dilantiknya Abu Bakr itu saja. Tetapi mereka yang dapat menilai peristiwa itu sebagaimana mestinya akan melihat pengaruh pertemuan bersejarah itu dalam sejarah Islam, seperti pada waktu Ikrar Aqabah dan pada hijrah Rasulullah dari Mekah ke Medinah. Orang akan melihat bahwa sikap Abu Bakr menghadapi situasi itu adalah sikap seorang politikus, bahkan seorang negarawan yang punya pandangan jauh, yang dapat memperhitungkan hasil-hasil dan segala kemungkinannya, dengan terus mengarahkan segala usahanya dengan tujuan hendak mencapai yang baik dan mencegah bahaya dan segala yang buruk. Abu Bakr mulai dengan serangan damainya Dalam kehidupan kita dewasa ini kita sudah biasa mengenal istilahistilah yang dilakukan oleh kaum politisi untuk menggambarkan situasi dan tindakan-tindakan yang mereka anggap baru dan belum pernah dilakukan orang sebelumnya. Yang mudah biasa kita dengar masa kita sekarang ini ialah istilah "serangan damai." Pada masa-masa dahulu serangan damai demikian ini sudah tidak asing lagi. Malah cara inilah yang telah dilakukan oleh Abu Bakr dan juga dilaksanakan oleh kedua sahabatnya dalam pertemuan bersejarah yang sangat penting itu. Setelah ketiga Muhajirin itu merasa puas dengan pertemuan tersebut, pihak Ansar tidak lagi berani meneruskan dan mereka sadar. Tetapi pihak-pihak yang masih keras ingin memegang pimpinan setelah Rasulullah tak dapat menahan diri. "Aku sudah menyusun kata-kata yang akan kusampaikan kepada mereka," kata Umar, "tetapi waktu akan mulai berbicara, Abu Bakr berkata kepadaku: Sabarlah, aku yang akan bicara. Sesudah itu boleh kau bicara sesukamu." Pidato Abu Bakr yang pertama kepada Ansar Yang dikhawatirkan Abu Bakr sikap Umar yang terlalu keras bila berbicara, sedang situasinya tidak mengizinkan cara-cara kekerasan. Yang diperlukan ialah taktik yang bijak dan pengantar yang baik. Waktu itu Abu Bakr berdiri. Setelah mengucapkan syukur kepada Allah dan mengingatkan mereka kepada Rasulullah serta risalah tauhid yang dibawanya, ia berkata: "...Orang-orang Arab itu berat sekali untuk meninggalkan agama nenek moyang mereka. Kaum Muhajirin yang niula-mula dari masya2. PELANTIKAN ABU BAKR 39 rakat Nabi sendiri telah mendapat karunia Allah, mereka percaya kepadanya, beriman kepadanya, senasib seperjuangan dengan menanggung segala macam penderitaan, yang datangnya justru dari masyarakat mereka sendiri. Mereka didustakan, ditolak dan dimusuhi. Mereka tak merasa gentar, meskipun jumlah fhereka kecil, menghadapi kebencian dan permusuhan lawan yang begitu besar. Mereka itulah yang telah lebih dulu menyembah Allah di muka bumi, beriman kepada Allah dan kepada Rasul-Nya. Mereka itu termasuk sahabat-sahabatnya dan keluarganya. Sepeninggal Nabi, merekalah orang-orang yang paling berhak memegang pimpinan ini. Tak ada orang yang akan menentang kecuali orang yang zalim. "Dan kalian, Saudara-saudara Ansar! Siapa yang akan membantah jasa kalian dalam agama serta sambutanmu yang mula-mula, yang begitu besar artinya dalam Islam. Allah telah memilih kamu sebagai pembela {ansar) agama dan Rasul-Nya. Ke tempat kalian inilah ia hijrah dan dari kalangan kalian ini pula sebagian besar istri-istri dan sahabatsahabatnya. Posisi itu hanya ada pada kamu sekalym setelah kami. Karena itu, maka kamilah para amir1 dan Tuan-tuan para wazir. Kami tak akan meninggalkan Tuan-tuan dalam musyawarah dan tak akan memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan" Kami para amir dan Tuan-tuan para wazir. Kami tidak akan meninggalkan Tuan-tuan dalam musyawarah, dan kami takkan memutuskan sesuatu tanpa Tuan-tuan. Kata-kata ini mirip sekali dengan pendapat Ansar yang mengatakan: dari kami seorang amir dan dari Muhajirin seorang amir. Kata-kata yang lebih teratur ini dan akan membawa segala persoalan ke arah yang lebih baik dan membangun. Barangkali ini pula tujuan Abu Bakr — tujuan yang sangat bijaksana dengan pandangan yang jauh. Barangkali pihak Aus pun yang tadinya masih bersaing dengan Khazraj, sekarang sudah puas menerima Abu Bakr. Dari kalangan Khazraj sendiri barangkali banyak yang tidak keberatan terhadapnya. Abu Bakr tidak menginginkan pihak Muhajirin akan memegang kekuasaan tanpa mengajak orang lain seperti yang dilakukan oleh Sa'd bin Ubadah. Malah dimintanya Ansar sebagai para wazir, bekerja sama tanpa menyertakan yang lain, meskipun yang lain itu di beberapa bagi- 1 Amir jamak umara', harfiah 'pangeran,' 'pemimpin,' 'yang memerintah, pemcrintah' dapat diartikan juga 'kepala negara.' Wazir jamak wuzara' 'yang memberi dukungan' (N), 'pendamping.' 'pembantu,' 'menteri'. — Pnj. ABU BAKR AS-SIDDIQ an Semenanjung ada yang lebih kuat dan lebih banyak jumlahnya. la mengajak Ansar atas dasar pimpinan berada di tangan Muhajirin karena kedudukan mereka yang sudah lebih dulu dalam membela dan mendukung Rasulullah. Sudah tentu, dengan kata-kata itu mereka semua akan merasa puas, karena ini memang sudah sangat adil, dengan dasar demi kebenaran semata. Jawaban Ansar kepada Abu Bakr Orang-orang yang masih diliputi semangat mempertahankan Ansar merasakan pengaruh kata-kata Abu Bakr itu dalam hati kalangan Saqifah. Mereka khawatir kesepakatan yang semula sudah ada akan buyar. Keadaan itu dipaksakan oleh pihak Muhajirin dan kekuasaan akan dipegang mereka sendiri. Maka salah seorang dari Ansar berdiri dan berkata: "'Kemudian daripada itu. Kami adalah Ansarullah dan pasukan Islam, dan kalian dari kalangan Muhajirin sekelompok kecil dari kami, datang ke mari mewakili golongan Tuan-tuan. Tetapi ternyata sekarang Tuantuan mau mengambil hak kami secara paksa." Dalam kedudukannya itu, apa yang didengarnya tentu tidak menyenangkan Abu Bakr. Sekali lagi ia menunjukkan kata-katanya kepada Ansar, seraya katanya: "Saudara-saudara! Kami dari Muhajirin orang yang pertama menerima Islam. Keturunan kami orang baik-baik, keluarga kami terpandang, kedudukan kami baik pula. Di kalangan Arab kamilah yang banyak memberikan keturunan, dan kami sangat sayang kepada Rasulullah. Kami sudah memeluk Islam sebelum Tuan-tuan, di dalam Qur'an juga kami didahulukan dari Tuan-tuan, seperti dalam firman Allah: 40 "Pelopor-pelopor pertama dari Muhajirin dan Ansar, dan yang mengikuti mereka dalam segala perbuatan yang baik (Qur'an, 9. 100). Jadi kami Muhajirin dan Tuan-tuan adalah Ansar, Saudara-saudara kami seagama, bersama-sama menghadapi rampasan perang dan penolongpenolong kami dalam menghadapi musuh. Apa yang telah Tuan-tuan katakan, bahwa segala kebaikan ada pada Tuan-tuan itu sudah pada tempatnya. Dari segenap penghuni bumi ini Tuan-tuanlah yang patut 2. PELANTIKAN ABU BAKR 41 dipuji. Tetapi dalam hal ini orang-orang Arab itu hanya mengenal lingkungan Kuraisy. Jadi dari pihak kami para amir dan dari pihak Tuantuan para wazir."! Memasuki situasi yang serba sulit Oleh Abu Bakr kata-kata terakhir itu diulang-ulang, yang sekaligus ketika pertama kali disampaikan telah memberi kesan dalam hati orangorang Ansar yang keras, yang merasa khawatir sekali dengan situasi demikian. Maka ketika itu al-Hubab bin al-Munzir bin al-Jamuh berdiri: "Saudara-saudara Ansar!" katanya. "Hendaklah kita pertahankan hak kita. Orang-orang akan berada di belakang kita. Tak akan ada yang berani menentang kita dan orang tak akan menjalankan suatu keputusan tanpa meminta pendapat kita. Kekayaan dan kehormatan ada pada kita, begitu juga jumlah orang. Kita punya pertahanan dan pengalaman, kekuatan dan kesiagaan. Orang hanya akan melihat apa yang kamu perbuat. Janganlah kamu berselisih, agar pendapat kita tidak terpecah belah, kekuasaan kita tidak pula goyah. Kemauan mereka hanya seperti yang sudah kalian dengar. Sekarang Saudara-saudara, dari kami seorang amir dan dari Tuan-tuan seorang amir." Begitu Hubab berhenti bicara Umar bin Khattab segera berdiri — yang sejak tadi hanya menahan diri tidak bicara, sebab mematuhi perintah Abu Bakr — seraya katanya: "Bah! Jangan ada dua kemudi dalam satu perahu. Orang-orang Arab tidak akan mau mengangkat kamu sedang nabinya bukan dari kalangan kamu. Tetapi mereka tidak akan keberatan mengangkat seorang pemimpin selama kenabian itu dari kalangan mereka. Alasan dan kewenangan kami sudah jelas buat mereka yang masih menolak semua itu. Siapakah yang mau membantah kewenangan dan kepemimpinan Muhammad sedang kami adalah kawan dan kerabat dekatnya — kecuali buat orang yang memang cenderung hendak berbuat batil, berbuat dosa dan gemar mencari-cari malapetaka!" Ucapan Umar itu dibalas oleh Hubab: "Saudara-saudara Ansar! Tetaplah kalian bertahan dan jangan mendengar kata-kata orang ini dan kawan-kawannya, kalian akan kehilangan hak kalian. Kalau mereka menolak tuntutan kita, kita keluarkan mereka dari negeri ini, dan kekuasaan kita ambil dari mereka. Dalam hal ini kalian lebih berhak daripada mereka. Dengan pedang kalianlah orang yang tadinya tak beragama itu telah menerima agama ini. Saya 42 ABU BAKR AS-SIDDIQ tongkat lagi senjata.1 Demi Allah, kalau perlu biar kita yang memulai peperangan." Mendengar ancaman itu Umar membalas: "Mudah-mudahan Allah memerangi kamu." "Bahkan kaulah yang harus diperangi," kata Hubab lagi. Kata-kata terakhir ini sudah merupakan ancaman yang sangat berbahaya. Jika di pihak Hubab kaum Ansar cukup banyak jumlahnya tentu akan mudah sekali timbul huru-hara dan mereka cepat-cepat membantunya dan mendukung pengangkatan Sa'd bin Ubadah. Sesudah itu terserah apa yang akan dilakukan oleh pihak Muhajirin. Atau bisa jadi masing-masing pihak ada yang sudah bermain mata atau yang serupa itu sebagai reaksi atas dialog yang begitu keras antara Umar dengan Hubab. Abu Ubaidah turun tangan At-Tabari malah menyebutkan bahwa sambil berbicara itu Hubab menghunus pedang, tapi tangannya ditepis oleh Umar dan pedang itu jatuh. Diambilnya pedang itu oleh Umar dan ia melompat ke arah Sa'd bin Ubadah. Tetapi dalam menghadapi persoalan ini Abu Ubaidah bin Jarrah segera turun tangan. Selama ini ia memang berdiam diri. Sambil ditujukan kepada penduduk Medinah itu ia berkata : "Saudara-saudara Ansar! Kalian adalah orang yang pertama memberikan bantuan dan dukungan, janganlah sekarang jadi orang yang pertama pula mengadakan perubahan dan perombakan." Suara Basyir bin Sa 'd Dalam kesempatan ini Basyir bin Sa'd Abu an-Nu'man bin Basyir, salah seorang pemimpin Khazraj, berdiri menyambut ucapan Abu Ubaidah yang bijaksana itu: "Kalau kita sudah mendapat tempat pertama dalam perang melawan kaum musyrik dan juga yang mula-mula menyambut agama ini, yang kita tuju hanya rida Allah serta kepatuhan kita kepada Nabi kita yang sudah bekerja keras untuk kita. Maka tidakiah pada tempatnya kita akan menyombongkan diri kepada orang lain, juga bukan tujuan kita ganjaran duniawi ini sebagai balasan buat kita. Tuhanlah yang 1 Harfiah 'Saya kayu pasak tempat ternak bergerak dan setandan kurma yang bertopang' (/V), yakni 'saya tempat orang yang incncari pengobatan dengan pendapatnya, seperti unta mengobati sakit gatalnya dengan menggaruk-garukkan badannya ke kayu pasak' (/V). Perumpamaan Melayu di atas berarti 'saya yang memberi dua pertolongan dalam perjalanan'. — Pnj. 2. PELANTIKAN ABU BAKR akan memberikan ganjaran kepada kita untuk itu semua. Ya, Muhammad Sallallahu 'alaihi wasallam dari Kuraisy, maka kabilah inilah yang lebih berhak atas semua itu. Demi Allah aku bersumpah, janganlah sekali-kali kita disaksikan Allah dalam keadaan bersengketa mengenai hal ini. Takutlah kalian kepada Allah, dan janganlah menentang dan bertengkar dengan mereka." Abu Bakr mengitarkan pandangannya kepada Ansar, ingin melihat kesan apa yang timbul dari kata-kata Basyir itu. Dilihatnya Aus seolah mereka saling berbisik dan banyak pula dari pihak Khazraj yang tampaknya merasa puas dengan kata-kata Basyir itu. la yakin, bahwa keadaannya sekarang sudah reda dan sudah tiba pula saatnya mengambil keputusan. Kesempatan ini tak boleh dibiarkan. Oleh karena waktu itu ia sedang duduk di tengah-tengah, antara Umar dan Abu Ubaidah, maka dipegangnya tangan mereka itu masing-masing dan katanya seraya mengajak Ansar menjaga persatuan dan menghindari perpecahan: "Ini Umar dan ini Abu Ubaidah, berikanlah ikrar Tuan-tuan kepada yang mana saja yang Tuan-tuan sukai." Ketika itu timbul pula kegaduhan dan perselisihan pun mulai merebak lagi. Umarkah yang akan dibaiat dengan sikapnya yang begitu keras, tetapi dalam pada itu ia pendamping (wazTr) Nabi dan ayah Hafsah Ummulmukminin?! Atau Abu Ubaidah yang akan dilantik, yang sampai saat itu wibawa dan kedudukannya belum seperti Umar dalam hati kaum Muslimin?! Umar dan Abu Ubaidah melantik Abu Bakr Tetapi Umar tidak akan membiarkan perselisihan itu menjadi perkelahian yang berkepanjangan. Dengan suaranya yang lantang menggelegar ia berkata: "Abu Bakr, bentangkan tanganmu." Abu Bakr membentangkan tangan dan oleh Umar ia diikrarkan seraya katanya: "Abu Bakr, bukanlah Nabi menyuruhmu memimpin Muslimin bersembahyang? Engkaulah penggantinya (khalifahnya). Kami akan mengikrarkan orang yang paling disukai oleh Rasulullah di antara kita semua ini." Menyusul Abu Ubaidah memberikan ikrar. "Engkaulah di kalangan Muhajirin yang paling mulia," katanya, "dan yang kedua dari dua orang dalam gua, menggantikan Rasulullah dalam salat, sesuatu yang paling mulia dan utama dalam agama kita. Siapa lagi yang lebih pantas dari engkau untuk ditampilkan dan memegang pimpinan ini!" 43 44 ABU BAKR AS-SIDDIQ Sementara Umar dan Abu Ubaidah membaiat, cepat-cepat datang pula Basyir bin Sa'd memberikan ikrarnya. Ketika itu juga Hubab bin al-Munzir berseru: "Basyir bin Sa'd! Engkau tidak patuh. Apa gunanya kau berbuat begitu. Engkau telah menyaingi kepemimpinan itu dengan sepupumu sendiri (maksudnya Sa'd bin Ubadah)." "Tidak," kata Basyir, "saya tidak mau menentang hak suatu golongan yang sudah ditentukan Allah." Baiat Saqifah oleh Aus dan Khazraj Usaid bin Hudair, pemimpin Aus, sambil menoleh kepada kaumnya yang juga sedang memperhatikan apa yang dilakukan oleh Basyir bin Sa'd, berkata: "Kalau sekali Khazraj memerintah kita, maka akan tetap mereka mempunyai kelebihan atas kita dan dengan mereka samasekali kita tidak akan mendapat hak apa-apa. Maka marilah sekarang kita baiat Abu Bakr." Ketika itu Aus segera bertindak memberikan ikrar kepada Abu Bakr, kemudian disusul oleh Khazraj yang sudah merasa puas dengan kata-kata Basyir itu; mereka juga cepat-cepat membaiat, sehingga tempat di Saqifah itu penuh sesak. Karena makin banyak orang yang datang memberi ikrar hampir-hampir saja Sa'd bin Ubadah terinjak-injak. "Hatihati, Sa'd jangan diinjak," suara orang-orang yang pro Sa'd. "Bunuh saja dia," kata Umar. "Dia berbahaya!" dilanjutkan dengan kata-kata keras yang ditujukan kepada Sa'd. "Hati-hatilah, Umar," kata Abu Bakr mengingatkan Umar. "Dalam suasana begini perlu lebih bijaksana." Sekarang oleh kawan-kawannya Sa'd dibawa masuk ke rumahnya. Selama beberapa hari ia tinggal tii rumah. Kemudian ia diminta agar juga membaiat: "Datanglah dan baiat dia. Orang semua sudah membaiat, juga golonganmu." Sa 'd menolak Tetapi Sa'd tetap tidak mau. "Tidak. Daripada aku membaiat, biarlah kulepaskan anak-anak panah dalam tabungku ini kepada kalian, biar kepala tombakku berlumuran darah dan pedang yang ada di tanganku kupukulkan kepadamu. Aku akan memerangi kalian bersama keluargaku, bersama pengikut-pengikutku yang masih setia." Setelah ucapan demikian itu sampai kepada Abu Bakr, Umar berkata kepadanya: "Jangan biarkan dia sebelum ikut memberi ikrar!" 2. PELANTIKAN ABU BAKR 45 Tetapi Basyir menolak pendapat Umar itu dengan mengatakan: "Dia keras kepala dan sudah menolak. Dia tidak akan memberi ikrar sebelum dia sendiri, anaknya, keluarganya dan kerabatnya semua terbunuh. Biarkan sajalah. Kalaupun dibiarkan dia tidak akan membahayakan kita. Dia hanya seorang din." Abu Bakr yang mendengar pendapat Basyir itu membenarkan. Oleh mereka Sa'd ditinggalkan. la tidak ikut salat berjamaah dengan yang lain, tidak ikut berhaji dan bertolak dari Arafah bersama yang lain. la tetap bertahan dengan caranya itu sampai Abu Bakr wafat. Sesudah ba'at Saqifah Ketika pelantikan Abu Bakr selesai sudah di Saqifah, jenazah Nabi di rumah masih dikelilingi keluarga: Ali bin Abi Talib, Abbas bin Abdul Muttalib bersama beberapa orang yang lurut menyelenggarakan. Tidak jauh dari mereka, di dalam mesjid ada juga beberapa orang dari kalangan Muhajirin. Seperti kita lihat, baiat ini selesai dalam keadaan yang membuat beberapa sumber menghubungkan kata-kata ini pada Umar: "Peristiwa sangat tiba-tiba1 sekali." Tetapi sumber-sumber lain berpendapat, bahwa Abu Bakr, Umar dan Abu Ubaidah sudah sepakat, bahwa pimpinan memang akan berada di tangan Abu Bakr. Apa pun yang akan dikatakan kedua sumber itu, yang tak jelas ialah, bahwa keputusan Saqifah ini telah menyelamatkan Islam yang baru tumbuh itu dari malapetaka, yang hanya Allah saja yang tahu akan segala akibatnya. Abu Bakr telah meratakan jalan untuk menghilangkan segala perselisihan di kalangan Muslimin. la juga telah meratakan jalan menuju politik yang polanya sudah diletakkan oleh Rasulullah untuk mencapai keberhasilan sehingga membuka pula jalan ke arah kedaulatan Islam kemudian hari. Dengan karunia Tuhan juga, akhirnya agama ini tersebar ke segenap penjuru dunia. Sejak kejadian Saqifah itu pihak Ansar sudah tidak lagi berambisi untuk memegang pimpinan Muslimin. Baik pada waktu pelantikan Umar bin Khattab, pelantikan Usman bin Affan sampai pada waktu terjadinya pertentangan antara Ali dengan Muawiyah, hak Ansar tidak berbeda dengan apa yang sudah diperoleh oleh kalangan Arab lainnya, seolah mereka sudah yakin benar apa yang pernah dikatakan oleh Abu Bakr, bahwa dalam hal ini orang-orang Arab itu hanya mengenal lingkungan 1 Faltatan. mengacu pada kata-kata Umar, yakni sangat tiba-tiba, di luar dugaan (N). — Pnj. ABU BAKR AS-SIDDIQ "Saudara-saudara Muhajirin, jagalah kaum Ansar itu baik-baik; sebab selama orang bertambah banyak, orang-orang Ansar akan seperti itu juga keadaannya, tidak bertambah. Mereka orang-orang tempat aku menyimpan rahasiaku dan yang telah memberi perlindungan kepadaku. Hendaklah kamu berbuat baik atas kebaikan mereka itu dan maafkanlah1 kesalahan mereka." Tak lama setelah selesai pelantikan itu Abu Bakr dan mereka yang hadir di Saqifah kembali ke mesjid. Waktu itu sudah sore. Kaum Muslimin sedang mengikuti berita-berita dari rumah Aisyah mengenai penyelenggaraan pemakaman Rasulullah. Keesokan harinya ketika Abu Bakr sedang duduk di mesjid, Umar datang meminta maaf atas peristiwa kemarin tatkala ia berkata kepada kaum Muslimin, bahwa Nabi tidak mati. "Kepada Saudara-saudara kemarin saya mengucapkan kata-kata yang tidak terdapat dalam Kitabullah, juga bukan suatu pesan yang diberikan Rasulullah kepada saya. Ketika itu saya berpendapat, bahwa Rasulullah yang akan mengurus soal kita, sebagai orang terakhir yang tinggal bersama-sama kita. Tetapi Allah telah memberikan Qur'an untuk selamanya kepada kita, yang juga menjadi penuntun Rasul-Nya. Kalau kita berpegang teguh pada Qur'an, Allah akan membimbing kita yang juga telah membimbing Rasulullah. Sekarang Allah telah menyatukan segala persoalan kita di tangan sahabat Rasulullah — Sallallahu 'alaihl wasallam — orang yang terbaik di antara kita dan dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua. Maka marilah kita baiat dia, kita ikrarkan." 1 Tajawaza 'an, 'afa 'an (N), memaafkan. — Pnj. 2 Kutipan sebagian ayat Qur'an, 9. 40. — Pnj. Kuraisy. Bahkan sesudah itu mereka merasa cukup senang hidup di samping Muhajirin. Mereka pun puas sekali dengan wasiat Rasulullah dalam sakitnya yang terakhir tatkala berkata: 46 Baiat Umum dan pidato Abu Bakr yang pertama Ketika itu orang ramai pun sama-sama memberikan ikrar sebagai Baiat Umum sesudah Baiat Khusus di Saqifah. Selesai baiat itu Abu Bakr berdiri. Di hadapan mereka ia mengucapkan sebuah pidato yang merupakan pernyataan pertama setelah ia memangku jabatan sebagai Khalifah. Di samping itu pidato ini adalah teladan yang sungguh bijaksana dan sangat menentukan. Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah Abu Bakr radiallahu 'anhu berkata: "Kemudian, Saudara-saudara. Saya sudah terpilih untuk rnemimpin kamu sekalian, dan saya bukanlah orang yang terbaik di antara kamu sekalian. Kalau saya berlaku baik, bantulah saya. Kebenaran adalah suatu kepercayaan, dan dusta adalah pengkhianatan. Orang yang lemah di kalangan kamu adalah kuat di mata saya, sesudah haknya saya berikan kepadanya — insya Allah, dan orang yang kuat buat saya adalah lemah sesudah haknya nanti saya ambil — insya Allah. Apabila ada golongan yang meninggalkan perjuangan di jalan Allah, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada mereka. Apabila kejahatan itu sudah meluas pada suatu golongan, maka Allah akan menyebarkan bencana kepada mereka. Taatilah saya selama saya taat kepada (perintah) Allah dan Rasul- Nya. Tetapi apabila saya melanggar (perintah) Allah dan Rasulullah maka gugurlah kesetiaanmu kepada saya. Laksanakanlah salat kamu, Allah akan merahmati kamu sekalian." Masih adakah yang belum memberikan ikrar dari Muhajirin? Adakah ikrar umum ini sudah merupakan konsensus semua Muslimin, tak ada lagi yang tertinggal seperti Sa'd bin Ubadah dalam Ikrar Khusus di Saqifah? Yang sudah menjadi kesepakatan umum, bahwa ada segolongan Muhajirin terkemuka yang tidak turut, dan bahwa Ali bin Abi Talib dan Abbas bin Abdul Muttalib dari Banu Hasyim termasuk yang tidak ikut. Menurut sumber Ya 'qubi Menurut al-Ya'qubi, "Mereka yang tidak ikut membaiat Abu Bakr dari kalangan Muhajirin dan Ansar dan ikut Ali bin Abi Talib di antaranya ialah Abbas bin Abdul Muttalib, Fadl bin al-Abbas, Zubair bin al- Awwam bin al-As, Khalid bin Sa'id, Miqdad bin Amr, Salman al- Farisi, Abu Zar al-Gifari, Ammar bin Yasir, Bara' bin Azib dan Ubai bin Ka'b, dan bahwa dalam hal ini Abu Bakr meminta pendapat Umar bin Khattab, Abu Ubaidah bin Jarrah dan Mugirah bin Syu'ba. Saran ketiga tokoh itu ialah agar menemui Abbas bin Abdul Muttalib dan agar dia juga dilibatkan dan berperan dalam masalah ini, baik untuk 2. PELANTIKAN ABU BAKR 47 48 ABU BAKR AS-SIDDIQ kepentingannya sendiri maupun penerusnya kemudian. Mengenai ini tcrjadi perbedaan pendapat antara dia dengan sepupunya, Ali bin Abi Talib. Dengan demikian Abu Bakr dan sahabat-sahabatnya punya argumen dalam menghadapi Ali. Apa yang sudah disarankan mereka tadi oleh Abu Bakr dilaksanakan. Dalam suatu percakapan panjang ia berkata kepada Abbas: "Kami telah datang kepadamu dan yang kami inginkan engkau dapat berperan juga dalam hal ini, baik untukmu sendiri maupun untuk penerusmu kemudian, mengingat engkau adalah paman Rasulullah." Abbas menjawab tawaran itu setelah terjadi dialog seperti dilukiskan oleh Ya'qubi; "Kalaupun ini yang akan menjadi hak kami, kami tidak mau sebagian-scbagian." Pertemuan di rumah Fatimah putri Rasulullah Dalam sebuah sumber yang discbutkan oleh Ya'qubi, juga penulispenulis sejarah yang lain menyebutkan, dan masih cukup terkenal, bahwa ada kelompok Muhajirin dan Ansar yang mengadakan pertemuan dengan Ali bin Abi Talib di rumah Fatimah putri Rasulullah dengan maksud hendak membaiat Ali. Di antara mereka itu Khalid bin Sa'id yang mengatakan: "Sungguh, tak ada orang yang lebih patut menempati kedudukan Muhammad selain engkau." Pertemuan di rumah Fatimah itu sampai juga beritanya kepada Abu Bakr dan Umar, dan kedua orang ini bersama-sama dengan yang lain datang dan menyerbu rumah itu. Ketika Ali keluar membawa pedang, yang disambut oleh Umar, maka terjadi pertarungan. Pedang Ali dipatahkan dan mereka menyerbu masuk kc dalam rumah. Saat itu Fatimah keluar dengan mengatakan: "Keluarlah kalau tidak rambutku akan kuperlihatkan dan aku akan berseru kepada Allah."1 Mereka keluar, juga orang-orang yang berada dalam rumah itu. Keadaan demikian berjalan selama beberapa hari. Kemudian satu demi satu mereka memberikan ikrar — kecuali Ali yang baru membaiat setelah Fatimah wafat, yakni sesudah cnam bulan. Sumber lain mcnyebutkan bahwa ia membaiat sesudah empat puluh hari. Discbutkan lagi bahwa Umar bin Khattab telah menimbun kayu di sekeliling rumah Fatimah dengan maksud hendak membakar rumah itu atau Ali harus membaiat Abu Bakr. ! 'Ajja, mengucapkan talbiah dengan suara keras (N). — Pnj. 2. PELANTIKAN ABU BAKR Sebab-sebabnya Ali terlambat membaiat Tetapi sumber-sumber yang terkenal dan lebih umum mengenai tidak hadirnya atau terlambatnya Ali dan Banu Hasyim itu ialah seperti yang diuraikan oleh Ibn Qutaibah dalam al-Imamah was-Siyasah dan sumber-sumber serupa, baik yang sezaman atau yang datang kemudian, yakni selesai memberikan ikrar kepada Abu Bakr Umar dan rombongan berangkat menemui Banu Hasyim. Mereka diminta agar juga datang memberikan ikrar seperti yang lain. Ketika itu Banu Hasyim di rumah Ali. Baik Ali maupun yang lain menolak ajakan Umar itu. Malah Zubair bin al-Awwam dan sahabat-sahabatnya keluar menemui Umar dengan membawa pedang. Kepada sahabat-sahabatnya Umar berkata, "Awas orang itu dan ambil pedangnya!" Mereka merampas pedang itu dari tangannya. Kemudian ia pun pergi dan membaiat. Ketika kepada Ali bin Abi Talib dikatakan: Baiatlah Abu Bakr, ia menjawab: "Aku tidak akan membaiat, karena dalam hal ini aku lebih berhak daripada kalian. Kamulah yang lebih pantas membaiat aku. Kamu telah mengambil kekuasaan itu dari Ansar dengan alasan kalian kerabat Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam dan kalian mengambil dari kami ahlulbait secara paksa. Bukankah kalian mengatakan kepada Ansar bahwa kalian lebih berhak daripada mereka dalarn hal ini karena Muhammad dari kalian, lalu pimpinan dan kekuasaan diserahkan kepada kalian! Sekarang aku akan menuntut kepada kalian sebagaimana kalian menuntut kepada Ansar. Kami lebih berhak terhadap Rasulullah selama masih hidup dan sesudah mati. Jika kamu beriman berlaku adillah terhadap kami, kalau tidak berarti dengan sengaja kamu berlaku zalim." "Kau tak akan dibiarkan sebelum membaiat," kata Umar. "Dalam bertindak orang harus berlaku adil. Umar, sungguh aku tidak dapat menerima kata-katamu itu dan aku tidak akan membaiat," kata Ali bersemangat dan dengan nada keras. Dikhawatirkan dialog itu akan jadi semakin panas, maka Abu Bakr segera campur tangan dengan katanya: "Kalau engkau memang tidak mau membaiat, aku tidak akan memaksamu." Abu Ubaidah segera mendekati Ali seraya katanya dengan nada lembut: "Sepupuku, engkau masih muda, dan mereka itu orang tua-tua kita. Tentu dalam bidang ini engkau tidak punya pengalaman dan pengetahuan seperti mereka. Menurut hematku Abu Bakr lebih mampu dari engkau dan lebih dapat mengatasi segala persoalan. Serahkanlah pimpinan itu 49 ABU BAKR AS-SIDDIQ kepada Abu Bakr. Jika engkau masih akan panjang umur, maka engkaulah kelak yang pantas memegang pimpinan ini semua, mengingat jasamu, ketaatanmu dalam agama, amalmu, pengetahuanmu, kedinianmu dalam Islam, nasabmu serta hubunganmu sebagai menantu." Di sini Ali berontak seraya berkata: "Hebat sekali kalian ini Muhajirin! Janganlah kalian mencoba mengeluarkan kekuasaan Muhammad atas orang-orang Arab itu dari keluarganya dan dari dalam rumahnya ke keluarga dan ke dalam rumah kalian lalu mengenyahkan kedudukan dan hak keluarganya dari rakyat. Demi Allah, Saudara-saudara Muhajirin, kamilah yang lebih berhak dari semua orang, karena kami adalah keluarganya, kami ahlulbait. Dalam pimpinan ini kami lebih berhak dari kalian. Dari kalangan kamilah yang membaca Qur'an, yang mengetahui hukum-hukum agama, mengenal benar sunah Rasulullah, mengikuti perkembangan rakyat serta melindungi mereka dari hal-hal yang tidak baik. Kami yang mengadakan pemerataan dengan mereka. Dia adalah dari kami. Janganlah kamu memperturutkan hawa nafsu, kalian akan sesat dari jalan Allah dan akan lebih jauh menyimpang dari kebenaran." Menurut beberapa sumber, ketika itu Basyir bin Sa'd juga hadir. Mendengar kata-kata itu ia berkata: "Ali, kalau kata-katamu itu didengar oleh Ansar sebelum pengukuhan terhadap Abu Bakr, aku pun tak akan berbeda pendapat dengan kau." Dengan marah Ali keluar. Ia pergi menemui Fatimah dan keluar rumah bersama-sama. Dengan dinaikkan di atas binatang beban malam itu Fatimah berkeliling menemui kelompok-kelompok Ansar meminta dukungan. Mereka itu berkata: "Putri Rasulullah, baiat kami atas orang itu sudah selesai. Sekiranya suamimu dan sepupumu itu yang lebih dulu menemui kami sebelum Abu Bakr, tentu kami tak akan menyamakannya." Jawaban ini menambah kemarahan Ali dan ia berkata lagi: "Apa aku akan meninggalkan Rasulullah di rumah tanpa dimakamkan dan keluar memperebutkan kekuasaan?" "Apa yang dilakukan Abu al-Hasan," sela Fatimah, "memang yang sudah semestinya dilakukan. Tetapi apa yang mereka lakukan, biarlah Allah nanti yang membuat perhitungan dan yang menentukan." Abu Bakr dikukuhkan secara aklamasi Demikian inilah kesan yang masyhur (yang sudah umum) mengenai sikap Ali bin Abi Talib dan sahabat-sahabatnya sehubungan dengan baiat Abu Bakr itu. Beberapa sejarawan dengan tegas sekali membantah kesan 50 2. PELANTIKAN ABU BAKR 51 yang sudah umum mengenai tertinggalnya Banu Hasyim dan beberapa kalangan Muhajirin itu. Mereka menyebutkan bahwa sesudah Saqifah, Abu Bakr dibaiat secara aklamasi tanpa ada yang ketinggalan. Tabari menyebutkan sebuah sumber lengkap dengan isnadnya, bahwa Sa'd bin Zaid ketika ditanya: Engkau menyaksikan kematian Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam? Ya, jawabnya. Ditanya lagi: Kapan Abu Bakr dibaiat? Dijawab: Ketika Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallatn wafat; mereka tidak mau ada yang lowong sehari pun tanpa berada dalam satu jamaah. Apa ada yang menentang? Tidak, katanya, tak ada, kecuali mereka yang murtad atau orang-orang Ansar yang nyaris murtad kalau tidak segera mendapat pertolongan Allah. Ketika ditanya lagi: Apa ada dari Muhajirin yang tidak ikut? Tidak, katanya. Kaum Muhajirin secara berturut-turut memberikan baiat tanpa diminta. Dalam sebuah sumber disebutkan, bahwa ketika itu Ali bin Abi Talib sedang duduk-duduk di rumahnya tatkala ada orang datang memberitahukan bahwa Abu Bakr sudah siap hendak diikrarkan. Karena khawatir akan terlambat Ali keluar cepat-cepat hanya mengenakan baju kemeja tanpa mantel dan jubah. Kemudian ia pun membaiat. Sesudah itu ia duduk dan menyuruh orang mengambilkan pakaiannya itu lalu dipakainya, dan ia tetap duduk. Sumber jalan tengah Ada pula beberapa sumber mengenai Ali dan ikrarnya itu yang mengambil jalan tengah dari apa yang kita kemukakan itu. Di antaranya seperti dituturkan, bahwa setelah selesai pengukuhan itu Abu Bakr naik ke mimbar dan ketika melihat di antara hadirin Zubair tidak tampak, dipanggilnya. Ketika Zubair datang ia berkata: "Oh sepupu Rasulullah saw. dan pembantu dekatnya, engkau mau menimbulkan perpecahan di kalangan Muslimin?" "Tak ada cacat apa-apa ya Khalifah Rasulullah," katanya, lalu ia bangun dan membaiat Abu Bakr. Kemudian Abu Bakr melihat kepada hadirin. Ia tidak melihat Ali. Bila Ali datang setelah dipanggil ia bertanya: "Sepupu Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallatn dan menantunya, engkau mau menimbulkan perpecahan di kalangan Muslimin?" "Tak ada cela apa-apa ya Khalifah Rasulullah," katanya, lalu ia pun bangun dan membaiat Abu Bakr. Pendapat sekitar sikap Banu Umayyah Ada juga beberapa sumber yang mengatakan, bahwa Banu Umayyahlah yang memang ingin menimbulkan ketegangan antara Banu Hasyim 52 ABU BAKR AS-SIDDIQ dengan Abu Bakr. Setelah orang datang berkumpul hendak mengikrarkan Abu Bakr, konon datang pula Abu Sufyan mengatakan: Sungguh, hanya darah yang akan dapat memadamkan sampah ini. Hai Keluarga Abdu Manaf mengapa mesti Abu Bakr yang memerintah kamu? Mana kedua orang yang dihina itu, yang diperlemah, Ali dan Abbas! Tetapi sumber-sumber yang menyebutkan peristiwa yang dihubungkan kepada Abu Sufyan ini hampir semua sepakat, bahwa Ali menolak ajakannya itu. Malah ia berkata kepadanya: "Engkau memang mau membuat fitnah dengan cara itu. Selalu kau mau membawa Islam ke dalam bencana." Atau katanya juga: "Abu Sufyan, engkau selalu mau memusuhi Islam dan pemeluknya. Tetapi engkau tak akan berhasil. Aku berpendapat, Abu Bakr memang pantas untuk itu." Abbas dan Fatimah menuntut warisan Orang-orang yang menafikan terlambatnya Ali memberikan baiat berpendapat bahwa cerita-cerita tentang keterlambatan itu dibuat orang kemudian. Bahkan mereka menekankan bahwa cerita-cerita itu dibuat pada masa kekuasaan Banu Abbas untuk maksud-maksud politik, dan lebih jauh mereka mengatakan bahwa cerita itu dikaitkan dengan suatu peristiwa yang sebenarnya memang sudah sama-sama disepakati, namun samasekali tak ada hubungannya dengan peristiwa baiat itu. Peristiwa itu ialah bahwa Fatimah putri Rasulullah dan Abbas pamannya menemui Abu Bakr setelah ia menjadi Khalifah. Mereka menuntut warisan tanah Rasulullah yang di Fadak dan bagian Abbas di Khaibar. Kepada mereka itu Abu Bakr berkata: "Aku mendengar Rasulullah berkata: 'Kami, para nabi, tidak mewariskan; apa yang kami tinggalkan buat sedekah.' Tetapi keluarga Muhammad boleh makan dari harta itu. Demi Allah, setiap sesuatu yang dikerjakan oleh Rasulullah pasti akan kukerjakan." Fatimah marah karenanya. Ia menjauhi Abu Bakr dan tidak mengajaknya bicara sampai ia wafat. Oleh Ali ia dikebumikan malam hari dan Abu Bakr tidak diberi tahu. Fatimah masih hidup enam bulan lagi setelah ayahanda wafat. Karena kemarahan Fatimah itu Ali juga marah kepada Abu Bakr. Sesudah Fatimah wafat ia cenderung berbaik kembali dan Abu Bakr pun menerimanya. Demikianlah cerita mengenai Fatimah dan Ali serta pemboikotannya terhadap Abu Bakr setelah pengukuhannya itu. Sebaliknya apa yang ditambahkan orang dalam cerita ini, bahwa Ali menolak dan baru membaiat setelah Fatimah wafat dan bahwa Abu Bakr menemui Ali di rumahnya dan dijumpainya ia di rumah Banu Hasyim, dan bahwa ketika 2. PELANTIKAN ABU BAKR 53 itu AH berdiri seraya berkata: Kami tidak berkeberatan mengukuhkan engkau, hanya saja dalam hal ini kami berpendapat bahwa kamilah yang berhak tetapi kalian memperkosa hak-hak kami, dan bahwa Abu Bakr menyebutkan dalam jawabannya: "Demi Allah, aku menahan harta ini hanya untuk kebaikan kita bersama." Semua tambahan ini membantah tertundanya AH memberikan baiat karena peristiwa itu tak ada hubungannya dengan soal harta peninggalan, dan bahwa Fatimah dan Abbas tidak pula menuntut kepada Abu Bakr sebelum semua kaum Muslimin memberikan ikrar kepadanya, sebab sebelum itu ia pun tidak memberikan pendapat mengenai hal itu. Sebagian besar mereka yang menolak cerita tertundanya pemberian ikrar itu menegaskan bahwa cerita-cerita demikian dibuat-buat orang pada masa kekuasaan Abbasi untuk maksud politik. Yang lain menegaskan bahwa cerita itu sudah dibuat orang sebelumnya, yaitu setelah timbul pertentangan antara Banu Hasyim dengan Banu Umayyah selama pecah perang antara Ali dengan Muawiyah. Mereka mengatakan bahwa terjadinya perluasan Islam ke Irak dan Persia menyebabkan sekelompok orang-orang Persia mengarang-ngarang cerita semacam itu. Setelah pihak Banu Umayyah mendapat kemenangan perhatian kelompok itu dicurahkan untuk memberi kesempatan kepada Abu Muslim al-Khurasani bersiap-siap, dan orang inilah yang telah berhasil membuat sejarah lahirnya dinasti Banu Abbas. Alasan mereka yang berpendapat tentang tertundanya baiat Sebaliknya mereka yang mengatakan bahwa tertundanya Ali dan Banu Hasyim memberikan ikrar sampai empat puluh hari atau sampai enam bulan — dan pendapat ini yang masyhur sebagaimana sudah dikemukakan — mereka berpegang pada sumber-sumber di atas, dan disebutkan bahwa Ali dan orang-orang yang tak hadir itu tidak ikut dalam pasukan Usamah; padahal Ali dalam pertempuran di berbagai peperangan bersamasama dengan Nabi, keberanian dan ketangkasannya sudah cukup terkenal. Juga kedua sikap demikian ini dalam segala perjuangan hidupnya sesudah itu, cukup pula terkenal. Mereka ini menolak pendapat orang yang tidak mengakui keterlambatan dalam baiat itu karena alasan kaum Muhajirin kepada Ansar mengenai kekuasaan bahwa pertalian mereka lebih dekat kepada Nabi, bahwa orang-orang Arab itu hanya mengenai Kuraisy karena mereka adalah penjaga-penjaga Ka'bah dan bahwa perhatian orang semua di Semenanjung itu pun hanya ditujukan kepada mereka. Inilah alasan satu-satunya yang menjadi pegangan Banu Hasyim untuk tampil ke depan sebagai pengganti Rasulullah. Tidak heran bila54 ABU BAKR AS-SIDDIQ mana ini yang menjadi pegangan mereka dan membuat mereka tidak hadir waktu pengukuhan (baiat) Abu Bakr itu. Itulah yang telah dilakukan oleh Ali dan itu pula alasannya dan alasan sahabat-sahabatnya. Kalaupun mereka kemudian mau juga membaiat, hanya karena mereka tidak menginginkan timbulnya fitnah yang akibatnya akan merusak persatuan kaum Muslimin. Terutama setelah kemudian timbul gejala-gejala kemurtadan di kalangan orang-orang Arab pinggiran, dan setelah mereka membangkang terhadap kekuasaan Medinah dengan akibat hampir-hampir mengancam penyebaran Islam yang dibawa Muhammad sebagai wahyu Allah itu. Tak ada yang menentang Abu Bakr sebagai Khalifah Lepas dari soal perbedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah itu mengenai baiat serta ikut sertanya Keluarga Hasyim dan pihak Muhajirin yang lain atau tidak ikut sertanya sebagian mereka, yang sudah disepakati tanpa ada perbedaan pendapat ialah, bahwa sepeninggal Rasululiah, sejak hari pertama yang harus memegang pimpinan adalah Abu Bakr. Dari mereka yang tertunda memberikan baiat itu tak ada yang mengatakan bahwa dari kalangan Banu Hasyim atau yang lain mencoba mengadakan perlawanan senjata atau berusaha menggugatgugat Khalifah yang pertama itu. Adakah itu karena kedudukan Abu Bakr di mata Rasululiah, yang sampai mengatakan: 'Kalau ada dari hamba Allah yang akan kuambil sebagai khalll, maka Abu Bakr-lah khalil-ku.' Atau karena dia diminta menemani Rasululiah dalam hijrah serta jasa-jasanya yang begitu besar di samping kesiapannya selalu membela Rasululiah dalam pelbagai kesempatan? Ataukah juga karena Rasululiah memintanya mewakiliiya dalam salat selama dalam sakitnya yang terakhir? Apa pun alasan yang menyebabkan kaum Muslimin memberikan ikrar kepada Abu Bakr sebagai Khalifah setelah Rasululiah berpulang, yang jelas tak seorang pun ada yang menentangnya, juga tak ada yang bergabung kepada mereka yang belum ikut membaiat. Ini merupakan suatu bukti, bahwa pandangan Muslimin yang mula-mula itu tentang kekhalifahan tidak sama dengan pandangan mereka yang datang kemudian, yakni sejak masa kedaulatan dinasti Umayyah. Pandangan mereka lebih dekat dengan nilai-nilai orang Arab asli di sekitar mereka, dan yang memang sudah cukup dikenal di seluruh Semenanjung itu sejak sebelum kerasulan Nabi 'alaihis-salam. Sesudah kawasan Islam bertambah luas dan masyarakat Arab bergaul dengan bangsa-bangsa lain yang mereka datangi, gambaran masyarakat Muslimin tentang konsep 2. PELANTIKAN ABU BAKR kekhalifahan itu juga ikut berubah, sesuai dengan pengaruh pergaulan dan luasnya kawasan pemerintahan Islam. Kekhalifahan pada masa-masa kekuasaan Arab Kaum Muslimin berpikir tentang kekhalifahan itu menurut pandangan Arab murni. Kebetulan pula Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam tidak mewasiatkan kekhalifahan itu kepada siapa pun. Perselisihan yang terjadi antara kaum Ansar dengan Muhajirin di Saqifah Banu Sa'idah ketika Rasulullah wafat, serta perselisihan yang agaknya juga terjadi antara Banu Hasyim dengan Muhajirin yang lain sesudah baiat umum, tak ada alasan untuk meragukan, bahwa sebenarnya penduduk Medinah sudah cukup bersungguh-sungguh dalam memikirkan pemilihan Khalifah pertama itu, dan dasarnya memang tak terdapat, baik dalam Qur'an maupun dalam Sunah. Maka mereka waktu itu memilih penduduk yang tinggal di Medinah yang di kalangan Muslimin dipandang lebih tepat untuk memegang pimpinan. Andaikata masalah ini sampai melampaui batas ke luar Medinah, sampai kepada suku-suku Arab di luar kota Medinah tentu soalnya akan jadi lain. Dan pengukuhan Abu Bakr itu adalah suatu hal tiba-tiba yang menguntungkan — memakai kata-kata Umar bin Khattab. Tradisi yang dipakai dalam memilih Abu Bakr bukan itu pula yang dipakai dalam memilih kedua Khalifah sesudah itu — Umar dan Usman. Sebelum meninggal Abu Bakr sudah berwasiat agar memilih Umar bin Khattab. Kemudian pengganti berikutnya oleh Umar diserahkan kepada enam orang yang nama-namanya disebutkan,1 agar memilih seorang di antara sesama mereka. Setelah Usman terbunuh serta timbul perselisihan sesudah itu antara Ali dengan Muawiyah, pihak Banu Umayyah melanjutkan kekuasaan itu secara turun-temurun dengan warisan yang diterima anak dari bapak. Kalau demikian sumber peristiwa itu tak ada alasan untuk mengatakan, bahwa dalam menjalankan kekuasaan, dalam Islam sudah ada suatu sistem yang baku. Tetapi yang ada ialah ijtihad yang didasarkan kepada peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam masyarakat Islam yang berubah-ubah dan didasarkan pada aneka macam bentuk sesuai dengan perubahan situasi. Sistem pemerintahan dalam Islam Sistem yang dijalankan oleh Abu Bakr dalam hal ini menurut pola Arab yang murni-. Hubungannya dengan masa Nabi yang masih dekat, 1 Menurut beberapa sumber mereka itu ialah Ali bin Abi Talib, Usman bin Affan, Abdur- Rahman bin Auf, Sa'd bin Abi Waqqas, Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah. — Pnj. 55 ABU BAKR AS-SIDDIQ serta hubungan Abu Bakr sendiri secara pribadi dengan Rasulullah dan pengaruhnya dalam dirinya seperti yang sudah kita gambarkan di atas, memberi bekas padanya yang kemudian mengalami perubahan karena situasi dan meluasnya kawasan Islam. Perubahan dalam sistem pemerintahan ini berlangsung mengikuti perkembangan lingkungan yang ada, sehingga dengan demikian, sedikit pun tak terdapat persamaan antara masa kekuasaan Abbasi dalam puncak kejayaannya dengan masa Khalifah pertama Abu Bakr, juga antara masa Abu Bakr dengan masa-masa Umar, Usman dan Ali. Masa Abu Bakr dapat dikatakan masa yang sungguh unik. Masa itu adalah masa transisi yang wajar saja dengan masa Rasulullah, baik dalam politik agama maupun dalam politik sekuler. Memang benar, ketika itu agama sudah sempurna, dan tak ada lagi orang dapat mengubahubah atau menukar-nukar apa yang sudah ada dalam agama itu. Tetapi begitu Nabi wafat, orang-orang Arab pinggiran mulai berpikir-pikir mau jadi murtad, atau memang sudah banyak kabilah yang murtad. Maka tak ada jalan Abu Bakr harus bertindak menentukan langkah demi mengatasi keadaan yang sangat genting itu. Langkah itu sudah dimulai oleh Nabi sendiri ketika mengadakan hubungan dengan negara-negara tetangga dalam menjalankan politik dakwahnya itu. Jadi tak ada jalan lain buat Abu Bakr daripada harus meneruskan langkah itu. Bagaimana ia bertindak dalam menghadapi semua itu? Itulah yang akan kita uraikan berikut ini. 56 Sementara penduduk Medinah berselisih pendapat tetapi kemudian sepakat dalam memberikan ikrar kepada Abu Bakr, berita kematian Nabi dengan cepat sekali menyebar dibawa orang kepada kabilahkabilah. Tak ada suatu berita di kawasan Arab yang begitu cepat tersebar seperti berita ketika Rasulullah wafat. Begitu berita itu sampai kepada mereka, dari segenap penjuru mereka sudah memasang telinga dengan penuh perhatian. Mereka ingin melepaskan diri dari kekuasaan Medinah dan kembali kepada keadaan sebelum datangnya kerasulan Muhammad dan tersebarnya Islam ke tengah-tengah mereka. Oleh karena itu orang-orang Arab pada setiap kabilah jadi murtad, dan timbul pula sifat-sifat munafik. Dalam pada itu, orang-orang Yahudi dan Nasrani pun sudah pula mengintai. Lawan Islam jadi semakin banyak. Dengan tak adanya Nabi, mereka sudah seperti sekumpulan kambing pada malam musim hujan. Perbedaan pendapat Muhajirin dengan Ansar di Medinah Kita sudah melihat betapa perselisihan itu timbul di Medinah antara kaum Muhajirin dengan kaum Ansar mengenai penggantian Rasulullah. Kalau tidak karena tindakan Abu Bakr dan Umar yang sangat bijaksana, serta kehendak Allah memberikan pertolongan, perselisihan demikian itu tidak akan dapat diselesaikan dan berakhir dengan memuaskan. Penduduk Mekah bersiap-siap murtad Apa yang telah terjadi di Medinah sebenarnya tidak seberapa dibandingkan dengan kejadian-kejadian di tempat-tempat lain. Penduduk Mekah sendiri malah sudah bersiap-siap mau murtad meninggalkan Islam. Attab bin Asid, kuasa Rasulullah di Mekah sampai merasa khawatir 57 MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 3 eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. nurulkariem@yahoo.com dan menjauhi mereka. Kalau tidak karena kemudian tampil Suhail bin Amr di tengah-tengah mereka dengan mengatakan — setelah menerangkan tentang kematian Nabi — bahwa "Islam sekarang sudah bertambah kuat, dan barang siapa masih menyangsikan kami, akan kami penggal lehernya," niscaya mereka masih akan maju-mundur. Tetapi di samping ancamannya itu Suhail masih memberikan harapan, yang ternyata besar juga pengaruhnya. la menambahkan: "Ya, sungguh, Allah pasti menyempurnakan kamnia-Nya kepada kamu sekalian, seperti kata Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam." Ternyata kata-kata itu lebih besar pengaruhnya dalam hati mereka daripada ancaman. Itu jugalah yang membuat mereka surut dari maksud hendak mcmbangkang. Baik penduduk Medinah maupun pcnduduk Mekah dari kalangan Kuraisy, setelah melihat kenyataan ini akhirnya mereka menerima Abu Bakr. Hadis Rasulullah yang telah diingatkan oleh Suhail membuat mereka puas. Mereka kembali kepada Islam dan menaati ajaran-ajarannya. Sikap Saqif di Ta 'if Demikian juga pihak Saqif di Ta'if mereka bersiap-siap mau murtad. Usman bin Abi al-As, kuasa Nabi di sana berkata kepada mereka: "Saudara-saudara dari Saqif, kamu adalah orang-orang yang terakhir masuk Islam, janganlah menjadi yang pertama murtad!" Mereka teringat pada sikap Nabi terhadap mereka sesudah perang Hunain dan teringat juga adanya ikatan keturunan dan keluarga antara mereka dengan pihak Mekah, maka mereka pun kembali kepada Islam. Mungkin kedudukan Abu Bakr sebagai khalifah dan dukungan penduduk Mekah kepadanya memberi pengaruh juga kepada masyarakat Saqif, sama dengan yang di Mekah. Kabilah-kabilah yang lain Juga kabilah-kabilah yang tinggal di antara Mekah, Medinah dan Ta'if keislamannya sudah mantap. Mereka ini terdiri dari kabilahkabilah Muzainah, Gifar, Juhainah, Bali, Asyja', Aslam dan Khuza'ah. Sedang kabilah-kabilah lain masih belum menentu. Di antara mereka, yang baru masuk Islam, ada yang murtad, ada yang karena ajaran Islam belum meresap ke dalam hati mereka, dan ada pula yang karena memang keyakinannya yang sudah kacau. Di samping itu, yang terbaik di antara mereka ada yang tetap berpegang pada Islam namun tidak menyukai adanya kekuasaan Medinah, baik oleh kalangan Muhajirin atau Ansar. Mereka itulah yang menganggap zakat itu sebagai pajak yang dibebankan Medinah kepada mereka. Jiwa mereka yang mau bebas dari ABU BAKR 58 AS-SIDDIQ segala kekuasaan menentang. Sejak masuk Islam mereka mau melaksanakan kewajiban itu hanya kcpada Rasulullah yang sudah menerima wahyu, dan yang menjadi pilihan Allah sebagai Nabi di antara hamba-Nya. Tetapi karena Nabi sudah berpulang ke rahmatullah, maka tak ada dari penduduk Medinah yang patut dimuliakan. Selain Nabi, mereka tidak berhak memungut zakat. Kabilah-kabilah yang merasa keberatan menunaikan zakat ialah mereka yang tidak jauh dari Medinah, terdiri dari kabilah Abs dan Dubyan serta kabilah-kabilah lain yang bergabung dengan mereka, yakni Banu Kinanah, Gatafan dan Fazarah. Mereka yang tinggal jauh dari Medinah lebih gigih lagi menentang. Sebagian besar mereka mengikuti orang-orang yang mendakwakan diri nabi, seperti Tulaihah di kalangan Banu Asad, Sajah dari Banu Tamim, Musailimah di Yamamah dan Zut- Taj Laqit bin Malik di Oman, di samping sejumlah besar pengikutpengikut Aswad al-Ansi di Yaman. Mereka menjadi pengikutnya hanya sampai waktu orang itu sudah mati. Sesudah itu mereka masih bersikeras dengan. mengobarkan fitnah dan pembangkangan hingga berakhirnya perang Riddah. 1 Faktor-faktor yang mendorong pergolakan Terjadinya pergolakan di kota-kota dan di daerah-daerah pedalaman terhadap kekuasaan Kuraisy itu serta berbaliknya mereka dari Islam, bukan karena letak geografisnya dengan Medinah saja, tetapi karena faktor-faktor masyarakat Arab dan unsur-unsur asing lainnya, yang bekasnya tampak sekali pada saat-saat terakhir masa Rasulullah. Islam tersebar dan masuk ke daerah-daerah yang jauh dari Mekah dan Medinah di semenanjung itu baru setelah penaklukan Mekah serta terjadinya ekspcdisi Hunain dan pengepungan Ta'if. Sampai pada waktu itu kegiatan Rasulullah terbatas di sekitar kedua kota suci itu, Mekah dan Medinah. Islam baru keluar perbatasan Mekah tak lama sebelum hijr'ah ke Yasrib (Medinah). Sampai sesudah hijrah pun selama beberapa tahun berikutnya kegiatan Nabi tetap tertuju untuk menjaga kebebasan dakwah Islam di tempat yang baru ini. Setelah kaum Muslimin berhasil menghilangkan kekuasaan Yahudi di Yasrib, dan sesudah memperoleh kemenangan di Mekah, barulah orang-orang itu mau menerima agama yang benar ini. Utusan-utusan berdatangan dari segenap penjuru Semenanjung untuk menyatakan telah masuk Islam. Nabi pun mengutus 1 Riddah, harfiah kembali surut, dalam istilah kemurtadan, yakni orang Islam yang murtad, terutama yang enggan menunaikan kewajiban zakat setelah Nabi wafat. — Pnj. 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 59 wakil-wakilnya untuk mengajarkan dan memperdalam ajaran Islam serta sekaligus memungut zakat atau sedekah. Faktor-faktor penyebab murtadnya masyarakat Arab Wajar saja bila agama ini tidak dapat mengakar ke dalam hati kabilahkabilah itu seperti yang sudah dihayati oleh penduduk Mekah dan Medinah serta masyarakat Arab yang berdekatan di sekitarnya. Di tempat asalnya Islam memerlukan waktu dua puluh tahun penuh untuk menjadi stabil. Selama itu pula lawan-lawannya terus berusaha mati-matian melancarkan permusuhan, yang berlangsung hingga selama beberapa tahun. Akibat dari semua itu, kemudian permusuhan berakhir dengan kemenangan di tangan Islam. Ajaran-ajarannya sekarang dapat dirasakan dan meresap ke dalam hati orang-orang Arab Mekah, Ta'if, Medinah serta tempat-tempat dan kabilah-kabilah berdekatan yang dapat berhubungan dengan Rasulullah dan sahabat-sahabatnya. Tetapi mereka yang berada jauh dari daerah yang pernah menyaksikan kegiatan Muhammad selama bertahun-tahun terus-menerus itu, mengajak orang kepada ajaran Allah dan agama Allah, agama baru itu tidak membekas pada mereka. Bahkan mereka memberontak dan berusaha hendak kembali kepada kebebasan politik dan agamanya yang lama. Faktor-faktor asing Dalam membangkitkan pergolakan ini faktor-faktor asing sebenarnya tidak pula kurang pengaruhnya daripada faktor-faktor setempat. Mekah dan Medinah serta para kabilah di sekitarnya samasekali tidak mau tunduk pada kekuasaan Persia atau Rumawi yang ketika itu memang sedang menguasai dunia. Bagian utara Semenanjung itu bersambung dengan Syam, sebelah selatannya bersambung dengan Persia dan berdekatan dengan Abisinia (Etiopia), dan keduanya sudah berada di bawah pengaruh kedua imperium itu. Bahkan kawasan itu dan beberapa keamiran sudah berada di bawah kekuasaan mereka. Dengan demikian tidaklah mengherankan jika pihak yang merasa punya pengaruh dan kekuasaan itu mati-matian berusaha hendak menentang agama baru ini dengan segala cara, dengan jalan propaganda politik, menganjurkan kekuasaan otonomi, dan dengan propaganda agama, kadang untuk kepentingan pihak Nasrani, kadang untuk kepentingan pihak Yahudi dan adakalanya untuk kepentingan paganisma Arab. Kegiatan segala faktor itu tampak jelas pengaruhnya bcgitu tersebar berita tentang kematian Nabi. Dengan cukup berhati-hati kegiatan itu sebenarnya memang sudah mulai tampak sebelum Rasulullah wafat. Sementara kita membaca buku ini pengaruh demikian itu akan kita lihat ABU BAKR 60 AS-SIDDIQ 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 61 jelas. Faktor-faktor setempat dan asing itu sendiri sudah merupakan logika yang cukup menarik untuk dipercaya, dan logika itulah yang disebarluaskan oleh para penganjurnya di antara berbagai kabilah, sehingga dengan mudah mereka memberontak dan mengobarkan fitnah. Logika kaum murtad dan mereka yang menolak menunaikan zakat Mereka yang enggan menunaikan kewajiban zakat berkata di antara sesama mereka: Kalau kaum Muhajirin dan Ansar sudah berselisih mengenai kedaulatan, dan Rasulullah wafat tidak meninggalkan wasiat siapa yang akan menggantikannya, maka sudah seharusnya kita mempertahankan kemerdekaan kita sendiri justru demi menjaga Islam agama kita. Dan seperti kalangan Muhajirin dan Ansar, kita pun berhak menentukan pilihan siapa yang akan bertindak menggantikan Rasulullah di antara kita. Adapun bahwa kita hams tunduk kepada Abu Bakr atau kepada yang lain, bukanlah itu yang dikehendaki agama, juga Qur'an tidak mengajarkan demikian. Kita wajib taat kepada orang yang kita serahi urusan kita sendiri. Barangkali mereka yang berpikiran serupa itu masih dapat dimaafkan mcngingat Rasulullah sendiri memang mengakui adanya sebagian kekuasaan otonomi pada beberapa daerah Arab dan kabilah itu. Mereka berpikir untuk mengambil kemerdekaan itu sepenuhnya setelah Nabi wafat. Badhan, gubernur Persia di Yaman tetap memegang kekuasaan setelah ia menyatakan dirinya masuk Islam dan meninggalkan agama Majusi. Para amir yang lain, seperti di Bahrain, Hadramaut dan yang lain, dibiarkan dalam kekuasaan masing-masing setelah mereka beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Zakat yang dipungut dari sebagian penduduk daerah itu dibagikan kepada orang-orang miskin di daerah itu juga. Keharusan membayar jizyah yang ditentukan oleh Islam hanya berlaku terhadap Ahli Kitab. Masyarakat Arab Muslimin seperti penduduk Medinah, kenapa mereka membayar zakat kepada penguasa Medinah! Kenapa mereka tidak mempertahankan hubungannya dengan Medinah dalam arti hubungan kesatuan agama yang tak ada hubungannya dengan kekuasaan politik! Soalnya Medinah sudah lebih dulu mengenal Islam sehingga mereka lebih tahu tentang segala kewajiban dan ajaran-ajaran Islam. Mereka tinggal mengutus orang ke daerah-daerah dan kepada kabilah-kabilah lain untuk mengajarkan agama, seperti dulu dilakukan oleh Rasulullah, sehingga hubungan mereka satu sama lain lebih menyerupai perserikatan antar-umat Islam. Satu sama lain tidak saling dirugikan dan tidak mencari jalan untuk melanggar kemerdekaan pihak lain. ABU BAKR AS-SIDDIQ Pikiran ini yang berkecamuk pada sebagian kabilah yang berdekatan dengan Medinah, Mekah dan Ta'if. Sedang penduduk Yaman dan selatan Semenanjung di seberangnya, begitu juga kawasan-kawasan lain yang jauh dari pusat kedudukan Islam, mereka banyak yang menerima Islam sebagai penghormatan saja atas kekuasaan Muhammad yang dalam waktu pendek tersebar luas hingga mencapai perbatasan imperium Rumawi dan Persia. Penyebarannya yang begitu cepat memang sangat mengagumkan, sehingga setiap kabilah itu berturut-turut mengirimkan utusan ke Medinah menyatakan kepada Nabi bahwa mereka dan kabilahkabilah lain yang tergabung ke dalamnya masuk Islam. Tetapi dengan tersebarnya berita bahwa Nabi wafat, tidak heran jika iman mereka jadi goyah dan mereka berbalik murtad dari agama yang barti saja mereka terima. Juga tidak heran jika mereka kemudian membangkang terhadap agama ini lalu terbawa oleh orang-orang yang mengobarkan fitnah dan api permusuhan atas nama fanatisma dan kecongkakan Arabnya. Nabi-nabi palsu bermunculan Banyak di antara mereka yang tertipu oleh orang yang pertama mendakwakan diri sebagai nabi dan mendapat wahyu, seperti wahyu yang diterima oleh Muhammad. Belum lama setelah masuk Islam mereka merasa sudah salah langkah. Bahkan ada yang merasa demikian sementara Nabi sendiri masih hidup, masih berada di tengah-tengah mereka. Di kalangan Banu Asad banyak orang yang menyambut Tulaihah yang mendakwakan dirt nabi dan mendapat dukungan ketika ia meramalkan adanya tempat mata air tatkala golongannya sedang dalam perjalanan hampir mati kehausan. Kalangan Banu Hanifah banyak juga yang menyambut Musailimah ketika ia mengutus dua orang pengikutnya kepada Muhammad, memberitahukan bahwa Musailimah juga nabi seperti dia, dan bahwa separuh bumi ini buat dia dan separuh buat Kuraisy, tetapi Kuraisy golongan yang tidak suka berlaku adil. Juga penduduk Yaman mengenal nama Aswad al-Ansi yang bergelar "Zul-Khimar" — "orang yang berkudung", tatkala orang ini menguasai Yaman dan mengusir wakil Nabi. Tetapi mereka oleh Rasulullah tidak begitu dihiraukan, dengan keyakinan bahwa kebenaran yang ada dalam agama Allah ini sangat kuat untuk menangkis kebohongan mereka, dan dengan keimanan yang sudah kuat orang-orang yang beriman itu akan mampu membasmi mereka. Aswad yang mendakwakan diri nabi Mereka yang mendakwakan diri nabi itu menyadari posisi mereka terhadap Rasulullah. Di antara mereka tak ada yang memberontak se- 62 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 63 perti yang dilakukan oleh Aswad al-Ansi. Konon ia mendakwakan diri nabi lalu tampil dan terbunuh ketika Nabi masih ada. Tetapi sebagian scjarawan ada yang menyebutkan bahwa ia mengambil cara seperti kedua rekannya itu, menunggu sampai Rasulullah wafat, kemudian baru mereka mcmberontak melawan Islam. Dalam buku Tdrikh-nya. al-Ya'qubi menuturkan: "Aswad bin Inza al-Ansi sudah mendakwakan dirinya nabi sejak masa Rasulullah. Setelah Abu Bakr dilantik ia muncul dan mendapat pengikut beberapa orang. Ia dibunuh oleh Qais bin Maksyuh al-Muradi dan Fairuz ad-Dailami yang memasuki rumahnya dan mendapatkannya sedang mabuk lalu dibunuh." Mengutip salah satu sumber at-Tabari mengatakan: "Perang pembangkangan pertama setelah Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam wafat ialah perang yang dilancarkan oleh Ansi, dan perang Ansi itu terjadi di Yaman." Pada akhir hayat Nabi Semenanjung itu memang belum tenteram. Belum semua kcadaan sudah stabil di bawah satu panji dan dalam satu agama. Di bawah tanah masih tersimpan bibit-bibit fitnah dan pembangkangan. Tanda-tanda pergolakan di bagian timur laut dan di selatan seluruhnya masih menyala dan tidak akan dapat dipadamkan tanpa adanya kekuatan rohani yang kemudian dilimpahkan Allah kepada Rasul- Nya dan ternyata membawa kemenangan. Bahkan kemenangan ini pun belum dapat membungkam Musailimah dan Aswad al-Ansi dari usahausaha mendakwakan diri nabi di kalangan masyarakatnya itu. Maksud mereka supaya di kalangan Banu Hanifah dan di Yaman serta kelompokkelompok Arab yang lain ada juga .nabinya, seperti di kalangan Kuraisy. Kalau tidak karena kcarifan Rasulullah serta pandangannya yang jauh dan tepat serta karunia Allah kcpadanya dan kepada Islam, niscaya api fitnah itu akan terus berkobar dan apinya akan membakar habis orangorang itu semua, sementara ia masih hidup. Yaman sebelum pergolakan Ansi Besar dugaan bahwa pergolakan Ansi itu terjadi pada akhir masa Rasulullah. Bcnar tidaknya dugaan ini, yang jelas terjadinya itu pada masa Abu Bakr. Cerita pemberontakan seperti yang dituturkan para scjarawan itu termasuk aneh, yang cukup meminta perhatian kita, dan sekaligus dapat mengungkapkan segi-segi psikologisnya. Hal ini mendorong orang untuk memikirkannya lebih dalam. Dari beberapa utusan Rasulullah yang dikirim kepada para raja, ada seorang di antaranya yang diutus kepada Kisra Persia, mengajaknya masuk Islam. Setelah surat Nabi itu diterjemahkan, Kisra sangat berang, dan memerintahkan kepada Bazan,1 penguasa Persia di Yaman supaya kepala orang yang di Hijaz itu dikirimkan kepadanya. Ketika itu Rumawi sudah dapat mengalahkan Kisra dan keadaannya pun raemang sudah lemah. Setelah Bazan menerima surat atasannya itu, dikirimkannya surat itu kepada Muhammad, dan Muhammad juga membalas dengan memberitahukan bahwa Syiruya (Khavad II) sekarang sudah menggantikan Kisra bapaknya, dan sekaligus dimintanya ia menganut Islam dan tetap sebagai penguasanya di Yaman. Berita kekacauan di Persia dan Syiruya yang naik takhta serta kemenangan Rumawi atas Persia itu sudah pula sampai kepada Bazan. Oleh karena itu dengan cepat ia menerima seruan Muhammad, dan orang Persia itu sekarang bertindak sebagai wakil Nabi atas bangsa Yaman, setelah sebelumnya sebagai wakil Persia. Sesudah Bazan meninggal kekuasaannya oleh Rasulullah diberikan kepada beberapa orang, di antaranya Syahr Bazan diberi tugas tanggung jawab atas kota San'a dan sekitarnya. Ada pula orang-orang Yaman sendiri dan yang lain sahabat-sahabat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam dari Medinah. Sementara para penguasa itu sedang mengatur daerahnya masing-masing, tiba-tiba datang surat dari Aswad al-Ansi mengancam agar mereka menycrahkan semua kekuasaan itu ke tangannya, sebab dialah yang lebih berhak. Dari sinilari kemudian timbul gejala fitnah dan kekacauan yang pertama. Aswad ini seorang dukun yang tinggal di Yaman bagian selatan, seorang tukang sihir yang dapat membuat bcrmacam-macam muslihat, dan mempcngaruhi penduduk dengan kata-katanya. Ia mcndakwakan diri nabi dan juga menamakan dirinya "Rahman," sama halnya dengan Musailimah yang menamakan dirinya "Rahman Yamamah."2 Ia mengaku memelihara setan yang dapat mengalahkan segala macam, dan juga dapat mengalahkan segala rencana musuh. Ia tinggal dalam sebuah gua Khabban di Mazhij. Orang-orang awam dalam jumlah besar banyak yang datang kepadanya karena tertarik pada kata-katanya, dan terpesona oleh apa yang katanya adalah perkataan setannya. 1 Mengenai nama ini, Bazan atau Badhan pendapat orang tidak sama. 2 Menurut Lisdnul 'Arab kata "rahman" mcngandung beberapa arti, dan nama Allah yang tak dapat disifatkan pada yang lain, scperti "rahim". Lisdnul 'Arab juga menyebutkan, bahwa kata rahman ini berasal dari kata bahasa Ibrani dan rahim dari kata bahasa Arab. Beberapa Orientalis menyebutkan bahwa sebelum Islam kata rahman ini nama dewa di Semenanjung Arab bagian selatan, dan terdapat dalam naskah-naskah mereka tetapi di Hijaz sendiri tidak dikenal. ABU BAKR 64 AS-SIDDIQ 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 65 Aswad mengepalai kelompok itu setelah ia membuat kerusuhan. la pergi ke Najran dan menyingkirkan Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm wakil Muslimin di daerah itu. Penduduk Najran yang merasa terpesona oleh kemenangan Aswad segera bergabung. Mereka sama-sama pergi ke San'a dan ia berhadapan dengan Syahr bin Bazan yang kemudian dibunuhnya dan pasukannya dikalahkan. Kaum Muslimin yang tinggal di kota itu lari, dipimpin oleh Mu'az bin Jabal, menyusul Khalid bin Sa'id dan Amr bin Hazm ke Medinah. Dengan kemenangannya itu Aswad menjadi raja Yaman. Sekarang orang-orang dari pedalaman dan dari kota, dari sahara Hadramaut, Ta'if, Bahrain dan Ahsa sampai ke Aden tunduk di bawah perintahnya. Beberapa faktor penyebab pergolakan Yang menghcrankan, kctika Aswad menghadapi Syahr bin Bazan di San'a hanya dengan tujuh ratus orang pasukan berkuda. Ada yang bergabung kepadanya dari Mazhij dan ada pula yang dari Najran. Dengan jumlah pasukan yang bcgitu kecil, dukun sihir itu mendapat kemenangan melawan penduduk kawasan terscbut dan berkembang cepat sekali scperti jilatan api, tak ada kekuatan yang dapat melawannya. Kalau kita hendak menafsirkan peristiwa itu, barangkali kita dapat mengatakan, bahwa negeri-negeri itu memang sedang berada di bawah kekuasaan Persia. Setelah itu kemudian di bawah kaum Muslimin yang datang dari Hijaz. Kita pun tahu permusuhan yang sudah ada sejak lama berakar antara Yaman dengan Hijaz. Setelah Aswad tampil menuntut Yaman untuk orang Yaman, tak ada orang yang mengadakan perlawanan. Pihak Persia tak dapat membela Syahr dan ayahnya, dan orang Hijaz pun tak ada di negeri itu yang akan membantu kaum Muslimin dari ulah dan tipu muslihat Aswad. Tetapi dapat juga ditafsirkan dari segi lain, yakni negeri ini memang sudah menjadi ajang berbagai macam agama: Yahudi, Nasrani dan Majusi. Agama-agama ini berdekatan pula dengan berhala-berhala dan peribadatan masyarakat Arab. Di samping itu Islam yang baru saja singgah di Yaman, ajaran-ajarannya belum dapat dikatakan sudah kuat merasuk ke dalam hati warga penduduk negeri itu. Setelah nabi palsu itu muncul di tengah-tengah mereka dengan membangkitkan rasa kegolongan, mengajak mereka dengan berdalih ia telah mengusir kekuasaan asing dari negerinya itu, segera sekali mereka menyambut ajakan itu. Tak ada jalan bagi kaum Muslimin selain melarikan diri, dan bagi orang-orang Persia yang masih ada di tempat itu tak ada jalan lain daripada tunduk atau mati. 66 ABU BAKR AS-SIDDIQ Sikap Rasulullah menghadapi ulah Aswad Tatkala berita-berita itu sampai kepada Muhammad di Medinah, ia tengah mengadakan persiapan hendak menghadapi pihak Rumawi dan akan mengadakan pembalasan terhadap Mu'tah sambil mengadakan konsolidasi menghadapi bahaya yang sedang mengepung Semenanjung Arab itu dari segenap penjuru. Untuk itu disiapkannya pasukan Usamah. Pasukan ini akan dikerahkan ke Yaman untuk membungkam Aswad dan pemberontakannya itu dan mengembalikan kewibawaan kaum Muslimin di sana, ataukah akan meminta bantuan kaum Muslimin yang masih ada di Yaman saja? Kalau memang mampu, itulah pilihan yang lebih baik. Atau kemenangan pasukan Muslimin terhadap pasukan Rumawi — sebagai pihak yang baru saja mengalahkan Persia — harus dapat mengembalikan Semenanjung itu seperti keadaannya semula. Kalau tidak, Muhammad akan mengirimkan pasukannya untuk membungkam Aswad dan yang semacam Aswad itu. Pilihan terakhir ini agaknya yang lebih meyakinkan Muhammad. Ia lalu mengutus Wabr bin Yuhannas membawa sepucuk surat kepada pemuka-pemuka Muslimin di Yaman dengan perintah agar mereka dapat mengembalikan kewibawaan agama dan siap menghadapi perang serta berusaha menumpas Aswad dengan jalan membunuhnya atau menyerbunya, dengan meminta bantuan siapa saja yang dipandang mempunyai keberanian dan rasa agama. Cukup dengan keputusan itu yang diambil Muhammad mengenai Yaman. Perhatian selebihnya ia curahkan untuk menyusun pasukan Usamah dan mengalahkan kekuatan Rumawi. Tak lama kemudian setelah itu Rasulullah jatuh sakit, dan ini mengakibatkan tertundanya keberangkatan pasukan Usamah. Panglima, menteri dan istri Aswad Sementara itu Aswad al-Ansi yang sedang dalam puncak kemenangannya itu menyusun segala kekuatan dengan mengangkat pemimpin- pemimpin pasukan dan penguasa-penguasa daerah di wilayahnya masing-masing. Dengan demikian kedaulatan dan kedudukannya terasa sudah lebih kuat. Dari pesisir Yaman sampai ke Aden tunduk kepadanya, begitu juga daerah-daerah pegunungan dan lembah-lembah di San'a sampai ke Ta'if. Untuk angkatan bersenjatanya ia mengangkat Qais bin Abd Yagus sebagai panglima dan sebagai menterinya ia mengangkat Fairuz dan Dazweh. Keduanya orang Persia. Dia sendiri kemudian kawin dengan Azad, bekas istri Syahr bin Bazan. Perempuan ini sepupu Fairuz. Dengan demikian orang Arab dan orang Persia berada di bawah panjinya. Merasa dirinya sudah begitu besar dan kuat, terbayang olehnya bahwa seluruh bumi sudah tunduk kepadanya. Dia hanya tinggal raemerintah dan akan ditaati. Tetapi unsur-unsur yang semula memberikan kemcnangan kepadanya itu sekarang mengadakan persekongkolan hendak menjatuhkannya. Soalnya setelah merasa dirinya kuat, ia menganggap enteng orang-orang semacam Qais, Fairuz dan Dazweh, dan melihat kepada kedua orang yang terakhir itu dan semua orang Persia sebagai orang-orang yang merencanakan makar kepadanya. Istrinya yang juga orang Persia mengetahui hal itu dari dia. Darah kegolongannya pun mulai bergejolak. Rasa dengki sudah mulai menarinari terhadap dukun buruk muka yang telah membunuh suaminya yang masih muda sesama orang Persia dan yang memang dicintainya sepenuh hati itu. Dengan naluri keperempuanannya ia dapat menyembunyikan perasaan hatinya kepada sang suami dan menurutkan segala kehendaknya sebagai betina yang setia, sehingga laki-laki itu pun makin lekat kepadanya dan makin mengharapkan kesetiaannya yang lebih besar lagi. Tetapi Aswad merasa, bahwa orang-orang di sekitarnya itu, kedua menteri dan panglima perangnya, dengan segala kemurahan hati yang mereka perlihatkan, tidak benar-benar setia kepadanya, karena angkatan bersenjata adalah yang harus diwaspadai dan patut dikhawatirkan. Ia pernah memanggil Qais bin Abd Yagus dan diberitahukan bahwa setannya telah membisikkan kepadanya dengan mengatakan: "Engkau menaruh kepercayaan dan bermurah hati kepada Qais. Kelak bila ia sudah begitu akrab dengan kau dan mempunyai kedudukan yang kuat seperti kau, dia akan menjadi lawanmu, merampas kerajaanmu dengan melakukan pengkhianatan." Tetapi Qais menjawab: "Demi Zul-Khimar, itu bohong, baginda sungguh agung dan mulia di mataku sehingga tak akan pernah hal serupa itu terlintas dalam pikiranku." Aswad menatap Qais dari kepala sampai ke ujung kakinya, lalu katanya: "Sungguh biadab kau! Kau anggap raja berbohong! Raja berkata benar dan sekarang aku tahu bahwa kau harus menyesal atas segala yang pernah kaulakukan." Berkomplot hendak menghancurkan Aswad Qais keluar dari tempat itu dengan membawa perasaan serba ragu terhadap segala yang ada dalam hatinya. Ketika bertemu dengan Fairuz dan Dazweh ia menceritakan pertemuannya dengan Aswad dan meminta pendapat mereka. "Kita harus berhati-hati," jawab mereka. Sementara mereka dalam keadaan serupa itu, tiba-tiba Aswad memanggil mereka dan mengancam, karena mereka juga berkomplot dengan kawan-kawan- 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 67 ABU BAKR AS-SIDDIQ nya terhadap dirinya. Mereka keluar dari tempat Aswad dan menemui Qais. Mereka kini curiga dan sedang dalam bahaya besar. Berita tentang segala yang terjadi dalam istana Aswad itu akhirnya sampai juga kepada kaum Muslimin yang ada di Yaman atau di tempattempat berdekatan dan mereka menyinggung juga surat Nabi kepada mereka. Kepada Qais dan kawan-kawannya itu mereka mengutus orang memberitahukan bahwa mengcnai Aswad mereka sepaham. Dengan diam-diam kaum Muslimin yang berada di Najran dan di tempat-tempat lain sudah tahu mengenai berita-berita itu. Mereka menulis surat kepada teman-temannya yang dekat dengan Aswad bahwa mereka siap di bawah perintah untuk membunuh orang itu. Tetapi teman-teman itu meminta mereka jangan tergesa-gesa dan supaya menunggu di tempat masing-masing, dan jangan melakukan sesuatu yang akan menimbulkan kecurigaan Aswad dan orang-orangnya terhadap mereka. Istrinya terlibat dalam komplotan dan terbunuhnya Aswad Itulah pendapat orang-orang yang dekat dengan Aswad, sebab menurut pendapat mereka melakukan pembunuhan gelap akan lebih menjamin keberhasilanriya daripada menghadapinya dengan perang. Azad, istrinya, juga sudah melibatkan diri dalam komplotan itu meski ia purapura memperlihatkan cintanya yang lebih besar kepada Aswad. Dia sudah menyediakan diri mengadakan hubungan dengan Fairuz, Dazweh dan Qais dan bersama-sama dengan mereka mcngatur siasat untuk melakukan pembunuhan itu. Dia yang mcnunjukkan kepada mereka kamar tidur suaminya serta diperlihatkannya juga bahwa di sekitar istana tempat ia tinggal bersama suaminya itu diadakan pcnjagaan di segenap penjuru, kecuali di- bagian bclakang kamar itu. Bila malam sudah tiba mereka supaya membuat lubang dan masuk dari lubang itu ke dalam kamarnya. Di situ musuh mereka itu dibunuh. Dengan demikian mereka dan perempuan itu dapat melepaskan diri. Terbunuhnya Aswad Rencana itu mereka laksanakan. Di waktu subuh mereka saling memanggil dengan sandi yang sudah sama-sama mereka sepakati, dan mereka berseru secara Islam sambil ramai-ramai mengatakan: Kami bersaksi bahwa Muhammad Rasulullah, dan bahwa si Abhalah — yaitu nama Aswad al-Ansi — pembohong. Kepala orang itu dilemparkan, dan para pengawal istana segera mengepung mereka. Orang ramai bersorak di kota dan dalam subuh buta itu orang keluar bcramai-ramai. Scbentar keadaan jadi kacau tapi kemudian tenang kembali setelah Qais, Fairuz 68 dan Dazweh menguasai keadaan. Baik dalam keadaan tenang atau dalam keadaan kacau sebelumnya besar sekali pengaruhnya buat Azad. Terbunuhnya Aswad itu sebelum Rasulullah wafat atau sesudahnya? Dalam hal ini pendapat orang tidak sama. Di atas sudah kita sebutkan sumber yang dari Ya'qubi. Tetapi Tabari dan Ibn Asir menyebutkan bahwa Aswad mati sebelum Rasulullah berpulang ke rahmatullah, dan bahwa pada malam kejadian itu Nabi Sallallahu 'alaihi wasallam sudah menerima wahyu tatkala berkata: "Al-Ansi terbunuh, dibunuh oleh seorang laki-laki yang mendapat berkah dari kcluarga orang-orang yang penuh berkah." Ditanya siapa yang membunuh, ia menjawab: "Dibunuh oleh Fairuz." Sumber lain menyebutkan bahwa berita kematian Aswad itu bam sampai ke Medinah setelah Rasulullah wafat, dan bahwa itulah berita baik pertama yang sampai kepada Abu Bakr ketika ia di Medinah. Selanjutnya sumber itu menyebutkan, bahwa Fairuz berkata: "Setelah Aswad kami bunuh keadaan kita kembali seperti semula, di tangan Mu'az bin Jabal, dan dia yang mengimami salat kami. Tinggal harapan bagi kami; orang yang kami benci sudah tak ada, kccuali pasukan berkuda teman-teman Aswad. Kemudian setelah datang berita kematian Nabi, di mana-mana timbul kegelisahan." Bagaimana timbul kegelisahan dan kenapa gelisah? Penjelasan mengenai hal ini di luar bidang bagian ini, dan rasanya sudah cukup apa yang disebutkan di atas. Peristiwa-peristiwa itu akan tampak nanti bila kita sampai pada perjuangan Abu Bakr menghadapi Perang Riddah atau kaum pembangkang yang murtad. Kita menguraikan cerita tentang Aswad dan perlawanannya terhadap kaum Muslimin di Yaman ini dengan agak panjang lebar karena adanya sumber-sumber yang masih simpang siur bahwa dia mengadakan pembangkangan itu pada masa Rasulullah. Sedang yang mengenai Yaman pada masa Abu Bakr, cerita Aswad dan pemberontakannya sampai terbunuhnya itu kita lewatkan, dan kita akan memasuki apa yang terjadi sesudah itu, yang akan kita uraikan pada waktunya nanti. • Seluruh daerah selatan dibakar api pemberontakan Pergolakan Yaman ini termasuk gejala pembangkangan yang paling dahsyat terhadap agama baru di tanah Arab ketika Nabi wafat. Tetapi Yamamah dan kabilah-kabilah yang ada di seberang Teluk Persia pada masa itu juga sudah terancam api pemberontakan. Kaum Musljmin memang harus penuh waspada, kadang perlu berpura-pura dan kadang harus tegas, untuk menjaga kekuasaan dan kewibawaan mereka. Yang demi- 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 69 kian ini tidak mengherankan mengingat keadaan mereka yang di kota dan di pedalaman jauh dari tempat turunnya wahyu di Mekah dan Medinah. Hubungan mereka dengan Persia disertai hubungan dagang dan mereka mengakui keunggulan Persia dalam kebudayaan. Jadi tidak mengherankan jika dalam hal ini Persia turut melempar batu sembunyi tangan dalam menggerakkan pemberontakan terhadap agama baru dan penguasa baru itu. Musailimah bin Habib di Yamamah Tentang Musailimah bin Habib yang mengutus dua orang membawa surat kepada Muhammad di Medinah, sudah kita singgung. Isi surat itu: "Dari Musailimah Rasulullah kepada Muhammad Rasulullah. Salam sejahtera. Kemudian daripada itu, saya sudah bersekutu dengan kau dalam soal ini. Bumi ini buat kami separuh dan buat Kuraisy separuh. Tetapi Kuraisy golongan yang tidak suka berlaku adil." Nabi bertanya kepada kedua utusan itu setelah mendengarkan bunyi surat tersebut: "Bagaimana pendapatmu?" Kedua orang itu berkata: Pendapat kami seperti yang sudah dikatakannya. Nabi menatap marah kepada kedua orang itu seraya katanya: Demi Allah, kalau tidak karena utusan itu tak boleh dibunuh niscaya kupenggal lehermu. Kemudian Nabi membalas surat Musailimah: "Bismillahir-rahmanir-rahim. Dari Muhammad Rasulullah kepada Musailimah pembohong. Kemudian daripada itu, bahwa bumi ini milik Allah, diwariskan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya yang bertakwa." Siasat Rasulullah menghadapi pergolakan Rasulullah dapat menangkap ancaman yang tersembunyi dalam surat Musailimah itu, maka ia mengutus Nahar ar-Rahhal, orang yang sudah mendalami ajaran agama untuk mengacaukan Musailimah dan untuk mengajar kaum Muslimin yang tinggal di Yamamah memperdalam pengetahuan Islam. Akan kita lihat nanti bagaimana Nahar menggabungkan diri kepada Musailimah dan memberikan pengakuannya bahwa orang itu sekutu Muhammad dalam risalahnya. Oleh karena itu, pengaruh Musailimah akan makin besar dan ajakannya makin tersebar luas. Di samping itu, kemenangan Aswad di Yaman gemanya mendapat sambutan di Yamamah dan sambutan demikian ini memperkuat posisi Musailimah dan menyudutkan kaum Muslimin. Tetapi politik Rasulullah tidak ditujukan untuk menumpas pengacauan itu sebelum tampak serius, dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan kemenangan dalam melawan Rumawi di utara, dan kemenangan itu dampaknya akan besar sekali dalam menumpas bibit-bibit fitnah di seluruh kawasan Arab itu. ABU BAKR 70 AS-SIDDIQ Siasat Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam tertuju untuk melindungi semua perbatasan wilayah Arab di utara dari serbuan Heraklius dan pasukannya. Heraklius yang telah mengalahkan imperium Persia, dan yang telah berhasil mengembalikan Salib Besar (The True Cross) ke Baitulmukadas (Yerusalem), serbuan dan kebengisannya sangat ditakutkan. Pasukan Muslimin di Mu'tah sudah pernah bangkit tetapi tidak mampu melawan kekuatan Rumawi, meskipun tidak sampai kalah. Perang Tabuk memang berhasil baik, tetapi tidak berarti tanah Arab sudah aman dari ancaman pasukan Rumawi. Kalau pasukan Muslimin sudah dapat mengalahkan kekuatan Rumawi dalam pertempuran yang begitu sengit dan kuat itu, soalnya karena keteguhan kabilah-kabilah Arab yang tersebar di berbagai tempat. Tetapi setelah tugas mereka selesai mau tak mau pimpinan dikembalikan. Hal demikian terjadi karena kaum Muslimin sudah merasuk ke segenap penjuru Semenanjung itu dari utara sampai ke selatan, dan mereka menjadi suatu kekuatan yang harus diperhitungkan. Baik Musailimah di Yamamah, Laqit di Oman ataupun Tulaihah di kalangan Banu Asad tidak berani terang-terangan melancarkan permusuhan. Menunggu kesempatan Tetapi Laqit dan Tulaihah, seperti juga Musailimah, sedang menunggu kesempatan dalam menyatakan pembangkangannya untuk menghantam Muslimin. Mereka bertiga — di tempat mereka masing-masing — menyebarkan propaganda tanpa ramai-ramai dan tanpa menyerang Nabi yang dari Kuraisy itu dan tanpa pula merendahkan kenabiannya. Tetapi propaganda mereka mengatakan bahwa Muhammad itu seorang nabi yang diutus untuk golongannya dan mereka pun juga nabi seperti dia dan diutus untuk golongan mereka pula masing-masing. Mereka menginginkan agar golongan mereka itu mendapat bimbingan (hidayah), seperti dia juga yang menginginkan golongannya mendapat petunjuk. Dengan cara-cara yang tidak seberani Aswad al-Ansi tapi tidak pula kurang cerdiknya, mereka telah menyiapkan udara panas dan suasana yang menggelisahkan di sekitar kaum Muslimin yang berada di tengah-tengah mereka, dengan mengobarkan api fitnah dalam sekam. Begitu berita kematian Nabi tersiar di negeri-negeri Arab, bibit fitnah itu sudah mulai merebak ke segenap penjuru. Fitnah itu bergerak dalam bermacam-macam bentuk dan gayanya sesuai dengan faktorfaktor yang menggerakkannya. Hal ini nanti akan kita jelaskan lebih lanjut. Tetapi sekarang kita ingin melihat orang-orang yang mengakungaku nabi itu dalam hal-hal yang erat sekali hubungannya dengan rencana hcndak menghancurkan Islam ketika Nabi wafat. 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 71 Yang pertama dalam hal ini, ketika Rasulullah wafat, bibit fitnah itu segera menyebar ke segenap Semenanjung, bahkan hampir sebagian besaraya akan ikut bergolak. Kita sudah melihat bagaimana kekuasaan Aswad yang makin kuat dan menyebar dari ujung paling selatan di Hadramaut sampai ke daerah Mekah dan Ta'if. Kemudian kita lihat juga bagaimana Musailimah dan Tulaihah mengincar kehancuran kaum Muslimin. Daerah-daerah yang kini mengadakan perlawanan terhadap agama yang dibawa Muhammad dan kekuasaannya itu ialah negerinegeri di kawasan Semenanjung itu, yang kebudayaannya paling tinggi dan terkaya, dan yang paling banyak berhubungan dengan Persia. Tidak heran bila pembangkangan serupa itu meminta perhatian Khalifah pertama itu, dan akan memikirkannya matang-matang dalam mengatur siasat untuk mengembalikannya ke dalam pangkuan Islam serta untuk memulihkan keamanan dan keselamatan umum. Membangkitkan semangat atas nama agama Yang kedua yang dapat dijadikan indikasi ialah hasutan Aswad dan rencana Musailimah dan Tulaihah, bahwa kegelisahan agama pada waktu itu akan memudahkan mereka membangkitkan semangat kegolongan atas nama agama. Hal itu bukan disebabkan oleh fanatisma orang terhadap salah satu agama, tetapi kebalikannya, disebabkan oleh tak adanya kestabilan keyakinan agama yang dapat memuaskan jiwa mereka dan membuat mereka hidup tenteram. Agama-agama Nasrani, Yahudi, Majusi dan paganisma, semua berdekatan dengan mereka. Masing-masing juga punya pembela-pembela, terang-terangan atau sembunyi. Tetapi semua itu masih merupakan bahan perdebatan: mana yang benar, mana yang lebih mendekati kenyataan membawa kebaikan dan kebahagiaan kepada manusia. Inilah yang telah melapangkan jalan bagi mereka yang mendakwakan diri nabi itu untuk diperlihatkan kepada orang serta menipu mereka dengan berbagai cara untuk memperkuat kcnabiannya. Dengan cara itu nabi-nabi palsu itu berhasil mengumpulkan orang banyak untuk dijadikan pengikutnya dan untuk menjaga keberhasilan mereka yang pertama. Faktor regional salah satu penyebabnya Mendakwakan diri sebagai nabi dan kepercayaan orang akan hal itu bukan unsur yang pokok yang menyebabkan para nabi palsu itu berhasil. Kita sudah melihat bahwa Aswad menggunakan faktor lain untuk itu, dan yang terutama ialah kebencian orang-orang Yaman kepada Persia dan kemudian kepada Hijaz. Kita akan melihat bahwa sepak terjang Musailimah dan Tulaihah itu memperkuat apa yang sudah kita sebut- ABU BAKR 72 AS-SIDDIQ kan. Andaikata Islam sudah kuat tertanam dalam hati dan sudah sampai pada akidah dan keimanan, niscaya mereka tidak akan mendapat dukungan. Akidah yang sudah berakar kuat dapat menguasai jiwa orang, yang jarang dapat dibandingkan dengan kekuatan apa pun. Tetapi yang jelas, penduduk kawasan itu belura lagi beriman, meskipun sudah masuk Islam. Setelah mereka mendapat jalan untuk meninggalkan Islam atas nama golongan atau nama apa saja tanpa ada kebenaran yang dapat melindungi keimanan mereka, cepat-cepat mereka mengikuti Aswad atau siapa saja yang mendakwakan diri nabi. Yang lebih memperkuat pendapat kita ini ialah bahwa Mekah dan Ta'if tetap dalam Islam. Memang benar bahwa penduduk Yaman sudah mulai menerima Islam dan merasa senang dengan penguasanya sejak Bazan menganut Islam, dan hal itu sebelum Islam merasuk benar ke dalam hati penguasa di Mekah dan di Ta'if. Tetapi selama Rasulullah dalam dakwahnya yang mula-mula tinggal di Mekah selama lebih dari sepuluh tahun itu, dan sementara itu hubungannya dengan Ta'if, pengaruh agama telah masuk juga ke dalam hati penduduk Mekah dan Ta'if. Tidak demikian halnya dengan Bazan dan orang-orang Persia di sekitarnya yang ada di Yaman. Ajaran-ajaran Rasulullah lebih kuat bcrbekas di Mekah dan di Ta'if—meskipun kcduanya pernah mcmbcrontak — daripada ajaran-ajaran Mu'az bin Jabal di Yaman, walaupun berada sepenuhnya dalam perlindungan Bazan. Pengaruh pergolakan Aswad di negeri-negeri sekitar Yaman Yang ketiga, yang akan kita ringkaskan saja, ialah bahwa pergolakan di Yaman itu telah membcri semangat kepada Yamamah dan kcpada Banu Asad untuk juga bergolak setelah Nabi wafat. Sebenarnya Tulaihah dan Musailimah takut menghadapi kekuatan kaum Muslimin, dan menurut pendapat mereka tidak mungkin dapat melawannya. Oleh karena itu mereka tidak memberontak. Tetapi setelah Aswad berani mengangkat senjata dan berhasil sehingga menimbulkan ketakutan di kalangan kaum Muslimin, keberanian demikian itu menular kepada Tulaihah dan Musailimah, dan lebih berani lagi mereka setelah Rasulullah berpulang ke rahmatullah. Sekiranya Aswad tidak bertingkah dan membuat kekacauan, yang lain tentu masih akan malu-malu untuk memulai, dan tak seorang pun akan berani melawan kaum Muslimin. Dengan kematian Aswad itu pergolakan tidak dengan sendirinya berhenti, yang apinya sudah dicetuskan di segenap Semenanjung Arab. Malah api itu masih tetap menyala, dan makin membara setelah Rasulullah wafat. 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 73 Pendapat kalangan Orientalis dan sebabnya Gejala demikian itulah pada waktu itu di negeri-negeri Arab yang memperkuat argumen sebagian Orientalis, dengan perbedaan tingkat kehidupan yang jarang terdapat persamaannya dengan negeri-negeri lain, dengan segala akibatnya yang telah menimbulkan pelbagai pcrmusuhan yang tak pernah pula reda sepanjang sejarah. Kehidupan kota dan kehidupan pedalaman di kawasan ini berdampingan demikian rupa secara mencolok sekali. Adanya perbedaan kota-pedalaman di daerah-daerah semacam itulah yang menyebabkan persatuan golongan tidak mudah dicapai. Di samping itu, kehidupan pedalaman yang mau tunduk kepada seorang penguasa seperti di kota, merupakan hal yang mustahil atau hampir mustahil. Kebebasan pribadi seorang badui di pedalaman tak dapat ditukar dengan apa pun, demikian juga kabilah di pedalaman menganggap kcbebasannya adalah kehidupannya. Setiap unsur yang akan mengurangi kebebasan itu dipandang sebagai suatu permusuhan yang harus dicegah. Inilah dan segala yang berhubungan dengan inilah penyebab yang telah menimbulkan permusuhan bebuyutan sepanjang sejarah — antara Yaman dengan penduduk daerah utara. Kalangan Orientalis dengan pendapatnya itu mengatakan, bahwa perbedaan watak penduduk pedalaman dengan orang kota serta permusuhan yang timbul antara utara dengan selatan, besar sekali pengaruhnya terhadap pergolakan orang-orang Arab pinggiran, tak lama sebelum Nabi wafat dan pada tahun pertama kepemimpinan Abu Bakr. Islam adalah agama tauhid dalam arti akidah. Oleh karena itu ia membasmi segala macam penyembahan berhala. Keimanan kepada Allah Yang Mahatunggal dan Esa tersebar ke segenap penjuru negeri Arab. Tidakkah mereka merasa khawatir kesatuan iman kepada Allah itu kelak akan menjalar menjadi kesatuan politik yang berarti akan merugikan kebebasan warga Arab pedalaman dan akibatnya membangkitkan permusuhan lama? Itulah yang berkecamuk dalam pikiran mereka menurut pendapat para Orientalis itu, dan itu pula yang membawa Yaman dan yang lain waktu itu bergolak. Pengaruh unsur asing dalam menyulut pergolakan Lepas dari benar tidaknya argumen itu, kita tak dapat menutup mata dari adanya unsur asing yang juga ikut menggerakkan hingga terjadi pergolakan dan pemurtadan orang-orang Arab itu. Raja Persia dan Kaisar Rumawi sudah melihat surat Muhammad kepada mereka dan kepada raja-raja dan penguasa-penguasa lain untuk menganut Islam. ABU BAKR 74 AS-SIDDIQ 3. MASYARAKAT ARAB KETIKA NABI WAFAT 75 Hal ini mendorong mereka untuk sekuat tenaga berusaha menyebarkan api fitnah di negeri-negeri yang tak akan ada unsur apa pun yang akan dapat menyatukan dan memperkuat mereka selain agama baru ini. Satusatunya cara untuk melemahkan mereka dan membuat mereka porakporanda ialah dengan jalan menghasut. Apa pun motif yang mendorong Aswad mengadakan pengacauan, kemudian disusul oleh Tulaihah dan Musailimah serta pemberontakan warga Arab pedalaman tcrhadap kewibawaan Muslimin sampai ke dekat kota Medinah, yang jelas ialah bahwa wafatnya Nabi menjadi sebab timbulnya fitnah itu. Bagaimana siasat Abu Bakr menghadapi pengacauan dan kemudian membasminya itu? Bagaimana ia mampu mengalahkan segala anasir fitnah dan pengacauan itu dan mempersatukan kembali segenap warga Arab Muslimin? Dan bagaimana ia merintis kedaulatan Islam agar para khalifahnya dapat tegak di atas dasar yang kukuh dan kuat? Inilah yang ingin kita lihat dan kita kaji dalam buku ini. Segala ancaman pemberontakan yang kini tersebar di negeri-negeri Arab bukan tidak diketahui oleh Abu Bakr dan sahabat-sahabatnya dari kalangan Muhajirin dan Ansar. Bagaimana tidak akan mereka ketahui, bahaya besar yang pernah mereka alami di Saqifah Banu Sa'idah itu seharusnya sudah menjadi pelajaran buat mereka. Adakah segenap perhatian Khalifah Rasulullah itu akan dicurahkan ke soal itu saja, dan meninggalkan politik Rasulullah dalam hal ini? Ataukah akan meneruskan garis Rasulullah dalam mengamankan perbatasan kawasan Arab dengan Rumawi itu, dengan menyerahkan segala kerusuhan di dalam negeri pada perkembangan? Perintah pertama oleh Khalifah Pertama Perintah pertama yang dikeluarkan selesai pelantikan sebagai Khalifah ialah: "Teruskan pengiriman pasukan Usamah." Usamah ialah pemimpin pasukan yang diperintahkan oleh Nabi persiapannya dari pemuka-pemuka Muhajirin dan Ansar untuk menghadapi Rumawi, setelah terjadi bentrokan antara keduanya di Mu'tah dan Tabuk, sebab Nabi 'alaihis-salam selalu khawatir pihak Rumawi akan menyerbu Muslimin sebagai akibat pertentangan antara agama yang baru ini dengan mereka yang beragama Nasrani. Lebih-lebih lagi karena mereka telah menghasut orang-orang Yahudi yang pindah ke Palestina setelah dikeluarkan oleh Nabi dari Medinah, Taima', Fadak dan daerah-daerah lain yang dulu mereka tempati. Barangkali dengan kejadian di Mu'tah dan Tabuk itu perhatiannya hendak melindungi perbatasan Arab-Rumawi lebih ditingkatkan. Ketika pasukan Muslimin berada di Mu'tah itu, banyak pimpinan militer yang gugur, seperti Zaid bin Harisah, Ja'far bin Abi Talib dan Abdullah bin Rawahah. Kemudian Khalid bin al-Walid menarik mundur 76 PENGIRIMAN PASUKAN USAMAH eBook oleh Nurul Huda Kariem MR. nurulkariem@yahoo.com 4. PENGIRIMAN PASUKAN USAMAH pasukannya hingga selamat kembali ke Medinah meskipun tidak membawa kemenangan. Dalam perang Tabuk Rasulullah sendiri yang memimpin pasukan Muslimin. Perjalanannya ini sudah merupakan peringatan, sehingga membuat musuh menarik mundur pasukannya ke luar perbatasan, tanpa terjadi pertempuran. Tidak heran jika kedua peperangan yang terjadi antara Muslimin dengan Rumawi itu membuat Nabi segera menyiapkan pasukan Usamah bin Zaid bin Harisah, dan persiapan itu merupakan salah satu politik Nabi dalam mengamankan perbatasan Semenanjung Arab itu dari serangan pasukan Rumawi, yang ketika itu merupakan adikuasa. Pesan Rasulullah kepada Usamah Usamah bin Zaid ketika itu masih muda sekali, belum lagi mencapai usia dua puluh tahun. Tetapi Rasulullah mengangkatnya memimpin pasukan agar kemenangannya kelak menjadi kebanggaan atas gugurnya ayahnya sebagai syahid di Mu'tah. Pemuda ini belum terbiasa dengan beban tanggung jawab yang begitu berat. Muhammad memerintahkan Usamah agar menjejakkan kudanya di perbatasan Balqa' dengan Darum di Palestina, dan menyerang musuh Tuhan dan musuhnya itu pada pagi hari dengan serangan yang gencar serta menghujani mereka dengan api. Hal ini supaya diteruskan tanpa berhenti sebelum beritanya sampai lebih dulu kepada musuh. Bila berhasil ia harus segera kembali dengan hasil kemenangannya itu. Kecintaan Nabi kepada Usamah Sejak hari pertama penunjukan anak muda seperti Usamah memimpin pasukan dengan kaum Muhajirin dan Ansar terkemuka itu termasuk ke dalamnya, sudah banyak orang yang menggerutu. Memang benar sejak kecil Usamah sudah menjadi kesayangan Nabi, sehingga karenanya ia dijuluki "Kesayangan Nabi dan putra kesayangannya." Begitu besar kecintaan Nabi kepadanya sehingga ia pernah didudukkan sekendaraan ketika Rasulullah pergi ke Mekah dalam tahun kedelapan Hijri dan diajaknya ia masuk ke dalam Ka'bah. Memang benar, sejak kecil Usamah sudah punya keberanian dan tidak kenal takut, sehingga ia ikut bergabung dengan pasukan Muslimin ke Uhud, namun dikembalikan ke Medinah karena usianya yang masih terlalu muda. Setelah itu ia pernah juga ikut dalam pertempuran di Hunain dan berjuang mati-matian seperti seorang pahlawan perang. Tetapi orang-orang yang mengeluh itu melihatnya tidak sama. Peristiwa itu lain dan memegang pimpinan militer dengan mengikutkan Abu Bakr, Umar dan sahabat-sahabat besar lainnya ke dalamnya, lain lagi. 77 78 ABU BAKR AS-SIDDIQ "Saudara-saudara,1 laksanakanlah keberangkatan Usamah. Demi hidupku, kalau kamu telah berbicara tentang kepemimpinannya, tentang kepemimpinan ayahnya dulu pun juga kamu sudah berbicara. Dia sudah pantas memegang pimpinan, seperti ayahnya dulu juga pantas memegang pimpinan." Setelah sakit Rasulullah bertambah berat, pasukan Usamah tidak bergerak di Jurf. Disebutkan bahwa Usamah berkata: "Setelah sakit Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam makin berat saya dan yang lain turun ke Medinah. Ketika saya masuk hendak menemui Rasulullah, Nabi sudah tak dapat berbicara. Ia mengangkat tangannya ke atas dan kemudian meletakkannya kepada saya. Tahulah saya bahwa ia mendoakan saya."